Salah satu alasan terbesar gw memutuskan untuk menjadi arsitek sebenernya adalah ingin mempunyai rumah yang dirancang sendiri.
Ini adalah cerita proses perancangan rumah gw.
— A thread;
Ngeliat kondisi keuangan gw waktu itu, hal yang pertama kali gw pikirin ketika memulai perencanaan rumah ini adalah membaginya menjadi 2 tahapan pembangunan. Tahap pertama adalah rumah dengan 1 ruang tidur, sedangkan untuk ruang tidur anak baru akan dibangun di tahap kedua.
Berdasarkan dana yang tersedia, gw kemudian mengeset luas bangunan untuk tahap pertama dicukupkan di +/- 55m2. Dari situ gw memutuskan untuk membuat bangunan ini langsung 2 lantai dengan konfigurasi 30m2 untuk lantai dasar dan 25m2 untuk lantai atas.
Ada alasan kenapa gw ga menghabiskan semua ruang di satu lantai. Kalau semua fungsi berada di lantai yang sama dan suatu saat jadi membangun tahap dua, mau gamau gw harus membongkar atap, dan itu ga murah lho.
Ditambah bahwa kalau atap tersebut dibongkar, berarti gw mesti ngontrak rumah untuk sementara waktu. Yang berarti bakalan ada biaya tambahan selama proses pembangunan.
Kondisi apabila dibikin 2 lantai dari awal keuntungannya adalah gw bisa meminimalisir sekat antar ruangan. Lantai atas sepenuhnya digunakan untuk ruang tidur. Toilet sebagai satu-satunya ruang yang mesti diberikan sekat, gw jadikan pembatas antara ruang keluarga dan dapur.
Pintu masuk rumah dengan pintu keluar gw sengaja set dalam satu garis lurus. Gunanya adalah untuk memudahkan pekerja hilir mudik selama proses pembangunan tahap 2. Gw bikin dinding dapur berupa jendela penuh agar nanti ketika ruangan diperlebar, tukang hanya perlu melepas kaca.
Tangga gw set di sebelah kiri. Pada ujungnya gw bikin lemari baju yang menempel pada dinding. Lemari ini menyatu dengan lemari baju utama, tapi gampang dilepas. Harapannya adalah ketika pembangunan tahap 2 selesai,gw tinggal lepas dan otomatis menjadi koridor ke ruang tidur anak.
Penggunaan 2-tone warna, yaitu putih dan abu muda dipilih untuk membuat proporsi bidang yang tinggi ini tetap nyaman dilihat, sekaligus menegaskan batas antara tinggi pintu dengan bidang di atasnya.
Nah untuk pintu depannya, gw pake GRC dengan finishing semen agar menghilangkan kesan ‘focal point’ pada pintu sekaligus menyamakannya dengan dinding di sampingnya.
Untuk menghindari tampias di waktu hujan, gw juga udah mengantisipasinya dengan cara nyiapin kanopi sepanjang lebar pintu menggunakan pelat besi setebal 5mm. Ga perlu tebal-tebal juga kan sebenernya?
Gw pengen rumah ini bisa jadi tempat dimana gw bisa merasakan kedamaian, ketenangan, dan kenyamanan setelah beraktifitas seharian penuh tanpa terganggu. Inilah salah satu alasan kenapa rumah ini ga punya jendela ke arah depan.
Buat temen2 yg percaya feng shui pasti akan ngeh kalau ada yang ‘salah’ di rumah ini dari peletakan layoutnya. Ya, ada yang bilang kl pintu masuk itu ga boleh sejajar dgn pintu keluar karena katanya rejeki yang masuk akan bakalan cepet keluarnya. Tapi kenapa tetep dilakuin sih?
Gw percaya orang jaman dulu menemukan teori itu pasti dgn niat yang baik. Jadi selama kita mencoba untuk memahami dan mengambil intisarinya ya kenapa ngga? Tapi kalo ga nemu, ya mungkin ga dipake juga gpp. Ya mungkin mirip lah ya sama istilah 'pamali' kalau di kebudayaan sunda.
Di rumah ini gw sengaja menaro area sirkulasi di samping kiri rumah dengan alasan efektivitas ruang. Di ujung kiri adalah jalur sirkulasi vertikal, yaitu tangga, dan barulah di sampingnya ada jalur sirkulasi horizontal sebagai penghubung antara ruang satu dengan ruang lainnya.
Langkah gw mengeset sirkulasi terlebih dulu dibanding dengan penentuan ruangan sebenernya mudah dipahami secara logika. Dengan hanya memanfaatkan satu sisi sebagai sirkulasi, berarti gw bisa memaksimalkan kegiatan di ruangan inti sesuai fungsi dari ruangan tersebut.
Banyak yang bingung gimana caranya ngakalin ruang di bawah tangga agar bisa berfungsi maksimal. Ada yang menjadikan ruang tersebut sebagai gudang, ada juga yang menjadikan anak tangganya sebagai laci. Nah kalau di rumah ini, gw menjadikannya sebagai ruang makan.
Dengan lebar 85cm (selebar anak tangga di atasnya), ruang makan ini cukup untuk 2 (+1) orang. Untuk meja makannya, gw menggunakan meja custom berukuran 75x75 cm yang menempel ke dinding dan bisa dilipat apabila suatu saat ada acara yang membutuhkan space lebih besar.
Di samping meja, gw juga merancang tray yang berfungsi untuk naro rice cooker & snack di bagian atas dan microwave di bagian tengahnya. Tray ini portable, jd kl ternyata lagi banyak tamu dan membutuhkan tray, tinggal didorong aja karena ada roda di salah satu sisinya.
Sekarang tentang toilet. Ketika desain rumah, gw selalu ngusahain untuk bikin area toilet nempel di sisi bangunan yang menghadap ke taman. Kenapa? agar cahaya matahari bisa tetep masuk dan udara bisa gampang bersirkulasi. Tapi beda kasus dengan MO-House ini..
Karena di area belakang udah dialokasikan untuk dapur, jadi toiletnya berada di tengah rumah. Nah, trik agar udara dan cahaya matahari bisa masuk adalah gw buat jendela berbentuk vertikal di ujung ruangan dengan kaca yg dikasih celah. Simpel & ga perlu mengeluarkan banyak biaya.
Semua fungsi toilet gw taro di satu sisi agar jalur sirkulasi tetep nyaman di sisi lainnya. Dimulai dari wastafel, disusul dengan closet, baru area shower di paling ujung. Lumayan tricky juga tuh nyari wastafel yang cocok, soalnya kalau kegedean kan bakal ngehalangin pintu.
Suka mikir kalau dapur di rumah berasa kecil? Eits jangan sedih, dapur gw lebih kecil lagi. Haha..
Ya, service area di MO-House ini bisa dibilang mini kalau dilihat dari ukurannya, cuma 2,5 x 1,4 meter. Udah gitu, ada 3 fungsi di dalamnya yaitu dapur, kulkas, dan mesin cuci.
Dulu waktu proses ngerancang rumah ini, gw belum sempet nyari mesin cuci dan kulkas. Jadi supaya aman, gw mengalokasikan ukuran untuk kulkas dan mesin cuci masing-masing sebesar 70 x 70cm. Selebihnya baru untuk dapur, menyisakan ruang sepanjang +/- 110cm. Mayan lah ya.
Tentang kitchen set, sebenernya gw udah ngebayangin suatu saat pasti akan membeli banyak barang2 kebutuhan masak, jadi gw bikinnya full sampe atas. Sengaja juga gw desain dengan pola tertutup karena barang dapur nanti kan pasti bentukannya beda, jadi ga keliatan berantakan aja.
Satu hal yg 'missed' waktu perencanaan rumah ini: gw gatau kalau calon istri gw (waktu itu) ternyata jago masak hahaha.. 😜 Alhasil gw suka kasian pas dia lagi masak kayanya ga maksimal gitu. Jadi target baru ketika nanti tahap kedua dimulai: bikin dapur lebih besar lagi. 😤
Taman memang identik sama tanaman. Tapi untuk rumah gw - berhubung malas buat motongin rumput - gw memutuskan untuk memasang batu koral sebagai pengganti rumput. Emang ga ijo sih, tapi jadinya tamannya bisa selalu keliatan rapi dan yang paling penting adalah no-maintenance. 👌🏻
Gw punya trik biar taman kering tetep bersih. Pertama yg harus dilakuin adalah taburin pasir di atas tanah yang udah diuruk. Gunanya biar rumput ga tumbuh dan ketika hujan, airnya ga nyiprat. Setelah itu gw pasang paranet sebelum ditaburin sama koral sebagai lapisan paling atas.
Menurut gw, sebaik-baiknya rumah, minimal punya 2 sisi taman (bisa dimana aja sih, bahkan di dalam rumah juga bisa). Karena selain berguna untuk tempat sirkulasi udara dan cahaya, adanya taman juga bisa ngasih kesan luas pada rumah. 🙏🏻
Tentang material tangga, gw pake pelat besi yang tebalnya 6mm. Niat awalnya sih pengen yang 1cm, cuma harganya cukup mahal euy. Eh iya.. Tentang biaya, udah pasti secara itungan penggunaan pelat besi ini biayanya selalu jauh lebih mahal dari tangga beton..
Tapi karena emang sudah dari awal dikonsepin bahwa area yang berada di bawah tangga mesti bisa dimanfaatkan sebaik mungkin untuk fungsi lainnya, jadinya ya gpp lah ya. Balik lagi, semua pemilihan desain itu kan selalu ada konsekuensinya. 😝
Nah, ko ga ada railingnya sih? Buat yang sempet kepikiran soal itu, ini penjelasannya:
- Saat ini gw dan istri ngerasa belum membutuhkan pegangan ketika mau naik/turun tangga. Dengan ga adanya railing sebenernya bisa mengurangi biaya untuk pembuatan tangga ini.
- Mengenai safety, gw memasang 'alarm keselamatan' berbentuk pot bunga yang ditaro di sepanjang sisi terluar dari tangga. Gunanya adalah kalau suatu saat ada yang nyenggol pot ini, berarti tandanya udah mau jatoh ke bawah. Hehe..
Sebenernya, ada satu bagian yang menurut gw ’mis’ juga dari desain ini: Ketinggian dari lantai dasar ke ceilingnya masih menggunakan standar developer, yaitu 2,8 meter.
Kenapa? Dalam dunia desain terutama bidang arsitektur, sebenarnya ga ada istilah salah atau benar..
Yang ada adalah penggunaannya tepat / ngga. Dalam hal ini, gw merasa bahwa ketinggian ceiling semestinya ga bisa diaplikasikan sama ke dalam semua ruangan. Setiap ruangan mempunyai fungsi yg beda, sehingga pola ceiling-pun mestinya tetap disesuaikan dgn proporsi dan kebutuhannya.
Dengan budget yg lumayan terbatas, pemilihan layout untuk lantai 2 sebenernya cukup tricky. Dimulai dari struktur, drpd bikin lagi tiang khusus buat menopang berat lantainya, gw coba manfaatin dinding toilet (satu2nya penyekat di lantai 1) sebagai penyangga utama untuk lantai 2.
Hasilnya? Ruangan di lantai bawah masih bisa kerasa luas karena ujung dari lantai 2 dibuat terkesan melayang.
Untuk meringankan beban, gw jg ga pake dinding. Gw manfaatin besi expanded sbg pengganti railing. Selain lebih murah, penggunaan wiremesh bisa bikin ruang atas jd lapang.
Ga kalah penting adalah lemari baju. Di area belakang lantai 2 ini, gw sengaja mundurin dindingnya selebar 60cm buat jadi lemari baju. Selain bisa membuat ruang jadi lebih lega, dgn mundurnya dinding itu pun bisa jadi teritisan pintu belakang lantai 1 dari tampiasnya air hujan.
Kalo gw dari tadi perhatiin, banyak dari temen-temen di sini yang nanya “Ini rumah ko ga ada jendelanya sih? Pasti gelap ya di dalemnya?”. Nah daripada berasumsi, inilah jawabannya: skylight..
Seperti yg udah dijelasin, facade rumah ini sengaja dibuat tertutup dari luar supaya penghuni di dlmnya bisa punya “quality time” yg nyaman. Terus gimana caranya? Salah satunya adalah dgn mengatur intensitas cahaya, ga terlalu terang waktu siang & ga terlalu gelap kl malam. Pas.
Nah, karena di rumah gw ga ada jendela di depannya, skylight jadi salah satu faktor penentu dari nyaman ngganya ruangan waktu siang hari. Fungsi utama skylight sendiri sebenernya buat memberikan cahaya matahari ke dalam ruangan di saat penggunaan jendela dirasa kurang maksimal.
Trik yang gw pake di sini adalah: gw merancang skylight nempel di dinding depan dengan harapan agar selain cahaya matahari bisa masuk secara langsung, ketika sore juga ruangan masih bisa terang akibat biasnya yang memantul dari dinding di sampingnya. Keren kan?
Waktu gw merancang rumah ini, gw udah ngeset dari awal bahwa akan banyak menggunakan custom furniture di berbagai ruangan rumah. Alasan utamanya adalah ‘kesenadaan’. Yup, berdasarkan pengalaman gw, banyak rumah yang ujung2nya ‘failed’ karena perbedaan tone warna di furniturenya.
Biasanya sih gara2 beli furniturenya ga barengan gitu. Jadi pas ngeliat di showroom keren, eh pas dipasang di rumah ternyata ga matching satu sama lain. Sedangkan dengan ngebuat sendiri, gw bisa bebas nentuin apa aja warna dasar dari masing2 furniture.
Untuk custom furniture di rumah gw semuanya menggunakan multipleks + HPL. Alasannya cukup standar sih. Duitnya pas-pasan haha.. Pengennya sih kayu solid tentunya, tapi apa daya. 💁🏻♂️
Semenjak pindah ke rumah ini sekitar setahun yg lalu, gw & istri udah sepakat untuk hanya menyimpan atau membeli barang2 yang dibutuhin aja dan memaksimalkan space yang ada buat penyimpanannya. Misalnya untuk masalah baju, kami selalu mencoba kurasi semua baju..
.. yang dirasa masih pengen dipake dan mendonasikan baju yang udah ga pernah dipake. Walaupun pada kenyataannya tetap banyak juga sih. 😅 Tentang kasur, gw memang memilih beli kasur yang ga terlalu tebal sehingga area bawahnya bisa dipake sebagai area penyimpanan pakaian.
Untuk memaksimalkan penggunaan kolong kasur itu emang agak tricky. Kalau naro baju dilipat seperti kebanyakan orang, seringnya jadi bingung untuk milih mana yang mau dipakai karena hanya sebagian yang terlihat. Jadi metode untuk ngelipetnya mesti diganti.
Semua baju digulung kecil-kecil biar gampang untuk dipilih dan diambil. Kalau ada yang berwarna, bisa juga disusun berdasarkan warna/pattern. Cuma berhubung semua bajunya berwarna putih-abu-hitam, metode penyusunan berdasarkan warna agak ga kepake sih di sini. Haha. 😜
Oia, gw dan istri juga selalu berusaha untuk merapikan barang langsung ke tempatnya setelah digunakan karena percaya kl rumah yg rapi itu bisa mempengaruhi mood kita. Awalnya sih pasti susah buat dilakuin, tapi kalau udah biasa, jadinya selalu gemes kl ngeliat ada yg berantakan.
Dan dari awal nikah juga, gw sama istri udah janjian hanya akan menggunakan pakaian dengan warna basic biar bisa gampang dipake buat beberapa occasion. Sejauh ini lumayan tuh bisa bertahan dengan warna putih-abu-hitam. 😁
Yang terakhir tentang atap. Buat yg udah follow gw dari awal, pada ngeh ga sih kl hampir seluruh desain yang gw kembangin di DFORM menggunakan atap berbentuk pelana? Ya, antara gw sengaja memperlihatkan bentuk atapnya, atau so2 ditutup tembok.
Alasannya sebenarnya cukup simpel: Indonesia adalah negara tropis dgn curah hujan yg cukup tinggi. Jadi dgn atap yg dibuat miring, mengakibatkan air hujan akan cepat jatuh ke tanah. Sehingga otomatis memperkecil peluang untuk terjadinya kebocoran pada ceiling di bawahnya.
Begitu pula yang terjadi pada desain rumah ini. Gw mengambil bentuk dari ‘icon rumah’, yaitu kotak dengan segitiga sama sisi di atasnya. Sesederhana itu. Gw pengen bikin pernyataan bahwa, ketika berbagai elemen aksesoris kita hilangkan, bentuk apa sih yang tersisa? Ya ini..
Haha kayanya kepanjangan ya gw bikin thread? Diudahin aja deh. 😅
Terima kasih udah bersedia baca sampe sini. Siapa tau masih penasaran sama denah, budget, dan detail dari rumah ini dan beberapa proyek DFORM lainnya, cek instagram gw aja ya di instagram.com/mondododo 🙇🏻♂️
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
GM! GN! Untuk beberapa postingan ke depan, gw mau coba cerita dikit tentang RR-House ya. Rumah sederhana yang dimiliki oleh pasangan dokter yang berlokasi di daerah Depok, Jawa Barat.
— A thread;
Di dalam proses perancangan, banyak prinsip desain yang mesti dipertimbangkan oleh seorang arsitek. Tapi sejalannya waktu & pengalaman, seringkali kita melupakan hal2 dasar & terus bereksplorasi mencari bentukan baru, yg mungkin jatuhnya malah semakin jauh dari prinsip tersebut.
Untuk proyek ini, gw mencoba untuk mengambil prinsip paling dasar dalam transformasi bentuk yaitu 'substraktif', atau mengurangi sebagian volume bangunan untuk mendapatkan bentukan baru pada area depan dari facade bangunan ini.
Ga banyak kliennya DFORM yang menginginkan rumah berkonsep semi-industrial dengan warna abu untuk keseluruhan dinding rumahnya. Yup, ES-House adalah rumah 'non-putih' pertama yang gw desain semenjak kantor DFORM berdiri di tahun 2014. 😁
— A thread;
Rumah ini dimiliki oleh pasangan mas Edo dan mba Elnie. Dengan luas bangunan 135m2 di atas lahan sebesar 126m2, gw mencoba menerjemahkan keinginan mereka akan rumah bertema 'industrial' dengan mengunakan beton ekspos sebagai perwakilan dari karakter konsep tersebut.
Gw sendiri berpendapat bahwa tema industrial ga bisa sepenuhnya diterapkan di dalam rumah tinggal. Banyak banget aspek yang harus dipertimbangkan agar desain yang dihasilkan bisa tetep simpel supaya debu dan kotoran tidak mudah mengendap di sela-sela ornamen dari desain yang ada.
Setiap proyek selalu mempunyai jalan cerita yang unik dan bahkan ga bisa ditebak sebelumnya. Begitupun dengan proyek yang gw kasih nama SN House ini.
— A thread;
Dengan luas bangunan +/- 70m2 di atas lahan seluas 95m2, SN House merupakan salah satu proyek favorit gw karena antara gambar kerja yang dibikin dengan bentukan jadi bangunannya, bisa dibilang hampir 100% sama.
Dalam beberapa postingan ke depan, gw akan share sebagian foto yang gw ambil sebelum dilakukan serah terima.
Kondisi rumahnya masih berantakan memang, tapi semoga temen-temen di sini bisa membayangkan kondisi rumahnya seperti apa kalau nantinya sudah terisi furniture.
Hal yang paling menyenangkan bagi seorang arsitek adalah bertemu dengan klien yang bisa berpikiran terbuka dengan berbagai macam konsep yang diajukan untuk proyek rumah idamannya. Dan itulah yang terjadi di proyek EN House ini.
— A thread;
Kita mulai dari konsepnya dulu.
Walaupun mungkin terlihat seperti bangunan sederhana, proses perancangan proyek EN House ini merupakan sebuah perjalanan panjang sampai ke titik bentuk akhir bangunan ini tercipta.
Kira-kira urutannya seperti ini..
Pada dasarnya, gw mencoba untuk membuat tiga massa bangunan yang terdiri dari ruang penerima (teras, r. tamu), ruang inti rumah (r. keluarga, dapur, kamar tidur, dll), dan ruang antara (tangga, r. baca, dll), yang saling berhubungan antara satu sama lain.
Di minggu kemaren gw nyoba lagi bikin proyek fiktif yang memungkinkan temen-temen yang ngefollow gw di instagram bisa berpartisipasi menentukan arah desain suatu proyek arsitektur. Buat iseng aja sih, siapa tau terhibur. 😆
Jadi beberapa hari terakhir ini gw iseng ngajak temen-temen yang follow gw di instagram untuk berpartisipasi menentukan desain sebuah rumah kecil. Proyek fiktif sih, ya buat seru-seruan aja.