NitNot ❘ Profile picture
Kebahagiaan datang ketika pekerjaan dan kata-kata anda menjadi manfaat bagi dirimu dan orang lain. - Buddha - || Akun ke-2 https://t.co/dPJZFe5DA5

Jan 18, 2022, 25 tweets

IDOLA K-DRONE ASAL BUNYI ..!!
.
.
.

HNW ini aneh. Sekolahnya tinggi, gelarnya banyak, strata di masyarakat bagus bahkan jabatannya di pemerintahan pun ga tanggung-tanggung.

Tapi saat memahami esensi sebuah kalimat sederhana saja, dia ternyata.., ya hanya segitu saja. Kadang sempat terpikir bahwa dia itu cenderung asbun atau yang penting terdengar kritis.

"Butuh Rp466 T Demi Pindah Ibu Kota Baru, Pemerintah Bakal Pungut Pajak Khusus, Refly H: Efektif atau Tidak?. Dan Apa Itu Prioritas Negara? Bukankah lebih prioritas atasi covid-19 dg segala dampaknya, juga laksanakan janji2 kampanye?."

Itu adalah cuitan beliau. Entah sebagai tanggapan sekaligus pertanyaan atas berita terkait Refly yang juga berkomentar soal pajak bagi pembangunan Ibu Kota Nasional atau justru booster kekonyolan, hanya mereka berdua yang tahu. Semoga saja hanya drama.

Bila itu fakta atau itu benar merupakan pernyataan yang berangkat dari kepakaran mereka, bangsa ini benar-benar sedang dalam masalah besar. Para orang pintar itu salah membuat interpretasi atas kalimat sederhana.

Mereka berdua berpikir bahwa pemerintah seolah sedang akan membuat aturan pajak baru untuk "support" pembangunan IKN yang butuh dana sangat besar yakni 466 triliun rupiah.

Dalam artikel itu, Refly menuturkan jika pajak tersebut dikhususkan untuk yang ada di IKN baru, otomatis pajak baru bisa diberlakukan ketika ibu kota baru itu sudah ada penduduknya.

Kecuali jika pajak khusus tersebut diberlakukan untuk seluruh masyarakat Indonesia, hal tersebut akan menjadi soal yang lain lagi.

"Apakah efektif atau tidak? Karena kalau pajak itu hanya diberikan kepada IKN itu, ya nanti kalau sudah ada penduduknya. Kecuali kalau pajak ini diambil dari seluruh rakyat Indonesia untuk membantu IKN itu soal lain," tutur Refly.

Refly berbicara menanggapi isu seolah pajak baru itu sengaja akan dibuat oleh pemerintah untuk biaya pembangunan IKN dan maka secara logis bisa bermakna akan menjadi masalah manakala seluruh rakyat Indonesia dilibatkan atau dipajaki.

Kenapa?

Karena IKN belum ada penduduknya dan maka ga mungkin akan dipajaki saat ini. Artinya, siapa lagi kalau bukan seluruh warga negara bukan?

Anehnya, HNW justru turut membenarkan anggapan salah itu dengan cuitan : "Butuh Rp466 T Demi Pindah Ibu Kota Baru, Pemerintah Bakal Pungut Pajak Khusus, Refly H: Efektif atau Tidak? dst."

Padahal, dalam RUU IKN jelas sekali tertulis bahwa pajak itu adalah terkait soal PENYELENGGARAAN bukan PEMBIAYAAN. Mereka terjebak pada dua materi berbeda namun dianggap saling terhubung.

Yang satu bicara tentang pembiayaan pembangunan IKN yang lain adalah tentang bagaimana pembiayaannya kelak bila sudah berdiri.

Berdasarkan Pasal 24 RUU IKN, pendanaan persiapan, pembangunan, hingga pemindahan ibu kota berasal dari dua sumber utama. Sumber pertama adalah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan sumber berikutnya ialah sumber lain yang sah dan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Untuk mendanai penyelenggaraan IKN, pemerintahan khusus IKN atau Otorita IKN dapat melakukan pemungutan pajak atau pungutan lain. Pajak dan retribusi daerah yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan berlaku secara mutatis mutandis sebagai pajak dan pungutan khusus IKN.

Itu jelas dua perkara yang berbeda. Satu bicara terkait dari mana dana kita dapat ketika kita akan bangun rumah, satu yang lain soal bagaimana kebutuhan harian kelak ketika rumah itu sudah jadi.

Kenapa perkara pajak juga harus ditulis disana bila hal itu baru relevan akan ada ketika IKN sudah terwujud, karena kewenangan yang selama ini diatur UU hanya untuk Pemda, termasuk DKI Jakarta sebagai ibukota saat ini.

Untuk otoritas IKN memang perlu dibuat antisipasinya agar kewenangan itu ada sehingga setara dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Dan maka, harus dibuatkan UU nya.

Artinya, nafas bagi hidup ibukota baru itu kelak memang akan dibiayai dengan pajak sama dengan banyak daerah yang lain.

Bila itu wajar sebagai sesuatu yang seharusnya tapi kenapa masih saja tetap ditulis, itu terkait dengan kondisi Ibukota itu yang kelak tak punya Gubernur atau Walikota sebagai proses pilkada dan berbeda dengan daerah lain tapi aturan mainnya harus tetap sama. Itu soal PENEKANAN.

Bukankah makna kata mutatis mutandis seharusnya sudah cukup benderang untuk menggiring nalar mereka yang biasa berkecimpung dalam pembuatan UU apalagi seorang ahli hukum tata negara agar cepat tanggap?

Bahwa bila kemudian dua sosok itu justru mencampuradukkan dua hal berbeda itu dengan pikiran seolah pajak yang akan dibuat oleh pemerintah adalah demi biaya pembangunan IKN,

itulah makna bangsa ini dalam masalah besar. Itu fakta bahwa orang yang kita anggap pintar ternyata bermasalah dalam hal membaca.
.
.

Bisa dibayangkan, bagaimana konyolnya orang-orang yang begitu mengidolakan mereka berdua bukan?
.
.
.
.
____________
Gambar & Video ambil dari mana-mana

Share this Scrolly Tale with your friends.

A Scrolly Tale is a new way to read Twitter threads with a more visually immersive experience.
Discover more beautiful Scrolly Tales like this.

Keep scrolling