Pemimpin pasti punya dilemanya tersendiri waktu ngambil keputusan.
Itu juga yang dirasakan Raja George V, yang nggak bisa menolong sepupunya, Tsar terakhir Rusia, Nicholas II dari eksekusi oleh revolusi Bolshevik.
Tapi, keputusannya ini menyelamatkan Britania Raya.
Kalau kamu pernah nonton film The King’s Speech atau mungkin series The Crown, kamu mungkin tau kisah soal Edward VIII yang playboy dan George VI yang gagap.
Tapi ERA nggak lagi ngomongin mereka berdua ya, tapi lebih kepada salah satu sosok yang membuat mereka bisa seperti itu, contohnya Raja George VI yang gagap. Tapi, ada yang lebih dari sosok itu: yakni sang ayah, George V.
Pasca Perang Dunia I usai, monarki dan imperium banyak yang tumbang.
Kamu bisa nyebutin seperti Kekaisaran Rusia, Jerman, Austria-Hungaria, dan Kekaisaran Turki Utsmani, meski Turki tak langsung tumbang pasca Perang Dunia I.
Tetapi, beberapa tetap bertahan hingga sekarang seperti Britania Raya (atau kamu sering dengar Inggris). Bertahannya Britania Raya hingga sekarang juga bisa dibilang karena peran Raja George V, seorang Raja figur yang bisa menyelamatkan negaranya bersama jajaran pemerintahannya.
Kamu pernah nonton film 1917 yang heboh karena film perang one-shot itu? Nah, film itu terjadi di zaman George V menjadi seorang Raja.
Oke, lanjut yaa. Jadi Perang Dunia I bisa dibilang juga ada perang antara keluarga, yaitu George V (UK), Tsar Nicholas II (Rusia) di pihak sekutu, dan Wilhelm II (Jerman) di pihak sentral.
Kalau kamu lihat sekilas, George V dan Tsar Nicholas II begitu mirip.
Kalau kamu liat dari foto ini, mana yang Raja George V, dan mana yang Tsar Nicholas II?
Kok saudaraan tapi nggak bisa nyegah Perang Dunia I? Semua karena beda posisi, dan pemerintahan yang ada di dalamnya. George V adalah seorang Raja monarki konstitusional yang hanya seorang ‘figur’, sementara Tsar Nicholas II nggak secakap itu jadi seorang Tsar, (cont)
dan Kaiser Wilhelm II yang juga hanya seorang figur kalau menyangkut militer.
Bedanya lagi, kerajaan dan kekaisaran itu udah nggak kayak di abad pertengahan lagi yang masih kontrol penuh Raja; di tahun industrial itu, monarki sudah mulai ‘modern’, dan butuh persetujuan banyak pihak seperti parlemen.
Karena itulah, tragedi berdarah dari revolusi Bolshevik dan pembunuhan tragis keluarga Romanov nggak bisa dihindari. Meski pemerintah Britania Raya dengan senang hati menerima pengungsian keluarga Romanov, tapi dalam perkembangannya Raja George V menolaknya.
Meski keduanya begitu dekat, tapi ia dan sekretaris pribadinya, Arthur Bigge serta pemerintah khawatir nantinya akan ada revolusi kaum buruh seperti di Rusia. Tapi pasca keluarga Romanov dieksekusi, bagian keluarga lainnya diam-diam George V berusaha memberikan pengungsian.
Kebijakan lainnya yang menyelamatkan Britania Raya adalah mengganti nama keluarganya yang bernuansakan Jerman.
Sebelumnya, nama wangsa Kerajaan Britania Raya adalah Saxe-Coburg dan Gotha, yang diambil dari nama keluarga suami Ratu Victoria, Pangeran Albert, karena Ratu Victoria nggak nurunin nama keluarga Hanover.
Wangsa Windsor jadi pilihan nama keluarga baru karena setelah Perang Dunia I, akibat sentimen anti-Jerman yang menyebar di Britania Raya yang menang melawan Blok Sentral.
Nama Windsor ini sendiri nggak lain dan nggak bukan dari Windsor Castle. Dari kebijakan ini pula, ia perlahan menanggalkan pengaruh Jerman yang ada di keluarga dan kerajaannya, termasuk gelar-gelar kerajaan yang ia persempit.
Mungkin sedikit untuk menambah konteks: jadi Ratu Anne yang jadi Ratu Britania Raya pertama (pergabungan Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia) meninggal tanpa punya anak.
Di Britania waktu itu udah nggak bolehin keluarga katolik jadi raja atau ratu.
Sementara, keluarga protestan terdekat adalah Sophia dari Hanover, Jerman. Sayangnya, Sophia meninggal beberapa bulan sebelum Ratu Anne meninggal.
Jadilah anaknya, George I dari Jerman, jadi Raja Britania Raya. Keluarga Hanover berkuasa hingga Ratu Victoria meninggal.
Setelah Ratu Victoria meninggal, digantikanlah oleh Edward VII, yang menyandang nama keluarga Jerman lagi, Saxe-Coburg and Gotha.
Nggak jarang di household kerajaan juga ngobrol bahasa Jerman.
Makannya, diambillah kebijakan untuk menghilangkan serba-serbi Jerman dari keluarga kerajaan Britania Raya. Dari George V hingga Ratu Elizabeh II sekarang masih menggunakan nama keluarga Windsor.
Oke lanjut yaa. Sebenernya yang satu ini bukan kebijakan pasca Perang Dunia I, tapi konflik lama yang belum terselesaikan dari dalam negeri sewaktu Perang Dunia: gerakan republikanisme Irlandia. Iya, Irlandia yang sekarang kamu kenal itu dulu bagian dari Britania Raya.
Kalau di Rusia permasalahan internalnya adalah Revolusi Bolshevik, di Britania Raya kala itu juga ada revolusi kemerdekaan Irlandia yang juga dikarenakan konflik panjang. Di tahun itu pula, paham komunisme, sosialisme, dan fasisme lagi berkembang-berkembangnya.
Raja George V adalah Raja terakhir bergelar Raja United Kingdom of Great Britain and Ireland, karena Irlandia memutuskan untuk memerdekakan diri dan membentuk Irish Free State pada 1922, di mana ia masih menjadi Raja, tapi bukan bagian dari UK.
Mirip Australia, Kanada, dan New Zealand sekarang.
Setelah ia wafat pada 20 Januari 1936, gerakan untuk mendirikan republik semakin tinggi, jadilah Republik Irlandia seperti sekarang, menyisakan bagian utaranya masih bergabung dengan UK.
United Kingdom of Great Britain and Ireland pun berubah menjadi United Kindom of Great Britain and Northern Ireland.
Dulu proses merdekanya memang berdarah-darah, tapi belum lama ini Pangeran Harry dan Meghan Markle ke Irlandia mewakili Britania Raya bertemu Presiden Irlandia.
Namun, perjalanan George V harus berhenti. Ia sakit parah, dan ia disuntik mati.
Kok bisa seorang Raja disuntik mati? Betul, ia disuntik mati oleh campuran kokain dan morfin. Jadi, Raja George V ini emang udah sakit parah sejak ia terjatuh dari kuda tahun 1915 di Prancis, kebiasaan merokoknya yang membuat ia punya penyakit bronkitis kronis, setelah itu (cont)
barulah terkena penyakit septicaemia.
Ia nggak pernah benar-benar pulih. Sewaktu ia terbangun dari nggak sadarkan diri, ia berterima kasih dan mengajukan pertanyaan ke sekretarisnya, "Bagaimana dengan imperium?" tanyanya.
"Imperium baik-baik saja, tuan." jawabnya.
George tersenyum, dan kembali tak sadarkan diri.
Pada 20 Januari itu, George V disebut memiliki waktu hidup 24 jam lagi, namun dipercepat oleh dokternya, Lord Dawson, dengan alasan menjaga martabat sang Raja, mencegah ketegangan di keluarga kerajaan, dan agar bisa diumumkan kematiannya di pagi hari (cont)
(cont) daripada koran malam yang dianggap nggak appropriate.
Raja George V dan Ratu Mary terkenal begitu 'kolot'. Jadi tradisi semacam ini terus menerus mereka lakukan.
Banyak kerajaan dan imperium runtuh setelah Perang Dunia I, tapi Britania Raya tetap bertahan sampai seperti kita kenal sekarang, meski sudah kehilangan Irlandia.
Meski ia hanya seorang figur yang sedikit kontribusinya pada politik, tapi George V berhasil menyelamatkan kerajaannya yang tidak runtuh, seperti yang kita kenal sekarang. Uniknya, ia juga bukan orang yang diharapkan jadi Raja, karena ia merupakan anak kedua.
Kalau kamu bingung kenapa ERA-min bilangnya Britania Raya serta United Kingdom dan bukannya Inggris, kamu bisa banget baca thread ERA berikut ini:
Terima kasih, ERA-min pamit yaa!
Semoga bermanfaat!
Salam,
ERA-min/IR.
Oiya, buat bocoran aja nih: ERA-min berikutnya mau bahas soal Ratu Victoria, enaknya bahas soal apanya nih?
Share this Scrolly Tale with your friends.
A Scrolly Tale is a new way to read Twitter threads with a more visually immersive experience.
Discover more beautiful Scrolly Tales like this.