NitNot ❘ Profile picture
Kebahagiaan datang ketika pekerjaan dan kata-kata anda menjadi manfaat bagi dirimu dan orang lain. - Buddha - || Akun ke-2 https://t.co/dPJZFe5DA5

Jan 10, 2022, 14 tweets

PERANG TOPAT
.
.
.

Adalah sebuah acara adat yang diadakan setahun sekali saat perayaan Pujawali pada Purnaming sasih keenem (kalender Bali) atau tanggal 15 purnama sasi kepitu dalam warige (penanggalan) suku Sasak. Pada penanggalan masehi jatuh pada pertengahan bulan Nov - Des.

Kata PERANG yang biasanya identik dengan kebencian, amarah, pertumpahan darah dan bahkan berujung pada kematian, sangat berbeda dengan PERANG TOPAT yang justru dimaknai sebagai satu pesta yang menyenangkan bagi warga desa Lingsar.

Contoh toleransi tinggi bisa kita temukan di desa Lingsar, Lombok, NTB dimana warganya hidup berdampingan dengan damai antara suku Sasak yang memeluk agama Islam dan warga Hindu bali.

Ratusan warga desa baik orang tua, muda bahkan anak-anak dengan menjunjung puluhan wadah bernama KEBUN ODEG (nampan besar) yang berisikan ribuan topat seukuran kepalan anak - anak (senjata utama dalam perang) disusun bersama aneka hasil bumi.

Dengan dinaungi payung berwarna merah, kuning atau putih, kebun odeg itu akan dibawa berjalan dalam arak-arakan dan dipimpin oleh pemangku adat dengan iringan orkes Gendang Baleq (kendang besar), Tawaq-tawaq (gong),

Ceng-ceng, Pareret (terompet kayu) dan Cungklak sampai arak-arakan itu tiba di pura Lingsar, tempat akan diadakannya PERANG TOPAT tersebut.
.
.

Setelahnya, digelarlah upacara NAMPAH KAOQ, yaitu upacara mengarak seekor kerbau jantan mengelilingi Pura. Hewan kerbau dipilih sebagai bentuk penghormatan pada umat kedua agama yang tidak mengkonsumsi daging babi dan sapi, maka “perang” akan dimulai.

Lemparan sebuah Topat ke tengah halaman pura (biasanya dilakukan oleh Bupati Lombok) menjadi pembuka perang,

dan akan diikuti dengan pelemparan topat-topat (yang sudah dibagikan sebelumnya) sekuat tenaga oleh warga Muslim ke arah warga Hindu yang berada di dalam pura yang akan dibalas kemudian dan begitu seterusnya.
.
.

Acara perang yang dilakukan dengan gembira ditingkahi sorak sorai ratusan bahkan ribuan penonton ini juga menjadi salah satu atraksi wisata menarik dari Pulau Lombok.

Hasil lemparan dari “musuh” biasanya dibawa pulang dan akan mereka tebar di persawahan, kebun atau digantung pada pohon buah. Topat-topat itu diyakini warga sebagai pembawa berkah karena berisi beras sebagai hasil bumi dari Sang Pencipta.

Lingsar sendiri dapat diterjemahkan sebagai wahyu yang jelas. Itu sebabnya daerah ini dikenal subur dan warganya selalu menikmati panen hasil bumi sepanjang tahun. Mereka tidak kesulitan mendapatkan air dari sumber Kemaliq di Pura Lingsar.

Perang Topat adalah salah satu media dalam menjaga dan mengedepankan nilai religius dan norma sosial masyarakat setempat.

Budaya agraris yang menjadi ruh bagi atraksi budaya demi menguatkan makna keragaman dan kebersamaan.

Itulah makna Bhineka. Itulah Indonesia kita dari masa ke masa.
.
.
.

Share this Scrolly Tale with your friends.

A Scrolly Tale is a new way to read Twitter threads with a more visually immersive experience.
Discover more beautiful Scrolly Tales like this.

Keep scrolling