ERA.id Profile picture
Bikin Paham, Bikin Nyaman~ Instagram: eradotid. YouTube: eradotid

Aug 14, 2023, 22 tweets

[PENCURIAN SENI: HILANGNYA ARCA-ARCA SENILAI 1 TRILIUN, KERATON YOGYAKARTA, & TEWASNYA ARKEOLOG]

Pencurian artefak itu ga seseru di film-film loh... Pasalnya, di Indonesia pernah kejadian & arkeolog yang menekuni kasusnya, Lambang Babar Purnomo, berakhir tewas di selokan...

🧵

2007.

Museum Radya Pustaka di Solo, Indonesia, tiba-tiba menjadi pusat perhatian. Pasalnya, arca-arca zaman kerajaan Hindu-Budha klasik rupanya telah dicuri dari museum itu!

Parahnya lagi, arca-arca itu ternyata digantikan oleh arca palsu...

Dari 85 koleksi arca perunggu yang ditampilkan di museum, staf pegawai menemukan hanya 33 dari jumlah itu yang ternyata asli! Akibatnya, kerugian museum & negara diperkirakan mencapai Rp1 triliun.

Koleksi palsu ini sebagian besar terbuat dari perunggu & keramik.

Ini pun menjadi kasus yang mencuri perhatian negara. Kok bisa, koleksi dengan jumlah sebanyak itu raib begitu mudahnya dari museum?

Tentu saja, itu karena yang menjual koleksi itu bukan orang sembarangan. Ia adalah Heru Suryanto, kerabat keluarga Keraton Yogyakarta.

Heru menjualnya pada seorang penjual seni yang memiliki reputasi kolektor seni-seni purbakala necis: Hugo Kreijger dari Belanda.

Reputasinya pun mengundang perhatian kolektor/pegiat seni di dunia, salah satunya adalah adik Prabowo Subianto Hashim Djojohadikusumo.

Berangkat dari Solo ke Belanda lalu pulang ke Jakarta, 6 arca yang dijual Hugo kini tinggal di kediaman Hashim yang begitu fantastis koleksi seninya. Bahkan, Hashim punya gading usia jutaan tahun yang tidak berdokumen resmi!

Arkeolog yang mengidentifikasi keaslian arca-arca koleksi Hashim & yang menyadari bagaimana sejumlah koleksi adik Prabowo ini ilegal adalah Lambang Babar Purnomo.

Ia melakukan penjemputan arca lalu bolak balik Solo-Yogyakarta untuk jadi saksi ahli dalam kasus ini.

Kasus ini pun melahirkan 2 tersangka: Heru Suryanto & kepala Museum Radya Pustaka saat itu, KRH Darmodipuro (Hadi).

Hadi-lah yang memfasilitasi jual beli katalog benda-benda purbakala di museumnya & memesan duplikat arca pada pemahat batu di Muntilan, Magelang.

Hadi memesan 6 arca tiruan seharga Rp535 juta. Sementara itu, Heru membeli arca-arca aslinya dari Radya Pustaka seharga Rp935 juta yang kemudian dijual ke Hugo.

Pada 11 Maret 2007, Hugo menjual 6 arcanya pada Hashim di London seharga Rp1,96 miliar.

Lalu, bagaimanakah proses pidananya?

Tidak begitu mengejutkan tentu saja, Heru & Hadi hanya dipenjara selama 18 bulan. Hashim sendiri pun berhasil lolos dari hukuman penjara karena ia membuktikan ia tidak tahu arca-arcanya adalah hasil curian.

Hugo sudah melarikan diri pulang ke Belanda saat pencarian berlangsung.

Meski sudah divonis pelakunya, hilangnya arca-arca di Radya Pustaka belum selesai. Baru 6 yang ditemukan dari 52 yang dilaporkan hilang.

Di sinilah kasus mulai rumit: Heru menyatakan saat ia sedang lihat-lihat arca mana yang akan ia beli di Radya Pustaka, ia mendapati banyak arca sudah dipalsukan.

Artinya, bukan Heru saja yang difasilitasi Hadi untuk membeli barang-barang purbakala di museum itu...

Pernyataan Heru membuka spekulasi adanya jaringan mafia seni yang beririsan dengan investigasi Interpol.

Lambang-lah yang pertama menggencarkan soal misteri 46 sisa arca yang hilang. Apabila investigasi kemana 46 arca itu berhasil, mafia seni internasional bisa terbongkar...

Sayangnya, niat & kegigihan Lambang terlalu besar untuk kapasitasnya...

Pada 9 Februari 2008, seorang PRT bernama Erni Permatasari keluar rumah. Namun, ia merasa janggal.

Benar saja, di keheningan subuh, ia mendengar suara laki-laki merintih.

Takut, ia pun kembali ke dalam rumah. Ia mencurigai 2 hal: setan & jebakan maling. Pasalnya, tetangga majikannya baru saja dirampok.

Namun, ia berfirasat buruk saat ingat ia melihat seorang pria tampak terburu-buru pergi di saat yang sama ia mendengar rintihan.

Dua jam kemudian, Erni & majikannya terkejut saat lihat warga berkerumun di depan rumah, lengkap dengan polisi membawa garis kuning.

Mereka berkerumun di depan selokan di mana Lambang ditemukan tak bernyawa...

Lengkap dengan helm full face & motor yang ikut tersungkur, polisi menyimpulkan Lambang meninggal karena kecelakaan lalu lintas tunggal.

Sungguh nasib & kebetulan yang malang. Padahal, Lambang seharusnya menjadi saksi di persidangan kasus Radya Pustaka beberapa hari ke depan.

Hanya kebetulan, bukan?

Faktanya, hasil otopsi menemukan tulang leher Lambang patah & ada pula sayatan di pelipisnya. Tentu saja, semua ini bisa diakibatkan oleh kecelakaan...

... apabila Lambang mengebut & tidak pakai helm.

Dua hal itu tak mungkin karena helm Lambang full face & masih terpasang. Kemudian, motor Astrea-nya pun sudah berusia >15 tahun, tak mungkin dibawa mengebut.

Selain itu, pakaian Lambang pun utuh... tidak compang camping seperti habis kecelakaan hebat.

Meski banyak kejanggalan, polisi tetap menutup kasus kematian Lambang sebagai kecelakaan tunggal...

Kematian Lambang membuat penyelidikan pencurian seni purbakala stagnan. Idealisme kerasnya terhadap kelalaian pemeliharaan karya seni pun mati bersama dirinya.

Selengkapnya

Share this Scrolly Tale with your friends.

A Scrolly Tale is a new way to read Twitter threads with a more visually immersive experience.
Discover more beautiful Scrolly Tales like this.

Keep scrolling