TATTO, SENI RAJAH TERTUA
.
.
.
Perempuan itu mengenakan sepasang anting, berhiaskan anak rambut pada lehernya yang jenjang. Ia menikmati cerutu yang dipegang diantara jemari lentiknya. Selembar kain batik yang terlilit menutup tanpa menyembunyikan tatto pada tubuhnya.
Perempuan berkemben itu sama dengan banyak perempuan lain di kepulauan Mentawai yang bangga dengan tato pada tubuh nya. Seni rajah yang sudah ada sejak 1.500 SM - 500 SM ini dianggap sebagai tertua di dunia bahkan lebih tua dari seni tatto di Mesir.
Tatto adalah tradisi dan budaya yang digunakan sebagai simbol serta penanda pengenal profesi; ahli pengobatan, memanah bahkan sebagai tanda kepangkatan pada komunitas suku Mentawai - Sumatera Barat.
Sebagian besar motif tato mengambil contoh alam seperti batu, hewan, tumbuhan, duri rotan, tampat sagu, binaan ternak hingga busur dan mata kail sebagai lambang keindahan dan keseimbangan alam.
.
.
Setelah menentukan TITI (Motif tato) seorang ahli tatto yang biasa disebut SIPATITI atau SIPANITI akan menyiapkan satu kayu dengan jarum dan satu kayu lainnya unuk pemukul, alat ini disebut LILIPAT PATITIK.
Dan berikutnya jarum tato yang diolesi tinta hitam akan diletakkan diatas kulit bergambar pola, dan proses tato dengan memukul kayu Penato dengan tongkat kecil dimulai dengan gerakan cepat.
Itu adalah proses tanpa berdarah selain meninggalkan jejak hitam kemerahan selain hasil seni sesuai pola yang diinginkan.
.
.
Pada jaman dahulu sipatiti menggunakan kawat yang diruncingkan atau duri pohon jeruk sebagai jarum tato dan arang serta air tebu sebagai pewarna alami yang walau mengakibatkan kulit berdarah, bengkak dan terkelupa. Itu tidak membuat mereka kapok.
Berendam di sungai, malam demam dan dua hari setelah sembuh mereka akan kembali mencari ahli tato untuk melengkapi tato di tubuhnya “TATTO MEMBUAT KAMI TERLIHAT INDAH” demikian prinsip suku Mentawai.
.
.
Desa Simatalu di Pulau Siberut bagian barat menjadi kampung tattoo terakhir di Kepulauan Mentawai. Di sebagian Pulau Siberut, tato sudah sangat jarang terlihat kecuali pada beberapa orang tua bahkan di P Sipora, P Pagai Utara dan P Pagai Selatan tradisi tatto sudah lama hilang.
Hal itu diakibatkan oleh adanya pelarangan yang dilakukan pada era kolonial dan sejak thn 1954, pemerintah melarang Arat Sabulungan - agama lokal yg dianut orang Mentawai dan mereka diminta untuk memilih agama yang diakui pemerintah.
.
.
Budaya Mentawai seperti merajah tubuh, meruncing gigi, pengobatan dengan sikerei, dan ritual adat lainnya juga ikut dilarang karena dianggap bagian dari Arat Sabulungan.
Walau dilarang, orang-orang kembali membuat tato, karena tiktik itu arat (adat) Mentawai.
Perpindahan pemukiman penduduk ke kampung baru bentukan pemerintah seperti di Dusun Muntei, Desa Simatalu, juga ikut mempercepat berkurangnya orang yang memakai tato karena mereka tidak punya banyak babi lagi.
Babi sangat penting di Mentawai, digunakan untuk punen (pesta adat) dan juga beberapa ritual adat. Babi juga menjadi alat pembayar tato pada sipatiti.
.
.
Setiap kali bagian tubuh ditatto, sipatiti dapat imbalan satu atau dua ekor babi. Selain itu sipatitik diberi satu keranjang induk ayam dengan anaknya, juga satu tangguk ikan. Kini pembayaran upah tato dengan babi terasa mahal. Satu ekor babi harganya bisa ratusan ribu rupiah.
Di Simatalu saat ini penato hanya tinggal tiga orang, mereka sudah tua dan tinggal jauh di hulu sungai, tidak ada generasi baru yang menggantikannya, ini juga menjadi penyebab tatto Mentawai bisa punah
Bajak Letcu, seorang pegiat tatto menyelamatkan seni rajah Mentawai yang hampir punah.
Dalam tiga tahun terakhir dia sudah menato puluhan orang Mentawai dengan motif tatto Mentawai dan peralatan tradisional. Tetapi jarumnya menggunakan jarum khusus tatto.
Tatto masih dianggap sangat penting oleh sejumlah masyarakat adat Mentawai walau hampir punah di hari - hari ini. Proses pengerjaan tatto yang menyakitkan tidak membuat surut masyarakat untuk menyematkan seni rajah pada tubuhnya.
"Saat kami mati kami tidak bawa apa-apa, yang kami bawa adalah tatto kami," kata Sikalabai seorang perempuan tua dari Dusun Muntei, Simatalu.
.
.
.
.
___________🍃
Gambar diambil dari mana-mana
Share this Scrolly Tale with your friends.
A Scrolly Tale is a new way to read Twitter threads with a more visually immersive experience.
Discover more beautiful Scrolly Tales like this.