Kemarin saat berdialog dengan teman-teman jurnalis di Balaikota, banyak yang tanya soal instalasi bambu #GetihGetah karya Mas Joko Avianto.
..... facebook.com/18283837175315…
Pertama, instalasi itu memang bagian dari penyambutan Asian Games Agustus tahun lalu. Berbagai atribut dan banner yang dipasang di sekitar Senayan dan berbagai wilayah Jakarta, itu semua tidak permanen. Selesai Asian Games maka semua atribut dilepas kembali, termasuk #GetihGetah.
Kedua, soal biaya. Pengeluaran pemerintah juga bertujuan menggerakkan perekonomian, meratakan manfaat anggaran untuk orang banyak. Apalagi, jika penerima manfaat itu adalah kelompok-kelompok masyarakat yang jarang menerimanya. Itu prinsip elementer dalam ekonomi makro.
Kita sengaja memilih instalasi dari bahan bambu agar dana itu menjangkau petani bambu, seniman bambu, dan tenaga kerja trampil di bidang bambu. Itu semua adalah implikasi dari pilihan material bambu, menggerakkan ekonomi lokal, rakyat kebanyakan.... instagram.com/p/BmruoUEDjcV/…
Jadi memang di masa yang akan datang Jakarta justru perlu lebih banyak memberikan anggaran untuk para seniman, apalagi jika saat berkarya mereka menggunakan material lokal dan menggerakan ekonomi rakyat kebanyakan.
Ketiga, Alhamdulillah, syukur tak terhingga banyaknya warga yang sudah menyaksikan, menikmati dan bahkan berswafoto di depan karya seni bambu #GetihGetah itu. Seni bambu karya Joko Avianto bukan hanya jadi tamu mempesona di negeri orang, tapi juga tuan rumah di negeri sendiri!
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
(1/10) Zaman terus melaju. Gelombang teknologi tak bisa dibendung. AI bukan sekadar datang mengetuk pintu ruang kelas, tapi sudah mulai melangkah masuk. Kita tidak bisa berpaling. Kita pun tak boleh tertinggal. Dunia bergerak cepat, dan sekolah tak boleh berjalan lambat.
(2/10) Anak-anak Indonesia berhak atas masa depan yang sejajar. Mereka berhak atas literasi digital, atas kecakapan teknologi terkini. Tetapi mereka juga berhak tumbuh sebagai manusia seutuhnya: berpikir jernih, berperasaan halus, dan berkarakter kuat.
0/ Dalam diskusi di UII Yogyakarta tadi ada yang menanyakan pada saya terkait Revisi UU TNI. Saya bagikan di sini poin-poin pentingnya ya. 🧵
1/ Revisi UU TNI yg baru disahkan menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah ini benar2 membawa perbaikan atau malah membuka ruang bagi tantangan baru? Ini adalah ttg menjaga profesionalitas TNI dan kemurnian demokrasi.
2/ Kita semua ingin TNI yg kuat, profesional, dan fokus pada tugas utamanya: menjaga pertahanan dan kesatuan negara. Jangan sampai revisi ini justru membebani TNI dgn tugas2 baru yg bisa mengalihkan dari fokus utamanya.
(Thread) Selamat pagi dr Qatar. Siang ini akan diskusi dgn teman2 diaspora. Jadi ingin bicara lagi ttg #KaburAjaDulu di sini boleh ya? Inilah argumen yg ingin saya ajukan: Jumlah org Indonesia yg berkiprah di luar negeri masih amat kurang, kita butuh lebih banyak. Jadi begini...
(01/12) Indonesia adalah bangsa yg besar, secara literal. Jumlah kita ratusan juta, tanah luas, budaya kaya. Tapi di peta dunia, kehadiran kita masih bisa jauh lebih ditingkatkan. Nama Indonesia belum cukup sering disebut, kiprah anak bangsa belum cukup banyak dibicarakan.
(02/12) Lihatlah restoran Vietnam, Thailand, dan Jepang yg tersebar di berbagai kota dunia. Nama mereka menempel di setiap sudut, menghadirkan rasa, memperkenalkan budaya. Lalu, bagaimana dgn kehadiran restoran Indonesia? Apakah sudah dirasakan seperti kehadiran mereka?
(1/10) Menghabiskan awal tahun bersama Mikail dengan menonton The Edge of Democracy (2019) di Netflix. Dokumenter yang dibuat oleh Petra Costa, sineas perempuan milenial dari Brazil, bercerita tentang erosi demokrasi dan perjalanan politik Lula da Silva sebagai Presiden.
(2/10) Dokumenter ini bercerita tentang upaya penyingkiran terhadapnya melalui pengadilan yang kontroversial atas tuduhan korupsi, walau pada 2021 Mahkamah Agung membatalkan hukumannya.
Kejatuhan Lula dan erosi demokrasi di Brazil membuka jalan bagi Jair Bolsonaro.
(3/10) Menonton dokumenter ini mengingatkan pada buku How Democracies Die, bahwa ada tiga tahap untuk melemahkan demokrasi secara perlahan dan tak disadari.
Pertama, “kuasai wasitnya”. Ganti para pemegang kekuasaan di lembaga negara netral dengan pendukung status quo.
Pertanyaan ketika pertama kali melihat tumpukan sampah di Pintu Air Manggarai: “Kenapa dibiarkan sampah masuk ke dalam kota?
Bagaimana caranya agar sampah sungai tidak masuk ke dalam kota?”
Setelah pembahasan dan perencanaan panjang akhirnya kita putuskan bangun saringan sampah di kawasan perbatasan Jakarta. Anggarannya 195 miliar rupiah sepenuhnya dari APBD DKI. Insya Allah tuntas sebelum akhir tahun 2022, mengantisipasi datangnya musim penghujan.
Dengan adanya saringan ini, air yang masuk ke Jakarta melalui sungai Ciliwung tidak lagi membawa sampah.
Terima kasih kepada semua yang sudah bekerja menyiapkan ini, sejak 2018-2019 akhirnya sekarang bisa terlaksana. Dan mudah-mudahan bisa jadi kebaikan untuk warga Jakarta.
Ketika hadir kesempatan untuk mengibartinggikan nama Ibu Pertiwi di hadapan dunia, kami tak tunda menyambutnya. Ketika tantangan bertubi hadir, kami tak lelah menuntaskannya. Ketika ragu dan cela terus disandangkan, kami katakan: biar waktu dan kerja kami yg akan membuktikannya.
Semoga hari ini menyalakan harap dan meneguhkan tekad. Bahwa kita mampu hadirkan pagelaran global dengan kerja cepat dan mutu tinggi. Dan bahwa kita peduli dengan masa depan bumi, lingkungan yang lestari, dengan memanfaatkan teknologi.
Semoga hari ini makin membuka mata dunia. Bahwa Jakarta adalah kota global yang berdiri sama tinggi dengan megapolitan dunia lainnya. Dan bahwa anak-anak bangsa Indonesia tak bisa diremehkan, tak mau hanya berdiri di pinggir lapangan, dan tak segan untuk berada di paling depan.