B U K I T A L G O R I T M A
.
.
.
.
Dimana Asa Kita Mulai Disemai
.
.
Belum lama ini bu Sri Mulyani berujar betapa sulit negeri ini keluar dari jebakan sebagai negara berpenghasilan menengah. Bahasa kerennya middle income country.
Seperti kutukan, predikat itu tetap melekat pada kita seumur hidup.
"Apa susahnya sih menjadi negara kaya?"
Mudah bagi kita mendirikan toko kelontong sepanjang ada modal dan tempat.
Menjadikan dia besar, butuh effort. Saat toko kelontong itu hanya mampu memberi kita hasil cukup bagi sekedar makan, kita masih dianggap dalam klasifikasi miskin.
Ketika toko itu berubah menjadi toko grosir dan kita mampu menabung bahkan jalan-jalan atas hasil pekerjaan kita di sana, kita naik kelas. Pantas kita disebut sebagai kaum dengan kasta menengah.
Biasanya, kita berhenti di titik itu. Kita terjebak pada rasa sudah cukup. Sudah merasa sukses. Dan benar selamanya kita akan berada pada posisi itu tanpa pernah beranjak.
"Kenapa gak mau beranjak?"
Bukan soal mau dan tak mau, kita sering terjebak pada jalan buntu bahkan ketika selalu kita cari.
Bukan sekedar modal kita butuh, bukan pula sekedar effort kita punya, di sana juga harus ada inovasi yang tak pernah boleh berhenti demi ingin naik kelas.
Disana harus ada stok atas banyak ide kita lahirkan demi melesat kita bergerak tanpa ada saingan.
Ide-ide kreatif sebagai cara kita lahirkan demi selalu mencari jalan agar kita tetap leading.
Warung kecil-kecil di seluruh kampung yang ada kita bangun dan aplikasi online kita sematkan di dalamnya agar toko kita tak pernah sepi, adalah salah satu inovasi sebagai jembatan itu.
Memproduksi sendiri sebagai dagangan yang biasanya kita beli dan menempelkan merek dengan nama kita atas alasan bahwa toko kita sudah tersebar, juga adalah ide kreatif itu sendiri.
Itu adalah jembatan yang akan membuat kita menyebrang atas jarak tercipta. Itu seperti membuka pintu yang selama ini tampak selalu tertutup.
Itu solusi atas jalan kita bagi mampu keluar dari jebakan sebagai kelompok berpenghasilan menengah.
Demikian pula negara, negara harus mampu melahirkan banyak inovator bagi banyak bidang dan terutama dalam teknologi di mana dunia memang sedang bergerak ke arah itu. Tanpa hal tersebut, kita selamanya hanya akan menjadi follower.
Anda bisa ikut dagang di tokopedia dan sukses, tapi anda tak akan mungkin lebih sukses dari William Tanuwijaya. Lebih dari William ada google dan microsoft yang memiliki status lebih tinggi. Itulah seharusnya Indonesia menjadi.
Membuat Indonesia menjadi bangsa pengunggah sebagai ganti kebiasaan kita sebagai pengunduh adalah salah satu jembatan bagi kita keluar dari jebakan itu.
Bukit Algoritma dibangun di Sukabumi adalah jawaban. Bukit Algoritma sebagai cara kita tak mau tertinggal terlalu jauh dari laju cepat Silicon Valley di Amerika Serikat dalam bidang teknologi kita hadirkan. Di sana, ladang bagi bibit kecerdasan anak bangsa kita semai.
Di sana konsep bagi terbentuknya ekosistem yang mampu melahirkan produk-produk berkualitas dunia, termasuk melahirkan SDM yang diharapkan mampu menjadi salah satu pemimpin industri dunia dibangun.
"Bukit Algoritma? Siapa yang bangun?"
Saat penandatanganan sebagai tanda dimulainya pembangunan infrastruktur antara Direktur Utama AMKA (BUMN), Nikolas Agung dan Direktur Utama PT Bintang Raya Lokalestari, Dhanny Handoko ada hadir Budiman Sudjtamiko sebagai pihak.
Memahami bahwa Budiman adalah pendiri gerakan Inovator 4.0 Indonesia, sepertinya ada benang merah dapat ditarik terkait dengan idenya.
Informasi lain yang tak kalah penting adalah adanya dana sebesar 1 miliar euro atau setara 18 triliun rupiah yang telah digelontorkan hanya untuk fase 3 tahun pertama saja. Akan ada banyak dana yang akan terus mengalir bagi proyek vital ini.
Kawasan itu akan berkembang menjadi Kawasan Ekonomi Khusus. Kawasan itu juga pasti akan menjadi tempat baik bagi kita untuk turut serta dalam bergerak pada dunia berteknologi.
"Kenapa gak pakai dana negara?"
Sama dengan ide dasar atas pembangunan ini yakni ingin melahirkan banyak inovator, bukankah tak kreatif bila segala sesuatu terkait pendanaan harus minta pada negara?
Cara-cara kreatif harus menjadi dasar bagi lahirnya para insan kreatif. Dan itu sudah dilakukan di sana.
Pendanaan proyek ini murni dari swasta, baik asing maupun lokal.
"Kenapa Budiman?"
Sepertinya, kata "PEMBEBASAN" adalah apa yang selalu menjadi dasar pemikirannya.
Ketika nama Budiman pertama muncul di 1996, APA YANG INGIN DISAMPAIKAN ADALAH “MEMBEBASKAN”. Dia tampak sangat concern dengan ide "membebaskan" rakyat dari keterkungkungan Orde Baru.
Dia berbicara sebagai orator sekaligus motivator yang mengajak masyarakat tak lagi harus takut dengan apa itu kebebasan. ITU BERAKIBAT DIA MASUK PENJARA.
Saat dia menjadi anggota DPR, "membebaskan" rakyat pedesaan dari kemiskinan adalah perjuangannya.
Lahirnya UU Desa adalah salah satu dari inisiatifnya. Sejak uu itu, desa mendapat jatah hampir 70 triliun/tahun dalam APBN. Desa langsung menerima manfaat atas uu tersebut.
Membebaskan rakyat dari hanya sekedar menjadi pemakai menjadi pembuat, dari pengunduh menjadi pengunggah kini tampak menjadi caranya concern pada kebebasan itu sendiri.
Terus berbicara tentang pentingnya inovasi 4.0 yang tak pernah bosan dia bicarakan adalah bukti keseriusan dia mengajak rakyat untuk tak takut berkompetisi di sana.
Dia tak tampak sebagai seorang politikus yang sibuk pada narasi demi citra, dia lebih terlihat sebagai aktivis di mana hasil konkrit sebagai akibat diterima oleh yang dia perjuangkan terbukti dinikmati.
Kini dana awal sebesar 18 triliun itu pun datang karena caranya senang dengan berkeringat dan itu demi ide pembebasan yang dia perjuangkan.
Dia ingin Indonesia menjadi seperti apa yang dibayangkan yakni negara maju di mana seluruh rakyatnya melék teknologi sebagai keharusan bagi ketimpangan harus dihindarkan.
"Idealis banget deh kayaknya.."
Sempat pada kurun waktu tertentu dia dijuluki alien. Caranya berbicara tak membumi dan maka programnya pun tak tampak dilirik teman-temannya apalagi negara.
Namun, ide si alien ini pada akhirnya terlihat masuk akal dan bahkan harus menjadi rujukan. Bukti bahwa tahap pertamanya mampu menghimpun dana sebesar 18 triliun rupiah, tentu bukan ide sembarangan. Itu ide yang sangat masuk akal karena ukurannya adalah untung dan rugi.
Sama dengan Silicon Valley di AS yang bekerja sama dengan banyak universitas top di negaranya, ITB, IPB dan UNPAD telah memiliki kesepakatan awal atau mou atas keterlibatan mereka dalam turut berkontribusi pada perkembangan teknologi pada proyek ini.
Bukit Algoritma atau "Silicon Valley" versi Indonesia itu sengaja dibuat agar dapat menjadi tempat berkumpulnya sumber daya manusia Indonesia handal dan terampil, yang dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan negeri ini.
Di sana, kita sebagai komunitas berbicara tentang bioteknologi, nanoteknologi, komputer kuantum, semikonduktor, hingga teknologi energy storage dan industri kreatif bukan karena kita makhluk alien, tapi itu tentang capaian kita sebagai insan Indonesia.
Tak ketinggalan teknologi-teknologi terkini pun menjadi sasaran pengembangan di wilayah itu pada cara kita berkomunikasi.
Penyematan teknologi stealth pada drone buatan Pindad bukan hal mustahil akan dapat kita produksi akibat obrolan di Bukit Algoritma tersebut.
"Kapan mulai dibangun?"
Pada 7 April 2021 kontrak pembangunan itu ditandatangani. BUMN Amarta Karya adalah pihak yang bertanggung jawab pada pembangunan infrastrukturnya.
Diharapkan, dalam 3 tahun pertamanya kawasan itu sudah mulai layak bagi diskusi dan pembelajaran tentang science yang seharusnya menjadi salah satu milik berharga bangsa ini.
Menciptakan inovator seharusnya dengan inovasi, demikianlah Bukit Algoritma lahir karena inovasi dan kreatif kita sebagai anak bangsa.
Bukan hanya menjadi bangsa yang mengkonsumsi teknologi, tetapi menjadi bangsa yang memproduksi teknologi lah kita Indonesia seharusnya.
Dengan lahirnya berbagai inovasi dan teknologi hasil riset dan pengembangan yang menjawab tantangan di era revolusi industri 4.0, itu akan membawa Indonesia segera keluar dari "jebakan" negara berpendapatan menengah adalah keniscayaan itu sendiri.
SATU - SATUNYA CARA BAGI KITA KELUAR DARI “JEBAKAN” TERSEBUT HANYA DALAM RUPA PERTUMBUHAN EKONOMI YANG BERBASIS INOVASI. BUKAN LAGI SEKEDAR MENGEKSPLOITASI SUMBER DAYA ALAM SELAMA INI KITA LAKUKAN.
Disana, di BUKIT ALGORITMA itu, ASA KITA SEBAGAI BANGSA SEDANG DISEMAI.
.
.
.
Share this Scrolly Tale with your friends.
A Scrolly Tale is a new way to read Twitter threads with a more visually immersive experience.
Discover more beautiful Scrolly Tales like this.