Bahasa Rakyat bagi @budimandjatmiko
Hidup Demokrasi. Penjara tidak akan membuat saya jera. Dunia melihat apa yg terjadi di sini. Soeharto akan memetik buah dari pohon diktator yg ia tanam.
Empat kalimat itu diteriakkan berkali-kali,dhn suara lantang,oleh Budiman Sudjatmiko
Empat kalimat itu diteriakkan berkali-kali, dengan suara lantang, oleh @budimandjatmiko dalam sebuah video pendek yang gencar beredar di dunia maya. Generasi Z yang lahir sekisar 1995-2010 akhirnya mengenal aktivis yg dulu kerap mengepalkan tinju tangan kirinya.
@Leonita_lestari
Video itu menayangkan cuplikan persidangan, pleidoi tersangka, dan suasana ketika si tersangka digelandang ke dalam mobil untuk dibawa ke LP Cipinang. Durasi boleh singkat, tetapi senyum Budiman dan gayanya membaca pembelaan lekat dalam ingatan.
@DS_yantie @Minietweets2
Bukan hanya itu. Ekspresi Hakim Ketua yang terlihat kesal dan dongkol, tampak dari mulut yang terkatup rapat dan palu sidang yang diketukkan berulang-ulang, juga menjadi pemandangan epik dalam video tersebut.
@vita_AVP @DScute_20 @LOVE_AG4EVER @Pencerah__
Apalagi gaya "unik nan elegan" @budimandjatmiko yang sering memunggungi Pak Hakim dan menghadap ke arah penyaksi sidang, seakan-akan pleidoi yang ia baca persis naskah orasi belaka.
Kala itu usianya baru 26 tahun, tetapi nyalinya seperti tidak mengenal rasa takut. Dalam balutan kemeja putih berlengan pendek, celana hitam, dan ikat kepala merah, sosoknya rajin menghiasi koran pada kisaran 1994-1998.
Akibat sepak terjangnya menentang kelaliman Panglima Orde Baru, Presiden Soeharto, ia didapuk menjadi "buronan nomor satu". Siapa pun tahu, Pak Harto tidak tanggung-tanggung dalam menyikapi "para pembangkang".
Kiprah "singa podium" kelahiran Cilacap, Jawa Tengah, yang mahir berorasi itu.
Berita tentang peristiwa Sabtu Kelabu, 27 Juli 1996, juga marak menghiasi media massa.
Adalah @budimandjatmiko dan konco-konconya di Partai Rakyat Demoratik (PRD) yang kemudian dituding selaku dalang di balik peristiwa perebutan kantor DPP PDI di Jln. Diponegoro Jakarta.
Di bawah todongan tujuh pistol, dengan mata yang tertutup kain hitam, dan kemeja yang dipereteli petugas, ia dan kawan-kawannya "diamankan". Istilah ini memang marak pada era Orde Baru. Padahal, sebenarnya @budimandjatmiko digelandang ke sebuah tempat untuk diinterogasi.
Pada akhirnya, Budiman divonis 13 tahun penjara. Andaikan reformasi tidak bergulir, andaikan Soeharto tetap mengangkangi kursi "orang nomor satu di Indonesia", andaikan Gus Dur tidak terpilih menjadi Presiden setelah reformasi tuntas meruntuhkan Orde Baru,
Barangkali Budiman masih tetap mendekam di LP Cipinang--atau dipindahkan entah ke mana.
Budiman tidak sendirian,8 aktivis PRD lain yg ditahan di tempat yg sama. Yakni,Petrus Hari Hariyanto, Anom,Kurniawan,Wilson,Ignatius Pranowo,Garda Sembiring,Suroso,dan Ken Budha Kusumandaru.
Atas amnesti Presiden Gus Dur pada 10 Desember 1999, Budiman akhirnya menghirup udara bebas. Sejak itu, lama tidak terdengar kiprahnya. Ternyata ia meneruskan kuliah di Universitas London dan Universitas Cambridge.
Bahasa rakyat. Inilah dua kata yang lekat di bawah batok kepala saya pada pertemuan imajiner bersama Budiman. Tidak, kami tidak beremu langsung dan bercengkerama.
Sejatinya, @budimandjatmiko berbicara tentang kebangkitan bangsa. Namun, ia justru mengedepankan dua kata yang sudah lama hilang dari kamus pejabat atau petinggi negara. Dua kata itu adalah "bahasa rakyat".
Pemilu memang terus digelar setiap lima tahun sekali, jargon "suara rakyat suara Tuhan" masih rutin terdengar, tetapi bahkan wakil rakyat pun sebenarnya tidak lebih dari wakil partai. Meminjam ledekan Iwan Fals,
wakil rakyat tidak lebih dari politisi yang "hanya tahu nyanyian lagu setuju". Belakangan kian parah. Ada yang sudah tidak ikut "barisan asal setuju", tetapi cenderung "asal bunyi".
Pada awal-awal kebangkitan [bangsa], hampir semua pemimpin kebangkitan nasional hidup bersama rakyat, sangat dekat dengan kehidupan keseharian rakyat, sehingga bahasa rakyat hampir tidak berjarak dengan mereka.
Begitu ungkap Budiman dalam artikel yang bernas dan renyah dibaca.
Saat itu menjelang pemilu. Saya tahu bahwa Budiman sudah aktif kembali di dunia politik praktis. Diam-diam saya menaruh banyak harapan di pundaknya. Berharap beliau tidak menjadi anggota paduan suara "Koor Setuju". Berharap beliau tidak tidur saat sidang soal rakyat.
Berharap beliau tidak lupa pada rakyat yang diwakilinya. Dan, puji Tuhan, ia terpilih ke Senayan.
Saya suka pejabat yang rajin membaca dan bertambah suka apabila pejabat itu rajin menulis.
Perasaan suka itu makin menjadi-jadi jika pejabat yang rajin membaca dan menulis itu juga cerdas dan cermat menggunakan bahasa Indonesia. Budiman memiliki ketiga hal tersebut.
Kiprah doi selama di Senayan juga bagus. Selain aktif mengupayakan terwujudnya UU Desa, ia tetap turun ke desa-desa. Ia tidak lupa darimana ia bermula, apa yang ia tuju, dan bagaimana melakukan segala usaha untuk mencapai tujuan itu.
Tidak banyak wakil rakyat yang bekerja sepenuh cinta dalam menyerap dan memperjuangkan "bahasa rakyat". Budiman termasuk di antara yang tidak banyak itu.
Jika masa depan demokrasi digital adalah kolaborasi, lalu dari mana kita harus memulainya? Kita harus memulainya dari desa.
Begitu pertanyaan Budiman meluncur dengan intonasi tenang, tetapi mencengkam, kepada puluhan inovator yang berkumpul dan berjejaring di Inovator 4.0 Indonesia pada Sabtu (3/11/2018) di Gedung Microsoft Indonesia.
Desa tentu bukan kata asing bagi politikus PDI Perjuangan itu. Semasa sekolah menengah, ia menaruh minat besar pada kemiskinan dan nasib masyarakat desa. Semasa kuliah, ia rajin ke desa-desa untuk mendampingi petani dan buruh perkebunan.
Ia menemukan kesejatian diri dari kebersamaannya dengan para petani. Di desa, kebersamaan masih sangat kental. Tradisi gotong royong masih mengakar kuat dalam sanubari warga. Ada apa-apa urunan, ada kebutuhan bersama patungan.
Baginya, desa bukan "tetangga yang harus dipandang sebelah mata" oleh kota. Desa adalah lokus demokrasi, tempat berdiam demokrasi Indonesia masa depan. Dengan demikian, investasi publik untuk pengembangan demokrasi harus diarahkan ke desa.
Intervensi teknologi langsung ke basis kultural demokrasi akan memperkuat semangat kolaborasi warga yang sudah ada. Pada akhirnya, akan mendorong desa menjadi lebih berdaya, baik secara politik maupun ekonomi.
#BukitAlgoritma
Baginya, desa bukan "sekadar penyangga kota". Maka, gelora memperjuangkan RUU Desa berkobar dan menyala-nyala. Bahkan, gelora itu tidak surut hingga UU Desa disepakati di Rapat Paripurna DPR RI. Tak ayal, UU Desa adalah titik nol dari revolusi demokrasi di desa.
Kucuran dana desa dan badan usaha milik desa (Bumdes) akan membuka peluang untuk mengakumulasi kapital dan menggerakkan roda perekonomian masyarakat desa.
#BukitAlgoritma
Baginya, desa bukan "kawasan terpencil yang terkungkung dalam bui ketertinggalan". Desa harus ditopang oleh kemajuan teknologi informasi. Pendek kata, Desa Digital. Desa yg ramah dan akrab dengan revolusi industri 4.0 yg kini tengah menggelinding bak bola salju.
#BukitAlgoritma
Dua tahun lalu, tepatnya 20 April 2016, saya membaca artikel Budiman di Kompas. Dari sana saya mengeja pertanda bahwa Budiman bukan kacang yang lupa kulit. Tidak heran jika skrg beliau doyan mengajak rekan-rekannya di Inovator 4.0 Indonesia untuk "turun ke desa".
#BukitAlgoritma
Apakah hajat besar @budimandjatmiko dalam membangun desa sebagai jalan menuju Indonesia tumbuh bersama? Tentu itu bukan perkara yang mudah meskipun bukan pula sesuatu yang mustahil. Jika seluruh komponen bangsa bersatu, yang mustahil pun dapat menjadi mungkin.
@budimandjatmiko
"Dalam rentang lima tahun sejak UU Desa disahkan telah tumbuh 4000 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)," tutur Ronggo Purwoko kemarin dalam pertemuan Inovator 4.0 Indonesia. Kabar itu tentu menggembirakan dan, moga-moga, alamat harapan yang membahagiakan.
"Indonesia unggul karena di desa punya warisan tanah yang subur dan iklim yang baik,"
Dana desa tersebut dapat berguna untuk menstimulasi program padat karya tunai yang juga bertujuan untuk menjaga produktivitas.
Kredit : Khrisna Pabichara
kompasiana.com/1bichara/5bdee…
Share this Scrolly Tale with your friends.
A Scrolly Tale is a new way to read Twitter threads with a more visually immersive experience.
Discover more beautiful Scrolly Tales like this.