NitNot ❘ Profile picture
Kebahagiaan datang ketika pekerjaan dan kata-kata anda menjadi manfaat bagi dirimu dan orang lain. - Buddha - || Akun ke-2 https://t.co/dPJZFe5DA5

Apr 21, 2021, 20 tweets

P E R E M P U A N
.
.
.

Ismail Marzuki dalam lagunya menyematkan kalimat "Halus wanita bak sutra dewangga, senyummu meruntuhkan mahkota".

Dewangga adalah senirupa tekstil. Bisa berupa rajutan dapat pula dalam bentuk lukisan di atas kain tersebut.

Sutra dewangga berbicara tentang keelokan seni diatas halus sebuah kain sutra yang konon terkenal sangat lembut. Ada dua perkara ingin ditegaskan dalam sekaligus pada kalimat lagu Ismail Marzuki.

Keelokan dan kehalusan itu terkadang, bahkan sangat sering mampu meruntuhkan sebuah kekuasaan. Bukan dengan seribu atau selaksa pasukan menara gading itu runtuh, hanya dari senyum seorang perempuan.

Liar kita dalam berkhayal akan membawa ini dalam banyak perspektif. Namun saya lebih senang memaknainya sebagai cara perempuan hadir pada sebuah peristiwa yang justru sering terlihat mampu menyelesaikan sebuah kemustahilan.

Bukan dengan pandai cara para lelaki berkata-kata, bukan pula otot mengangkat beban tertampak. Wanita hadir dengan caranya sendiri yang tak dimiliki oleh kaum Hawa sebagai sang kodrat superior.

Dan benar, kemustahilan itu hadir saat ini. Saat bencana mendera negara ini, saat para lelaki "ora kerjo dipekso negoro". Saat para lelaki menjadi marah karena kelemahannya dibuat telanjang dan tak tau harus berbuat apa.

Spontan alamiah takdir milik kaum sekunder merangsak keluar. Beras yg menipis & mahal diganti karbohidrat yang lain. Dedaunan di belakang rumah yg kemarin tak pernah dilirik, diolah dgn cara baru. Tekstur daging dihadirkan dalam olahan kreatif menggunakan jenis sayuran dan jamur.

Bukan hanya tentang apa yang harus dimakan hari ini, uang halal yang kemarin tak terpikirkan pun dicarinya dengan cara kreatif.

Berbeda dengan kaum lelaki yang cenderung mudah berubah menjadi gampang marah ketika ketidakberdayaannya terpapar dan terlihat telanjang, amuk dalam sikap lelaki tertampak. Tidak dengan perempuan.

Tanpa menunjukkan dua lengannya yang tak harus berotot, tanpa banyak kata terucap dari mulutnya dia bergerak dan menyelesaikan apa yang menurut suami mustahil. Anak tetap dapat sekolah, makanan selalu tersedia diatas meja dan terkadang,

asap sebagai obat stres suami pun masih terlihat ngebul.

Entah dari mana kekuatan itu datang. Namun itu selalu hadir ketika sang kepala keluarga terkulai tak berdaya. Perempuan mengambil alih semua beban tanpa pernah harus merasa berjasa dan lantas menjadi pahlawan.

Tidak.., dia tetap orang nomor dua.

Dia tetap strata lebih rendah dalam kasta dibuat dan diyakini sebagian pihak. Paling tidak, hal itu sedang ingin kembali digaungkan dan maka dogma agama harus diungkit. Dibuat kembali eksis dalam ancaman neraka dan sebab orang lain masuk.

Sedemikian hebatnya perempuan, hingga dogma "surga runtuh" akibat SALAH si perempuan penting untuk dihadirkan kembali pada negara ini.

Beruntung negara ini pernah punya sosok perempuan teladan, Kartini. Seorang visioner, seorang yang berpikir melampaui jamannya.

Diajarkan pada banyak perempuan Indonesia tentang bagaimana cara memberontak dengan elegan. Berontak tak selalu tentang sebelah tangan mengepal dan tangan yang lain memanggul senjata.

Enlightment, pencerahan pikiran dari keterkungkungan fisik yang dialaminya melahirkan sikap kritis yang kita kenal dari surat-suratnya.

Pikiran kritisnya bukan saja menyeberangi samudra luas hingga di benua eropa, di negeri Belanda itu dibicarakan, itu tentang pikiran hebat seorang perempuan yang melampaui samudra kemustahilan.

Pikiran-pikiran seperti itu bahkan jauh lebih maju dibanding budaya Belanda dan Eropa tentang bagaimana status dan seharusnya perempuan.
.
.

Tulisan-tulisannya menginspirasi banyak pihak. Pandangannya sebagai seorang perempuan telah jauh melampaui logika kaumnya saat itu.

Sikap kritisnya, membuka jendela baru bagi cara pandang bagaimana seharusnya menjadi perempuan.
.
.

Hari ini kita didorong mundur. Perempuan sebagai "kanca wingking" (harus di rumah) sepertinya kembali mendapat tempat di negeri ini.

Upah surga sebagai bonus menanti bagi mereka yang tunduk & patuh kembali BERGEMA bahkan setelah ratusan tahun lalu dilupakan.

Haruskah kita?🤔🤔

Selamat hari Kartini.....

Share this Scrolly Tale with your friends.

A Scrolly Tale is a new way to read Twitter threads with a more visually immersive experience.
Discover more beautiful Scrolly Tales like this.

Keep scrolling