BERTEPUK KEDUA TANGAN ELIT & KARTEL MINYAK GORENG
[Utas]
Singkirkan sejenak kabar Keisya, Jerome Polin, Agus Harimurti & Afung. Sbb, ada yg lebih penting, yakni terbentuknya korupsi memang selalu dimulai dari maladministrasi, & bisa jadi Airlangga ikut punya peran di dlmnya.
Perubahan harga minyak goreng, karena pasokannya terbatas di lapangan, sejatinya sdh berlangsung sejak 2019. Namun, pemerintah benar-benar baru meresponsnya di awal 2022, menggunakan Permendag No. 1, 3, 6, 8, 11 Thn 2022. Itu pun langsung tercium skandal.
6 Apr. 2022 lalu, di 5 kota, puluhan penyidik Kejagung menyisir rumah Indrasari Wisnu Wardhana, Dirjen Perdagangan Luar Negeri & gedung Kemendag, serta PT Mikie Oleo Nabati industri di Bekasi.
Dari tempat itu, penyidik mendapat bukti petunjuk adanya penimbunan minyak goreng di bbrp titik. Lokasi yg terendus ialah PT Permata Hijau Group, Wilmar Internasional & PT Musim Mas di Medan.
Sementara di Batam, penyidik menggeledah PT Synergy Oil Nusantara, di Padang ialah PT Incasi Raya, PT Karya Indah Alam Sejahtera di Surabaya, & di Palembang adalah 2 kantor PT Sinar Alam Permai. Total, 650 dokumen & sejumlah bukti elektronik disita dari semua titik itu.
19 Apr. 2022 kemudian, Kejagung menetapkan 4 tersangka, yaitu Indrasari Wisnu Wardhana; Senior Manager CA Permata Hijau Group, Stanley M. A; Master Parulian Tumanggor selaku Komut PT Wilmar Nabati; & GM Musim Mas Piere Togar Sitanggang.
Mereka diterungku di Rutan Salemba, Jakpus. Berkomplot, secara tdk sah empat-empatnya disangka merekayasa penerbitan izin ekspor minyak sawit mentah alias CPO & produk turunannya.
Izin itu dikeluarkan yg padahal banyak perusahan blm memenuhi kewajiban penyaluran ke pasar domestik atau DMO, yg saat bersaman masih kelangkaan minyak goreng. Kuota DMO sebesar 20% diwajibkan sejak Jan. 2022.
Namun, belakangan kebijakan itu diubah dgn cukup hanya jadi pungutan ekspor & bea keluar. Yeka Hendra Fatika, anggota Ombudsman, menuturkan perubahan aturan ini terlihat janggal, lantaran diterbitkan dlm waktu berdekatan.
Mirisnya, usai diizinkan ekspor, menurut temuan MAKI, tak sedikit dari mereka yg menjual minyak goreng ke luar negeri melalui kawasan berikat di Pulau Sumatra utk menghindari PPN 10%.
Kelangkaan minyak goreng yg menyeret gejolak harga memang anomali, sebuah pemandangan yg patut dicurigai mengingat Indonesia ialah produsen terbesar di dunia. Kasus ini menyeret pula nama Lin Che Wei, Tim Asistensi Kemenko Perekonomian.
Lin Che Wei divonis 7 thn, sbb bersama 4 tersangka sblmnya ia ikut memberi masukan terbitnya sejumlah aturan utk merespons gejolak harga minyak.
Sayangnya, dlm kasus yg merugikan negara total hingga Rp 18,3 triliun itu, Mendag saat itu, Muhammad Lutfi, hanya diganti meski berulangkali namanya disebut terlibat di pengadilan. Lagi pula, walau 5 pelaku berperan memberi masukan, toh ketok palu kebijakan ada di tangan Lutfi.
Belakangan, Kejagung menetapkan 3 perusahaan bersalah, sbb mendapat keuntungan ilegal dari terbitnya aturan ekspor yg janggal.
3 perusahaan itu ialah Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, & Musim Mas Grup. Dari kebijakan maladministrasi itu, 3 entitas ini disebut menerima keuntungan finansial sebesar Rp 1,69 triliun utk Wilmar, Musim Mas Rp 0,63 triliun & Permata Hijau Rp 0,12 triliun.
Terkait ditangkapnya Lin Che Wei, baru-baru ini Kejagung memanggil Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Dlm kasus ini, peran dia disebut ikut memberi masukan penerbitan aturan Kemendag.
Kasus ini mengingatkan kita lagi bhw korupsi memang dimulai dari maladministrasi. Dari sini, pejabat/elit pemerintah & para kartel keduanya saling menyambut tepuk tangan.
Share this Scrolly Tale with your friends.
A Scrolly Tale is a new way to read Twitter threads with a more visually immersive experience.
Discover more beautiful Scrolly Tales like this.