Apa yang saya tuliskan ini adalah sebuah kejadian masa lalu...yang mana kejadian tersebut telah membuat hari demi hari yang berlalu terasa begitu mencekam. Tuhan...izinkan saya berbagi semuanya ini atas nama pembelajaran dan tanpa maksud membodohi....
Jeritan Malam (Ketika Keindahan Menjadi Sebuah Ketakutan)
Nama gue reza, gue merupakan lulusan salah satu perguruan negeri ternama di salah satu universitas negeri yang ada di Jakarta, yaa...sebuah kampus yang berada pada lingkungan yang asri dengan banyaknya pepohonan besar disekitarnya, bahkan bisa dikatakan kampus gue tersebut
merupakan sebuah hutan kota diantara banyaknya bangunan besar yang ada di jakarta
Hampir kurang lebih empat setengah tahun lamanya gue mengenyam pendidikan di kampus tersebut, hingga akhirnya di saat waktu kelulusan tiba, gue mendapatkan sebuah panggilan pekerjaan yang akhirnya
mengantarkan perjalanan hidup gue untuk berlabuh di salah satu kota yang ada di jawa timur. Pada awalnya perjalanan hidup gue ini terasa begitu indah, bahkan bisa dikatakan sempurna, karena bisa di bilang tuhan begitu memudahkan setiap langkah yang gue ambil dalam menjalani
kehidupan di dunia ini, tapi semua keindahan dari rangkaian perjalan hidup gue itu, kini berubah secara drastis, seiring dengan terjadinya berbagai macam kejadian aneh yang gue alami di salah satu mess perusahaan yang berlokasi di jawa timur
Chapter 1
Juli 2007
Seiring dengan irama langkah kaki yang gue mulai bergerak meninggalkan toko buku menuju ke stasiun kereta, ingatan gue akan adanya pembicaraan telepon yang baru saja gue lakukan beberapa jam yang lalu, kini seperti bermain main di dalam pikiran gue ini.
Kebetulan hari ini, selepas gue memutuskan untuk berkunjung ke rumah salah satu sahabat akrab gue selama menjalani perkuliahan, gue berpikir untuk terlebih dahulu mampir ke salah satu toko buku dalam rangka membeli beberapa buah buku yang nantinya akan menjadi peneman waktu gue
dalam menanti adanya sebuah tawaran pekerjaan dari sebuah perusahaan, dan diantara keasikan gue yang saat itu tengah berusaha untuk mencari keberadaan dari beberapa buku yang gue butuhkan, sebuah panggilan masuk yang terdengar dari telepon seluler yang gue bawa, kini mengabarkan
akan adanya sebuah tawaran pekerjaan dari salah satu perusahaan yang berkantor pusat di jakarta.

“ hallo selamat siang, dengan bapak reza ” sebuah kalimat pembuka pembicaraan di telepon kini terdengar dari mulut seorang wanita
“ benar mba, kalau boleh tahu saya berbicara dengan siapa ?”

“ saya indri pak, kami dari perusahaan PT. XXXXX, meminta bapak untuk hadir di perusahaan kami dalam rangka mengikuti proses seleksi penerimaan kerja ”

Yaa..itu adalah sebuah kabar yang baik, sebuah kabar yang akan
menjadi langkah awal gue dalam meniti karir di sebuah perusahaan, tapi jika gue harus mengingat kembali tentang beberapa surat lamaran kerja yang telah gue layangkan ke beberapa perusahaan, sepertinya perusahaan yang baru saja memberikan kabar baiknya tersebut, bukanlah salah
satu perusahaan yang masuk di dalam daftar list surat lamaran yang pernah gue layangkan
“ aneh kok bisa ya...tapi...ahhh masa bodo, yang penting gue jalanin aja dulu ” gumam gue diantara beberapa penumpang kereta yang nampak tengah sibuk berlalu lalang guna mencari keberadaan
tempat duduk yang masih kosong, hingga akhirnya di saat kini gerbong kereta mulai bergerak meniti rel besinya guna menuju ke stasiun bogor, gue mulai memejamkan mata ini dan terlena dalam impian yang indah.
Keesokan harinya setelah gue menyelesaikan sarapan pagi dan berpamitan kepada bapak dan mamah, gue segera berangkat ke perusahaan yang akan menjadi tempat gue dalam melaksanakan proses interview pekerjaan, dan kini seiring dengan laju kereta yang telah berjalan menuju ke stasiun
yang akan gue tuju, terlihat jam masih menunjukan pukul setengah delapan pagi, hal ini berarti gue masih mempunyai waktu sekitar tiga jam setengah lagi, untuk gue bersantai dan menikmati perjalanan ini
Hingga akhirnya kini, setelah gue melalui proses perjalanan yang terasa cukup
melelahkan, tepat pada pukul sepuluh pagi, gue tiba di perusahaan yang gue tuju, dan kini dengan bermodalkan kebingungan atas apa yang harus gue lakukan, gue bergegas menuju ke bagian resepsionis guna memberitahukan akan maksud dari kedatangan gue ini
“ Pak reza, mari ikut saya ”

tegur seorang wanita setelah hampir satu jam lamanya gue menunggu di sebuah ruangan yang bersuhu cukup dingin, dan kini dengan langkah yang pasti, wanita tersebut membawa gue ke salah satu ruangan yang akan menjadi tempat gue untuk menjalani proses
interview

“ silahkan duduk pak, nanti usernya akan segera datang ” ucap wanita tersebut sambil tersenyum lalu melangkah pergi meninggalkan ruangan

Ada rasa tegang yang gue rasakan, begitu kini gue harus menunggu kedatangan user yang akan melakukan proses interview terhadap gue
hal ini dikarenakan proses interview yang akan gue lakukan saat ini, adalah proses interview gue yang pertama kalinya, hingga akhirnya disaat kini gue melihat kehadiran dari user yang akan melakukan proses interview terhadap gue, rasa tegang yang gue rasakan ini perlahan mulai
beranjak sirna

“ lohh mas kamil..!” gumam gue dengan rasa heran, begitu gue menyadari bahwa sesosok pria yang telah berdiri di hadapan gue ini, adalah seseorang yang telah gue kenal, yaa...dia adalah mas kamil, seorang pria yang merupakan senior gue sewaktu masa perkuliahan
dulu, dan mas kamil ini telah lulus satu tahun lebih cepat dari gue

“ kaget ya za ?” tanya mas kamil sambil tersenyum

“ iyalah mas, soalnya seingat gue...gue belum pernah melamar ke perusahaan ini ”

Kembali mas kamil tersenyum begitu mendengar jawaban gue tersebut
hingga akhirnya seiring dengan pembicaraan yang mulai menyentuh ke arah rincian pekerjaan yang akan gue lakukan jika gue menerima pekerjaan ini, mas kamil mulai menceritakan tentang sejarah dan bidang usaha yang dijalani oleh perusahaan yang menjadi tempatnya bekerja saat ini
“ bagaimana za ?” tanya mas kamil seraya mengarahkan pandangannya ke wajah gue

“ ternyata di luar jakarta ya mas, kalau memang seperti itu, gue harus terlebih dahulu membicarakannya dengan kedua orang tua gue.... ”
“ ahh gimana sih za...lu ini kan udah dewasa, seorang lelaki dewasa harus bisa mempunyai keputusan sendiri...jangan sampai kesempatan yang sudah ada di depan mata lu ini, menjadi sia sia karena karena keraguan lu itu...” ucap mas kamil yang membungkus kalimat ajakannya dalam
sebuah kalimat indah

“ kalau lu berminat, sekarang juga gue akan meminta ke bagian hrd untuk mengurus surat kontraknya, karena saat ini, departemen gue memang lagi membutuhkan cepat seorang tenaga kerja yang terampil, ulet dan yang pasti pintar ... ”
seiring dengan berakhirnya perkataan mas kamil tersebut, gue kini hanya bisa terdiam dalam sebuah pertimbangan, hingga akhirnya setelah melalui pertimbangan yang matang, gue memutuskan untuk menerima penawaran kerja dari mas kamil
“ baiklah mas, saya terima pekerjaanya ” mendengar perkataan gue tersebut, nampak mas kamil tersenyum lega

“ gitu dong za...baik lah kalau begitu, gue akan ke bagian hrd dulu untuk mengurus semua surat suratnya.... ” ucap mas kamil sambil menepuk nepuk bahu gue lalu beranjak
pergi meninggalkan ruangan

Kini setelah semua surat surat kontrak telah dipersiapkan dan telah gue tanda tangani, mas kamil segera menerangkan tentang pekerjaan yang akan gue lakukan nanti, dan pekerjaan yang akan gue lakukan tersebut, dimulai dengan keharusan gue untuk
menjalani sebuah proses training setibanya gue di kantor cabang

“ nanti lu akan menjalani training terlebih dahulu za...selama seminggu, tapi tenang aja gue yakin lu pasti bisa kok... ” ucap mas kamil dengan penuh antusias

“ insha allah mas, jadi kapan gue bisa berangkat..... ”
“ seminggu dari sekarang za, lu persiapin dah semuanya, dan jangan lupa untuk izin sama orang tua lu..... ”

“ siap mas, terima kasih atas bantuannya.... ”

Seiring dengan berakhirnya proses interview yang gue lakukan, gue segera meninggalkan perusahaan dengan dengan wajah yang
gembira, keinginan gue untuk segera memberitahukan kabar gembira ini kepada bapak, mamah dan wulan yang merupakan kekasih gue selama menjalani perkuliahan, kini telah membuat langkah kaki gue ini terasa begitu ringan untuk melangkah menuju ke stasiun kereta
“ mah, reza diterima kerja...” ucap gue setibanya di rumah, dan kini begitu mendengar kabar bahagia yang terucap dari mulut gue itu, nampak terlihat ekspresi kegembiraan di wajah mamah dan bapak

“ Alhamdulillah za..” seiring dengan perkataan yang terucap dari mulut mamah
terlihat mamah beranjak dari duduknya lalu memeluk gue

“ selamat za, selamat jadi lelaki dewasa...” ujar bapak sambil tertawa

Tapi sepertinya kegembiraan yang tengah kami rasakan saat ini tidaklah berlangsung lama, seiring dengan penjelasan gue yang menerangkan tentang rencana
penempatan kerja setelah gue menerima pekerjaan ini, bapak dan mamah terlihat menunjukan kegundahan hatinya

“ memangnya tidak bisa meminta posisi pekerjaan di jakarta aja za..... kamu kan tahu, bapak dan mamah kamu ini sudah tua, kalau memang perusahaan enggak bisa untuk
menempatkan kamu di jakarta, lebih baik kamu meneruskan usaha bapak aja... ”

ucap bapak diantara pergerakan tangannya yang tengah membersihkan sebuah keris tua dengan sehelai kain, untuk sekedar informasi, apa yang tengah bapak lakukan saat ini adalah sebagai bagian dari
hobinya yang mempunyai kegemaran dalam mengkoleksi benda benda tua dan bernilai seni tinggi
Lama kini gue terdiam begitu mendengar perkataan yang telah diucapkan oleh bapak, hingga akhirnya setelah keterdiaman gue tersebut, gue mulai menjelaskan kepada bapak mengenai alasan gue
menerima tawaran perkerjaan itu, sejujurnya selain gue ingin mencoba untuk hidup mandiri, gue juga merasa bahwa perusahaan yang akan menjadi tempat gue bekerja nanti, adalah sebuah perusahan besar yang menjanjikan adanya sebuah jenjang karir yang bagus, dan kini begitu mendengar
penjelasan gue tersebut, sepertinya bapak dan mamah bisa memahami serta menerima penjelasan gue itu, dan hal ini berimbas pada keluarnya izin mereka yang memperbolehkan gue untuk bekerja walaupun izin yang diberikan mereka itu masih disertai dengan ekspresi wajah keberatannya
“ kapan kamu rencananya berangkat za...? ” tanya bapak dengan penuh keingintahuan

“ kalau tidak ada halangan, mungkin minggu depan pak....reza mohon doa restu bapak dan mamah.. ”

“ iya za, bapak dan mamah pasti merestui, yang penting kamu bisa membawa diri di tempat kamu yang
baru... ” ucap mamah seraya memeluk gue di sela isak tangisnya yang terdengar

Seminggu sudah waktu berlalu dari perbincangan antara gue dengan bapak dan mamah, tanpa terasa kini tiba waktunya bagi gue untuk berangkat menuju ke sebuah tempat yang akan menjadi titik awal gue dalam
meniti karir pekerjaan, dan kini dengan diantarkan oleh mang iwan dan wulan, gue menuju ke sebuah stasiun kereta yang akan mengantarkan gue ke sebuah tempat di jawa timur

“ kamu kok diam aja wul...” tegur gue begitu melihat wulan yang terdiam di sepanjang perjalanan menuju ke
stasiun, tapi kini bukannya sebuah jawaban yang gue terima, terlihat wulan menghela nafas panjangnya diantara genangan air mata yang tersembunyi di kedua kelopak matanya, mendapati hal tersebut, cukuplah bagi gue kini untuk mengambil sebuah kesimpulan, bahwa wulan saat ini sedang
dalam keadaan bersedih akibat dari kepergian gue ini, hingga akhirnya setibanya kami di sebuah stasiun kereta, wulan berusaha menggenggamkan jari jemarinya tangannya ke tangan gue, mungkin ini adalah sebuah isyarat dari wulan guna menyatakan rasa keberatannya atas kepergian gue
ini

“ jangan lupa untuk memberi kabar.... ” ucap wulan dengan genangan air mata yang membasahi kelopak matanya

“ iya wul...jangan lupa doain aku ya...semoga aku bisa secepatnya menikahi kamu agar kita enggak terpisah seperti ini lagi...” ujar gue sambil memeluk tubuh wulan lalu
melepaskannya kembali, dan kini seiring dengan langkah kaki gue yang telah menaiki kereta, nampak terlihat butiran air mata yang mulai membasahi pipi wulan, dan sepertinya kehadiran butiran air mata tersebut kini mengantarkan pergerakan dari kereta yang mulai berjalan secara
perlahan meninggalkan stasiun

“ selamat tinggal jakarta…selamat datang pekerjaan..semoga gue bisa cepat sukses... ”

doa gue diantara keberadaan wulan yang terlihat mulai menjauh
Chapter 2
Seiring dengan laju kereta yang telah berjalan jauh meninggalkan jakarta, kini lamunan gue seperti bermain main dengan sebuah rencana kerja yang akan gue lakukan setibanya gue di kantor cabang nanti, dan mungkin hal tersulit yang akan gue hadapi dari perjalanan yang tengah gue
lakukan saat ini, adalah proses adaptasi dengan lingkungan kerja serta dengan lingkungan dari tempat tinggal gue selama bekerja di jawa timur....dan kini diantara laju kereta yang terus berjalan menembus teriknya matahari, gue mencoba untuk mengingat kembali akan petunjuk yang
telah diberitahukan oleh mas kamil mengenai apa yang harus gue lakukan setibanya gue nanti di stasiun pasar turi, dan berdasarkan petunjuk yang telah diberitahukan oleh mas kamil tersebut, setibanya nanti gue stasiun pasar turi, gue harus melanjutkan perjalanan ini menuju
ke stasiun g***ng, lalu berlanjut menuju ke kota yang menjadi tujuan gue .

“ semoga nanti semuanya berjalan lancar....”

doa gue dalam hati seraya memperhatikan situasi di dalam gerbong kereta, dan kini seiring dengan pandangan mata gue yang menyapu ke setiap sudut di dalam
gerbong, terlihat keberadaan dari beberapa pasangan keluarga yang tengah asik dengan aktifitasnya masing masing, hingga akhirnya di saat pandangan mata gue terarah ke salah satu kursi penumpang yang tidak jauh dari lokasi sambungan antar gerbong kereta, gue melihat keberadaan
seorang kakek tua yang tengah mengarahkan pandangannya ke arah gue.

“ mau apa sih kakek tua itu......”

gumam gue yang merasa risih dengan pandangan dari kakek tua tersebut, hingga akhirnya diantara pandangan mata gue yang masih menatap ke arah kakek tua tersebut, kakek tua
tersebut terlihat mengalihkan pandangan matanya ke arah pemandangan yang ada di luar gerbong kereta.

“ sepertinya kakek tua itu memang telah sedari tadi memperhatikan gue, tapi apa tujuannya......?”

tanya gue dalam hati seraya menerka nerka akan maksud dari kakek tua tersebut
memperhatikan gue sampai dengan seperti itu, hingga akhirnya diantara beberapa terkaan yang ada di dalam pikiran gue ini, kini muncul beberapa pemikiran negatif atas apa yang mungkin akan dilakukan oleh kakek tua tersebut

“ persetan, coba aja kalau berani...”

kutuk gue dalam
hati dengan pandangan yang masih menatap ke arah kakek tua tersebut, hingga akhirnya setelah kini gue tidak lagi mendapati adanya tingkah laku yang aneh dari kakek tersebut, gue memutuskan untuk memejamkan mata ini guna beristirahat

Entah kini sudah berapa lamanya gue terbuai
dalam tidur pulas ini, rasa dingin yang gue rasakan akibat dari hembusan angin yang masuk melalui celah yang ada pada jendela kereta, kini telah membangunkan gue dari tidur pulas ini.

“ udah sampai dimana nih....?”

tanya gue begitu mendapati kereta yang terhenti di tengah
hamparan luas pematang sawah, dan kini diantara pandangan mata gue yang menatap ke arah bagian luar dari gerbong kereta, terlihat keberadaan dari pematang sawah yang terselimuti oleh kegelapan malam, mendapati hal tersebut, pandangan gue kini terarah ke beberapa penumpang yang
ada di dalam gerbong kereta, dan sepertinya keberadaan dari kakek tua yang telah gue lihat tadi, kini sudah tidak terlihat lagi di kursinya.

“ dimana kakek tua itu...?”

Selepas dari pertanyaan yang terucap dari mulut gue itu, kini gue berusaha untuk mencari tahu keberadaan
dari kakek tua tersebut, hingga akhirnya diantara ketidakmampuan gue untuk menemukan keberadaan dari kakek tua tersebut, kini keinginan gue untuk buang air kecil telah mengantarkan langkah kaki gue menuju ke sebuah toilet yang berada tidak jauh dari lokasi sambungan
gerbong kereta

“ leganya...”
gumam gue begitu telah menyelesaikan panggilan alam ini, dan kini sambil bersiul santai, gue bergegas keluar dari dalam toilet untuk menuju ke kursi gue kembali, tapi baru saja gue melangkah keluar dari dalam toilet, secara tidak sengaja, pandangan
gue mendapati keberadaan dari kakek tua yang memang telah sedari tadi gue cari.

“ sedang apa kakek tua itu.....?”

tanya gue dalam hati begitu melihat kakek tua tersebut tengah berdiri di sambungan gerbong kereta dengan mengarahkan pandangannya ke pematang sawah, dan kini
begitu mendapati apa yang tengah dilakukan oleh kakek tua tersebut, gue segera mengarahkan pandangan mata ini ke arah pematang sawah

“ anehhh...apa sebenarnya yang tengah di lihat oleh kakek tua itu...”

gumam gue diantara ketiadaan sesuatu yang mungkin menjadi obyek dari
pengelihatan kakek tua tersebut, mendapati hal ini, kini gue memutuskan untuk menghampiri kakek tua tersebut

“ sedang apa kek...?”

seiring dengan terucapnya pertanyaan dari mulut gue itu, nampak kakek tua tersebut mengarahkan pandangannya ke wajah gue, dan setelah terdiam
beberapa saat, kakek tua tersebut kembali mengarahkan pandangannya ke pematang sawah

“ orang tua brengsek ”

maki gue dalam hati dan berbalas dengan keterdiaman kakek tua tersebut, mendapati hal tersebut, gue memutuskan untuk beranjak pergi meninggalkan kakek tua tersebut
“ hai dik, kesini sebentar... ”

tegur kakek tua tersebut begitu melihat gue yang hendak melangkah pergi, dan kini untuk sesaat lamanya setelah gue mendapati panggilan dari kakek tua tersebut, gue hanya terdiam dengan pandangan menatap ke wajah kakek tua tersebut
“ ada apa kek....? ”

tanya gue kepada kakek tua tersebut seraya mengarahkan pandangan mata ini ke arah bagian kepala dari kakek tua tersebut, nampak terlihat keberadaan dari balutan kain batik yang hampir menyerupai sebuah belangkon menghiasi kepala kakek tua tersebut
“ sebaiknya....kalau kamu hendak berkunjung ke daerah yang baru, tolong yang sopan...jangan arogan....”

jawab kakek tua tersebut dengan ekspresi wajah yang menegang

“ maksud kakek apa....? ” tanya gue dengan nada yang agak meninggi
“ singkirkan harimau putih yang sedari tadi menemani kamu itu....”

“ hahhh...harimau putih...?”

tanya gue dalam hati seraya mencari keberadaan dari harimau putih seperti apa yang telah di katakan oleh kakek tersebut, dan kini diantara rasa bingung gue atas apa yang telah
dikatakan oleh kakek tua tersebut, gue menyimpulkan bahwa kakek tua yang tengah berada di hadapan gue ini adalah seorang kakek tua yang tidak waras

“ coba kamu lihat kera kera yang ada dipematang sawah itu, mereka tampak tidak senang dengan kehadiran kamu dan harimau putihmu
itu...”

ucap kakek tua tersebut dan kembali berbalas dengan kebingungan gue, entah kini gue harus menyikapi dengan kalimat apa atas perkataan dari kakek tua tersebut, kesimpulan gue yang menyatakan bahwa kakek tua tersebut adalah seorang kakek tua yang tidak waras, kini semakin
bertambah menguat seiring dengan pandangan mata gue yang tidak mendapati keberadaan apa pun di pematang sawah selain pekatnya kegelapan malam
Dan kini diantara rasa kesal yang gue rasakan akibat dari perkataan kakek tua tersebut, ingin rasanya gue memaki maki kakek tua tersebut,
tapi semuanya itu urung gue lakukan, karena gue masih memegang teguh sebuah ajaran yang mengajarkan gue untuk bersikap sopan terhadap orang lain apalagi terhadap orang tua seperti ini

“ mungkin kakek lelah... sebaiknya kakek istirahat aja.... ”

ucap gue seraya hendak berjalan
menuju ke kursi

“ sebentar dik, kamu dari jakarta...? ”

“ iya kek, tepatnya dari bogor..... ” jawab gue seraya menunda keinginan gue untuk meninggalkan kakek tua tersebut

“ apakah kamu percaya dengan apa yang baru saja saya katakan itu...? ”

“ sama sekali saya enggak
percaya kek, saya enggak percaya dengan hal hal yang seperti itu, karena buat saya pribadi.... semua hal hal yang berbau mistis adalah sebuah pemikiran yang tidak berlandaskan pada akal yang sehat.... ”

jawab gue seraya memandang ke arah wajah dari kakek tua yang ada dihadapan
gue ini

“ gimana mau maju bangsa ini kalau rakyatnya aja masih saja percaya dengan hal hal kelenik seperti itu....”

ucap gue yang berbalas dengan ekspresi ketidaksenangan di wajah kakek tua tersebut

“ jangan takabur kamu dik....... ” ucap kakek tua tersebut dengan sorot mata
yang tajam

“ percayalah....sekarang ini saya sedang melihat keberadaan seorang wanita yang mengenakan pakaian putih kumal dengan rambut yang terurai panjang tengah menangis di ujung gerbong sana...dan sepertinya tatapan matanya yang mengarah kepada kita atau lebih tepatnya
kepada kamu, adalah sebuah isyarat akan ketidaksukaan terhadap apa yang telah kamu lakukan dan juga terhadap harimau putih yang kamu bawa itu....”

“ maksud kakek apa, memangnya saya udah melakukan apa...?”

tanya gue dengan rasa heran, dan kini selepas dari pertanyaan gue
tersebut, gue bisa merasakan adanya sebuah hembusan angin dingin yang menerpa tubuh gue, dan entah mengapa disaat gue merasakan semuanya itu, gue merasa bulu kuduk yang ada di tubuh gue ini seperti menebal

“ sepertinya dia terkena air kencing kamu, sebaiknya kamu berdoa sebelum
buang air kecil...”

ucap kakek tua tersebut dan berbalas dengan keterdiaman gue, hingga akhirnya diantara keterdiaman gue itu, nampak kakek tua tersebut seperti merapalkan sesuatu di mulutnya

“ orang gila ”

umpat gue dalam hati begitu melihat kekonyolan yang dilakukan oleh
kakek tua tersebut

“ dia sudah pergi dan memaafkan atas ketidak tahuan kamu itu.... ”

ucap kakek tua tersebut tanpa mamperdulikan rasa emosi yang tengah gue rasakan, hingga akhirnya sebelum rasa emosi gue ini mulai tersulut menjadi sebuah tindakan yang nyata, gue memutuskan
untuk menyudahi pembicaraan yang tidak masuk akal ini

“ sudah ya kek...saya mau istirahat dulu, terima kasih atas cerita konyolnya itu...”

ucap gue seraya mengembangkan senyum, lalu meninggalkan keberadaan dari kakek tua tersebut

“ dasar kakek kakek sinting....”

maki gue
diantara hempasan tubuh gue ini di kursi, dan kini diantara keinginan gue yang ingin menghilangkan perkataan kakek tua tersebut dari pikiran gue ini, gue memutuskan untuk membaca beberapa buku yang memang telah gue persiapkan untuk mengisi waktu luang gue disaat menjalani
perjalanan panjang ini

“ buang harimau kamu itu.....jangan menantang dengan apa yang tidak pernah kamu bayangkan, sebuah kejadian yang buruk akan terjadi dan akan merubah cara berpikir kamu....”

Pernahkan kamu mengalami sebuah kejadian dimana kamu sedang berada dalam posisi
yang sangat nyaman, dan tiba tiba saja sesuatu yang kurang menyenangkan terjadi, yaa..itulah yang kini gue rasakan saat ini, di saat kini gue tengah menikmati rasa nyaman diantara halaman demi halaman buku yang telah gue baca, tanpa adanya sebuah alasan yang jelas, kakek tua
tersebut kembali mengucapkan sebuah perkataan aneh yang sangat tidak gue mengerti akan maksud dan tujuannya, dan kini belum sempat gue membalas perkataan dari kakek tua tersebut, dengan tanpa rasa bersalah, nampak kakek tua tersebut telah berjalan meninggalkan gue menuju ke
kursinya

“ sialan tuh kakek, kok jadi malah nyumpahin gue sih...”

gerutu gue begitu melihat kakek tua tersebut telah duduk di kursinya

Seiring dengan detik waktu yang terus berjalan, keberadaan gue yang kini telah berada di stasiun pasar turi, kini harus berlanjut menuju ke
stasiun g***ng dengan menggunakan sarana transportasi angkutan umum, dan setibanya gue kini di stasiun akhir yang menjadi akhir dari perjalanan perjalanan panjang gue ini, sepertinya kedatangan gue ini memang telah ditunggu oleh seseorang yang mungkin telah ditugaskan oleh kantor
cabang untuk menjemput kedatangan gue ini

“ selamat datang pak....perkenalkan saya imron, saya supir kantor yang ditugaskan untuk menjemput bapak....”

sapa pak imron seraya memberikan jabatan tangannya

“ ohh begitu pak...., perkenalkan saya reza.... ”

ucap gue sambil
menyambut jabatan tangan pak imron

“ ohh iya pak reza...tadi pak kamil sudah menelepon dari jakarta, dan kata pak kamil...sebaiknya pak reza langsung aja menuju ke mess..jadi dengan kata lain, baru besok pagi saya akan mengantarkan pak reza ke kantor... ”

ujar pak imron yang
berbalas dengan persetujuan gue, dan kini seiring dengan keberadaan dari beberapa tas gue yang telah dimasukan oleh pak imron ke dalam mobil, terlihat pak imron menyalakan mesin mobil lalu menjalankannya, dan seiring dengan laju mobil yang telah berjalan meninggalkan stasiun,
kami pun segera menuju ke mess perusahaan sesuai dengan apa yang telah pak imron bicarakan tadi.
Sunyi, sepi dan gelap, itulah gambaran kata kata yang bisa gue berikan, ketika kini gue menatap ke arah pemandangan yang berada di sisi kanan dan kiri jalan, untuk sesekali nampak
terlihat keberadaan dari beberapa pohon jati yang berukuran cukup besar berdiri dengan kokohnya di sisi jalan

“ itu dia messnya pak....”

ucap pak imron seraya mengarahkan jari tangannya pada sebuah rumah, dan seiring dengan pemberitahuan pak imron tersebut, nampak terlihat di
pandangan mata gue ini keberadaan dari sebuah rumah yang terlihat sudah cukup tua

“ mari masuk pak, biar saya bawakan tas bapak...”

ujar pak imron begitu tiba di mess, dan selepas dari perkataannya tersebut, kini terlihat pak imron membawakan tas tas yang gue bawa menuju ke
arah pintu mess

“ assalamualaikum...”

Seiring dengan ucapan salam yang terucap dari mulut pak imron, terdengar suara jawaban salam dari dalam mess, dan tidak berselang lama kemudian, nampak kehadiran seorang pria yang usianya mungkin hampir seusia dengan gue muncul dari balik
pintu mess yang telah terbuka

“ ehh pak indra...tolong perkenalkan pak, ini pak reza, dan pak reza ini adalah pegawai baru yang rencananya akan tinggal di mess ini juga... ”

ucap pak imron sambil membawa masuk tas tas ke dalam mess, dan sepertinya kini pak imron membawa tas
tas tersebut masuk ke dalam sebuah kamar yang mungkin kamar tersebut memang telah di persiapkan untuk gue

“ cukup panggil saya indra aja, sepertinya kita seumuran...”

sapa indra sambil menyodorkan tangannya

“ saya reza ”

sapa gue kembali seraya menyambut sodoran tangan
indra, dan kini setelah beberapa saat gue terlibat dalam pembicaraan yang penuh dengan basa basi ini, akhirnya kini indra mengajak gue untuk masuk ke dalam mess, dan baru saja gue memasuki mess, terlihat kembali kehadiran seorang pria yang menyambut kedatangan gue ini, dan
sepertinya pria tersebut baru saja selesai melaksanakan ibadah sholat

“ saya minto ”

sapanya dengan ramah, mendapati hal tersebut, gue kembali memperkenalkan diri gue kepada minto

“ sebenarnya masih ada lagi yang ingin berkenalan dengan pak reza, namanya mas dikin, dia
penjaga kebersihan di mess ini...yaa bisa disebut ob mess lah ”
ujar indra yang berbalas dengan pergerakan pandangan mata gue dalam mencari keberadaan dari orang yang baru saja disebutkan oleh indra tadi

“ loh orangnya dimana.. ?”

tanya gue yang berbalas dengan senyum yang
mengembang di wajah indra

“ orangnya udah tidur, mungkin besok pagi kamu bisa berkenalan dengannya... ”

Setelah beberapa saat lamanya kami kembali terlibat dalam pembicaraan, akhirnya pak imron berpamitan untuk meninggalkan mess, dan gue pun bergegas menuju ke kamar untuk
beristirahat

“ kalau pak reza mau ke kamar mandi....kamar mandinya ada diruang belakang, di dekat dapur.. ”

ujar indra memberitahukan keberadaan dari kamar mandi, dan selepas dari perkataannya tersebut, terlihat indra berjalan memasuki kamarnya

“ uniknya...”
gumam gue penuh dengan rasa kagum begitu gue memasuki kamar, sebuah lukisan tua yang tergantung di dinding seperti berpadu serasi dengan sebuah tempat tidur yang berhiaskan kelambu putih, sepertinya isi di dalam ruangan kamar ini memang di sengajakan untuk di seleraskan dengan
keadaan rumah yang terkesan tua ini, hingga akhirnya setelah hampir setengah jam lamanya gue berada di dalam kamar, kini semua pakaian yang semula masih berada di dalam tas, telah gue pindahkan ke dalam lemari

“ sebaiknya gue ke kamar mandi dulu....udah lengket banget nih badan
gue...”

gumam gue seraya berjalan keluar dari dalam kamar untuk menuju ke kamar mandi, dan kini seiring dengan langkah kaki gue yang telah berjalan menuju ke kamar mandi, gue bisa melihat keberadaan dari beberapa ruangan yang menjadi bagian dari rumah ini, jika gue harus
menggambarkan keberadaan dari ruangan yang tengah gue lihat saat ini....keberadaan dari ruangan tengah ini terpisah dengan bagian dapur dan kamar mandi

“ walaupun bangunan sudah tua, tapi semuanya masih terawat dengan baik.......”

gumam gue diantara pandangan mata gue yang
tengah memandang pintu kaca tua yang menjadi sekat pemisah antara ruang tengah dengan kamar mandi dan dapur, hingga akhirnya setelah kini gue merasa puas memandangi pintu kaca tersebut, gue memutuskan untuk segera mandi

“ segarnya...”

ucap gue dalam hati begitu merasakan
kesejukan dari air dingin yang menyentuh tubuh gue ini, dan kini seiring dengan berjalannya aktifitas gue dalam membersihkan tubuh ini, untuk sesekali gue mengarahkan pandangan mata ini ke beberapa sudut ruangan yang ada di dalam kamar mandi, nampak terlihat keberadaan sebuah
sumur tua yang menghiasi salah satu sudut ruangan dari luasnya ruangan kamar mandi, sepertinya sumur tua tersebut memang diperuntukan untuk berjaga jaga apabila rumah ini mengalami masalah dengan pompa airnya

“ sepertinya gue akan kerasan tinggal di tempat ini....”

ucap gue
seraya menyelesaikan aktifitas mandi ini, dan kini seiring dengan waktu yang beranjak semakin malam, gue memutuskan untuk beristirahat guna menghilangkan rasa lelah yang gue rasakan selama perjalanan panjang yang telah gue lalui tadi
Chapter 3
Sinar cahaya matahari pagi yang menembus lubang ventilasi udara yang ada di dalam kamar, kini membangunkan gue dari tidur lelap ini, rasa lelah yang gue alami selama perjalanan panjang kemarin sepertinya telah membuat proses istirahat gue ini terasa begitu singkat, untuk sesaat
lamanya kini gue hanya bisa terdiam diatas tempat tidur, hingga akhirnya keberadaan dari jam yang tergantung di dinding kamar, kini menyadarkan gue, bahwa hari ini adalah hari pertama gue dalam memasuki dunia kerja

“ sial gue telat...! ”

seiring dengan perkataan yang terucap
dari mulut gue tersebut, secara reflek gue segera mengambil handuk yang tergantung di besi tempat tidur lalu segera beranjak pergi menuju ke kamar mandi, dan kini diantara langkah kaki gue yang tengah berjalan menuju ke kamar mandi, terlihat keberadaan dari indra dan minto yang
sepertinya telah siap untuk bekerja, dan saat ini mereka tengah menikmati sarapan paginya

“ wahh kesiangan nih pak reza ”

tegur minto dengan nada bercanda

“ panggil gue reza aja pak, enggak enak kalau pakai kata pak, jadi canggung rasanya.... ”

“ kalau gitu panggil gue minto
aja... ”

ujar minto yang berbalas dengan tawa kecil indra yang sepertinya tengah mentertawakan tingkah laku gue yang tengah berjalan dengan penuh kepanikan menuju ke kamar mandi

“ za...kami duluan ya, biar nanti gue suruh pak imron untuk menjemput lu disini.....! ”

“ oke
terima kasih...tolong kasih tau juga ke orang kantor kalau hari ini gue datang agak terlambat...”

teriak gue dari dalam kamar mandi. Rasa sejuk yang kini gue rasakan begitu air segar menyentuh tubuh ini, kini telah mengembalikan kesegaran gue yang sempat hilang, tapi baru saja
sejenak gue menikmati kesegaran ini, sebuah suara ketukan yang terdengar dari pintu kamar mandi, kini menghentikan pergerakan gue dalam mengguyurkan air ke tubuh gue ini

“ pak reza, saya dikin, teh manis dan sarapannya sudah saya siapkan di meja makan ya... ”

“ ohh mas dikin,
terima kasih mas.... ”

jawab gue seraya menyudahi mandi, dan kini diantara handuk yang telah menutupi tubuh gue ini, gue meletakan beberapa helai pakain kotor di dalam bak pelastik lalu menaruh bak pelastik tersebut di atas sumur yang atasnya telah di tutupi oleh sebuah triplek
“ mas dikin ya...?”

tanya gue, ketika baru saja hendak memasuki kamar dan melihat keberadaan seseorang yang berusia lebih tua dari gue sedang meletakan sebuah kunci diatas meja makan, mendengar suara teguran gue tersebut, terlihat mas dikin segera menghampiri gue dan
menyodorkan tangannya

“ iya pak...saya dikin, maaf ya pak kalau semalam saya sudah tidur.......”

“ ohh enggak apa apa mas dikin, perkenalkan saya reza...”

jawab gue sambil membalas jabatan tangan mas dikin lalu bergegas memasuki kamar, dan kini baru saja beberapa saat gue
berada di dalam kamar, gue kembali mendengar suara teriakan mas dikin yang terdengar dari luar kamar, dan dalam teriakannya tersebut, mas dikini memberitahukan bahwa mas dikin hendak pergi keluar rumah guna membeli keperluan dapur

“ kunci pak reza saya taruh di meja makan ya...”
“ baik mas dikin, terima kasih..... ”

jawab gue dan berbalas dengan keheningan, mendapati hal tersebut, gue segera mengenakan pakaian dan mengambil tas laptop yang sedari malam tadi masih gue letakan di atas lantai

“ apa ini ”

gumam gue ketika membuka resleting di bagian
depan dan mendapati sebuah benda kecil yang terbungkus oleh sehelai kain hitam yang bertuliskan aksara dalam bahasa arab, untuk sejenak kini gue memandangi benda tersebut dengan rasa bingung, hingga akhirnya diantara kebingungan gue tersebut, gue memutuskan untuk membuka kain
hitam tersebut, dan mendapati keberadaan sebuah kujang kecil berada di dalamnya

“ siapa yang telah menaruh benda ini di tas laptop gue ya....? ”

tanya gue dalam hati, dan kini seiring dengan pikiran gue yang yang teringat akan hobi bapak dalam mengkoleksi barang barang tua
dan antik, entah mengapa firasat gue langsung mengatakan bahwa benda ini memang telah sengaja diletakan oleh bapak di dalam tas laptop gue ini

“ tapi untuk apa bapak menaruh benda ini di dalam tas gue....?”

tanya gue kembali dalam hati

“ ahh masa bodo lah, gue udah kesiangan
nih....”

gumam gue seraya mengeluarkan kujang kecil tersebut dari dalam tas lalu meletakannya dibawah tumpukan baju yang ada di dalam lemari pakaian, dan kini seiring dengan kesiapan gue yang telah siap untuk berangkat kerja, gue segera berjalan menuju ke meja makan untuk
menghabiskan sarapan pagi yang telah dipersiapkan oleh mas dikin

“ baju sudah rapi, perut sudah kenyang, tas sudah siap, saatnya berangkat dan menunggu pak imron di luar...”

ujar gue seraya mengambil kunci serep yang telah di letakan oleh mas dikin di meja makan, dan kini
diantara pergerakan gue yang tengah memasukan anak kunci ke dalam rumah kuncinya, tiba tiba saja terdengar suara yang hampir menyerupai suara bantingan atas benda tertentu

...brakkkkk...

Lama kini gue terdiam dalam rasa terkejut, hingga akhirnya diantara ketidakmampuan gue
dalam menerka sumber suara tersebut, gue memutuskan untuk memeriksa ke dalam kamar, dan seiring dengan pergerakan tangan gue yang telah membuka pintu kamar, gue tidak menemukan adanya indikasi yang mengarah pada sumber suara tersebut

“ apa mungkin gue yang telah salah dengar
ya....?”

tanya gue dalam hati seraya hendak kembali menutup pintu kamar, tapi baru saja tangan gue kini hendak menutup pintu kamar, gue kembali mendengar adanya suara bantingan yang terdengar cukup keras, dan untuk kali ini gue merasa sangat yakin, kalau suara yang telah
terdengar itu adalah suara dari bantingan pintu stenlis yang telah di hempaskan dengan cara yang kasar, dan sepertinya suara tersebut bersumber dari arah kamar mandi

“ brengsek...! ” maki gue dalam rasa terkejut, dan kini diantara rasa keingintahuan gue atas suara bantingan yang
telah terdengar tersebut, gue memutuskan untuk berjalan menuju ke kamar mandi, tapi seiring dengan langkah kaki gue yang kini mulai mendekati kamar mandi, firasat gue yang mengatakan bahwa ada sesuatu yang menjadi penyebab dari suara bantingan yang telah terdengar itu, kini
telah membuat pergerakan dari langkah kaki gue ini bergerak secara perlahan menuju ke kamar mandi

“ apa mungkin ada maling yang telah masuk ke dalam rumah ini ya...?”

tanya gue dalam hati seraya mengambil sebuah hiasan ukiran kayu yang berada di atas meja, dan sepertinya
keberadaan dari ukiran kayu yang kini telah berada di dalam genggaman tangan gue, sangatlah cukup untuk menjadi senjata gue dalam menghadapi adanya kemungkinan orang asing yang tengah berada di dalam kamar mandi, dan kini diantara rasa kekhawatiran gue atas keberadaan seseorang
yang tengah berada di dalam kamar mandi, keberadaan dari pintu kamar mandi yang terlihat terbuka, kini telah membuat keyakinan gue akan adanya keberadaan seseorang di dalam kamar mandi semakin kuat

“ gue yakin pasti ada maling nih...” gumam gue diantara keteringatan gue atas
apa yang telah gue lakukan setelah gue selesai mandi tadi, karena seingat gue, setelah gue menyelesaikan mandi tadi, gue telah menutup pintu kamar mandi tersebut dengan menggunakan gerendel yang ada pada bagian luar dari pintu kamar mandi

“ siapa di dalam ”

tegur gue dengan
suara meninggi, dengan harapan apa yang tengah gue lakukan saat ini, akan memberikan sebuah efek rasa takut bagi seseorang yang mungkin tengah berada di dalam kamar mandi, dan kini diantara genggaman tangan gue yang menggenggam erat kayu ukiran, secara perlahan gue mulai
mendorong pintu kamar mandi, dan entah mengapa seiring dengan pintu kamar mandi yang telah terbuka, gue merasakan adanya hembusan angin dingin yang menerpa wajah gue

“ apa mungkin suara yang telah gue dengar tadi adalah efek dari hembusan angin ini....?”

tanya gue dalam hati
seraya melayangkan pandangan mata ini ke dalam kamar mandi, dan kini seiring dengan pandangan mata gue yang telah menatap ke dalam kamar mandi, gue tidak mendapati adanya sesuatu yang mencurigakan di dalam kamar mandi, hanya saja, kini gue melihat bak pakaian kotor yang selepas
mandi tadi telah gue letakan di atas sumur, kini telah berada di atas lantai kamar mandi tanpa ada satupun pakaian kotor yang berhamburan di lantai kamar mandi, mendapati pemandangan tersebut, gue langsung berasumsi bahwa bak pakaian tersebut telah terjatuh karena adanya gangguan
dari hewan yang mungkin ada dan bersembunyi di dalam kamar mandi ini, hingga akhirnya diantara asumsi gue yang belum terbukti itu, gue memutuskan untuk mengisi bak tersebut dengan air, dan alangkah terkejutnya gue begitu mendapati bahwa bak pakaian tersebut telah pecah dibagian
bawahnya

“ bagaimana mungkin bak ini bisa pecah, sedangkan posisi sumur ini enggaklah terlalu tinggi.....?”

tanya gue dalam hati, dan mencoba untuk berpikir positif atas apa yang telah gue temui saat ini, untuk sesaat lamanya kini gue hanya terdiam dalam memandangi air yang
mulai surut di dalam bak pakaian, hingga akhirnya diantara air yang kini telah menghilang dari dalam bak pakaian, gue mengambil sebuah kesimpulan, bahwa apa yang telah gue temui ini bukanlah sebuah kejadian yang aneh, karena sangatlah mungkin hal ini terjadi akibat dari kelalaian
gue yang tidak memeriksa terlebih dahulu keadaan bak pakaian sebelum gue mengisinya dengan pakaian kotor, sedangkan untuk kejadian suara bantingan yang terdengar dari pintu kamar mandi, gue menduga hal tersebut bisa saja terjadi karena ketidak sempurnaan gue dalam menutup pintu
kamar mandi

“ enggak perlu berpikir horor...semua ini bisa dijelaskan dengan akal sehat....”

ucap gue seraya bernafas lega, dan entah mengapa seiring dengan ucapan gue tersebut, gue kembali merasakan adanya hembusan angin dingin yang kembali menerpa tubuh gue ini

“ gue yakin
pasti angin ini masuk melalui celah ventilasi udara itu....”

Selepas dari perkataan yang terucap dari mulut gue tersebut, gue kini memandangi keberadaan dari lubang ventilasi udara yang berada di dinding kamar mandi, tapi baru saja sesaat gue mengamati lubang ventilasi udara
tersebut, terdengar suara panggilan pak imron yang sepertinya telah menanti keberadaan gue di luar mess, mendapati hal tersebut, gue segera bergegas keluar dari dalam kamar mandi, lalu berjalan menuju ke teras depan

“ pagi pak reza...kok mukanya terlihat tegang begitu sih
pak.... ?”

tanya pak imron begitu melihat keberadaan gue yang telah keluar dari dalam mess

“ enggak ada apa apa pak imron, biasalah ini efek dari rasa tegang, karena hari ini adalah hari pertama saya mulai bekerja....”

jawab gue tanpa berkeinginan untuk menceritakan tentang
apa yang telah gue alami kepada pak imron

“ ohh begitu ya pak...”

ujar pak imron dengan menunjukan ekspresi ketidak percayaannya, dan kini setelah berbasa basi sebentar tentang rencana yang akan gue lakukan setibanya di kantor nanti, pak imron segera menjalankan mobilnya untuk
mengantarkan gue ke kantor cabang
Dan sesuai dengan apa yang telah gue rencanakan sebelumnya, kini di hari pertama gue bekerja, gue memulai semua rangkaian pekerjaan ini dengan sebuah perkenalan lalu berlanjut dengan aktifitas training pekerjaan, hingga akhirnya setelah
melakukan semua aktifitas itu, tanpa terasa waktu istirahat pun kini tiba, dan kini seiring dengan keasikan gue yang tengah menikmati waktu istirahat di kantin, terlihat kehadiran minto, indra serta pak yanto yang merupakan tutor gue selama menjalani training di perusahaan ini,
ikut bergabung dalam acara makan siang ini

“ bagaimana dengan akomodasinya pak reza, apakah nyaman ?”
tanya pak yanto diantara kesibukan tangannya yang memainkan sebuah sendok di piring makan, dan seiring dengan pertanyaannya tersebut, terlihat indra memberikan sebuah isyarat
mata ke arah pak yanto

“ nyaman pak, kamarnya luas, bangunannya juga unik....semuanya terlihat bersih...”

jawab gue memberikan nilai positif pada mess perusahaan yang gue tempati saat ini

“ buktinya hari ini aja saya bisa sampai terlambat masuk kerja dan hal itu terjadi
karena terlalu lelapnya saya tertidur....”

ucap gue kembali dan bersambut dengan gelak tawa
Tanpa terasa hari pun kini telah beranjak sore, keinginan gue untuk pulang ke mess kini mengiringi langkah kaki gue, minto dan indra dalam menaiki sebuah angkot yang akan mengantarkan
kami ke arah mess, dan diantara laju pergerakan dari angkot yang mulai berjalan, terlihat beberapa kali indra dan minto mencoba untuk menerangkan atas beberapa obyek yang telah kami lihat di sepanjang perjalanan pulang ini, hingga akhirnya tanpa terasa kami pun kini telah tiba di
depan mess, dan untuk sekedar gambaran, angkot yang kami naiki ini, tidaklah berhenti tepat di depan mess, jadi kami harus berjalan kaki terlebih dahulu menuju ke mess, dan kini seiring dengan keberadaan kami yang telah berdiri di depan mess, terlihat cahaya redup dari lampu
yang ada di bagian depan mess, sedikit menyingkap kegelapan malam

“ begitu indah dan unik bangunan ini....”

puji gue mengagumi bangunan mess yang menjadi tempat tinggal gue selama di jawa timur ini, keberadaan dari pintu pagar besi kuno yang terlihat sudah termakan usia, kini
seperti menyambut kedatangan kami ini

“ assalamualaikum....”

salam indra dan berbalas dengan sebuah jawaban salam dari dalam mess, dan kini diantara pintu mess yang telah dibuka oleh mas dikin, kami segera berjalan memasuki mess dan menuju ke kamar masing masing
“ sory dra,
boleh gue bertanya sesuatu sama lu...?”

tanya gue kepada indra ketika kami tengah menyaksikan siaran televisi selepas makan malam

“ ada apa za...? ”

“ tadi gue lihat, sepertinya lu agak kurang senang mendengar pertanyaan pak yanto kepada gue, kenapa dra...? ”

“ ahh mungkin
itu hanya perasaan lu aja za...”

jawab indra dengan mengembangkan senyumnya, dan selepas dari jawabannya tersebut, indra mencoba untuk mengalihkan pembicaraan ini kepada topik pembicaraan yang lain

“ besok lu jangan kesiangan lagi za...ya udah kalau begitu gue tidur duluan ya,
gue udah ngantuk berat nih....”

Seiring dengan perkataan indra tersebut, terlihat jarum jam telah menunjukan pukul sebelas malam

“ nyenyak banget tidurnya si minto....”

gumam gue begitu melihat keberadaan minto yang tengah tertidur dengan pulasnya di sebuah kursi panjang
yang berada di ruangan tengah

“ sebaiknya minto enggak usah dibangunin za, sepertinya dia lelah banget....ya udah...gue ke kamar duluan ya...”

ujar indra seraya berjalan memasuki kamarnya, mendapati hal tersebut, gue memutuskan untuk kembali melanjutkan menonton siaran
televisi, hingga akhirnya disaat kini gue mulai merasakan mengantuk, gue memutuskan untuk mematikan televisi serta lampu yang berada di ruang tengah, sedangkan untuk lampu redup yang berada di ruang makan dan teras depan, sengaja gue biarkan untuk tetap menyala

“ lebih baik gue
baca baca buku dulu sebelum tidur....”

ucap gue seraya mengambil sebuah buku lalu naik ke atas tempat tidur, dan kini diantara beberapa halaman buku yang telah gue baca, tanpa terasa gue mulai tertidur, dan sepertinya baru saja beberapa saat lamanya gue tertidur, gue kembali
terbangun begitu mendengar adanya suara geraman yang mengiringi terdengarnya suara pukulan pada dinding kamar, mendapati hal tersebut, untuk sesaat lamanya gue hanya terdiam di atas tempat tidur, hingga akhirnya, setelah kini gue tidak mendengar kembali suara tersebut, gue
mengambil kesimpulan bahwa suara yang telah gue dengar itu adalah bagian dari mimpi yang mungkin telah gue alami malam ini

“ udah jam setengah tiga pagi....”

gumam gue begitu melihat jarum jam dari jam tangan yang gue letakan di atas meja

“ baru kali ini gue merasakan mimpi
yang begitu terasa nyata seperti ini, aneh... ”

gumam gue diantara keheningan malam, dan kini diantara keinginan gue untuk melanjutkan tidur gue ini, tiba tiba saja gue merasakan keinginan untuk buang air kecil, mendapati hal tersebut, gue memustuskan untuk segera ke kamar
mandi, hingga akhirnya disaat kini gue tengah berjalan menuju ke kamar mandi, terlihat keberadaan minto yang masih tertidur dengan lelapnya di kursi panjang yang berada di ruang tengah

“ wihh nih orang kuat bangat tidur disitu.... ”

Dan kini diantara gelapnya ruangan tengah,
serta cahaya redup dari lampu yang menyala di ruang makan, gue kembali berjalan menuju ke kamar mandi, tapi baru saja gue hendak memasuki ruang makan, langkah kaki gue kini terhenti, begitu melihat keberadaan seseorang yang tengah duduk di kursi meja makan, dengan posisi tubuh
yang membelakangi akses jalan yang akan menuju ke kamar mandi

“ siapa itu...? sepertinya mas dikin.... ”

tanya gue dalam hati dengan pandangan mata yang belum sepenuhnya sempurna akibat dari rasa mengantuk yang masih menggelayuti kelopak mata gue ini, dan kini tanpa adanya
pikiran negatif atas apa yang telah gue lihat saat ini, gue segera berjalan melintasi keberadaan mas dikin

“ ehh mas dikin...lagi enggak bisa tidur ya.....?”

tegur gue tanpa berharap adanya jawaban dari mas dikin
“ he’ehh....”

jawab mas dikin sambil menganggukan kepalanya,
mendapati jawaban mas dikin tersebut, tanpa menghentikan langkah kaki ini, gue tetap berjalan menuju ke arah kamar mandi lalu memasukinya, dan kini seiring dengan panggilan alam yang telah gue penuhi, gue segera meninggalkan kamar mandi dan berjalan menuju ke ruang makan,
dan setibanya gue di ruang makan, gue tidak melihat lagi keberadaan mas dikin di ruang makan, mendapati hal tersebut, setelah kini gue terlebih dahulu meminum segelas air putih untuk menghilangkan rasa haus ini, gue kembali berjalan menuju ke kamar

next : chapter 4
Chapter 4
“ hoammm... “

Geliat gue, diantara rasa mengantuk yang masih menggelayuti kedua kelopak mata ini, dan kini seiring dengan pandangan mata gue yang terarah pada jam tangan yang berada di atas meja, terlihat waktu telah menunjukan pukul lima pagi, hal ini berarti gue telah
tertidur selama kurang lebih dua jam, setelah semalam tadi, gue sempat terbangun karena suara geraman yang terdengar

“ sebenarnya semalam itu gue hanya bermimpi atau memang gue telah mendengar suara geraman, tapi suara geraman apa ya....?”

tanya gue masih dalam pertanyaan yang
sama dengan apa yang telah gue pertanyakan pada saat suara geraman itu terdengar, tapi satu hal yang pasti, andai saja suara geraman tersebut di dengar oleh orang orang yang sangat mempercayai akan hal yang berbau ghaib, pastinya orang tersebut akan menghubungkan kejadian yang
gue alami itu dengan sesuatu yang tidak kasat mata

“ sepertinya enggak mungkin kalau gue tidur lagi....ohh iya...lebih baik gue joging dulu di halaman , yaa..siapa tahu gue akan menemukan sesuatu yang berhubungan dengan apa yang telah gue dengar semalam tadi....”
ucap gue seraya beranjak keluar dari dalam kamar

Dan kini setelah terlebih dahulu gue membasuh wajah ini dengan segarnya air di kamar mandi, gue segera berjalan menuju ke halaman mess dengan melewati ruang tengah, dan disaat itu, gue sudah tidak melihat lagi keberadaan minto di
ruang tengah

“ sepertinya minto udah pindah ke kamarnya...”

gumam gue seraya terdiam sejenak, lalu kembali lagi berjalan menuju ke halaman mess, dan kini diantara kegelapan yang masih menyelimuti halaman mess, keberadaan dari butiran embun pagi yang masih menempel di
rerumputan, seperti berpadu serasi dengan kesegaran udara pagi yang gue rasakan pagi ini, dan akhirnya tanpa berkeinginan untuk membuang waktu lagi, gue segera melakukan peregangan tubuh, yang dilanjutkan dengan lari kecil gue di sekitar halaman mess, hingga akhirnya ketika kini
gue memasuki putaran akhir dari lari kecil yang gue lakukan ini, gue memutuskan untuk berhenti sejenak di depan jendela dari kamar yang gue tempati, hal ini gue lakukan, semata mata untuk mencari keberadaan dari sesuatu yang mungkin akan terhubung dengan suara geraman yang telah
gue dengar malam tadi

“ cari apa pak reza...?”

tanya mas dikin yang sepertinya telah lama berdiri di belakang tubuh gue dan memperhatikan tingkah laku gue ini

“ ehh mas dikin, enggak lagi cari apa apa kok mas, kebetulan lagi iseng aja, yaa siapa tau ketemu yang unik unik.... ”
jawab gue beralasan, tanpa mengalihkan pandangan mata ini dari rerumputan yang ada di bawah jendela kamar

“ pak reza bisa aja, mana mungkin pak reza bisa menemukan yang unik unik dibawah jendela ini....”

ujar mas dikin seraya mengembangkan senyumnya, mendapati perkataan mas
dikin tersebut, untuk sejenak kini gue menghentikan aktifitas pencarian gue ini

“ ohh iya mas...sepertinya semalam itu mas dikin lagi enggak bisa tidur ya, pasti mas dikin lagi banyak pikiran nih...?”

canda gue yang ternyata berbalas dengan ekspresi keterkejutan di wajah
mas dikin

“ ahh..pak reza bercanda nih, justru semalam itu saya tidur nyenyak banget.... ”

jawab mas dikin dengan polosnya, dan kini begitu mendapati jawaban mas dikin tersebut, gue hanya bisa terdiam dalam rasa terkejut, karena bagaimana mungkin mas dikin bisa berkata seperti
itu, sedangkan semalam itu gue melihat keberadaan mas dikin tengah duduk di kursi yang ada di ruang makan

“ ada apa toh pak reza, kok terlihat jadi bingung begitu......”

“ enggak ada apa apa mas.....”

ucap gue seraya berusaha untuk tidak menceritakan kejadian yang telah gue
alami semalam

“ yoo wis pak, saya cuma mau kasih tahu aja, kalau teh manis hangat sama makanan kecil sudah tersedia di meja makan.... ”

ujar mas dikin lalu beranjak pergi meninggalkan gue, mendapati keberadaan mas dikin yang kini telah berjalan memasuki mess, gue memutuskan
untuk kembali melanjutkan mencari sesuatu yang mungkin terhubung dengan suara geraman yang telah gue dengar semalam tadi, hingga akhirnya setelah gue merasa cukup dengan semua pencarian tanpa hasil ini, gue memutuskan untuk masuk ke dalam mess guna bergabung dengan indra dan
minto yang sepertinya sudah berada terlebih dahulu di meja makan, dari percakapan yang terlihat diantara indra dan minto, sepertinya mereka kini tengah terlibat dalam sebuah percakapan yang serius

“ ayo za...mumpung gorengannya masih hangat nih.. ”

ucap indra seraya
menyodorkan piring yang berisikan pisang goreng kepada gue, mendapati penawaran indra tersebut, kini gue memilih untuk terlebih dahulu meminum teh manis hangat, lalu melanjutkannya dengan menyantap pisang goreng

“sepertinya gue kalah cepat nih dengan kalian kalau urusan makan "
gerutu gue dan bersambut dengan gelak tawa minto dan indra

“ tumben pagi banget lu udah bangun za, pasti lu enggak bisa tidur ya.....?”

tanya minto yang merasa tidak percaya karena melihat gue yang telah bangun sepagi ini

“ ahh enggak juga to, semalam itu gue tidur sedikit
nyenyak kok, beda sama lu tuh yang tidurnya pulas banget semalam... ohh iya, sebenarnya semalam itu gue ingin membangunkan lu to untuk meminta lu pindah ke dalam kamar, tapi indra malah melarang gue untuk membangunkan lu..... ”

Mendengar perkataan gue tersebut, terlihat minto
dan indra saling bertukar pandang

“ kenapa lu berdua jadi pada bengong begitu......? ”

tanya gue kepada indra dan minto karena merasa tidak nyaman dengan respon yang mereka berikan

“ nahh benar kan to apa kata gue, semalam itu juga reza melihat lu tidur di kursi panjang itu "
ucap indra seraya mengarahkan pandangannya ke wajah minto

“ iya, gue memang melihat lu tidur to, memangnya kenapa...?”

tanya gue kembali dan berbalas dengan ekspresi ketakutan di wajah indra dan minto

“ sepertinya kami harus jujur za..... ”

ucap indra yang sepertinya akan
menceritakan sesuatu kepada gue, dan kini setelah terdiam sejenak, indra mulai menceritakan kepada gue tentang lika liku kehidupan yang telah mereka lalui selama bekerja di perusahaan ini, dan semuanya itu di bumbui dengan cerita tentang kejadian kejadian aneh yang pernah mereka
alami di mess ini, hingga akhirnya setelah indra menceritakan tentang pengalaman anehnya tersebut, indra kini mulai menceritakan tentang sosok pegawai yang telah gue gantikan posisinya di perusahaan ini

“ jadi gue bekerja di perusahaan ini untuk menggantikan posisi arda...?”
“ iya za...”

“ ohhh lantas dra, hubungannya semua cerita lu ini dengan tidurnya minto di ruang tengah itu apa....?”

“ nahh...itu dia za, tadi itu minto berkata kalau dirinya semalam enggak tidur di kursi panjang itu......”

jawab indra yang berbalas dengan keterkejutan gue
“ kalian lagi enggak berusaha ngerjain gue kan.....?”

“ gila lu za, apa untungnya juga gue sama minto ngerjain lu ”

jawab indra sambil menggeleng gelengkankan kepalanya

“ udahlah sebaiknya kita lupakan dulu sementara, dan nanti kita lanjutkan lagi perbincangan ini sepulang
kerja..... ”

ucap minto sambil mengajak gue dan indra untuk bersiap siap kerja
Hari kedua gue bekerja di perusahaan, kini kembali lagi di isi dengan training pekerjaan, tapi untuk hari kedua ini, sepertinya gue sudah mulai bisa menguasai pekerjaan gue ini, bayangan gue akan
rencana pekerjaan yang akan gue lakukan, kini seperti bermain main dalam pikiran gue ini, hingga akhirnya ketika waktu istirahat tiba, indra dan minto mengajak gue untuk mencari makan siang di sebuah rumah makan dan seperti biasa, pak yanto kembali menawarkan diri untuk ikut
serta bersama kami

“ sekarang gue mau mengajak lu ke sebuah rumah makan yang ada primadonanya za....”

seloroh indra yang berbalas dengan gelak tawa minto dan pak yanto, entah apa yang tengah mereka tertawakan kali ini, tapi gue berharap apa yang tengah mereka tertawakan kali
ini, tidaklah terhubungan dengan rasa makanan yang akan gue makan siang ini

“ za...nanti coba lu perhatikan wanita yang akan menawarkan makanan kepada kita...”

ucap indra setibanya kami di rumah makan, dan menempati sebuah meja kosong

“ kita taruhan pak yanto..”

ujar minto
seraya mengerdipkan matanya ke arah pak yanto, dan kini seiring dengan kerdipan mata minto tersebut, terlihat kehadiran seorang wanita yang berusia sekitar dua puluh sembilan atau tiga puluh tahun datang menghampiri kami
Genit....yaa..itulah kesan pertama yang gue dapatkan,
begitu melihat wanita tersebut berjalan berlenggak lenggok dan mengumbar senyumannya ke setiap pengunjung yang ada di warung makan ini

“ ehhh mas indra, mas minto, mas yanto, kemana aja nih kok baru pada kelihatan lagi sih... ”

sapa wanita tersebut dengan genitnya, dan
berbalas dengan keterpakuan indra,minto dan pak yanto dalam memandang wanita tersebut, dan kini diantara keterpakuan yang tengah diperlihatkan oleh indra, minto dan pak yanto, gue bisa melihat keberadaan dari kedua bola mata pak yanto yang seperti hendak melompat keluar begitu
melihat belahan payudara yang tersembul dari balik baju kebaya ketat yang dikenakan wanita tersebut

“ waduhh...kami lagi agak sibuk nih mba....sepertinya mba hesti ini, lama enggak terlihat jadi tambah cantik aja...”

ucap minto seraya mengalihkan pandangannya dari payudara
wanita yang bernama hesti ini

“ ahh...bisa aja mas minto.... ”

jawab hesti sambil tertawa genit

“ wahh...kalian bawa kawan baru kok enggak dikenalin sih... ”

ucap hesti begitu melihat ke arah gue yang mungkin terasa asing baginya

“ siapa namanya mas....”

dengan nada
suara yang genit, kini hesti menyodorkan jabatan tangannya ke arah gue

“ reza... ”

jawab gue seraya menyambut sodoran tangan hesti, dan kini diantara genggaman tangan gue yang menggenggam erat tangan hesti, bisa gue rasakan, kelembutan dari tangan hesti seperti menghipnotis
gue untuk memandangi setiap lekukan yang terlihat pada tubuh hesti

“ panggil aku hesti aja mas, ohh iya..kalau nanti perlu tambahan yang lain, jangan sungkan sungkan untuk memanggil aku... ”

ucap hesti dengan penuh keramahannya, dan entah karena keramahannya yang tengah
diperlihatkannya itu, kini gue melihat sosok hesti yang semula terlihat biasa, telah berubah menjadi sosok wanita yang cantik, dengan kulitnya yang berwarna putih kecoklatan, lesung pipinya yang dalam, serta permainan matanya yang berjalan selaras dengan bibirnya yang kecil, dan
semuanya itu seperti memberikan godaan tersendiri bagi lelaki yang tengah memandangnya

“ yaa udah, kalau begitu aku melayani yang lain dulu ya mas ”

ucap hesti kembali seraya mengembangkan senyumnya, diantara jabatan tangan hesti yang kini telah terlepas dari genggaman tangan
gue, terlihat hesti beranjak pergi meninggalkan kami dengan menunjukan lenggak lenggok tubuhnya

“ woiii za....!”

tegur indra sambil menggerakan telapak tangannya di depan muka gue

“ gimana za, apa penilaian lu....?”

tanya indra yang berbalas dengan penantian minto dan pak
yanto atas jawaban yang akan terucap dari mulut gue

“ hmmmmm.....”

“ lohh apa za... kok lu malah jadi jawab hmmmm...... ”

ujar indra begitu melihat gue yang terdiam dalam lamunan

“ sinden...”

“ lohhh kok jadi sinden za...wah lu gila ya...”

seiring dengan perkataan yang
terucap dari mulut minto, terlihat minto menepuk keningnya diantara gelak tawanya

“ yaaa...jawaban gue kan enggak salah, bukankah sinden itu memang pakai kebaya...”

ucap gue membela diri

“ ahhh jangan ngeles lu za, gue tanya apa...lu malah jawab apa, yang gue tanya itu,
cantik apa enggak tuh cewek...”

tanya indra masih dengan gelak tawanya

“ kalau menurut gue sih awalnya biasa aja, karena gue udah biasa melihat cewek seperti itu di Jakarta ”

“ lu bilang kan awalnya, terus bagaimana sekarang...?”

tanya indra kembali dengan menunjukan
ekspresi rasa penasarannya

“ gimana za....?”

tanya minto yang sepertinya kini merasa mulai penasaran dengan penilaian yang akan gue berikan terhadap hesti

“ jujur aja....sekarang ini kepala gue jadi terasa pening kalau melihatnya...”

jawab gue dan berbalas dengan gelak tawa
indra, minto serta pak yanto

“ pening karena lu sedang menahan nafsu yaa za.... ”

ujar pak yanto tanpa bisa menghentikan gelak tawanya

“ ya begitulah intinya, pokoknya kepala gue ini jadi pening...”

“ sebenarnya itu juga yang kami rasakan za... ”

seiring dengan perkataan
yang terucap dari mulut indra, gelak tawa yang sedari tadi telah mengisi perbincangan kami ini, kini telah berganti dengan ekspresi keseriusan yang diperlihatkan oleh indra, minto dan pak yanto

“ tapi kami bisa menahan rasa nafsu itu, begitu kami mengingat dengan apa yang
pernah terjadi pada arda...”

ucap indra kembali seraya menghela nafas panjang

“ arda... ? maksud kalian apa sih..? apa yang sebenarnya telah terjadi pada arda...?” tanya gue dengan rasa penasaran

Next : Chapter 5
Chapter 5
Sore harinya, setibanya gue, minto dan indra di mess, sebuah pertanyaan yang belum terjawab siang tadi, kini kembali gue pertanyakan kepada indra dan minto, mendapati hal tersebut, kini minto dan indra tidak mempunyai pilihan lain selain harus menjawab pertanyaan gue itu
“ lu aja yang nerangin to.... ”

ujar indra seraya mengarahkan pandangannya ke wajah minto

“ ahh lu aja ndra, sumpah...gue belum cerita aja, bulu kuduk gue ini udah merinding, apalagi gue udah cerita..”

seiring dengan perkataannya tersebut, terlihat tatapan mata minto
memandang ke arah semua sudut ruangan yang ada di dalam mess, sepertinya minto merasa khawatir akan keberadaan dari sesuatu yang tengah mengawasi setiap perkataan yang terucap dari mulutnya

“ ya udah... kalau begitu kita gantian aja, memangnya lu pikir gue enggak takut apa...”
ucap indra seraya ikut memperhatikan dengan apa yang tengah diperhatikan oleh minto saat ini, sejujurnya bagi gue pribadi, keberadaan semua ruangan yang ada di dalam mess ini tidak lah menyeramkan, tapi harus gue akui, memang ada beberapa ruangan yang ada di dalam mess ini,
terasa begitu lembab dan dingin

“ sebenarnya gue agak enggan untuk menceritakannya za, jujur aja gue takut, nantinya lu akan merasa enggak betah tinggal di mess ini.... ”

Dari arah pembicaraan yang kini tercipta, entah mengapa gue merasa bahwa indra tengah membawa pembicaraan
ni ke arah sesuatu yang berbau mistis dan kelenik

“ tenang dra, semua ucapan lu itu, enggak akan gue telan bulat bulat kok..... ”

ucap gue menepis keraguan indra

“ gue ini orang yang lebih mengutamakan logika dalam berpikir dibanding harus ketakutan untuk hal hal yang tidak
masuk akal.....”

“ lu masih ingat kan dengan cerita gue waktu pagi tadi.....?”

tanya indra seraya menyalakan sebatang rokok

“ iya gue masih ingat dra, cerita pengalaman lu tentang tentang kejadian kejadian aneh yang pernah terjadi di mess ini kan...?”

jawab gue dengan
sedikit tersenyum sinis

“ intinya za, sebelum gue, minto dan arda menempati mess ini, di mess ini sudah banyak terjadi kejadian aneh, dan mas dikin lah yang tau banyak akan kejadian aneh yang pernah terjadi di mess ini...?”

Seiring dengan cerita yang terus mengalir dari mulut
indra, indra kini mulai menceritakan tentang beberapa kejadian aneh yang pernah terjadi di mess ini, mulai dari barang yang terlempar atau berpindah dengan sendirinya, terdengarnya suara rintihan, penampakan dalam bentuk yang meniru orang yang menempati rumah ini, hingga
penampakan sosok wanita yang terikat rantai pada salah satu bagian kakinya serta dengan kondisi bagian lehernya yang terluka parah, hingga membuat kepalanya itu nyaris terpisah dari lehernya

“ ya ampun dra, ngapain juga lu menceritakan tentang kejadian yang tadi pagi udah lu
ceritakan sama gue, pertanyaan gue cuma satu...apa sebenarnya yang telah terjadi pada arda... ?”

tanya gue dengan penuh selidik, dan berbalas dengan ekspresi ketidaknyamanan di wajah indra dan minto, dan kini diantara ketiadaan jawaban yang terucap dari mulut indra dan minto,
gue segera menyalakan sebatang rokok lalu menghisapnya

“ arda meninggal bro...”

jawab indra dengan sebuah jawaban yang singkat

“ hahh meninggal....meninggal karena apa...apa dia sakit...?”

tanya gue kembali diantara rasa terkejut gue atas perkataan minto yang mengatakan
bahwa arda telah meninggal, sungguh gue sama sekali tidak menyangka kalau orang yang telah gue gantikan posisinya di perusahaan ini ternyata sudah meninggal

“ sudah dua bulan yang lalu za, dulu...pernah ada orang semarang yang mencoba untuk menggantikan posisinya dan tinggal di
mess ini.... ”

“ terus apa yang terjadi pada orang itu...?”

tanya gue memotong perkataan yang belum selesai terucap dari mulut indra

“ orang itu hanya bisa bertahan seminggu za....”

jawab minto mewakili lanjutan perkataan yang belum sempat terucap dari mulut indra

“ hehhh
...kalian belum menjawab pertanyaan gue tadi, apakah arda meninggal karena sakit...?”

seiring dengan pertanyaan yang terlontar dari mulut gue tersebut, nampak indra merubah posisi duduknya, yang semula menghadap ke arah dapur kini berubah posisinya menjadi membelakanginya
“ bunuh diri za…”

jawab indra yang berbalas dengan keberadaan hembusan angin dingin yang menerpa tubuh kami

“ Kalian enggak sedang bercanda kan...?”

tanya gue diantara keterdiaman minto dan indra, yang sepertinya masih merasakan rasa takut akibat dari hembusan angin dingin
yang baru saja menerpa tubuh kami

“ enggak za...kami enggak sedang bercanda, arda itu telah bunuh diri di mess ini, dan lebih tepatnya arda telah bunuh diri di kamar yang sekarang lu tempati itu.....”

Entah perasaan apa yang ada di benak gue sekarang ini begitu kini gue
mengetahui bahwa arda telah bunuh diri di kamar yang sekarang gue tempati, entah itu rasa takut atau mungkin rasa penasaran atas kematian arda yang terkesan tidak wajar itu, tapi satu hal yang pasti selama gue menempati kamar itu, gue sama sekali tidak menemui adanya hal hal aneh
yang mungkin terhubung dengan peristiwa kematian arda yang tragis itu

“ dengan cara apa to...arda meninggal...?”

“ duh za...pertanyaan lu itu makin terperinci aja sih, memangnya lu enggak merasa takut apa...?”

tanya indra yang memprotes pertanyaan gue yang terkesan begitu
terperinci

“ apa yang harus lu takutin sih, kalau bagi gue dra...enggak ada tuh ceritanya, kalau orang yang udah meninggal enggak wajar akan menjadi sosok ghaib yang penasaran, semuanya itu hanyalah omong kosong dari orang orang yang sudah terlalu banyak berpikiran kelenik....”
jawab gue dan berbalas dengan keterkejutan indra dan minto

“ udah deh...sekarang tolong kalian jelasin aja, dengan cara apa arda telah meninggal...?”

“ arda bunuh diri dengan cara memotong nadi tangannya za, dan kematiannya tersebut baru diketahui satu hari kemudian, itu juga
karena mas dikin curiga, mendapati pintu kamar yang terkunci serta lampu kamar yang menyala terus..... ”

“ terus hubungannya arda dengan hesti itu apa....?”

“ itu dia za, sebelumnya arda itu adalah type cowok yang agak cuek sama yang namanya wanita...tapi semenjak arda
mengenal hesti, sifatnya jadi seperti berubah total, apapun yang hesti inginkan pasti dikabulkannya...”

untuk sesaat terlihat indra menghentikan perkataannya, dan kini sebatang rokok mulai disulutkannya kembali guna menggantikan batangan rokoknya yang telah habis terhisap
“ mereka berpacaran....?”

tanya gue diantara keterdiaman indra tersebut, dan berbalas dengan anggukan kepala indra

“ iya za...semenjak mereka dekat itu, hesti jadi sering menginap disini, bahkan mereka berhubungan intim layaknya suami istri, hingga akhirnya suatu saat
sepertinya arda sudah tidak bisa lagi untuk mengabulkan sebuah keinginan hesti...hal tersebut telah membuat hesti marah besar, dia memaki maki arda di depan kami semua, bahkan arda sempat emosi dan membalas makian hesti, dengan mengatakan akan membunuh hesti jika hesti
memutuskannya..... ”

“ terus...”

gumam gue dengan rasa penasaran

“ saat itu hesti sama sekali enggak menjawab apa apa, tapi dari ekspresi wajah yang diperlihatkan oleh hesti, sepertinya hesti sangat ingin jika arda mendapatkan balasan dari apa yang telah dikatakan oleh
arda tersebut...”

jawab indra

Singkat kata setelah kejadian itu, arda bertingkah laku seperti layaknya orang gila, bahkan sering sekali indra dan minto menemukan arda tengah berbicara sendiri di rumah ini, hingga akhirnya pada suatu hari arda ditemukan sudah tidak bernyawa
lagi, dengan kondisi terdapat lebam biru di punggungnya serta kedua kelopak matanya yang berwarna hitam, tapi penyebab yang pasti dari kematian arda tersebut adalah arda mengakhiri hidupnya dengan cara memutus urat nadinya dengan sebilah cutter

“ bagaimana menurut lu za, wajar
apa enggak cara meninggalnya arda itu....?”

tanya minto

“ kalau menurut apa yang gue ketahui to, yang telah dialami oleh arda itu dinamakan depresi, dan depresi arda itu timbul karena arda enggak menerima dengan keputusan hesti yang memutuskan dirinya, sedangkan untuk penyebab
dari kematian arda, gue sangat yakin, semuanya itu disebabkan oleh rasa depresi yang dialami oleh arda.... ”

jawab gue mencoba untuk memberikan jawaban yang masuk akal

“ lantas za, apa lu enggak pernah mengalami kejadian kejadian aneh di kamar lu itu...?”

tanya indra penuh
dengan keingintahuannya

“ enggak dra, memangnya kenapa, apa lu merasa aneh....”

jawab gue dengan santainya

“ aneh lah za....lah wong orang yang bekerja sebelum lu aja selalu di ganggu, bahkan sebelum orang itu memutuskan untuk keluar dari pekerjaan ini, dia selalu tidur di
ruang tamu dengan alasan ada sesuatu yang telah mengganggunya di dalam kamar....”

ujar indra dengan menunjukan ekspresi rasa heran

“ bagaimana dengan kamar kalian....? apakah kamar kalian itu bebas dari kejadian kejadian aneh..... ”

tanya gue dan berbalas dengan saling
bertukar pandangnya indra dan minto

“ waduh za....kalau lu bertanya seperti itu, bisa kami pastikan kami juga telah mengalami banyak kejadian aneh di kamar kami...seperti rasa tercekik sewaktu tidur, melihat bayangan, mendengar rintihan wanita, dan masih banyak lagi....”

jawab
minto dengan menunjukan ekspresi rasa takut

“ lantas apa yang kalian lakukan untuk mengatasi kejadian aneh itu....?”

Mendapati pertanyaan gue tersebut, terlihat indra dan minto agak sungkan untuk menjawabnya, dan hal ini mengindikasikan bahwa indra dan minto kini tengah
menyembunyikan sesuatu terhadap gue, tapi entah apa

“ apa dra...to...kok jadi pada diam...?”

tanya gue kembali diantara keterdiaman indra dan minto

“ kami hanya diberitahukan oleh mas dikin za....”

jawab minto dengan ragu

“ diberitahukan apa....wahh sepertinya ada yang
sedang kalian sembunyikan nih dari gue...?”

ujar gue seraya mengembangkan senyum ke arah indra dan minto

“ jujur aja za, kami telah memasang sesuguhan za, untuk mengurangi semua kejadian aneh itu...”

“ maksudnya dengan sesuguhan itu apa to...?”

tanya gue kembali, diantara
kebingungan gue atas maksud dari perkataan minto

“ kami telah memasang sesajen di kamar kami masing masing za, dan apa telah yang kami lakukan itu, sesuai dengan saran yang telah diberikan oleh orang pintar kepada mas dikin....”

“ wahhh sinting...memangnya orang pintar itu
telah menyarankan apa kepada kalian....?”

" kami hanya disuruh menyuguhkan kopi hitam, darah ayam, rokok dan bunga za, dan hal itu kami lakukan tiga hari sekali, katanya sih itu permintaan dari penunggu yang ada disini....”

terang minto yang berbalas dengan keterkejutan gue
“ ya tuhan...kalian ini apa apaan sih....”

ujar gue seraya menggeleng gelengkan kepala, sungguh...gue sama sekali tidak menyangka bahwa di zaman yang sudah semodern ini, masih ada saja manusia manusia yang melakukan kegiatan seaneh itu

“ boleh gue lihat bentuk dari sesajen
itu dra, to...?”

pinta gue dan berbalas dengan keraguan indra dan minto untuk memenuhi permintaan gue tersebut

“ ayolah...gue hanya mau melihat aja kok...”

Hingga akhirnya seiring dengan izin yang telah diberikan oleh indra dan minto, kini indra dan minto mengantarkan gue
untuk memasuki kamar minto guna melihat keberadaan sesajen yang ada di dalam kamar minto, dan kini setibanya gue di dalam kamar minto, nampak terlihat keberadaan dari sesajen yang berupa sebuah nampan yang terbuat dari tembikar, dimana di dalam nampan tersebut terlihat keberadaan
dari benda benda yang sesuai dengan apa yang telah indra dan minto katakan, mendapati hal tersebut, entah sebuah pemikiran yang datang darimana, tiba tiba saja gue memutuskan untuk menendang sesajen itu hingga berantakan, mendapati hal tersebut indra dan minto kini hanya bisa
saling bertukar pandang dengan menunjukan ekspresi wajah yang ketakutan

“ ahhh...gila lu za..lu apa apaan sih..bisa mampus kita nih za....”

teriak indra tanpa bisa menutupi rasa ketakutannya

“ waduh za, kalau sampai terjadi apa apa yang menimpa kita, berarti lu penyebabnya
nih....pokoknya kalau sampai terjadi apa apa, kita harus bersama sama menghadapinya..”

ucap minto dan berbalas dengan anggukan kepala indra

“ halahh...kita lihat aja nanti...gue sama sekali enggak percaya dengan hal hal seperti ini, kalian ini seperti orang purba aja....”
ujar gue dalam gelak tawa, dan kini disaat gue mulai menghentikan gelak tawa ini, tiba tiba saja gue merasakan adanya pukulan yang cukup keras di kepala gue ini, dan apa yang telah gue rasakan tersebut kini telah membuat gue sedikit meringis

Next : Chapter 6
Chapter 6
“ aduhhh...”

teriak gue yang diiringi dengan gerakan refleks gue dalam memandang keberadaan dari minto dan indra yang kebetulan tengah berada tepat dibelakang tubuh gue

“ maksud kalian apa....kalian ini enggak suka dengan apa yang gue lakukan...”

ucap gue penuh dengan
rasa emosi

“ ehh maksud lu apa za.....”

terlihat indra agak bingung dengan maksud dari perkataan gue tersebut

“ kenapa lu pukul kepala gue, kalau memang lu enggak suka dengan apa yang gue lakukan... jangan begitu caranya....”

“ wahh jangan asal nuduh lu za, gue sama indra
tuh enggak melakukan apa apa... ”

ujar minto yang sepertinya merasa agak kesal dengan tuduhan gue tersebut

Untuk sejenak kini gue hanya bisa terdiam begitu mendengar perkataan minto, hingga akhirnya diantara ketiadaan jawaban atas apa yang telah terjadi, gue segera membereskan
keberadaan sesajen yang berhamburan di lantai, mendapati hal tersebut, indra dan minto kini ikut tergerak untuk membantu gue dalam membereskan kekacauan yang telah gue buat ini

“ sepertinya terornya sudah dimulai za....”

ucap indra dalam menyikapi kejadian yang baru saja gue
alami

“ ahh..sudahlah, kalian ini terlalu banyak menonton film horor....”

ujar gue seraya mengembangkan senyum

Waktu yang terus berjalan kini telah mengantarkan kami pada pukul sebelas malam, keberadaan kami yang kini tengah bercengrama di ruang tamu, terpaksa harus kami
akhiri begitu menyadari atas kewajiban kami yang harus kembali bekerja esok pagi

“ lu mau tidur di kamar gue to...?”

tanya gue begitu melihat minto yang tengah mengambil sebuah tikar yang disimpan di ruang tengah

“ ihhh males banget za, tidur di kamar gue sendiri aja gue udah
takut, apalagi gue tidur kamar lu yang udah terkenal akan keseramannya itu...”

jawab minto seraya memberikan isyarat kepada indra bahwa dirinya akan tidur di kamar indra malam ini

“ gara gara lu nih za...gue bisa masuk angin.....”

ucap minto dengan gayanya yang merajuk dan
berbalas dengan gelak tawa gue dan indra

“ seperti cewek aja lu to, pakai acara merajuk....ya udah..intinya gue minta maaf atas kejadian sore tadi yaa...”

ujar gue seraya melemparkan senyum ke arah indra dan minto

Melihat indra dan minto yang kini telah memasuki kamarnya, gue
memutuskan untuk masuk ke dalam kamar, dan kini diantara kesulitan gue untuk memejamkan mata ini, keteringatan gue akan cerita indra dan minto yang menceritakan tentang kematian arda yang tragis di kamar ini, kini telah memancing imajinasi gue untuk membayangkan bagaimana saat
saat terakhir arda harus melalui proses kematiannya yang sangat menyiksa itu

“ dasar lelaki bodoh, mau maunya dia tersiksa seperti itu...”

umpat gue begitu merasakan bahwa gue tidak mampu untuk membayangkan proses kematian yang menyiksa seperti itu, dan kini diantara rasa
mengantuk yang mulai menghinggapi kedua kelopak mata gue ini, keberadaan dari suara pukulan pada tiang listrik yang terdengar dari kejauhan, kini memberikan gue sebuah tanda bahwa malam telah beranjak semakin larut, dan hal itu berarti tidak ada alasan lagi bagi gue untuk menunda
keinginan gue untuk segera tidur

Hening....ya itulah suasana yang kini tercipta begitu malam mulai beranjak melewati titik puncaknya, hembusan angin dingin yang bertiup diantara kegelapan malam, kini seperti manyamarkan kehadiran sesuatu yang telah memberikan sentuhan halusnya
pada daun jendela kamar, dan kini diantara pergerakan tubuh gue yang menggeliat akibat dari suara yang terdengar, gue kembali melanjutkan tidur ini, karena menganggap apa yang telah gue dengar itu hanyalah sebuah bunyi biasa, hingga akhirnya disaat keterlelapan gue ini mulai
membawa gue masuk ke dalam buaian alam mimpi, tiba tiba saja terdengar suara pukulan yang cukup keras dari arah jendela kamar, dan bagi gue suara yang telah terdengar itu, kini telah mampu melenyapkan keinginan gue untuk melanjutkan tidur ini

“ suara apa tadi.....?”

tanya gue
dalam hati tanpa beranjak dari tempat tidur, tapi belum sempat gue mendapatkan jawaban atas pertanyaan gue itu, suara pukulan kembali terdengar, dan untuk kali ini, suara pukulan yang terdengar diiringi dengan suara gemirincing rantai, dan jika gue harus menggambarkannya dengan
kata kata bagaimana suara gemerincing itu terdengar, suara itu seperti mewakili dari keberadaan sebuah rantai yang ditarik secara perlahan dilantai, lalu dihempaskan dengan keras pada dinding kamar, entah siapa yang telah melakukan hal itu, tapi yang pasti, disaat kini gue
mendengar semuanya itu, gue memutuskan untuk beranjak dari tempat tidur guna memeriksa situasi di halaman rumah melalui jendela kamar

“ siapa diluar....!”

teriak gue seraya berharap teriakan yang gue lakukan ini, akan menakuti seseorang yang mungkin tengah berada di sekitar
area jendela kamar, dan kini disaat pergerakan tangan gue hendak membuka daun jendela kamar, gue kembali mendengar adanya suara geraman yang diiringi dengan terdengarnya kembali suara gemerincing rantai, tapi untuk kali ini gue seperti merasakan bahwa suara gemerincing rantai itu
terdengar menjauhi keberadaan dari jendela kamar, mendapati hal tersebut, diantara rasa penasaran gue atas sumber suara dari suara yang telah gue dengar itu, gue memutuskan untuk mendorong daun jendela kamar guna memperlihatkan situasi di halaman rumah

“ brengsekkk...jangan
main main sama gue, siapa sebenarnya yang ada diluar...”

maki gue diantara terbukanya daun jendela kamar yang kini memperlihatkan selimut kegelapan yang menyelimut halaman rumah, sejujurnya gue kini merasa lega karena saat ini gue tidak mendapati keberadaan seseorang yang
tengah bersembunyi di dalam kegelapan, tapi rasa lega yang gue rasakan ini sepertinya hanya berlangsung sesaat, kini diantara hembusan angin malam yang menghadirkan rasa dingin di tubuh gue ini, gue bisa mencium keberadaan dari aroma bau amis yang terbawa
oleh hembusan angin malam

“ sial..bau amis apa ini, sepertinya memang ada yang mau bermain main sama gue nih...”

gumam gue seraya menyembulkan kepala ini keluar dari jendela kamar, dan kini diantara pandangan mata gue yang mencari keberadaan seseorang yang mungkin ingin
mempermainkan gue malam ini, gue merasakan bau amis yang tercium oleh hidung gue ini kini telah berubah menjadi aroma yang berbau busuk, mendapati hal tersebut, gue memutuskan untuk segera menutup daun jendela kamar, tapi kini baru saja gue hendak menarik daun jendela kamar, gue
seperti melihat adanya sekelebat bayangan hitam yang bergerak diantara pepohonan besar yang berada di luar dari keberadaan pagar mess

“ apa itu....?”

tanya gue diantara kegelapan malam yang menyamarkan pandangan gue dalam memandang sosok bayangan hitam tersebut, hingga
akhirnya seiring dengan berhembusnya angin malam yang menggoyang dedaunan, gue melihat keberadaan dari bayangan hitam tersebut, tengah terduduk di sebuah cabang pohon yang berukuran cukup besar, dan kini ketika gue mencoba untuk memperhatikan bayangan hitam tersebut dengan lebih
seksama lagi, entah ini karena imajinasi gue yang sudah terlarut dalam ketegangan, gue melihat bayangan hitam tersebut secara perlahan mulai membentuk perwujudan seorang wanita dengan tubuh yang terbalut oleh kain putih, mendapati hal tersebut, kini diantara rasa ketidakpercayaan
gue atas apa yang telah gue lihat, sosok wanita itu nampak mengarahkan pandangannya ke arah gue, dan seiring dengan seringai yang terlihat di wajahnya, gw memutuskan untuk menarik daun jendela, lalu menguncinya

“ mampus gue...tadi itu sebenarnya apa....?”

tanya gue dalam hati
seraya mencoba untuk meredakan rasa keterkejutan gue ini, dan kini diantara keterdiaman gue dalam memikirkan atas apa yang telah gue lihat tadi, berbagai imajinasi menyeramkan yang berhubungan dengan hal yang kelenik kini mulai bermunculan di dalam pikiran gue ini

“ brengsek
...kenapa gue jadi berpikir seperti ini ya....masa iya gue harus takut dengan imajinasi gue sendiri....”

Selepas dari perkataan gue tersebut, gue mencoba untuk menyingkirkan semua imajinasi menyeramkan ini dari pikiran gue, hingga akhirnya disaat kini gue mulai bisa menanamkan
sebuah keyakinan bahwa apa yang telah gue lihat tadi hanyalah sebuah bentuk penampakan yang terbentuk dari imajinasi gue sendiri, gue memutuskan untuk kembali membuka jendela kamar, dan disaat itulah gue tidak lagi melihat keberadaan dari sosok wanita yang ada di cabang pohon
“ tolol...benar benar tolol gue, hampir aja gue jadi bagian dari orang orang yang berpikiran kelenik itu.... ”

ujar gue seraya menyulutkan sebatang rokok guna merayakan terhindarnya gue dari pemikiran kelenik

“ ahh lebih baik gue tidur lagi deh, nanti pagi kan gue harus
berangkat kerja...”

ujar gue seraya menutup jendela kamar, setelah terlebih dahulu membuang batangan rokok yang masih menyisakan setengah batang lagi, dan kini diantara keberadaan gue yang telah berada di atas tempat tidur, nampak terlihat jarum jam dinding telah menunjukan
pukul dua pagi, hingga akhirnya diantara keinginan gue untuk memejamkan mata ini, gue merasakan rasa mulas di perut ini, dan hal tersebut berimbas pada sulitnya gue untuk memejamkan mata ini

“ ya ampun ada ada aja deh, pakai acara mules lagi...”

gerutu gue seraya beranjak dari
tempat tidur, dan seiring dengan sebatang rokok yang telah kembali gue sulutkan, gue segera berjalan menuju ke kamar mandi guna memenuhi panggilan alam ini

Lama gue kini terdiam di dalam konsentrasi menuntaskan panggilan alam ini, diantara kepulan asap rokok yang keluar dari
mulut gue, pandangan gue kini menerawang ke beberapa sudut ruangan yang ada di dalam kamar mandi, hingga akhirnya diantara tingkat konsentrasi gue yang tinggi untuk mengakhiri panggilan alam ini, gue mendengar keberadaan seseorang yang memanggil nama gue, tapi entah dari mana,
mendapati hal tersebut, pandangan gue pun kini terarah pada pintu kamar mandi, karena firasat gue mengatakan, bahwa suara panggilan yang telah terdengar itu berasal dari seseorang yang berada di luar kamar mandi

“ siapa ya...?”

tanya gue dan berbalas dengan keheningan,
mendapati hal tersebut, gue memutuskan untuk berdiri, lalu berjalan menuju ke pintu kamar mandi, dan seiring dengan pintu kamar mandi yang telah terbuka, gue menyembulkan kepala gue ini keluar dari dalam kamar mandi, guna melihat keberadaan seseorang yang telah memanggil nama gue
“ kok enggak ada siapa siapa sih, perasaan tadi seperti ada seseorang yang memanggil nama gue....”

ujar gue dengan rasa bingung, begitu mendapati tidak adanya seseorang yang berada di luar kamar mandi

“ ahh sudahlah...mungkin gue yang telah salah dengar....”

ujar gue kembali
seraya hendak menutup pintu kamar mandi, tapi baru saja kini gue menggerakan tangan ini untuk menutup pintu kamar mandi, keberadaan suara panggilan tersebut kembali terdengar, dan untuk suara panggilan yang terdengar kali ini, gue merasakan suara panggilan tersebut begitu terasa
dekat, bahkan bisa gue katakan suara yang terdengar kali ini bersumber dari dalam kamar mandi

....zaaaaaa......

Diantara suara lirih yang kini terdengar memanggil nama gue, gue hanya bisa terdiam tanpa berkeinginan untuk menolehkan pandangan mata ini ke arah belakang, hal ini
gue lakukan, karena gue memang merasa yakin, bahwa tidak ada seorangpun yang berada di dalam kamar mandi selain diri gue sendiri, jadi sangatlah tidak mungkin jika kini ada seseorang yang memanggil nama gue dari arah dalam kamar mandi

“gue yakin...suara yang terdengar ini pasti
cuma imajinasi gue lagi...”

gumam gue seraya mencoba untuk menyingkirkan imajinasi negatif yang ada di dalam pikiran gue ini, hingga akhirnya disaat kini gue memutuskan untuk menolehkan pandangan mata ini ke arah bagian dalam dari kamar mandi, gue tidak mendapati keberadaan
seorang pun yang ada di belakang tubuh gue ini

“ ahh sialan...benar kan dugaan gue, kalau suara yang telah gue dengar tadi hanyalah imajinasi gue aja.....”

gumam gue dengan rasa bangga karena telah dapat membuktikan kebenaran dari dugaan gue ini, tapi sepertinya rasa bangga
gue atas kebenaran dari dugaaan gue ini tidaklah berlangsung lama, seiring dengan terdengarnya kembali suara panggilan yang memanggil nama gue, kini gue sangat merasa yakin kalau suara yang telah terdengar itu berasal dari arah bagian dalam sumur yang ada di dalam kamar mandi,
dan keyakinan gue itu kini semakin bertambah besar, begitu kini gue kembali mendengar suara panggilan itu memanggil nama gue yang disertai dengan suara gema yang terdengar dari dalam sumur, mendapati hal tersebut, tanpa berpikir panjang lagi, gue segera berlari keluar dari dalam
kamar mandi seraya berteriak histeris

“ draaa....!! tooooo....!!”

Diantara teriakan gue yang memanggil manggil nama indra dan minto, gue terus berlari menuju ke arah kamar indra, dan setibanya kini gue di depan kamar indra, dengan perasaan panik, gue segera mengetuk pintu
kamar indra berulang ulang kali, hingga akhirnya keberadaan indra dan minto kini terlihat seiring dengan pintu kamar yang telah terbuka

“ lu kenapa za....?”

tanya indra dengan menunjukan ekspresi kebingungannya

“ jangan diam aja lu za, ayo masuk...”

Selepas dari perkataan
minto tersebut, kini minto menarik tangan gue untuk masuk ke dalam kamar

“ hehh lu kenapa sih...lu habis lihat apa...?”

tanya minto dengan sedikit menunjukan rasa panik

“ ada, ada…ada suara…”

jawab gue dengan suara tergagap, dan kini begitu mendapati jawaban gue tersebut
, indra dan minto hanya bisa saling bertukar pandang dengan menunjukan ekspresi rasa takutnya

“ lu dengar suara dimana za, lantas suara apa yang telah lu dengar....?”

tanya indra tanpa bisa lagi untuk menyembunyikan ketakutannya

“ di kamarrr...di kamar mandi dra...di saat gue
lagi buang air besar....”

jawab gue diantara pergerakan dari nafas gue yang terlihat memburu, tapi kini seiring dengan jawaban yang terucap dari mulut gue tersebut, entah mengapa kini ekspresi ketakutan yang tergambar jelas di wajah indra dan minto, telah berganti dengan
ekspresi yang menunjukan bahwa indra dan minto tengah berusaha untuk menahan gelak tawanya

“ brengsek...kok kalian jadi malah ketawa sih....”

ujar gue dengan rasa gusar dan berbalas dengan gelak tawa indra dan minto

“ yaa lu kira kira aja za....takut sih takut, tapi enggak
harus...lu enggak pakai celana seperti itu juga kali.....”

ujar indra dalam gelak tawanya dan berbalas dengan gelak tawa minto

“ jangan jangan za....lu belum... ”

terlihat minto menutupi hidungnya dengan telapak tangan

“ jangan jangan apa....”

ucap gue seraya menutupi
bagian sensitif yang ada di tubuh gue ini

“ jangan jangan, lu belum sempat untuk cebok juga ya za...”

Mendapati perkataan minto tersebut, gue hanya bisa terdiam dalam rasa malu, dan kini begitu menyaksikan ekspresi ketololan yang saat ini tengah gue perlihatkan, indra dan
minto kembali bersahutan dalam gelak tawanya

“ udah dong to...dra...sekarang tolong temenin gue dong ke kamar mandi untuk cebok dan menyiram toilet...”

pinta gue seraya meminta sebuah celana pendek kepada indra guna menutupi bagian sensitif di tubuh gue ini

“ ogahhh za...gue
takut, lu minta tolong sama indra aja tuh...”

jawab minto sambil menunjuk kearah indra yang kini tengah menyerahkan celana pendek kepada gue, mendapati perkataan minto tersebut terlihat indra menggelengkan kepalanya

“ enak aja lu to pakai nyuruh nyuruh gue....ogahh...gue juga
takut za...”

“ ada apa ini bapak bapak...kok malam malam masih belum pada tidur...”

Seiring dengan suara teguran yang terdengar, terlihat kehadiran mas dikin yang sepertinya telah terbangun karena terusik oleh keributan yang kami buat ini, dan kini diantara rasa bingung yang
tengah di perlihatkan oleh mas dikin, nampak mas dikin mengarahkan pandangannya ke arah tangan gue yang tengah menutupi bagian sensitif gue dengan menggunakan celana pendek

“ lohh pak reza kenapa...?”

tanya mas dikin seraya mencoba untuk menahan tawanya

“ ahhh ceritanya nanti
aja mas dikin, yang penting sekarang, tolong ambilkan saya air yang ada di dalam kulkas....”

pinta gue kepada mas dikin dan berbalas dengan kebingungan mas dikin, sebenarnya niat awal gue adalah ingin meminta tolong kepada mas dikin untuk mengambilkan air yang ada di dalam
kamar mandi, tapi niat tersebut terpaksa gue urungkan begitu kini gue mengingat, kalau gue belum sempat untuk menyiram kotoran yang ada di dalam lubang toilet, dan kini diantara botol air dingin yang telah gue terima dari mas dikin, gue segera beranjak keluar dari dalam mess guna
membersihkan bagian tubuh gue yang kotor dan belum tersentuh oleh air bersih
Chapter 7
Dan kini setelah gue telah selesai membersihkan diri dan mengganti celana di dalam kamar, keinginan gue untuk beranjak keluar dari dalam kamar seperti terbentur oleh rasa malu gue terhadap indra dan minto, gue sangat merasa yakin kalau saat ini indra dan minto tengah
mentertawakan gue akibat dari peristiwa yang telah gue alami tadi, dan mungkin saat ini mereka tengah mengejek gue karena selama ini gue adalah sosok yang paling sering mencela indra dan minto disaat mereka tengah menghubung hubungkan sebuah kejadian aneh dengan pemikiran mereka
yang kelenik

“ masa iya sih, gue enggak bisa mendapatkan jawaban yang masuk akal dari kejadian yang gue alami tadi.....”

gumam gue seraya berpikir untuk mendapatkan jawaban yang masuk akal atas peristiwa yang telah gue alami tadi, hingga akhirnya diantara ketiadaan jawaban
yang ada di dalam pikiran gue ini, samar samar gue mendengar suara percakapan antara indra, minto dan mas dikin yang tengah membicarakan kejadian yang telah gue alami tadi, dan inti dari pembicaraan mereka itu adalah mereka percaya bahwa apa yang menimpa gue itu adalah akibat
dari perbuatan gue yang dengan secara sengaja menendang sesajen yang ada di dalam kamar minto

“ brengsek...gampang benar sih mereka menghubung hubungkan kejadian yang telah gue alami itu dengan sesajen yang telah gue tendang...”

maki gue dalam hati

“ ahh...gue enggak boleh
terpengaruh oleh pemikiran mereka itu, dan bisa jadi, apa yang telah gue alami dalam beberapa hari belakangan ini adalah ulah mereka juga, yang sebenarnya tengah berusaha untuk menanamkan keyakinannya kepada gue bahwa sesuatu yang ghaib itu memang ada di rumah ini, sedangkan
untuk kejadian yang baru saja gue alami, gue yakin...suatu saat nanti pasti gue akan mendapatkan jawaban yang masuk akal atas penyebab dari suara yang telah gue dengar itu....tapi....”

Untuk sesaat lamanya kini gue hanya bisa terdiam begitu mengingat kejadian yang mempertemukan
gue dengan seorang kakek tua aneh di dalam kereta, bagi gue kejadian itu sangatlah membekas di dalam ingatan gue ini, hal ini disebabkan perkataan dari kakek tua itu, sedikitnya telah mampu mengusik rasa keingintahuan gue akan maksud dari perkataan tanpa maknanya itu

“ kalau gue
harus mengingat kembali kejadian itu, rasanya enggak mungkin kalau semua kejadian aneh yang telah gue alami ini, adalah ulah dari indra, minto atau pun mungkin mas dikin…”

gumam gue seraya mencoba untuk mengingat ingat kembali akan perkataan kakek tua itu

“ harimau...yaa
harimau, kakek tua itu pernah mengatakan tentang seekor harimau, tapi apakah seekor harimau yang dikatakan kakek tua itu ada hubungannya dengan suara geraman yang telah gue dengar pada malam itu....lantas jika memang ada hubungannya, bagaimana mungkin seekor harimau itu bisa
ada disini....”

ujar gue seraya membayangkan akan keberadaan phisik dari seekor harimau, hingga akhirnya diantara ketidaksengajaan gue untuk menghubungkan perwujudan phisik dari seekor harimau itu dengan hal yang berbau kelenik, gue mendapati sebuah kesimpulan bahwa seekor
harimau yang dimaksud oleh kakek tua itu, bisa saja merupakan perlambangan dari sebuah benda yang menyimpan energi ghaib yang berbentuk seekor harimau

“ haahhh...apakah seekor harimau yang dimaksud oleh kakek tua itu ada hubungannya dengan kujang kecil yang telah gue temukan di
dalam tas…. ”

tanya gue dalam hati dan berbalas dengan kebingungan, dan kini diantara rasa bingung yang gue rasakan, gue segera mengambil kujang kecil tersebut

“ apa mungkin benda ini yang mewakili keberadaan harimau itu...?”

Dan kini diantara ketiadaan jawaban atas
pertanyaa gue tersebut, gue segera memaki pemikiran gue ini, karena telah melangkah begitu jauh ke dalam sebuah sistem pemikiran yang kelenik, hingga akhirnya setelah kini gue menyadari kekeliruan dari pola berpikir gue itu, gue mengambil sebuah kesimpulan yang masuk akal yaitu
bisa jadi bapak telah menyelipkan kujang kecil ini tanpa sepengetahuan gue, dengan maksud jika suatu saat gue kekurangan uang, gue bisa menjual kujang kecil ini dengan harga yang mahal, karena sudah menjadi rahasia umum di keluarga gue, kalau bapak adalah pengkoleksi dari benda
benda antik yang mempunyai harga pasaran yang tinggi

“ ahhh sudahlah...bisa sinting kalau gue harus memikirkan semuanya ini...”

gumam gue seraya meletakan kembali kujang kecil tersebut di bawah tumpukan baju yang ada di dalam lemari, dan kini setelah gue meletakan kujang kecil
tersebut, gue segera beranjak keluar dari dalam kamar, dan mendapati keberadaan indra, minto dan mas dikin, yang masih terlibat dalam pembicaraan di depan kamar indra

“ sudah jam tiga pagi...sebaiknya kita melanjutkan istirahat aja karena besok pagi kita harus bekerja lagi...”
ujar gue kepada indra, minto dan mas dikin, seraya memandang ke arah jam dinding yang telah menunjukan pukul tiga pagi, dan kini diantara keinginan gue yang ingin menuntaskan panggilan alam yang belum terselesaikan ini, sempat terlintas di dalam pikiran gue untuk meminta tolong
kepada indra, minto dan mas dikin, untuk mengantarkan gue ke kamar mandi, tapi begitu mengingat kembali atas rasa malu gue, jika mereka sampai mempunyai anggapan bahwa gue kini telah mengakui adanya hal yang ghaib di rumah ini, kini gue lebih memilih untuk melangkah seorang diri
menuju ke kamar mandi guna menghindari anggapan tersebut

“ mau kemana lu za...?”

tanya minto begitu melihat gue yang baru saja berjalan menuju ke arah kamar mandi

“ mau ke kamar mandi...masa iya gue mau ke mall...”

canda gue dengan santainya dan berbalas dengan saling
bertukar pandangnya indra, minto dan mas dikin

“ yakin lu za..?, perlu kami anterin apa enggak...?”

tanya minto kembali

“ enggaklah to, lagi pula apa yang telah gue alami tadi itu, hanyalah akibat dari pikiran gue yang tengah kosong aja....”

jawab gue seraya mengembangkan
senyum, mendapati bahwa kini indra, minto dan mas dikin hanya bisa terdiam begitu mendengar perkataan gue tersebut, gue segera melanjutkan langkah kaki gue yang terhenti ini menuju ke kamar mandi

“ jangan bodoh za...jangan bodoh...lu enggak boleh mempermalukan diri lu di
depan mereka...”

gumam gue diantara langkah kaki gue yang kini tengah melintasi sebuah lorong pendek menuju ke kamar mandi, dan kini seiring dengan pandangan mata gue yang menangkap keberadaan dari beberapa lukisan tua yang terpampang di dinding lorong, entah mengapa kini gue
merasa sedikit tidak nyaman begitu memandangi beberapa lukisan tua yang terkesan menyeramkan, dan diantara lukisan tua yang kini tengah gue pandangi, nampak terlihat keberadaan dari lukisan tua yang menggambarkan keberadaan dari sosok pria jawa dengan kumisnya yang lebat serta
sebuah belangkon yang menghiasi kepalanya, sedangkan dari cara berpakaian yang dikenakannya, sepertinya pria jawa itu adalah seseorang yang mempunyai status sosial yang terhormat

“ sumpah...kok perasaan gue jadi enggak enak begini ya...”

gumam gue seraya mengakhiri pandangan
gue terhadapa lukisan lukisan yang berada di dinding, dan kini setibanya gue di depan pintu kamar mandi, untuk sesaat gue kembali terpaku dengan pandangan memandang ke arah pintu kamar mandi, bayangan gue akan kejadian menyeramkan yang telah gue alami beberapa saat yang lalu,
kini seperti bermain main di dalam pikiran gue ini, hingga akhirnya diantara irama jantung gue yang berdetak kencang, gue memutuskan untuk membuka pintu kamar mandi

Dingin....yaa itulah rasa yang gue rasakan saat ini, begitu kini gue merasakan adanya angin dingin yang berhembus
dari arah dalam kamar mandi, dan kini diantara pandangan gue yang menatap ke arah dalam dari kamar mandi, nampak suasana terlihat begitu hening, bahkan gue kini bisa mendengar keberadaan dari bunyi tetesan air yang jatuh menyentuh air yang berada di dalam kolam penampungan,
mendapati hal tersebut, kini dengan sedikit keraguan yang mengganggu pemikiran gue ini, gue mulai berjalan secara perlahan memasuki kamar mandi

“ jangan takut za...apa yang telah lu alami tadi enggak akan terulang lagi...itu cuma imajinasi lu aja...”

gumam gue diantara upaya
gue untuk memompa rasa kepercayaan diri gue dalam berjalan memasuki kamar mandi, hingga akhirnya seiring dengan keyakinan gue yang mengatakan bahwa apa yang telah gue alami tadi hanyalan tipuan dari pikiran kosong gue saat itu, gue pun memutuskan untuk menuntaskan panggilan alam
yang belum terselesaikan dengan sempurna ini

Sombong, angkuh, dan terlalu percaya diri, sepertinya rasa itulah yang kini terbawa diantara langkah kaki gue yang telah berjalan keluar dari dalam kamar mandi, keinginan gue yang ingin membanggakan diri kepada indra, minto dan mas
dikin atas pembuktian gue yang telah berhasil membuktikan bahwa kejadian yang telah gue alami hanyalah sebuah imajinasi gue semata, kini telah membuat langkah kaki gue ini bergerak semakin cepat, hingga akhirnya disaat kini gue kembali melintasi lorong pendek untuk menuju ke
ruang tengah, langkah kaki gue kembali terhenti begitu melihat lukisan tua yang pada saat sebelumnya telah gue lihat

“ apa mungkin ya, sosok yang ada di dalam lukisan ini adalah sosok yang dulu menjadi pemilik dari mess ini.....”

ucap gue seraya memperhatikan lukisan tua
tersebut dengan lebih seksama lagi, hingga akhirnya disaat kini gue memperhatikan keberadaan dari kedua bola mata yang ada di wajah pria jawa tersebut, entah mengapa kini gue menemukan adanya keanehan pada kedua bola mata itu, dan keanehan yang telah gue temukan adalah kedua
bola mata yang ada di wajah pria itu seperti tengah terbelalak serta mengarahkan sorot matanya yang tajam ke arah wajah gue, mendapati hal tersebut, gue berusaha untuk menjauhi keberadaan dari lukisan tua itu, tapi kini disaat langkah gue telah surut ke belakang, gue seperti
mendengar adanya suara yang mengatakan sesuatu

...ini wilayah aku...jangan menantang aku...

Selepas dari gue mendengar suara tersebut, tiba tiba saja tubuh gue bergetar hebat, dan diantara rasa dingin yang kini mulai mendera tubuh gue, gue merasakan seperti ada sesuatu yang
menghimpit dada gue, hingga membuat gue merasa sulit untuk bernafas, dan disaat itulah gue benar benar berharap adanya sebuah pertolongan dari indra, minto dan mas dikin

“ tolong....tolongin gue...”

Hanya permintaan minta tolong itulah yang kini bisa terucap dari mulut gue,
hingga akhirnya, diantara kesulitan gue untuk bernafas, kesadaran gue kini berangsur mulai menurun, dan diantara rasa nanar yang gue rasakan pada pandangan mata ini, gue mendapati semuanya menjadi gelap dan hening

“ sukur, akhirnya lu sadar juga za....”

Sebuah perkataan yang
terlontar dari mulut indra, kini menyambut ketersadaran gue yang tengah terbaring di atas tempat tidur, dan kini diantara pandangan mata gue yang belum sepenuhnya terbebas dari rasa nanar, nampak terlihat keberadaan indra yang tengah mengarahkan pandangannya ke arah wajah gue
“ jam berapa ini dra, kok lu enggak kerja sih...?”

tanya gue yang berbalas dengan ekspresi kekhawatiran di wajah indra

“ hampir jam sepuluh pagi za...ohh iya, hari ini gue sama minto memutuskan untuk enggak kerja dulu, karena kami khawatir sama kondisi lu za.....”

Kini
begitu mendengar perkataan indra tersebut, gue segera mengarahkan pandangan mata ini guna mencari keberadaan minto di dalam kamar

“ mintonya kemana dra, kok enggak ada disini....?”

“ dia lagi tidur di ruang tengah za, katanya sih dia ngantuk berat karena kurang tidur...”
Selepas dari jawabannya tersebut, terlihat indra meninggalkan kamar, lalu kembali lagi dengan turut serta membawa segelas teh hangat dan piring kecil yang berisikan roti

“ makan dulu za, biar badan lu agak segeran...”

ucap indra seraya menarik sebuah bangku kecil lalu
mengambil posisi duduk di sisi gue

“ semalam itu gue pasti pingsan ya dra....seharusnya kalau gue pingsan lu tinggal kerja aja, nanti juga gue akan sadar sendiri, tapi sebelumnya terima kasih ya dra, karena udah nolongin gue...”

“ kalau lu cuma pingsan biasa sih, udah pasti
akan gue tinggalin za......tapi jujur aja, semalam itu lu benar benar membuat kami semua merasa khawatir...”

ujar indra, seraya mengeluarkan sebatang rokok, lalu menyulutkannya

“ khawatir....? memangnya gue kenapa dra...?”

“ sumpah...semalam itu lu benar benar nyeremin za,
disaat gue, minto dan mas dikin baru aja meletakan tubuh lu di atas tempat tidur, tiba tiba aja lu langsung berlaku aneh di atas tempat tidur....”

“ gue telah berlaku aneh bagaimana dra...?”

tanya gue dengan keingintahuan yang tinggi

“ kalau gue harus menggambarkannya za....
lu itu berlaku bagaikan seekor harimau, karena pada saat lu berlaku aneh itu, lu menggeram layaknya seekor harimau....intinya dari suara serta tingkah laku yang lu perlihatkan pada saat itu, semuanya itu mengarah pada tingkah laku seekor harimau....”

jawab indra dan berbalas
dengan keterkejutan gue, dan kini tidak berselang lama setelah jawaban yang terucap dari mulut indra tersebut, terlihat kehadiran mas dikin memasuki kamar

“ bagaimana mas dikin...?, kapan orang itu mau datang....?”

tanya indra kepada mas dikin

“ kata orangnya sih,
rencananya akan datang habis magrib pak...”

jawab mas dikin seraya mengarahkan pandangannya ke wajah gue

“ bagaimana pak reza...apa sudah enakan sekarang...?”

tanya mas dikin dan berbalas dengan senyum yang mengembang di wajah gue

“ saya enggak kenapa napa kok mas dikin...
ohh iya, memangnya mas dikin habis dari mana...?”

“ habis dari rumah orang pintar pak, tadi pak indra meminta saya untuk memanggil orang pintar datang ke mess ini....?”

jawab mas dikin dengan polosnya

“ hahh...orang pintar...orang pintar apaan....?”

“ orang pintar za...
orang yang mengerti dengan hal hal yang berbau ghaib, intinya kami meminta tolong kepada orang pintar tersebut untuk menetralisir unsur negatif yang ada di mess ini...”

“ aduhhh dra…”

“ diam lu za...! gue heran sama lu masih juga enggak ada kapok kapoknya...udah lah za
sebaiknya lu lihat aja dulu hasil apa yang akan kita dapati setelah orang pintar itu menetralisir mess ini, sedangkan mengenai lu percaya atau enggak dengan hal yang ghaib yang ada di mess ini, itu hak lu, tapi yang pasti jangan sampai kejadian yang seperti kemarin
itu terjadi lagi...”

ucap indra seraya mencoba untuk mengingatkan gue atas kejadian penendangan sesajen yang gue lakukan

“ baiklah dra, lagi pula gue juga ingin tau dengan apa yang akan dilakukan oleh orang pintar itu...”

Selepas dari perkataan gue tersebut, kumandang suara
azan kini terdengar dari kejauhan, mendapati hal itu, mas dikin mencoba untuk mengingatkan indra bahwa waktu sholat jum’at telah tiba, dan di saat mas dikin mencoba untuk mengingatkan indra akan sholat jum’at, terlihat minto telah terbangun dari tidurnya guna bersiap siap untuk
melaksanakan sholat jum’at

“ mas dikin sama pak minto aja deh sholat jum’atnya, kebetulan hari ini saya agak kurang enak badan, biar nanti saya sholat zuhur aja...”

ujar indra dan berbalas dengan kepergian mas dikin dan minto untuk melaksanakan sholat jum’at
Chapter 8
Selepas dari perginya mas dikin untuk melaksanakan sholat jum’at, gue kini lebih banyak terdiam di atas tempat tidur, dan diantara keterdiaman gue tersebut, nampak untuk sesekali indra melayangkan pandangannya ke wajah gue, sepertinya indra kini mulai merasa risih atas
keterdiaman gue ini

“ lu kok jadi diam aja za, lagi mikirin apa sih lu.....?”

tanya indra mencoba untuk membuka pembicaraan, mendapati pertanyaan indra tersebut, gue lebih memilih untuk diam, karena gue takut jika gue kembali terlibat pembicaraan dengan indra, maka gue akan
kembali membahas mengenai sosok orang pintar yang akan melakukan aktifitas keleniknya di mess ini

“ hehh za... di ajak ngomong kok malah diam aja...lu kenapa sih, apa lu kesal gara gara gue tegur tadi..?”

tanya indra diantara pergerakan tangannya yang mengguncang guncang tubuh
gue, dan kini entah ide iseng yang datang dari mana, tiba tiba saja timbul keinginan gue untuk mengerjai indra saat ini, diantara tatapan mata gue yang kini tengah memandang ke arah langit langit kamar, secara tiba tiba gue menoleh kearah indra seraya membelalakan mata ini, dan
seiring dengan suara geraman yang terucap dari mulut gue, terlihat indra menunjukan keterkejutannya, dan keterkejutannya tersebut kini telah berbuah hasil dengan terjatuhnya indra dari kursi yang tengah di dudukinya

“ ampun mbah…ampunnn....!”

ucap indra dengan rasa ketakutan
, dan kini diantara keberadaan indra yang telah terbangun dari posisinya terjatuh, indra segera berlari keluar dari dalam kamar seraya membanting pintu kamar, mendapati hal tersebut, kini gue hanya bisa menyikapi ketakutan indra tersebut dengan gelak tawa

“ draaa... gue cuma
bercanda dra...!!”

teriak gue masih dengan gelak tawa yang belum bisa untuk gue hentikan

“ udah dra...sini masuk lagi, sumpah tadi gue cuma bercanda...”

teriak gue kembali dan berbalas dengan keheningan, mendapati ketiadaan jawaban indra dalam merespon perkataan gue itu,
kini gue memilih untuk membiarkan indra yang saat ini mungkin tangah terlarut dalam rasa marahnya karena merasa telah di kerjai oleh gue

Hampir sepuluh menit lamanya gue terbaring di atas tempat tidur, ketiadaan indra yang tidak kunjung kembali ke dalam kamar, kini telah membuat
gue memutuskan untuk menyulutkan sebatang rokok lalu menikmatinya diantara hembusan angin pada jendela kamar

“ rupanya sholat jumat belum selesai....”

gumam gue diantara pandangan mata gue yang menatap keberadaan jalan setapak yang ada di depan mess, hingga akhirnya setelah
beberapa saat lamanya gue menikmati batangan rokok ini, keinginan gue untuk mencari keberadaan indra saat ini, telah membuat gue memutuskan untuk membuang batangan rokok yang kini hanya menyisakan puntung rokoknya

“ ahhh payah...gampang marah nih si indra...”

ujar gue seraya
beranjak keluar dari dalam kamar, dan setibanya gue kini di luar kamar, gue tidak mendapati keberadaan indra di ruang tengah, mendapati hal tersebut, gue memutuskan untuk berjalan ke arah kamar indra, guna memeriksa keberadaan indra di dalam kamarnya, tapi kini baru saja gue
membuka pintu kamar indra, kedatangan gue ini disambut oleh aroma wangi yang berasal dari bunga bunga yang biasa di pakai untuk prosesi sesajian

“ dasar manusia kuno, masih aja di pasang tuh sesajen....”

Selepas dari makian yang terucap di hati gue ini, pergerakan tangan gue
yang telah membuka pintu kamar, kini telah memperlihatkan keberadaan indra yang tengah terduduk di pinggir tempat tidur dengan posisi membelakangi pintu, mendapati hal tersebut, gue pun memutuskan untuk masuk ke dalam kamar

“ dra....”

tegur gue ketika berjalan memasuki kamar
dan berbalas dengan ketidakperdulian indra atas kehadiran gue ini, dan kini tanpa berpikir adanya sesuatu yang janggal pada diri indra, gue segera menghampiri indra, dan disaat itulah gue mendapati indra tengah terduduk dengan tatapan matanya yang kosong, keberadaan sesajen yang
berada tepat di bawah kakinya terlihat berantakan, dan sepertinya indra lah yang telah membuat sesajen itu menjadi berantakan, karena disaat ini gue melihat tangan indra tengah memegangi gelas kopi serta beberapa kelopak bunga yang seharusnya keberadaan benda benda tersebut ada
di dalam wadah sesajen

“ jangan bercanda lu dra, apa lu mau membalas candaan gue tadi......”

ujar gue dan kembali berbalas dengan keterdiaman indra

“ ya udah, kalau lu memang marah atas candaan gue tadi, gue minta maaf....”

Selepas dari perkataan yang terucap dari mulut gue
tersebut, kini gue mulai merasa tidak nyaman atas tingkah laku indra saat ini, karena disaat ini terlihat indra mengarahkan pandangannya ke wajah gue seraya memamerkan seringainya yang terlihat menakutkan

“ cukup dra...! oke lu menang....gue mengaku takut...”

ujar gue tanpa
bergeming dari posisi gue berdiri saat ini, tapi kini bukannya indra merespon perkataan gue itu dengan sebuah perkataan, terlihat indra kini memasukan kelopak bunga yang ada di dalam genggaman tangannya ke dalam mulut, lalu mengunyahnya, dan setelah indra melakukan hal tersebut,
indra pun kini terlihat meminum kopi yang ada ditangannya hingga habis tanpa tersisa, bahkan kini gue bisa melihat keberadaan dari ampas kopi yang mengotori mulut dan baju indra

“ mau lu apa sih dra..udah cukup, enggak lucu tau dra....”

teriak gue dengan penuh emosi, pada
awalnya gue sempat berpikir bahwa apa yang tengah dilakukan oleh indra saat ini adalah bagian dari skenarionya dalam usaha menakut nakuti gue, tapi setelah kini gue melihat indra menggigit pinggiran dari gelas kopi, gue tidak lagi menganggap bahwa ini adalah bagian dari skenario
indra dalam usaha menakut nakuti gue

“ ehhh gila....lu mau ngapain dra....!”

....trakkkk...

Seiring dengan terdengarnya suara yang berasal dari gelas yang berada di tangan indra, nampak terlihat keberadaan gelas tersebut telah terpecah di bagian pinggirnya, dengan menyisakan
pecahan gelas di mulut indra, dan kini diantara rasa ketidakpercayaan gue atas apa yang tengah gue lihat saat ini, terlihat indra memasukan pecahan gelas tersebut ke dalam mulutnya lalu mengunyahnya

“ apa apaan ini dra...lu udah gila ya...cukup dra...hentikann...!”

teriak gue
begitu melihat adanya darah segar yang mengalir keluar dari mulut indra

“ jangan menantang aku....ini wilayah aku...kekuasaan aku...dan seharusnya kamu itu tumbal....tumbal....!”

Terkejut, takut sekaligus khawatir...yaa itulah kombinasi kata yang tepat untuk menggambarkan
apa yang tengah gue rasakan saat ini, disaat kini indra mengeluarkan suara yang menyerupai suara dari seorang wanita, gue langsung mengambil kesimpulan bahwa saat ini indra tengah dalam pengaruh alam bawah sadarnya, jadi sangatlah mungkin jika indra bisa melakukan hal hal yang
seharusnya tidak bisa dilakukannya, mendapati hal tersebut, gue memutuskan untuk segera mengakhiri tingkah laku indra saat ini, walaupun kini gue harus mempertaruhkan keselamatan gue sendiri, karena gue sadar di saat indra di dalam pengaruh alam bawah sadarnya, bisa jadi kekuatan
indra akan lebih kuat dibanding indra dalam kondisi normal

“ ahh persetan...gue harus secepatnya mengakhiri ini semua...sebelum sesuatu yang buruk menimpa indra...”

gumam gue dalam hati seraya mengamati pergerakan indra dan berharap adanya celah yang bisa gue pergunakan untuk
mengakhiri semua kegilaan ini, hingga akhirnya disaat tatapan mata indra tengah terfokus untuk menggoreskan pecahan gelas pada kulitnya, gue memutuskan untuk menendang tangan indra, hingga membuat pecahan gelas yang ada di tangannya terlepas, mendapati hal tersebut, entah
keberanian yang datang dari mana, gue segera menerjang tubuh indra lalu mendekapnya, dan seperti apa yang telah gue perkirakan sebelumnya, kini indra mencoba untuk meronta dari dekapan gue dengan tenaganya yang besar, dan diantara pergelutan yang terjadi, indra berhasil
membanting tubuh gue ke lantai, lalu kembali menindih tubuh gue, dengan menempatkan jari jari tangannya pada leher gue

“ dra...sadar dra...sadar...”

ujar gue diantara kesulitan gue untuk bernafas akibat dari cengkraman jari jari indra di leher gue, tapi kini bukannya
memberikan respon yang baik atas perkataan gue tersebut, terlihat indra kini semakin tidak terkendali, dan hal ini diperlihatkannya dengan cara indra membenturkan kepala gue ini pada lantai kamar

“ ya tuhan tolong gue....”

Hanya kalimat harapan itulah yang kini bisa terucap
dari mulut gue seiring dengan pergerakan jari jemari tangan indra yang terasa semakin kuat dalam mencengkram leher gue ini, hingga akhirnya diantara kesadaran gue yang kini mulai menurun, gue mendapati keberadaan minto dan mas dikin yang berlari memasuki kamar, lalu memberikan
pertolongannya kepada gue

“ lepasin dra...lepasin...”

teriak minto seraya berusaha melepaskan cengkraman jari jemari indra pada leher gue

“ istigfar pak indra...tolong lepaskan pak reza...”

Selepas dari perkataan mas dikin tersebut, kini dengan sebuah usaha yang keras, minto
pun telah berhasil melepaskan cengkraman jari jemari indra pada leher gue, dan kini diantara pandangan mata gue yang masih terasa nanar, terlihat minto, indra dan mas dikin terlibat dalam pergelutan yang seru, hingga akhirnya minto dan mas dikin kini telah dapat mengatasi
perlawanan dari indra

“ mas dikin, tolong ambilkan kain itu, sebaiknya tangan indra ini kita ikat dulu....”

pinta minto seraya menunjuk sebuah kain sarung yang berada di atas tempat tidur, dan kini dengan nafas yang masih terlihat memburu, minto menduduki punggung indra seraya
menahan kedua tangan indra di belakang tubuhnya, dan seiring dengan kain sarung yang telah diserahkan oleh mas dikin, minto segera mengikat tangan indra dengan kain tersebut

“ lu enggak kenapa napa za....”

tanya minto dan berbalas dengan pergerakan mas dikin yang membantu gue
untuk bangkit dari posisi gue yang masih terbaring di lantai

“ sebenarnya apa yang telah terjadi za....?”

tanya minto kembali begitu melihat gue yang kini telah terduduk di lantai

“ gue enggak tau to...tapi sepertinya indra enggak sadar dengan apa yang
telah di lakukannya...”

“ ini namanya kesurupan pak reza...”

ujar mas dikin yang berusaha untuk mempertegas maksud dari perkataan gue yang mengatakan ketidaksadaran indra

“ terserah mas dikin mau mengatakannya apa...tapi yang pasti indra memang enggak sadar dalam
melakukan semuanya ini....”

“ ya udah kalau begitu pak min, saya akan memanggil dulu panggil pak haji yang biasa menangani hal seperti ini....”

ucap mas dikin, lalu berlari meninggalkan kamar
Chapter 9
Hampir kurang lebih setengah jam lamanya gue dan minto menanti kedatangan mas dikin di dalam kamar, hingga akhirnya diantara suara racauan yang terucap dari mulut indra, keberadaan mas dikin kini terlihat memasuki kamar dengan turut serta mengajak seorang lelaki yang sepertinya
telah berumur separuh baya, dan tanpa berbasa basi lagi, lelaki tersebut segera menghampiri indra, lalu meminta kepada minto agar membalikan tubuh indra, dan kini diantara tubuh indra yang telah dalam posisi terlentang, lelaki tersebut terlihat seperti merapalkan sesuatu di
mulutnya seraya meletakan telapak tangannya di dada indra, hingga akhirnya setelah beberapa saat melakukan hal itu, lelaki tersebut kini mulai menggeser keberadaan tangannya menuju ke kepala indra, layaknya seseorang yang tengah menarik sesuatu, dan seiring dengan tubuh indra
yang bergetar hebat, lelaki tersebut kembali menggerakan tangannya untuk menghempaskan sesuatu keluar dari tubuh indra

“ boleh saya minta air putih..”

pinta lelaki tersebut kepada mas dikin, mendapati permintaan itu, mas dikin segera keluar dari dalam kamar dan kembali lagi
dengan membawa segelas air putih di tangannya, dan kini diantara gelas air putih yang telah berada di tangan lelaki tersebut, nampak lelaki tersebut menjadikan air putih sebagai medium untuk doa yang tengah diucapkannya, dan seiring dengan doa yang telah selesai di ucapkannya,
lelaki tersebut kini meminumkan air putih yang ada di dalam gelas kepada indra, dan tidak berselang lama kemudian, kesadaran indra kini berangsur pulih

“ tolong bawa teman kamu ini ke ruang tamu, biar teman kamu ini mendapatkan udara segar...”

ucap lelaki tersebut dan berbalas
dengan pergerakan mas dikin yang mengajak indra ke ruang tamu

“ bagaimana keadaan indra pak...?”

tanya gue dengan rasa ingin tahu, tapi kini bukannya menjawab pertanyaan gue itu, lelaki tersebut nampak menyodorkan jabatan tangannya ke arah gue

“ haji mustofa...”

“ reza...”
ujar gue seraya menjabat tangan haji mustofa

“ keadaan indra, mudah mudahan akan semakin berangsur normal...”

ucap haji mustofa, seraya mengajak gue dan minto untuk menuju ke ruang tamu, dan kini setibanya kami di ruang tamu, terlihat keberadaan indra yang tengah terduduk di
kursi dengan menunjukan ekspresi wajah yang terlihat lelah

“ sebenarnya apa yang telah terjadi...?”

tanya haji mustofa mencoba mencari tahu akan latar belakang dari kejadian ini, hingga akhirnya setelah gue memberikan keterangan bahwa kejadian ini terjadi karena keisengan gue
yang telah menakut nakuti indra, haji mustofa mencoba untuk menjelaskan tentang apa yang sebenarnya telah dialami oleh indra, dan menurut gue penjelasan haji mustofa itu sangat terdengar tidak masuk akal, karena kini haji mustofa berusaha untuk menghubungkan apa yang telah di
alami oleh indra dengan sesuatu yang menjurus ke arah kelenik

“ maksud pak haji itu, indra telah dimasuki oleh setan...?”

tanya gue seraya mengembangkan senyum di wajah ini

“ apakah nak reza mempunyai argumen lain...?”

jawab haji mustofa dan balik bertanya, dan kini begitu
mendengar jawaban haji mustofa tersebut, gue kini bisa menilai bahwa haji mustofa adalah seseorang yang biasa menerima sebuah perbedaan sebagai suatu hal yang lumrah

“ dra…apakah lu marah sama gue setelah tadi gue kerjain...?”

tanya gue kepada indra guna memberikan gue
sebuah awal untuk mengutarakan argumentasi yang ada di kepala gue ini

“ kesal, ingin membalas, bahkan rasanya gue ingin memukul lu za.., sumpah...gue benar benar enggak terima dikerjain seperti itu....”

jawab indra seraya mengarahkan pandangannya ke wajah gue

“ tepat seperti
dugaan saya....”

ujar gue dan berbalas dengan kebingungan haji mustofa

“ maksud kamu dengan kata tepat itu apa....?”

“ di saat perasaan indra berada dalam puncak rasa kesalnya, alam bawah sadarnya mengambil alih fungsi otak normal indra, dan seperti apa yang telah kita
ketahui, bahwa alam bawah sadar manusia itu mempunyai kekuatan yang sangat besar....”

untuk sesaat gue kini menghentikan perkataan gue untuk menyulutkan sebatang rokok

“ jadi bisa dikatakan, alam bawah sadar manusia itu bisa membentuk, seseorang yang lemah menjadi kuat,
seseorang yang baik menjadi jahat, dan untuk kejadian yang berhubungan dengan indra, saya merasa kemarahan yang indra rasakan telah menjadi pemicu kehadiran dari alam bawah sadarnya, yang pada akhirnya alam bawah sadarnya itu menuntun indra untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya
tidak dia inginkan......”

“ memangnya gue telah melakukan apa za sama lu....?”

tanya indra yang sepertinya kesadarannya kini sudah berangsur normal

“ lu tadi mencengkram dan mencekik leher gue, bahkan lu bernafsu sekali untuk membenturkan kepala gue dilantai....”
jawab gue dan berbalas dengan ekspresi keterkejutan di wajah indra, dan kini setelah gue merasa sudah cukup dalam mengutarakan argumentasi gue itu, nampak haji mustofa mengembangkan senyum di wajahnya

“ semua yang kamu katakan itu benar, tapi kamu jangan lupa akan satu hal nak
reza....tuhan itu menciptakan jin dan manusia di dunia ini, dan di saat manusia sedang dalam keadaan rapuh serta berpikiran kosong, di saat itu lah setan mempunyai celah untuk masuk ke dalam tubuh manusia, guna mempengaruhi manusia dengan segala tipu dayanya yang jahat...”
ucap haji mustofa diantara pergerakan mas dikin yang tengah menghidangkan secangkir teh manis hangat untuk haji mustofa

“ andai kamu tadi terluka di saat menolong nak indra , saya percaya seratus persen, bahwa hal itu terjadi karena adanya pengaruh setan yang telah menguasai
pikiran nak indra atau dengan kata lain alam bawah sadar nak indra telah di pengaruhi oleh setan....dan pintu masuk yang telah dipergunakan oleh setan untuk mempengaruhi pikiran nak indra adalah melalui rasa kebencian yang ada di diri nak indra, jadi sekarang nak reza bisa
bayangkan bagaimana dasyatnya kombinasi antara sesuatu yang bersifat negatif di dalam diri kita dengan kekuatan jahat yang di miliki oleh setan....”

ucap haji mustofa kembali, dan berbalas dengan rasa kekaguman gue atas pola pemikiran haji mustofa, walaupun sebenarnya gue masih
menemukan unsur kelenik di perkataan haji mustofa tersebut

Dan kini setelah beberapa saat lamanya kami terlibat dalam perbincangan beberapa topik yang lain, haji mustofa pun berpamitan untuk pulang

“ jangan lupa nak reza, kamu harus percaya...hal yang ghoib itu memang ada dan
kita hidup berdampingan dengan mereka...”

ucap haji mustofa sebelum beranjak pergi

“ apakah itu orang pintarnya...?”

tanya gue kepada mas dikin yang terlihat tengah membersihkan luka ditangan indra

“ bukan pak....”

jawab mas dikin, sejujurnya saat ini gue berharap, mas
dikin akan menjawab bahwa memang haji mustofa lah yang dimaksud dengan orang pintar itu, tapi kini begitu mendengar jawaban mas dikin tersebut, gue jadi menduga kalau orang pintar yang dimaksudkan oleh indra dan mas dikin adalah seseorang yang berwajah seram, dengan burung gagak
dibahunya serta membawa tongkat yang berkepalakan tengkorak

Detik waktu yang terus berlalu, kini telah mengantarkan kami pada pergantian siang menjadi malam, diantara kumandang suara azan magrib yang tedengar, gue, indra dan minto kini memilih untuk menunggu kedatangan orang
pintar di teras depan, untuk sesekali diantara pergantian pandangan kami dalam menatap jalan yang ada di depan mess, terlihat kehadiran mas dikin yang membawa sebuah kantong pelastik hitam di tangannya

“ bawa apa itu mas....?”

tanya gue kepada mas dikin, tapi kini belum sempat
mas dikin menjawab pertanyaan gue tersebut, terlihat kehadiran seorang pria muda yang memasuki halaman mess, dari cara pakaian yang di kenakannya sepertinya pria muda tersebut adalah orang pintar yang memang telah kami nantikan kedatangannya di mess ini, diantara pergerakan
indra yang kini menyambut kedatangan orang pintar tersebut, gue hanya bisa terdiam seraya memperhatikan pakaian yang dikenakan oleh orang pintar tersebut

“ lu kenapa za....?”

tanya minto begitu melihat gue yang tengah asik memandangi orang pintar tersebut

“ benar benar dukun
banget to gayanya...”

jawab gue dan berbalas dengan permintaan minto agar gue tidak melanjutkan percakapan ini, dan kini setelah berbasa basi secukupnya, indra mengajak orang pintar tersebut untuk memasuki mess, dan setibanya kami di dalam mess, terlihat mas dikin menyerahkan
kantong pelastik hitam yang tadi dibawanya kepada orang pintar

“ ohhh rupanya ini persyaratan dari orang pintar itu...”

gumam gue kepada minto yang terlihat begitu tegang dalam menyaksikan ritual yang akan dilakukan oleh orang pintar

“ diam lu za.... kita lihat aja apa yang
nanti akan terjadi....”

ujar minto seraya menyikut lengan gue

“ dra....”

panggil gue kepada indra yang kini terlihat begitu serius dalam memperhatikan keberadaan dari orang pintar yang tengah mempersiapkan peralatan yang akan dipergunakannya dalam menjalani ritual
“ ssssttt, lu jangan mulai lagi deh za....”

ucap indra sambil mendelikan matanya

Selepas dari perkataan indra tersebut, keberadaan dari orang pintar yang telah selesai mempersiapkan peralatan ritualnya, kini terlihat mulai menyulutkan api pada pada kemenyan yang telah
diletakannya di dalam tungku, dan seiring dengan asap kemenyan yang mulai menebarkan aroma wanginya, nampak orang pintar tersebut mulai merapalkan sesuatu pada nampan bambu yang ada di hadapannya, yang mana di dalam nampan bambu tersebut, terlihat keberadaan dari beberapa kelopak
bunga, gelas yang berisikan kopi, sebatang lisong serta secangkir darah ayam

“ mau apa sebenarnya orang pintar ini....”

tanya gue dalam hati begitu melihat pergerakan tangan dari orang pintar yang mencabut sebilah keris dari pinggangnya, dan kini diantara sebilah keris yang
telah berada di dalam genggaman tangannya, nampak tangan orang pintar tersebut terlihat bergetar, dan entah mengapa seiring dengan getaran yang terlihat pada tangan orang pintar tersebut, gue bisa merasakan suhu udara di dalam mess ini menjadi dingin

“ wihh...kok jadi
dingin ya...?”

Dan kini diantara rasa dingin yang gue rasakan, nampak orang pintar tersebut meletakan keris yang ada di genggamannya tangannya di atas cangkir yang berisikan darah ayam, dan beberapa saat kemudian, keris yang ada di atas cangkir tersebut, tiba tiba saja
terpental dengan sendirinya, mendapati hal itu, gue kini hanya bisa terdiam dalam rasa tidak percaya atas apa yang telah gue lihat saat ini

“ lohh kok bisa sih...?”

tanya gue dan berbalas dengan pergerakan dari tatapan mata orang pintar yang mengisyaratkan agar gue tidak
berbicara, dan tidak berselang lama setelah isyarat yang diberikan oleh orang pintar tersebut, gue mendengar suara tawa wanita yang terdengar dari arah dapur, hingga akhirnya setelah orang pintar tersebut berbicara dengan sesuatu yang tidak bisa gue lihat keberadaanya, suara tawa
wanita yang tadi sempat terdengar, kini sudah tidak terdengar lagi

“ mereka sudah menerima permintaan maaf kita, dan berjanji untuk tidak mengganggu lagi...”
ucap orang pintar tersebut seraya mengakhiri ritualnya

“ lohh katanya mau diusir, kok ini malah diberi sesaji sih...”
tanya gue begitu orang pintar tersebut telah mengakhiri ritualnya

“ mereka ini penghuni lama mess ini, dan keberadaannya di mess ini sudah sangat kuat, jadi percuma kalau kita mengusirnya, karena mereka akan kembali lagi ke mess ini...”

jawab orang pintar tersebut seraya
menunjukan kesinisannya

“ kalau saya boleh tau, itu kamar siapa...?”

tanya orang pintar seraya menunjuk ke arah kamar yang gue tempati

“ kamar saya pak, memangnya ada apa....?”

“ kamu berguru...?”

tanyanya orang pintar itu kembali dan berbalas dengan kebingungan gue
untuk menjawabnya

“ apapun yang kamu bawa sebaiknya kamu singkirkan atau serahkan kepada saya agar tidak terjadi gesekan dengan kekuatan disini....”

“ maksud bapak tuh apa sih....?”

tanya gue yang kini merasa tidak senang atas ucapan dari orang pintar tersebut

“ kamu pasti
mengerti dengan apa yang saya maksud....”

Selepas dari perkataan orang pintar tersebut, sepertinya kini gue sudah bisa menangkap arah dari pembicaraannya, dan gue sangat yakin kalau arah dari pembicaraannya ini adalah kujang kecil yang gue miliki

“ dasar orang brengsek,
jangan pikir gue bego ya...”

gumam gue dalam hati, dan kini diantara keterdiaman gue di dalam menyikapi perkataan orang pintar tersebut, nampak terlihat kebingungan di wajah indra, minto dan mas dikin, dalam menyikapi pembicaraan antara gue dan orang pintar

“ kamu ini terlalu
enggak percaya dengan hal hal yang mistis....bahkan cenderung meremehkannya....”

ujar orang pintar tersebut seraya membereskan peralatan ritualnya, sejujurnya saat ini gue juga merasa bingung atas perkataan dari orang pintar tersebut, bagaimana mungkin orang pintar tersebut
bisa mengetahui akan keberadaan dari kujang kecil yang gue miliki

“ pejamkan mata kamu sekarang...”

pinta orang pintar tersebut kepada gue, dan kini begitu mendapati permintaan dari orang pintar tersebut, gue pun mempertanyakan alasan dari orang pintar tersebut, meminta gue
untuk memejamkan mata, hingga akhirnya setelah orang pintar tersebut menjelaskan akan maksud dari permintaannya itu, gue langsung menyetujuinya, karena orang pintar tersebut hanya ingin membuktikan bahwa sesuatu yang ghaib itu memang ada di mess ini

Dan kini diantara mata gue
yang telah terpejam, sepertinya orang pintar tersebut kini tengah merapalkan sesuatu di depan wajah gue, dan seiring dengan pegangan tangannya yang menyentuh bagian depan dari kepala gue, tiba tiba saja gue merasakan suasana menjadi hening, mendapati hal tersebut, gue memutuskan
untuk membuka pejaman mata ini dan mendapati bahwa kini gue memang telah berada seorang diri di dalam mess

“ loh...pada kemana mereka semua...?”

tanya gue dalam hati seraya mencari keberadaan dari indra, minto, mas dikin dan orang pintar, tapi kini seiring dengan langkah kaki
gue yang seperti terarah menuju ke kamar indra, gue memutuskan untuk berhenti sejenak di depan kamar indra, karena gue merasa ragu dengan arah dari langkah kaki gue ini yang seperti terasa di arahkan, tapi kini begitu gue mengingat kembali akan perkataan dari orang pintar yang
mengatakan bahwa dia ingin membuktikan kepada gue bahwa sesuatu yang ghaib itu memang ada di mess ini, rasa keingintahuan gue yang besar kini telah menuntun pergerakan tangan gue untuk membuka pintu kamar, hingga akhirnya disaat kini gue telah membuka pintu kamar indra, sesuatu
yang tidak pernah terpikirkan di dalam pikiran gue, kini nampak di hadapan gue...yaa saat ini gue melihat keberadaan dari sosok wanita tanpa kepala yang tengah duduk di atas lemari pakaian yang ada di kamar indra, gaun putih yang dikenakan oleh wanita tersebut terlihat lusuh dan
terjuntai panjang hingga menutupi bagian kakinya, tapi satu hal yang lebih menakutkan lagi dari sosok wanita itu adalah keberadaan tangannya yang nampak tengah memegangi bagian kepalanya yang terlepas, dan kini diiringi oleh lengkingan tawanya yang keras, nampak wanita tersebut
menjatuhkan kepala yang tengah di pegangnya di atas lantai, mendapati hal tersebut, tiba tiba saja gue merasakan tubuh gue ini menjadi lemas, dan tidak berselang lama setelah gue merasakan rasa lemas itu, gue merasakan semuanya kini menjadi gelap
Chapter 10
“ akhirnya lu sadar juga za…sukur…sukur…”

seiring dengan perkataanya tersebut, terlihat minto mengeluskan telapak tangannya di dada

“ bagaimana, apakah sudah puas sekarang...?”

tanya orang pintar tersebut seraya menunjukan ekspresi wajah kemenangannya, mendapati hal
tersebut, ingin rasanya gue bangkit dari posisi gue yang tengah terbaring saat ini dan meninju wajah dari orang pintar tersebut, tapi kini begitu mendapati kondisi tubuh gue yang masih terasa lemas, gue terpaksa mengurungkan keinginan gue itu

“ nanti beri dia minum dengan air
putih ini, biar tenaganya cepat pulih....”

ucap orang pintar tersebut seraya menjampi jampi air putih yang ada di tangannya lalu meniupkannya, dan kini setelah orang pintar tersebut terlibat pembicaraan dengan mas dikin, orang pintar tersebut berpamitan pulang

“ za, sebenarnya
lu tadi lihat apa sih ? kok lu jadi seperti orang linglung seperti ini...?”

tanya indra diantara pandangan mata gue yang tengah menatap kepergian orang pintar

“ sebaiknya lu minum ini dulu za, biar energi lu cepat pulih....”

ujar minto seraya mengarahkan gelas air putih
yang telah di jampi jampi oleh orang pintar ke mulut gue

“ kurang ajar...gue enggak mau to...!”

teriak gue seraya menepis tangan minto

“ apanya yang kurang ajar zaa..., lu jangan bergaya kesurupan lagi deh.... ”

ucap indra dengan menunjukan ekspresi kekesalannya dan
bersambut dengan gelak tawa minto

“ sialan to..dra.., tadi sepertinya gue habis di hipnotis sama orang pintar itu…kurang ajar tuh orang pintar...”

“ lu habis di hipnotis bagaimana za, sumpah gue enggak ngerti.....”

“ iya dra gue juga enggak ngerti....”

ujar minto seraya
mengarahkan pandangannya ke wajah gue

“ kalian itu pasti tadi melihat gue berjalan ke kamar indra layaknya mayat hidup, dan setelah itu gue jatuh pingsan...iya kan...”

ucap gue dengan penuh keyakinan

“ ahhh sok tau lu za....tadi itu lu enggak kemana mana....justru gue mau
nanya sama lu, lu itu sebenarnya habis lihat apa, karena tadi itu gue melihat, lu seperti orang hidup tapi tanpa jiwa, pandangan lu kosong, dan tiba tiba lu menjerit lalu pingsan....”

ujar minto seraya menggeleng gelengkan kepalanya, dan kini begitu mendapati perkataan minto
tersebut, gue hanya bisa terdiam dalam rasa bingung

“ ahhh gue enggak perduli sama keyakinan lu yang selalu beranggapan segala sesuatunya bisa dijelaskan dengan akal sehat, intinya gue hanya mau tanya, sebenarnya apa yang telah lu lihat za, disaat lu lagi enggak sadar tadi…?”
selepas dari perkataan indra tersebut, terlihat indra menepuk keningnya

“ seorang wanita dra…gue melihat seorang wanita ada di atas lemari baju yang ada di kamar lu, dengan kondisi kepalanya yang terputus...”

jawab gue untuk menepis rasa penasaran indra

“ apaaa…! ahh
sinting lu za, kalau tau begitu jawabannya, lebih baik gue enggak usah tau deh..”

ujar indra seraya menyesali pertanyaan yang telah di lontarkannya itu

“ udahlah, lebih baik kita tidur sekarang...sumpah...kepala gue jadi pusing gara gara orang pintar itu....”

ucap gue dan
berbalas dengan persetujuan indra dan minto

“ gue tidur dikamar lu za....”

selepas dari perkataan indra tersebut, terlihat indra mengambil tikar yang akan di pergunakannya untuk tidur lalu membawanya masuk ke kamar gue

“ lu bagaimana to....?”

tanya gue begitu melihat
minto yang nampak bingung dalam menyikapi keputusan yang telah di buat indra

“ ya udah lah za, gue tidur di kamar gue sendiri aja... kita ini orang beragama za..., kita harus berani….”

jawab minto dan berbalas dengan kekaguman gue atas keberanian yang di tunjukan oleh minto,
hingga akhirnya setelah kini gue melihat minto memasuki kamarnya, gue memutuskan untuk masuk ke dalam kamar, tapi kini baru saja gue dan indra berada kurang lebih dua puluh menit lamanya di dalam kamar, suara teriakan yang diiringi oleh suara ketukan tangan minto pada pintu kamar
telah membuat rasa kekaguman gue pada minto menjadi luntur

“ lu kenapa to...kok muka lu jadi pucat begitu.....?”

tanya gue begitu telah membuka pintu kamar dan mendapati minto yang tengah berdiri di depan pintu kamar, dan kini begitu mendapati pertanyaan gue tersebut, tanpa
menjawab apa pun, minto terlihat memasuki kamar gue

“ ehh lu kenapa to..kenapa jadi ikut tidur di sini juga sih....”

ujar indra yang kini merasa terganggu karena minto telah mengambil posisi tidur di tikar yang kini tengah di tempatinya

“ terkutuklah mess ini….!, coba aja
lu bayangin dra...za....tadi itu gue baru aja mau memejamkan mata dan hendak memeluk guling, tapi tiba tiba aja gue merasa tuh guling seperti menghembuskan nafas layaknya manusia...”

mendengar perkataan minto tersebut, gue dan indra kini meresponnya dengan gelak tawa
“ yang terkutuk itu bukan mess ini to, tapi..…”

diantara perkataanya yang kini terhenti, terlihat indra bergerak menaiki tempat tidur, mendapati hal tersebut, minto pun kini melakukan apa yang telah di lakukan oleh indra, dan hal tersebut kini berimbas pada sebuah kenyataan,
bahwa gue harus melaui malam yang panjang ini diantara suara dengkuran yang terdengar saling bersahutan dari mulut indra dan minto

Dua bulan sudah waktu berlalu dari kebersamaan kami dalam menghabiskan malam yang panjang itu, dan diantara rentang waktu dua bulan yang berjalan
itu, berbagai macam kejadian aneh sering kali terjadi dan hal tersebut berimbas buruk pada kinerja kerja kami terutama pada kinerja kerja minto dan indra

Sudah hampir beberapa kali gue mencoba untuk mencari informasi tentang masa lalu dari mess yang kami tinggali ini, dan
hasilnya gue hanya mendapatkan jawaban yang penuh dengan ketidak pastian, hingga akhirnya diantara rasa keberputus asaan gue terhadap kejadian aneh yang terus terjadi, sempat terlintas di dalam pikiran gue untuk berhenti dari pekerjaan ini, tapi rasa malu karena belum bisa
memberikan bukti keberhasilan gue kepada orang tua, telah membuat gue mengurungkan keinginan itu

“ mumet rasanya memikirkan semuanya itu...”

gumam gue di sela sela pekerjaan yang akan segera terselesaikan, dan kini diantara bunyi jarum jam yang memecah keheningan ruangan
kantor, yang mulai sepi dari aktifitas karyawan, terlihat waktu sudah menunjukan pukul tujuh malam

“ pasti indra, minto dan pak yanto lagi pada senang senang nih....”

ujar gue begitu mengingat kembali akan ajakan dari indra, minto dan pak yanto yang mengajak gue untuk
menghabiskan malam minggu ini di tempat hiburan malam, tapi tugas pekerjaan yang ada di hadapan gue ini, kini bagaikan sebuah dinding tebal yang menghalangi keinginan gue untuk merasakan hiruk pikuknya dunia hiburan malam

“ belum pulang pak..”

tegur seorang security kantor
memecah keheningan, mendapati teguran tersebut, tatapan mata gue kini segera berpaling dari layar handphone yang tengah gue pegang pada keberadaan security kantor yang tengah berdiri tidak jauh dari tempat gue berada

“ mungkin sebentar lagi pak, udah nanggung...”

jawab gue
seraya mengembangkan senyum, dan kini seiring dengan keberadaan security kantor yang telah beranjak pergi meninggalkan gue, gue kembali membaca isi sms yang dikirimkan oleh wulan beberapa hari yang lalu, dan isi dari sms tersebut mengabarkan sebuah kabar bahagia, tentang wulan
yang akan mengisi liburan kuliahnya dengan berkunjung ke mess perusahaan yang gue tinggali sekarang ini

“ sebaiknya gue minta tolong kepada pak imron untuk menjemput wulan ke stasiun....”

ujar gue seraya menuliskan sebuah pesan sms kepada pak imron, lalu mengirimkannya
“ waktunya pulang...”

ujar gue begitu telah menyelesaikan pekerjaan, dan kini diantara keterdiaman gue dalam menunggu angkot yang yang akan mengantarkan gue ke mess, entah ide yang datang dari mana, tiba tiba saja gue memutuskan untuk terlebih dahulu mampir ke rumah makan yang
dulu pernah gue singgahi bersama indra, minto dan pak yanto

“ ahhh...dari pada gue bengong sendirian di mess, minto dan indra pasti belum pulang, dan mas dikin juga belum tentu ada di mess.....”

ucap gue diantara pergerakan langkah kaki ini yang telah berjalan menuju ke rumah
makan, dan kini setibanya gue di rumah makan, nampak terlihat banyaknya pengunjung yang tengah menikmati santapan makan malam di rumah makan tersebut

“ gue heran...rumah makan ini kok enggak pernah sepi dari pengunjung ya, padahal menurut gue makanannya biasa aja, apa mungkin
orang makan disini karena hanya ingin melihat.....”

Diantara perkataan yang belum terselesaikan dari mulut gue tersebut, gue segera melangkah masuk ke dalam rumah makan, dan begitu kini gue melihat keberadaan sebuah kursi kosong yang berada tidak jauh dari tempat gue berdiri,
gue segera menempati kursi tersebut

“ mba hestinya di mana ya...?”

tanya gue dalam hati, seraya mengamati aktifitas dari pengunjung rumah makan, hingga akhirnya diantara ketidaksengajaan gue dalam menemui keberadaan hesti, nampak terlihat kehadiran hesti yang tengah berjalan
memasuki rumah makan, dari pesona lenggak lenggok tubuhnya serta senyuman yang menghiasi wajahnya, kini kehadiran hesti bagaikan sebuah medan magnet yang menarik pandangan dari pengunjung rumah makan yang hampir sebagian besarnya adalah pria

Sejujurnya tidak ada yang aneh, dari
apa yang telah gue lihat pada diri hesti saat ini, bahkan kesan jahat yang selama ini selalu di ceritakan oleh indra dan minto, sama sekali tidak terlihat pada diri hesti, justru yang gue lihat saat ini adalah pesona dari daya tarik hesti yang tengah diperlihatkannya melalui
balutan rok mini serta kaos putih ketat yang membungkus tubuhnya yang sintal, dan kini diantara tatapan mata gue yang tidak berkedip dalam memandang hesti, sepertinya hesti kini telah menyadari akan keberadaan gue yang tengah memperhatikannya, mendapati hal tersebut, hesti pun
kini terlihat berjalan menghampiri gue seraya melemparkan senyum manisnya ke beberapa pengunjung rumah makan

“ koq sendirian aja mas, mana yang lain...? ohh iya nama mas siapa ya, aku agak lupa...”

serangkaian pertanyaan yang terucap dari mulut hesti, kini mengantarkan
pergerakan tubuh hesti dalam mengambil posisi duduk di sisi gue

“ nama saya reza mba.....jangan dilupakan lagi ya namanya...”

jawab gue seraya menghirup aroma wangi dari tubuh hesti, dan kini diantara tatapan mata hesti yang memandangi wajah gue, gue segera menerangkan
tentang latar belakang, mengapa gue bisa berada seorang diri di rumah makan ini, dan kini begitu mendengar cerita gue tersebut, terlihat hesti mengembangkan senyum manisnya

“ kasihan...ya udah, malam ini biar aku yang menemani mas reza aja, itu juga kalau mas rezanya mau....”
ucap hesti dengan menunjukan kegenitannya

“ ohhh mau...mau......pasti saya mau lah mba, mana ada sih pria yang bisa menolak jika ditemani oleh mba hesti....”

“ loh...mas reza belum makan...kalau memang belum makan biar aku saja yang mengambilkannya....”

Selepas dari perkataan
hesti tersebut, terlihat hesti beranjak pergi untuk mengambilkan makanan, dan tidak berselang lama kemudian, hesti telah kembali lagi dengan turut serta membawa sebuah piring yang berisikan makanan, dan kini diantara gue yang tengah menikmati makan malam, hesti pun mulai
menceritakan tentang jati dirinya, mulai dari status hesti sebagai janda tanpa anak sampai dengan tentang ibunya yang sudah meninggal serta bapaknya yang pergi entah kemana
Dan kini diantara gue yang telah menyelesaikan makan malam, keakraban yang terjalin antara gue dan hesti seperti telah melebihi umur dari perkenalan kami yang baru beberapa bulan, bahkan bisa dikatakan pertemuan gue dengan hesti bisa di hitung dalam hitungan jari
“ setelah makan malam ini, rencana kamu mau kemana mas...”

Seiring dengan perkataan yang terucap dari mulut hesti, terlihat hesti melambaikan tangannya ke salah satu pelayan rumah makan guna membereskan piring makan yang kini telah kosong

“ belum tau mba hes, lagi pula saya
belum terlalu banyak tau tentang kota ini, jadi kemungkinannya saya mau langsung pulang ke mess aja....”

“ panggil aku hesti aja mas, enggak usah pakai mba, ohh..iya, bagaimana kalau aku temenin mas reza jalan, kebetulan aku lagi enggak punya rencana kemana mana malam ini....”
Dan kini bagaikan gayung bersambut, tanpa berpikir lagi, gue langsung menyetujui penawaran hesti tersebut

“ ya udah kalau begitu, biar saya bayar dulu makanannya....”

“ duhhh...sudah enggak usah bayar mas, pokoknya malam ini untuk mas reza gratis...”

Selepas dari perkataan
hesti tersebut, hesti kini mengajak gue untuk meninggalkan rumah makan, dan kini diantara tatapan mata dari beberapa pengunjung rumah makan yang sepertinya merasa iri dengan keberuntungan gue ini, gue dan hesti segera berjalan meninggalkan rumah makan

“ mau aku antarkan jalan
jalan kemana mas...?”

tanya hesti diantara pergerakannya yang tengah menyalakan sepeda motornya

“ terserah kamu aja hes, kan udah saya bilang, kalau saya masih belum begitu tahu tentang seluk beluk dari kota ini...”

Entah sudah berapa lama, gue dan hesti menikmati suasana
kota, dan kini diantara ketidaktahuan gue akan seluk beluk dari kota ini, hesti mengajak gue untuk mengunjungi beberapa sudut yang ada di dalam kota, sambil sesekali hesti mengajak gue untuk mampir ke beberapa warung makan yang menjajakan makanan kecil

“ jangan kaku gitu
duduknya mas, rileks aja, kalau mas tegang begitu, aku jadi enggak enak untuk mengendarai motornya....”

ujar hesti yang sepertinya kini sadar akan ketegangan yang gue rasakan, sejujurnya gue memang risih jika harus menaiki sepeda motor yang di kemudikan oleh seorang wanita,
karena biar bagaimanapun naluri gue sebagai lelaki akan tergoda akan keberadaan seorang wanita yang kini sangat berada dekat dengan tubuh gue ini

“ sory hes, aku enggak biasa di bonceng motor oleh wanita, apalagi wanita seperti kamu....” kilah gue dalam upaya menghilangkan
kecurigaan yang mungkin ada di pikiran hesti saat ini, tapi andai saja kini hesti mengetahui tentang apa yang ada di pikiran gue ini, mungkin hesti akan menurunkan gue di jalan dan meninggalkan gue sendiri tanpa tahu arah jalan pulang

“ dimana kamu tinggal mas, biar sekalian
aku antar pulang......”

“ loh masa kamu udah lupa sih hes...saya kan tinggal bersama indra dan minto di mess perusahaan itu.....”

“ ya ampunn...maaf mas, terkadang aku orangnya memang seperti itu, suka lupaan......”

ucap hesti seraya menjalankan sepeda motornya menuju ke mess
, dan kini diantara beberapa jalan yang telah di lewati hesti, sepertinya hesti memang sudah sangat mengetahui akan selak beluk jalan menuju ke mess, dan setibanya kini kami di mess, terlihat pintu mess masih dalam keadaan tertutup rapat, hal ini menandakan bahwa mas dikin, minto
dan indra masih berada diluar sana, mendapati hal tersebut, gue mempersilahkan hesti untuk masuk ke dalam mess dan duduk di ruang tamu

“ saya ganti baju dulu ya hes....”

ucap gue dan berbalas dengan anggukan kepala hesti, dan kini setelah beberapa saat gue menghilang di
dalam kamar untuk berganti baju, gue kembali lagi menemui hesti dengan terlebih dahulu membuatkan secangkir teh manis hangat untuk hesti

“ ayo di minum dulu hes, mumpung masih hangat air tehnya...”

“ iya mas, terima kasih....”

ujar hesti dan berbalas dengan pergerakan
pandangan gue yang mencuri pandang ke arah hesti, nampak terlihat hesti tengah duduk dengan menumpangkan kaki kanan pada lutut kirinya, dan dengan posisinya tersebut, kini hesti telah memperlihatkan keberadaan dari kakinya yang putih dan terlihat jenjang

“ mas, kamu kok enggak
bertanya bagaimana aku bisa mengetahui arah jalan ke mess ini.....?”

tanya hesti dan berbalas dengan kebingungan gue untuk menjawabnya

“ aku yakin, kamu pasti sudah tau mengenai kejadian yang pernah terjadi di rumah ini, lebih tepatnya kejadian yang pernah terjadi sebelum
kamu ada mess ini....”

seiring dengan perkataan yang terucap dari mulutnya kini hesti menggeser posisi duduknya mendekati gue

“ apa kamu percaya dengan semua kisah itu mas...,tentang aku yang jahat, aku yang menyebabkan kematian arda..dan masih banyak lagi,
apa kamu percaya....?”

“ enggak hes, saya enggak percaya dengan semua omongan itu...”

Entah mengapa kini gue merasa setiap perkataan yang terucap dari mulut hesti, bagaikan sebuah kata kata yang terucap dari mulut seorang pujangga, hingga akhirnya tanpa terasa, nafsu yang
telah gue pendam semenjak dari perjalanan tadi, kini sudah tidak bisa untuk terkontrol lagi

“ dikamar aja hes..”

ucap gue dengan nafas yang memburu, dan kini diantara pergerakan tangan gue yang telah membuka pintu kamar, nampak hesti terlihat ragu untuk memasuki kamar,
matanya terlihat memandang ke beberapa sudut yang ada di dalam kamar

“ sebaiknya di ruang tamu aja mas...”

ujar hesti dan berbalas dengan ketidakinginan gue untuk menanyakan alasan hesti yang tidak ingin untuk melakukan semuanya ini di kamar, dan kini diantara pergumulan
yang terjadi antara gue dan hesti, tiba tiba saja gue melihat adanya seseorang yang membuka pintu mess, dan selepas dari terbukanya pintu mess, terlihat kehadiran minto dan indra yang tengah terpaku di pintu mess dengan menunjukan ekspresi keterkejutannya, mendapati hal tersebut
, kini diantara rasa terkejut sekaligus bercampur dengan rasa malu, hesti terlihat langsung merapihkan pakaiannya dan beranjak pergi tanpa sempat mengambil pakaian dalamnya yang masih tercecer dilantai

“ hesss...!”

teriak gue seraya mencoba untuk menyusul keberadaan hesti
yang telah menaiki motornya, tapi belum sempat gue melangkah keluar dari dalam mess, kini indra dan minto telah menghalangi langkah gue, mendapati hal tersebut, kini gue hanya bisa menatap kepergian hesti yang menaiki sepeda motornya, menembus kegelapan malam

“ hehh...sadar lu
za..sadarrr....!, lu boleh main gila dengan wanita za...tapi bukan dengan wanita itu....”

hardik minto dengan nada emosi, mendapati hardikan minto tersebut, gue sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk melawan balik hardikan minto tersebut

“ kalau memang lu mau seperti
itu....lebih baik tadi lu ikut bersama kami, bukan malah mencobanya bersama hesti...”

ucap indra dengan lebih bijak, dan kini selepas dari perkataan indra tersebut, nampak minto menjulurkan tangannya untuk meminta maaf atas kekasarannya

“ maaf za, tadi gue lepas kendali....”
selepas dari perkataan minto tersebut, gue memutuskan untuk masuk ke dalam kamar dengan terlebih dahulu memungut pakaian dalam hesti yang ada di lantai

“ bodohhh lu za....apa sebenarnya yang telah gue lakukan...”

maki gue seraya menyesali dengan apa yang telah gue lakukan,
sejujurnya apa yang telah gue lakukan ini, sama sekali diluar kuasa gue untuk menolak semua pesona yang telah diperlihatkan oleh hesti

“ sebaiknya gue simpan dulu pakaian dalam hesti ini di bawah bantal...”

ujar gue seraya menaiki tempat tidur dan meletakan pakaian dalam
hesti di bawah bantal, dan kini diantara rasa penyesalan yang bermain main di dalam pikiran gue ini, gue memutuskan untuk memejamkan mata, guna melupakan semua kejadian yang telah terjadi itu

Keesokan paginya, gue terbangun diantara sinar matahari pagi yang menembus keberadaan
dari beberapa lubang ventilasi yang ada di dinding kamar, dan sepertinya malam tadi gue telah tertidur dengan sangat pulasnya, sampai sampai gue tidak mengalami gangguan seperti apa yang telah gue alami pada malam malam sebelumnya, dan kini diantara keinginan gue untuk beranjak
dari tempat tidur, gue seperti mendengar adanya percakapan yang terjadi di ruang tamu, entah siapa yang telah bertamu di hari yang masih sepagi ini

“ ahh lebih baik gue mandi dulu....”

ujar gue seraya mengambil handuk dan beranjak keluar dari dalam kamar

“ ehhh....itu pak
rezanya sudah bangun...”

diantara suara mas dikin yang kini terdengar, terlihat keberadaan mas dikin tengah berada di ruang tamu, bersama dengan seorang wanita

“ lohh...wulannn….?”

teriak gue dengan rasa tidak percaya begitu kini gue menyadari bahwa seorang wanita yang
tengah bersama mas dikin tersebut adalah wulan, mendapati hal tersebut, gue segera berlari menghampiri wulan lalu memeluknya, dan kini diantara pelukan hangat gue pada tubuh wulan, terlihat kehadiran indra dan minto di ruang tamu yang ikut menyambut kedatangan wulan
“ rencananya mau menginap dimana mba wulan selama liburan di sini....”

tanya indra, seraya menyuruh mas dikin untuk memasukan tas yang masih berada di teras mess

“ rencananya sih mau menginap di hotel mas.....”

jawab wulan dengan menunjukan ekspresi kelelahannya
“ sebaiknya mba wulan menginap di sini aja dulu, biar besok pagi, saya akan mencari hotel yang nyaman untuk di tinggali mba wulan selama ada di kota ini...”

saran mas dikin yang berbalas dengan pandangan wulan yang terarah ke wajah gue

“ sebaiknya sih memang begitu mba wulan,
ya hitung hitung kalian bisa terlebih dahulu melepas kangen di mess ini....”

ujar indra seraya melemparkan senyumnya ke arah gue, mendapati perkataan indra tersebut, gue kini terdiam sejenak guna mempertimbangkan semuanya itu, hingga akhir setelah melalui pertimbangan yang
matang, gue pun menyetujui usulan mas dikin tersebut

“ kamu kok udah tiba sepagi ini wul.....?, rencananya aku baru akan mencari hotel pagi ini....”

ucap gue yang masih merasa kaget dengan perubahan kedatangan dari kunjungan wulan ini

“ ada perubahan rencana keberangkatan
za...maaf yah aku memang sengaja untuk enggak memberitahu kamu..yaaa hitung hitung memberi kejutan sama kamu...”

seiring dengan perkataannya tersebut, terlihat wulan menunjukan ekspresi kegembiraannya atas perjumpaan ini

“ ya udah kalau begitu biar aku membereskan
kamar dulu....”

“ enggak usah za...biar aku aja, kamu sebaiknya mandi aja dulu, bau tauu badan kamu….”

canda wulan sambil meminta gue mengantarkannya ke kamar

Berantakan dan unik, itulah kalimat yang pertama yang keluar dari mulut wulan, ketika kini wulan telah memijakan
kakinya di dalam kamar

“ aku mandi dulu ya wul....”

ucap gue dan berbalas dengan anggukan kepala wulan, dan kini diantara langkah kaki gue yang berjalan keluar dari dalam kamar, terlihat wulan tengah asik dalam mengamati dekorasi yang ada di dalam kamar

Rasa dingin yang gue
rasakan diantara guyuran air telah menyentuh tubuh gue ini, kini telah memberikan gue sebuah rasa kesegaran untuk melalui hari yang bahagia ini, tapi baru saja kini gue merasakan semua kebahagiaan itu, tiba tiba saja diantara guyuran air yang gue lakukan pada kepala ini, gue
teringat akan suatu hal yang seharusnya tidak wulan ketahui, mendapati hal tersebut, gue memutuskan untuk segera mengenakan handuk lalu berlari menuju ke kamar tanpa menghiraukan lagi tubuh gue yang masih basah oleh keberadaan air, hingga akhirnya setibanya kini gue di dalam
kamar, gue tidak lagi mendapati keberadaan wulan di dalam kamar, yang gue dapati kini hanyalah keadaan kamar yang sudah tertata dengan rapih, mendapati hal tersebut, detak jantung gue langsung berdegup dengan kencang, dan seiring dengan pergerakan tangan gue yang menyingkap
keberadaan bantal yang berada di atas kasur, sepertinya degupan jantung gue ini kini terhenti dengan seketika, yaa...saat ini gue tidak lagi melihat keberadaan dari pakaian dalam hesti yang saat semalam tadi telah gue simpan di bawah bantal

“ matiii gue...”

gumam gue seraya
memikirkan alasan yang akan gue berikan kepada wulan, guna menutupi kekhilafan yang telah gue lakukan semalam
Diantara pakaian yang kini telah gue kenakan, gue memutuskan untuk menuju ke ruang tamu guna menjumpai wulan beserta dengan kemarahannya, dan setibanya gue di ruang tamu, terlihat keberadaan wulan yang tengah duduk di ruang tamu, ditemani oleh indra, minto dan mas dikin
“ wul....”

tegur gue dan berbalas dengan sikap dingin wulan, dan sepertinya dari sikap dingin yang kini tengah diperlihatkan oleh wulan, terlihat indra, minto dan mas dikin memilih untuk berpamitan pergi, karena mereka menyadari bahwa ada sesuatu yang kurang baik antara gue
dan wulan saat ini

“ za...sebaiknya kami cari makan dulu ya, biar nanti sekalian gue beliin makanan untuk kalian berdua...”

ucap indra seraya mengajak minto dan mas dikin untuk pergi meninggalkan mess, dan kini diantara langkah kaki indra, minto dan mas dikin yang telah
berjalan meninggalkan mess, gue dan wulan hanya bisa terdiam dalam kekakuan sikap

“ wul…”

Belum sempat gue melanjutkan perkataan gue yang sebenarnya ingin meminta maaf kepada wulan, terlihat wulan memberikan isyarat tangannya yang meminta agar gue tidak melanjutkan
perkataan gue itu

“ kamu sia sia kan hubungan kita ini za.. kamu sia sia kan kepercayaan yang telah aku berikan kepada kamu…”

Selepas dari perkataanya tersebut, wulan kini menyerahkan pakaian dalam hesti yang telah disimpannya di dalam tas kecilnya

“ maafkan aku wul...aku
benar benar khilaf...”

“ aku ingin pulang za, aku tidak bisa memaafkan kamu untuk kejadian yang seperti ini....”

ujar wulan dengan ekspresi kekecewaannya

“ aku ingin mengakhiri hubungan kita ini za....”

“ hahhh....maksud kamu apa wul....?”

“ kita putus za...”

ucap wulan
dengan penuh kepastian, mendapati hal tersebut, gue kini meminta kepada wulan untuk berpikir ulang atas perkataan yang telah diucapkannya itu, tapi sepertinya seiring dengan bujuk rayu yang gue lakukan, wulan tetap tidak bergeming dari keputusannya itu

Hancur...ya kata itulah
yang bisa menggambarkan perasaan hati gue saat ini, di saat kini gue harus memandangi kepergian wulan dalam rasa bersalah, dan kini diantara langkah kaki wulan yang telah berjalan jauh meninggalkan mess, gue hanya bisa terdiam diantara ketidakpercayaan gue atas apa yang telah
terjadi dan menimpa gue saat ini

“ sabar za, semua ini pasti ada hikmahnya...”

hibur indra dan minto sekembalinya mereka ke mess dan tidak mendapati keberadaan wulan di mess

“ gue ingin berhenti dra, to… gue menyerah ”

Selepas dari perkataan gue tersebut, terlihat
ekspresi ketidakpercayaan di wajah indra dan minto, karena mereka tidak menyangka kalau gue akan mengambil keputusan seperti itu

“ hahhh...lu yakin za...?”

ujar indra dan minto hampir berbarengan

“ iya dra...to..., tapi sebelum gue meninggalkan tempat terkutuk ini, gue
ingin terlebih dahulu mencari tau tentang latar belakang dari mess ini, dan juga latar belakang dari hesti yang selama ini kalian curigai itu....”

“ kalau memang itu udah menjadi keputusan lu za...gue ikut lu....., gue juga sebenarnya penasaran dengan apa yang sebenarnya telah
terjadi di mess ini....”

ujar indra dengan penuh keyakinan

“ yaa kalau begitu gue juga ikut lu za...”

ucap minto yang sepertinya tidak mau kalah oleh keberanian indra

“ tapi za, lu akan memulai semua pencarian latar belakang itu dari mana, karena setau gue, hanya mas dikin
dan mbah warsono lah yang tau banyak akan latar belakang dari mess ini....”

“ yaa kalau begitu, kita mulai menggali informasi dari mas dikin terlebih dahulu, karena mas dikin merupakan penghuni terlama di mess ini...”

Selepas dari perkataan gue tersebut, terlihat indra dan
minto memutuskan untuk memanggil mas dikin, guna menanyakan perihal tentang latar belakang dari mess yang kami tempati saat ini

“ duduk mas dikin, ada yang hendak saya tanyakan kepada mas dikin.....”

ucap gue sambil meminta mas dikin duduk

“ tanya apa toh pak....?”
“ coba mas dikin ceritakan kepada saya tentang latar belakang dari mess ini....”

Kini begitu mendapati pertanyaan gue tersebut, nampak mas dikin terdiam sejenak, dan sepertinya, diantara keterdiamannya itu, mas dikin tengah berusaha untuk mengingat ingat kembali, akan latar
belakang dari mess ini

“ sepertinya...saya udah agak lupa pak....”

jawab mas dikin setelah keterdiamannya itu

“ coba di ingat ingat kembali mas…. ”

ujar indra dengan ekspresi keseriusannya

“ sebenarnya saya ini pengurus mess dari generasi ke dua pak...”

“ lohh sebelum
mas dikin, memangnya siapa yang mengurus mess ini...?”

tanya gue berusaha untuk menggali keterangan dari mas dikin

“ sebelumnya yang mengurus mess ini adalah bapak saya pak....”

“ ohh bapaknya mas dikin, lantas bapaknya mas dikin sekarang ada dimana....?”

tanya gue kembali
“ sudah meninggal tiga tahun yang lalu pak...”

jawab mas dikin seraya menunjukan ekspresi wajah yang menggambarkan bahwa mas dikin saat ini tengah memikirkan sesuatu

“ tapi sebentar pak.... dulu itu bapak saya pernah bercerita, di saat proses pengembangan mess, dari mess yang
lama menjadi mess yang sekarang kita tempati ini, sempat beberapa kali terjadi peristiwa aneh yang mengganggu proses pengembangan mess ini....”

“ peristiwa aneh...maksud mas dikin dengan peristiwa aneh itu apa....?”

tanya gue seraya mengarahkan pandangan ini ke wajah mas dikin
“ di saat para pekerja melakukan penggalian pondasi, telah ditemukan beberapa kerangka manusia dan hewan disekitar lokasi penggalian...”

“ tolong dijelaskan lebih terperinci lagi mas dikin....”

ujar gue seraya menyulutkan sebatang rokok guna menghilangkan ketegangan yang
gue rasakan saat ini

“ di saat penggalian pondasi mess, para pekerja menemukan beberapa kerangka manusia, tapi diantara beberapa kerangka manusia yang telah ditemukan itu, ada dua kerangka manusia dewasa yang terlihat aneh, karena kedua kerangka itu ditemukan dalam kondisi tanpa
kepala....selain itu ditemukan juga keanehan yang lain pada kedua kerangka itu....”

“ keanehan bagaimana mas dikin....?”

tanya indra memotong perkataan mas dikin

“ satu kerangka ditemukan dalam posisi memegang cambuk, sedangkan satu kerangka yang lain ditemukan dalam posisi
terantai pada bagian kakinya, selain itu ditemukan juga keberadaan dari kerangka hewan, entah itu kerangka anjing atau kucing...”

Dan kini begitu gue mendengar jawaban mas dikin tersebut, gue hanya bisa mengkerutkan dahi seraya berpikir keanehan yang ditemukan pada kedua
kerangka tersebut

“ setelah penemuan itu, akhirnya para pekerja memutuskan untuk memindahkan kerangka kerangka itu, tapi di karenakan setelah proses pemindahan itu terjadi banyak kejadian aneh yang di alami oleh para pekerja, akhirnya atas saran dari seorang dukun, maka kerangka
kerangka itu kembali di kuburkan di mess ini, dan mengenai lokasi penguburan dari kerangka itu...saya kurang begitu tau....”

“ waduh...kacau nih...”

ucap minto dengan menunjukan ekspresi ketakutannya

“ sebenarnya ada seseorang yang lebih mengetahui tentang sejarah
dari mess ini....”

“ siapa mas....?”

tanya gue dan indra hampir berbarengan

“ mbah warsono, orang tua yang ahli kanuragan, dulu dia tinggal disekitar sini...tapi menurut informasi yang saya dapat, mbah warsono telah pindah dan tinggal di sekitar hutan be#i#i...”

“ sepertinya
itu target kita....”

Sebuah kalimat yang berisi keyakinan kini terucap dari mulut gue, dan entah mengapa kini gue merasa bahwa sosok mbah warsono adalah sosok yang bisa menyingkap semua tabir misteri yang menyelimuti mess ini

“ sepertinya sekarang lu udah mulai percaya
dengan hal hal yang lu bilang kelenik itu za....”

ujar indra seraya mengembangkan senyumnya

“ ahh enggak juga dra, tapi gue yakin....di saat nanti kita mencari tau akan latar belakang dari mess ini, kita akan menemukan jawaban yang masuk akal atas kejadian aneh yang terjadi
di mess ini...”

“ haishh mulai lagi deh lu za...”

ujar minto seraya menutupi wajahnya dengan telapak tangan

“ dan mengenai soal hesti....”

“ duhh za...lu jangan melangkah terlalu jauh deh dengan wanita itu, bisa mampus lu....”

ujar indra memotong perkataan gue
“ jujur aja, selama ini gue enggak begitu percaya dengan tuduhan kalian yang mengatakan bahwa hesti mempunyai ilmu pemikat...”

“ alasannya apa za lu bisa mengakatan hesti enggak mempunyai ilmu pemikat...”

“ ilmu pemikat yang kalian katakan itu lebih menjurus pada sesuatu
yang bersifat kelenik, kalau menurut gue, apa yang kalian bilang dengan ilmu pemikat itu tidak lebih dari pada kemampuan hesti dalam mengendalikan kekuatan alam bawah sadarnya, karena...menurut apa yang telah gue ketahui, alam bawah sadar kita itu mempunyai kekuatan yang besar
jika kita mampu untuk mengendalikannya, contohnya kita bisa memindahkan atau menggerakan suatu benda, memprediksi sesuatu, bahkan mungkin membuat seseorang jatuh hati terhadap kita atau dalam dunia keleniknya disebut dengan nama ilmu pemikat...”

jawab gue dan berbalas dengan
ekspresi kebingungan di wajah indra, minto serta mas dikin

“ sebenarnya ada sesuatu yang ingin gue buktikan kepada kalian, dan ini masih terhubung dengan sosok hesti...”

“ pembuktian apa za....?”

tanya indra yang sepertinya semakin bertambah bingung dengan semua
perkataan gue ini

“ sebentar…”

ujar gue seraya berjalan masuk ke dalam kamar, dan tidak berselang lama kemudian, gue kembali keluar dari dalam kamar dengan turut serta membawa kujang kecil

“ apa ini za....?”

tanya minto diantara pergerakan tangannya yang menerima
kujang kecil

“ wahh za, lu punya benda pusaka kok enggak bilang bilang sih....”

ucap indra penuh dengan kekaguman

“ sepertinya benda pusaka sakti ya pak, ohh mungkin benda ini yang waktu itu pernah dipinta oleh orang pintar itu...”

selepas dari perkataannya tersebut,
kini mas dikin ikut mengamati keberadaan kujang kecil yang ada di tangan minto
Chapter 13
“ ahhh...kalian ini terlalu melebih lebih kan, kalau menurut gue sih, kujang kecil ini hanyalah benda biasa, yang hanya mempunyai keunggulan dari segi keunikan serta nilai jualnya...”

Selepas dari perkataan gue tersebut, gue segera mengambil kujang kecil dari tangan minto,
lalu membungkusnya kembali dengan kain pembungkusnya

“ ngomong ngomong...apa lu pernah berguru za....?”

tanya indra yang sepertinya masih penasaran dengan kujang kecil tersebut

“ ahh..maksud lu apa sih dra...? gue tuh enggak pernah berguru dan bersentuhan dengan sesuatu yang
kelenik seperti itu...”

jawab gue seraya menunjukan ekspresi ketegasan

“ jadi lu tetap enggak percaya dengan hal yang mistis za....?”

tanya indra kembali dan berbalas dengan keterdiaman gue

“ entahlah dra, tapi sepertinya gue lebih memilih untuk tidak selalu menghubungkan
antara kejadian aneh yang terjadi dengan pemikiran yang kelenik...”

“ lantas apa yang mau lu buktikan dengan kujang kecil ini za, dan apa hubungannya dengan hesti...?”

tanya minto masih dalam ekspresi kebingungannya

“ sebenarnya banyak hal yang janggal yang telah gue temui
selama gue memegang kujang kecil ini, mulai dari pertemuan gue di kereta dengan kakek tua, suara geraman yang gue dengar di dalam kamar, omongan orang pintar yang mengatakan gue memiliki sebuah benda yang berbenturan dengan energi negatif di tempat ini, serta ekspresi ketakutan
hesti ketika hendak gue ajak masuk ke dalam kamar....dan semuanya itu kembali lagi merujuk pada perkataan kakek tua yang mengatakan bahwa ada seekor harimau yang selalu mendampingi gue.....”

“ hahhh harimau za...?”

“ iya to, harimau....dan mengenai hubungannya dengan hesti,
gue jadi bertanya tanya apakah memang sosok dari harimau itu yang telah membuat hesti enggak mau untuk masuk ke dalam kamar gue....dan hal itu lah yang akan gue buktikan kepada kalian.....”

“ lu mau membuktikannya bagaimana za....ehhh tapi sebentar....”

seiring dengan
terhentinya perkataan indra tersebut, sepertinya indra kini tengah memikirkan sesuatu, dan hal tersebut diperlihatkannya dengan banyaknya kerutan yang menghiasi kening indra

“ sepertinya kecurigaan lu tentang sosok harimau itu sangat masuk akal za....karena jujur aja gue juga
merasa heran dengan kamar lu itu, mengapa kamar yang seharusnya menjadi kamar terseram di mess ini, kini telah menjadi kamar yang teraman di mess ini...”

“ ohhh iya ya dra....”

gumam minto sambil menganggukan kepalanya

“ gue mempunyai pemikiran seperti ini dra, seharusnya apa
yang telah mereka lihat itu, kita juga bisa untuk melihatnya...karena mereka sama sama manusia seperti kita, lalu mengenai anggapan yang mengatakan bahwa kujang kecil ini mempunyai energi yang berbenturan dengan energi negatif yang ada di rumah ini...gue ingin membuktikannya
dengan cara mengundang keberadaan dari energi negatif itu sekaligus akan gue adu dengan energi yang ada di kujang kecil ini...andai nanti memang terbukti kujang kecil ini dapat menghadirkan seekor harimau yang akan berbenturan dengan energi negatif itu....maka saat itu juga gue
akan mengakui bahwa sesuatu yang berbau kelenik itu memang ada.....dan gue rencananya akan membuktikan semuanya itu malam ini... ”

“ wahh...benar benar sinting ide lu za......” ujar minto dengan menunjukan ekspresi keterkejutannya

“ ahhh...jangan gila lu za,
sumpah...gue takut ”

ucap indra yang sepertinya kini merasa khawatir dengan pembuktian yang akan gue lakukan

“ ahh gimana sih lu dra, tadi katanya lu mau ikut serta dengan rencana gue...”

“ ehh za...sialan lu... gue itu mau ikut untuk mencari latar belakang dari mess ini,
bukannya ikut nantangin macam itu....”

“ udah lah dra sebaiknya lu ikut aja, lagi pula jika lu takut atau enggak takut, hasilnya akan tetap sama, kejadian kejadian aneh itu akan tetap terjadi di mess ini...”

ujar minto dan berbalas dengan keraguan indra, hingga akhirnya
setelah indra berpikir cukup lama, indra memutuskan untuk ikut dalam pembuktian yang akan gue lakukan malam ini

“ mas dikin, diantara ruangan yang ada di mess ini, di bagian ruangan yang mana, mas dikin sering mengalami kejadian aneh, soalnya mas dikin kan yang paling lama
tinggal di mess ini....”

tanya gue kepada mas dikin

“ di ruangan dapur dan kamar mandi, tapi di ruangan dapur saya lebih sering mengalami kejadian aneh, karena di situlah yang menjadi tempat ditemukannya keberadaan kerangka di mess ini....”

jawab mas dikin dan berbalas
dengan anggukan kepala gue, minto dan indra

“ baiklah za, semua rencana sudah siap, sebaiknya gue dan minto mencari hiburan dulu di luar, sebelum nanti malam gue harus stress nemenin lu...”

ucap indra seraya menarik tangan minto untuk pergi, mendapati hal tersebut, kini
terlihat minto mencoba untuk mengajak mas dikin pergi

“ sebaiknya saya dirumah aja pak, nemenin pak reza...”

tolak mas dikin

“ ya sudah kalau begitu, gue juga mau tidur dulu, semoga nanti malam semuanya akan berjalan lancar...”

ujar gue sambil melangkahkan kaki menuju
ke kamar tidur

Lama gue kini tertidur diantara bayangan wulan yang telah pergi dengan turut serta membawa kemarahannya, hingga akhirnya diantara pergerakan gue yang menggeliatkan tubuh ini, gue mendengar keberadaan suara mas dikin yang diiringi dengan suara ketukan tangannya
pada pintu kamar

“ bangun pak reza…bangun....”

diantara pejaman mata gue yang kini telah terbuka, terlihat keberadaan dari jam dinding yang telah menunjukan pukul delapan malam, hal ini menunjukan, bahwa hari ini gue telah tertidur sangat lama sekali, bahkan sampai sampai
gue tidak menyadari kalau hari telah beranjak malam

“ oalahhh pak reza...maaf ya kalau tadi saya bangunin, soalnya saya agak khawatir melihat pak reza yang tidurnya lama sekali....”

tegur mas dikin begitu melihat kehadiran gue di dapur, dan selepas dari perkataannya tersebut,
terlihat mas dikin sepertinya baru saja menyelesaikan kegiatannya dalam menyiapkan makan malam

“ indra dan minto mana mas...?”

tanya gue dan berbalas dengan jawaban mas dikin yang mengatakan bahwa indra dan minto belum pulang ke rumah sampai dengan saat ini

“ ya udah, kalau
begitu nanti mas dikin temenin saya makan malam ya...”

Selepas dari perkataan gue tersebut, gue segera berjalan menuju ke kamar mandi untuk buang air kecil, hingga akhirnya setelah gue kini kembali ke ruang makan, gue mendapati mas dikin yang tengah duduk di meja makan, dan
kini diantara piring yang telah di sajikan oleh mas dikin di meja makan, gue segera duduk dan menyendokan nasi ke piring makan

“ pak reza jadi, ingin membuktikan apa yang direncanakan tadi siang....”

tanya mas dikin tanpa sekalipun tatapannya memandang ke wajah gue, dan
sepertinya mas dikin kini tengah asik dalam memainkan sendok nasi yang ada di tangan kanannya

“ kenapa mas...? apa mas dikin takut, lagi pula enggak perlu ada yang di takutin mas, percaya dah...semuanya pasti akan berjalan dengan lancar.....”

jawab gue mencoba menanamkan
keberanian kepada mas dikin

“ saya enggak takut pak....”

seiring dengan perkataan mas dikin tersebut, entah mengapa kini gue merasakan adanya aroma bau bangkai yang tercium begitu menyengat di ruang makan ini, mendapati hal tersebut, gue kini memilih untuk menghentikan makan
malam ini, karena gue merasa selera makan gue kini telah hilang bersamaan dengan munculnya aroma bau bangkai tersebut, tapi sepertinya, apa yang tengah gue rasakan saat ini, tidaklah berlaku bagi mas dikin, karena saat ini mas dikin terlihat masih asik dalam memainkan sendok
makan yang ada di tangannya

“ aneh banget sih nih orang...bau bangkai seperti ini tapi terlihat biasa aja....”

gumam gue dalam hati seraya memperhatikan mas dikin yang sampai dengan detik ini, belum juga mengarahkan pandangannya ke wajah gue

“ ini bau bangkai apa sih....besok
tolong di cari sumber dari bau ini ya mas, kalau memang enggak ketemu, sebaiknya mas dikin membeli pengharum ruangan aja....”

pinta gue kepada mas dikin dan berbalas dengan anggukan kepala mas dikin

“ dan jangan lupa juga mas, untuk mengganti lampu ruang makan ini dengan yang
baru, soalnya lampunya udah redup banget.....”

“ biarkan saja pak, jangan diganti...”

ujar mas dikin dan berbalas dengan rasa dongkol gue karena mas dikin kini telah menolak permintaan gue yang sesederhana itu

“ lohh kok jangan di ganti mas...memang mas dikin enggak lihat
kalau lampu itu udah redup, pokoknya saya enggak mau tau, besok lampu itu sudah harus digan.....”

belum sempat gue meneruskan perkataan gue tersebut, tiba tiba saja bola lampu yang ada di ruang makan ini, seperti mengeluarkan pijaran api, lalu mendadak padam, mendapati hal
tersebut, kini diantara rasa keterkejutan gue atas apa yang baru saja gue lihat, nampak bola lampu tersebut kembali menyala

“ saya enggak takut pak..”

ujar mas dikin dengan suaranya yang pelan dan lirih

“ apa apaan sih mas....”

tegur gue kepada mas dikin, karena melihat
adanya keanehan pada cara bicara mas dikin

“ saya enggak takut pak…”

ujar mas dikin kembali dengan suaranya yang pelan dan lirih, tapi untuk kali ini, diantara suara mas dikin yang terdengar, nampak keberadaan tangan mas dikin yang semula tengah asik memainkan sendok di
tangannya, kini perlahan mulai bergerak ke arah kepalanya, dan seperti layaknya seseorang yang tengah merapihkan rambut, mas dikin terlihat mulai mengeluskan telapak tangannya pada rambutnya, dan diantara jari jemari mas dikin yang masuk ke dalam sela rambut, bisa gue lihat
keberadaan dari beberapa helai rambut yang terbawa oleh jari jemari tangannya itu

“ ya tuhan....”

gumam gue yang merasa tidak percaya dengan apa yang tengah gue lihat saat ini, dan kini diantara rasa keterkejutan gue yang telah bercampur dengan rasa takut, terlihat mas dikin
kembali mengulangi apa yang telah di lakukannya itu, hingga akhirnya diantara keberadaan jari jemari tangan mas dikin yang kembali melepaskan beberapa helai rambut dari kulit kepalanya, gue kini bisa melihat keberadaan luka yang ada di kulit kepala mas dikin akibat dari
tertariknya rambut oleh jari jemari tangannya

“ saya enggak takut pak....”

Dan kini selepas mas dikin mengucapkan perkataannya tersebut, terlihat mas dikin mulai mengangkat wajahnya ke arah wajah gue, dan di saat itulah gue mendapati bahwa wajah yang tengah gue pandangi
saat ini bukanlah wajah mas dikin, kerena wajah tersebut terlihat begitu tua dengan kerutan kasar yang menghiasi kulit wajahnya

“ ini enggak nyata…gue yakin ini semua enggak nyata....”

ujar gue diantara rasa takut yang kini mulai menguasai pikiran gue, hingga akhirnya
disaat gue kini mulai merasakan bahwa gue akan terjebak dalam situasi yang tidak pasti ini, gue memutuskan untuk meninggalkan lelaki tua tersebut dengan cara berlari menuju ke pintu mess
Chapter 14
Diantara langkah kaki gue yang kini tengah berlari menuju ke pintu mess, gue merasakan, langkah kaki gue ini terasa semakin berat, dan kini disaat gue merasakan hal itu, gue mendengar adanya suara mas dikin yang memanggil nama gue dari arah belakang, begitu mendapati hal
tersebut, gue berusaha untuk mempercepat langkah kaki ini menuju ke arah pintu mess, dan apa yang telah gue lakukan ini, kini telah berbuah hasil dengan terdengarnya suara langkah kaki yang terdengar semakin mendekati keberadaan gue saat ini, hingga akhirnya disaat kini gue
merasa, bahwa langkah kaki yang gue dengar itu telah berada tepat di belakang tubuh gue, gue merasakan adanya cengraman tangan seseorang yang menyentuh bahu gue ini, mendapati hal tersebut, kini diantara rasa keingintahuan gue atas siapa yang telah meletakan cengkraman tangannya
di bahu gue ini, gue memberanikan diri untuk menoleh ke arah belakang, dan disaat itulah gue melihat keberadaan mas dikin yang tengah berada tepat di belakang tubuh gue, dengan menunjukan ekspresi kepanikan dan ketakutannya

“ sadar pak reza…sadarrr...”

ucap mas dikin dengan
suaranya yang lantang, mendapati hal tersebut, kini muncul keraguan di hati gue atas sosok mas dikin yang ada di belakang tubuh gue ini, hingga akhirnya diantara ketiadaan pilihan gue selain menghadapi semuanya itu, gue memutuskan untuk membalikan tubuh ini guna melihat
keberadaan mas dikin secara lebih jelas lagi, dan kini seiring dengan tatapan mata gue yang telah memandang ke arah wajah mas dikin, nampak mas dikin merasa agak risih atas pandangan gue itu

“ mas dikin...?”

tegur gue dalam benak tanya atas sosok mas dikin yang ada di
hadapan gue ini

“ aduhh pak reza kenapa sih...iya pak...saya dikin....”

“ kalau kamu memang mas dikin, lantas yang di ruang makan tadi itu siapa...?”

tanya gue yang berbalas dengan ekspresi ketakutan mas dikin

“ wahhh kalau tau bakal seperti ini, lebih baik tadi saya ikut
dengan pak minto dan pak indra deh, pak reza benar benar membuat saya sport jantung....”

ujar mas dikin seraya menggeleng gelengkan kepalanya

“ lohhh kok jadi mas dikin yang sport jantung, seharusnya saya mas yang sport jantung...karena tadi itu saya melihat mas dikin telah
berubah menjadi sosok orang lain....”

“ ahh masa sih pak seperti itu kejadiannya, justru pak reza yang tadi itu aneh....”

“ hahh saya aneh....maksud mas dikin apa...?”

tanya gue yang merasa bingung atas perkataan mas dikin tersebut

“ tadi itu pak, setelah pak reza meminta
saya untuk menemani makan malam, akhirnya saya menemani pak reza untuk makan malam, tapi di saat kita tengah makan malam, tiba tiba aja pak reza berbicara sendiri tanpa memperdulikan keberadaan saya disitu, sumpah pak di saat itu saya benar benar takut melihat pak reza
seperti itu......”

“ wahh....ini benar benar aneh...”

gumam gue diantara ketiadaan jawaban yang masuk akal atas kejadian yang baru saja terjadi

“ kalau boleh saya kasih saran pak..sebaiknya rencana pak reza yang tadi siang itu di batalkan aja, karena perasaan saya
enggak enak pak....”

ujar mas dikin dengan menunjukan ekspresi keseriusannya

“ ahhh itu sih cuma perasaan mas dikin aja yang penakut....”

ucap gue seraya mencoba untuk mengendus keberadaan aroma bau busuk yang kini telah tercium oleh hidung gue

“ bau bangkai...pasti tadi
mas dikin sudah mencium bau ini juga kan di ruang makan...?”

“ iya pak....ini bau yang sama dengan bau yang ada di ruang makan...”

Selepas dari perkataannya tersebut, mulut mas dikin kini terlihat seperti tengah membaca sesuatu, dan kini diantara pandangan mata gue yang
menatap ke arah ruang makan, entah mengapa kini gue merasakan suhu udara di ruang tamu telah berubah menjadi dingin

“ pak....?”

gumam mas dikin yang sepertinya merasakan apa yang kini tengah gue rasakan, tapi kini belum sempat gue memberikan komentar atas perubahan suhu
udara di ruang tamu ini, telinga gue seperti mendengar adanya suara benda yang di hempaskan ke lantai, mendapati hal tersebut, gue dan mas dikin kini hanya bisa terdiam dalam rasa bingung

“ suara apa itu mas...?”

“ saya enggak tau pak...tapi sepertinya suara itu
terdengar dari...”

seiring dengan terhentinya perkataan mas dikin, nampak mas dikin memberikan isyarat mata yang mewakili perkataannya bahwa suara yang telah terdengar itu berasal dari teras depan, mendapati apa yang di lakukan oleh mas dikin tersebut, gue segera memberikan
isyarat balik yang mengisyaratkan agar mas dikin mencari tau tentang benda apa yang yang telah di hempaskan ke lantai, dan kini dengan sangat perlahan, nampak mas dikin menyingkap gorden jendela guna melihat situasi di teras depan

“ ada apa mas...?”

tanya gue kepada mas dikin
yang tengah mengarahkan pandangannya ke teras depan

“ enggak ada apa apa pak...”

seiring dengan jawaban mas dikin tersebut, gue memutuskan untuk ikut mengintip bersama mas dikin, dan kini seiring dengan pandangan gue yang telah menatap ke arah teras depan, kini gue hanya bisa
mendapati kesunyian yang terbungkus dalam gelapnya malam

Dan kini setelah gue tidak mendapati adanya keanehan di teras depan, gue dan mas dikin memutuskan untuk menanti kehadiran minto dan indra di ruang tamu, untuk sesekali nampak pandangan mas dikin terarah ke jam dinding
“ sudah jam sepuluh malam pak...kok pak indra dan pak minto belum pulang juga ya....?”

“ yah mas dikin seperti enggak mengenal pak indra dan pak minto aja, kalau sudah sampai lama seperti ini berarti pak indra dan pak minto, perginya bersama dengan pak yanto....”

ujar gue dan
berbalas dengan ekspresi kegelisahan di wajah mas dikin

“ pak reza, kenapa bapak enggak minta pindah ke rumah kontrakan aja sama pihak kantor ? jujur aja pak, semakin lama, saya juga jadi semakin enggak betah tinggal di mess ini, setiap hari bawaannya jadi takut aja....”
Selepas dari perkataan mas dikin tersebut, kini mas dikin mulai menceritakan tentang kebiasaannya yang selalu keluar dari mess di saat kami bekerja, dan terkadang di saat malam tiba, mas dikin sering beralasan ingin berpartisipasi untuk menjaga keamanan kampung padahal hal
tersebut dilakukannya semata mata hanya untuk menghindari keberadaannya seorang diri di dalam kamar, dan kini begitu mendapati cerita mas dikin tersebut, anggapan gue yang selama ini menganggap bahwa mas dikin adalah orang yang paling tenang dan berani dalam menghadapi kejadian
aneh yang terjadi di mess ini, kini telah runtuh dengan seketika

“ bukannya saya enggak minta mas, bahkan saya, indra dan minto pernah mengajukan secara bersama keinginan untuk di pindahkan ke tempat tinggal yang lain, tapi jawaban perusahaan selalu saja beralasan bahwa
keinginan kami itu harus dianggarkan terlebih dahulu, jadi untuk sementara waktu lebih baik tinggal di asset milik perusahaan...”

ujar gue seraya menghela nafas panjang, dan kini diantara detik waktu yang terus berjalan, terlihat mas dikin kembali mengarahkan pandangan matanya
ke arah jam dinding

“ jadi bagaimana pak reza, apa pak reza masih mau menunggu pak minto dan pak indra terlebih dahulu ?”

tanya mas dikin diantara ekspresi ketidaknyamanan di wajahnya, dan sepertinya detik waktu yang terus berjalan ini, kini telah menempatkan gue dan mas
dikin dalam dua buah pilihan yang sulit, yaitu duduk menunggu indra dan minto dalam rasa waswas atau berbuat sesuatu untuk membuktikan sekaligus menghilangkan rasa was was yang kami rasakan ini

“ kalau begitu....tunggu sebentar mas....”

Diantara langkah kaki gue yang kini
berjalan menuju ke kamar guna mengambil kujang kecil, terlihat mas dikin mengikuti gue dari arah belakang, dan setibanya gue di dalam kamar, tanpa berkeinginan untuk menunda nunda lagi dari proses pembuktian yang akan gue lakukan malam ini, gue segera mengambil kujang kecil yang
tersimpan di dalam lemari, lalu membawanya keluar dari dalam kamar

“ gue harap kujang kecil ini bisa sedikit memberikan gue bukti yang akan menghapuskan garis tipis diantara keraguan gue untuk percaya dan enggak percaya dengan hal yang mistis...”

gumam gue dalam hati seraya
menggenggam kujang kecil tersebut, dan kini diantara ekspresi kebingungan yang terlihat di wajah mas dikin, gue meminta kepada mas dikin untuk menunjukan tempat dimana mas dikin telah meletakan sesajen terbesar yang ada di mess ini

“ dimana mas ?”

tanya gue sekali lagi begitu
melihat mas dikin yang agak ragu untuk menunjukannya, hingga akhirnya diantara sorot mata gue yang menatap tajam ke arah mas dikin, mas dikin mengajak gue untuk berjalan ke arah dapur

“ diluar pintu itu pak....”

ujar mas dikin seraya membuka pintu mess yang membatasi antara
dapur dengan halaman belakang, dan kini seiring dengan pintu mess yang telah dibuka oleh mas dikin, nampak keberadaan sesajen dengan ukuran yang cukup besar tersaji di sisi kanan dari pintu mess

“ astaga mas....kok bisa bisanya sih selama ini gue bisa enggak tau akan
keberadaan dari sesajen ini...?”

selepas dari perkataan gue itu, mas dikin kini menceritakan tentang kebiasaannya yang selalu memindahkan sesajen tersebut, disaat kumandang azan subuh telah terdengar

“ bodoh...ini benar benar perbuatan bodoh mas....”

maki gue dan berbalas
dengan keterdiaman mas dikin, dan kini diantara tatapan mata gue yang tengah memandangi sesajen tersebut, nampak terlihat keberadaan sebuah kepala ayam dengan bulunya yang berwarna hitam diletakan pada cawan yang berisikan darah ayam, mendapati hal tersebut, gue hanya bisa
menggeleng gelengkan kepala karena merasa tidak percaya dengan apa yang telah gue lihat saat ini

“ gila...itu ide siapa mas, yang menambahkan potongan kepala ayam itu...?”

“ orang pintar itu pak....”

jawab mas dikin dengan polosnya

“ itu bukan orang pintar mas,
tapi orang sinting....”

gumam gue dan kembali berbalas dengan keterdiaman mas dikin

“ ohh iya mas, apa mas dikin udah membeli kemenyan yang sudah saya pesankan tadi siang itu....?”

Selepas dari perkataan gue tersebut, kini tanpa memberikan sebuah jawaban, mas dikin terlihat
berlari memasuki mess, lalu kembali lagi dengan turut serta membawa sebuah bungkusan kecil di tangannya

“ ini pak....”

ujar mas dikin seraya menyerahkan bungkusan yang ada di tangannya kepada gue, dan kini dengan hanya beralaskan lantai yang ada di teras belakang, gue segera
membakar kemenyan tersebut, lalu mengambil posisi duduk bersila diantara redupnya cahaya lampu belakang serta gelapnya malam

“ duduk sini mas....”

pinta gue kepada mas dikin diantara aroma wangi kemenyan yang wanginya kini telah tersebar akibat terhembus oleh angin malam,
dan kini setelah mas dikin mengambil posisi duduk bersila di sisi gue, hampir kurang lebih dua puluh menit lamanya, gue dan mas dikin hanya terpaku dalam menatap kegelapan malam, dan diantara rentang waktu yang berjalan itu, kesabaran gue sepertinya kini semakin menipis seiring
dengan tidak terjadinya kejadian aneh dari pembuktian yang gue lakukan saat ini

“ harimau ompong...setan gemblung....!!”

maki gue diantara kesabaran gue yang telah habis, menyadari hal tersebut, terlihat mas dikin mencoba untuk menenangkan gue dengan cara menepuk nepuk bahu
gue

“ ahhh brengsek....!,siapapun kalian…apapun kalian..munculll !!! tunjukan kalau kalian memang ada disini...”

teriak gue dengan lantang pada kegelapan

“ sabar pak....sebaiknya kita tunggu sebentar lagi....”

ucap mas dikin yang sepertinya mulai merasa khawatir
atas emosi gue yang mulai tidak terkendali
Chapter 15
Kembali menunggu....yaa hanya itulah yang kini bisa gue lakukan di saat rasa emosi gue ini mulai berjalan menuju ke titik puncaknya, hingga akhirnya setelah sepuluh menit lamanya gue kembali menunggu, tepukan tangan gue pada keberadaan nyamuk yang ada di kening ini, kini
sepertinya telah menjadi puncak dari rasa kekecawaan gue atas pembuktian yang tidak kunjung menampakan hasilnya ini

“ omong kosong dengan semuanya ini...., bodohnya kita telah melakukan semuanya ini mas....”

ucap gue seraya mencoba untuk bangkit dari posisi gue yang saat ini
tengah bersila di lantai, tapi sepertinya rasa keram yang gue rasakan pada telapak kaki ini, kini telah sedikit menghambat pergerakan gue yang tengah berusaha untuk berdiri
“ sekarang semuanya udah terbukti mas...rasa keberanian yang kita miliki saat ini, telah berhasil
menyingkirkan semua imajinasi negatif yang selama ini telah bersemayam di dalam pikiran kita ini...dengan kata lain kejadian kejadian aneh yang pernah terjadi di mess ini adalah sebuah kejadian tidak nyata yang tercipta dari hasil imajinasi kita sendiri, andaikan selama ini kita
mempunyai rasa keberanian seperti malam ini, saya yakin...semua kejadian aneh itu enggak akan pernah terjadi di mess ini.....”

ujar gue seraya mengarahkan pandangan mata ini ke arah kegelapan malam

“ apa ini….”

Untuk kedua kalinya dalam kehidupan gue ini, gue kembali
menyepakan kaki ini pada sesajen yang berada di lantai, dan kini diantara isi sesajen yang berhamburan di lantai, mas dikin hanya memandang dengan rasa tidak percaya atas apa yang telah gue lakukan saat ini

“ haduhh pak....”

“ haduh apanya lagi mas dikin, sebenarnya mas dikin
menyajikan semuanya ini untuk di kasih makan kepada siapa...? kepada kucing...atau kepada anjing....?”

ujar gue seraya melemparkan senyum kepada mas dikin, dan kini diantara pergerakan tangan gue yang telah memungut keberadaan kepala ayam dari lantai, gue melemparkan kepala
ayam tersebut keluar dari pagar halaman mess

“ pak reza..sabar pak....”

Diantara perkataan mas dikin yang mencoba untuk meredakan emosi gue ini, kini pandangan gue terarah pada kujang kecil yang ada di dalam genggaman tangan gue ini

“ kujang tua sialan.. hampir aja gue
terperdaya atas perkataan yang mengatakan akan kesaktian lu, ternyata lu enggak lebih dari pada seonggok besi tua biasa aja....”

Dalam rasa emosi yang menguasai pikiran gue ini, gue segera melemparkan kujang kecil tersebut ke rerumputan yang masih berada di halaman mess,
mendapati apa yang gue lakukan tersebut, mas dikin hanya bisa menggeleng gelengkan kepalanya tanpa bisa untuk mencegahnya

“ mas dikin, tolong besok antar saya bertemu dengan hesti ya.....”

“ loh memangnya besok enggak kerja pak...? terus mau ngapain lagi bertemu dengan hesti,
apa pak reza masih mau melanjutkan pembuktian ini ke hesti....?”

“ sepertinya besok saya mau bolos kerja aja mas, dan mengenai rencana saya ke tempat hesti, saya hanya ingin meminta maaf kepada hesti, karena selama ini saya telah memandang buruk dirinya...”

jawab gue dan
berbalas dengan keterdiaman mas dikin

“ dan setelah itu, baru nanti kita rencanakan untuk mengambil waktu yang tepat, berkunjung ke lokasi tempat mbah warsono berada.....”

“ lohh memangnya pak reza tau di mana rumah pak warsono....?”

“ yaa saya enggak tau lah mas, justru
kerena kita enggak tau, makanya kita harus mencarinya.....”

jawab gue dan berbalas dengan pergerakan mas dikin yang merapihkan isi dari sesajen yang berhamburan di lantai

“ udah besok aja di bereskannya mas, lebih baik sekarang kita istirahat dulu....”

ujar gue seraya
berjalan memasuki rumah, dan kini diantara keberadaan gue yang tengah berjalan melintasi ruang makan, terdengar suara mas dikin yang memanggil nama gue dengan suaranya yang tergagap, mendapati hal tersebut, gue segera menoleh ke arah belakang dan mendapati keberadaan mas dikin
yang tengah berdiri terpaku di dapur dengan pandangan menatap ke arah gue

“ mas dikin kenapa....?”

tanya gue yang merasa risih atas pandangan mas dikin tersebut, dan kini diantara bayang bayang pandangan mas dikin yang sepertinya menunjukan bahwa mas dikin tengah melihat
sesutu, gue kembali mengulangi pertanyaan gue itu diantara ketiadaan jawaban yang terucap dari mulut mas dikin

“ aaaa…iiiiii..tuuu..pak...iiituuu....”

jawab mas dikin masih dengan suaranya yang tergagap, mendapati hal tersebut, gue memutuskan untuk mencari tahu atas apa yang
sebenarnya telah dilihat oleh mas dikin saat ini, hingga akhirnya diantara ketiadaan sesuatu yang gue temukan di dalam pencarian gue ini, gue segera menarik tangan mas dikin, lalu mengajaknya berjalan ke ruang tengah, dan setibanya di ruang tengah, nampak pandangan mas dikin
kembali terarah pada ruang makan

“ tarik nafas dulu mas…nafas.. jangan melihat lagi ke ruang makan...tatap saya...”

Diantara sugesti yang kini gue berikan kepada mas dikin, secara perlahan terlihat mas dikin sudah bisa untuk mengontrol rasa takutnya, mendapati hal
tersebut, gue memutuskan untuk kembali menanyakan kepada mas dikin tentang apa yang sebenarnya telah di lihat oleh mas dikin sewaktu gue berada di ruang makan

“ tadi itu pak....di saat pak reza berjalan melintasi ruang makan, saya melihat seperti ada juntaian rambut yang
keluar dari langit langit ruang makan, dan juntaian rambut tersebut terlihat memanjang hingga menyentuh bagian kepala serta bahu pak reza....”

“ ahh mas dikin....baru aja kita membuktikan bahwa apa kita lihat selama ini adalah imajinasi kita sendiri, lahhh sekarang mas dikin
udah mulai ketakutan lagi....ingat mas, intinya kita harus berani...jangan takut...mudahan mudahan dengan kita berlaku seperti itu, maka imajinasi negatif yang ada di diri kita ini bisa kita kontrol....”

ujar gue dan berbalas dengan keterdiaman mas dikin

“ ya udah...sebaiknya
kita tidur aja mas....”

Selepas dari perkataan gue tersebut, kini diantara pergerakan tangan gue yang hendak membuka pintu kamar, keberadaan dari mas dikin yang terlihat masih berdiri terpaku, kini telah membuat, gue mengurungkan keinginan gue untuk membuka pintu kamar
“ lohh mas dikin belum mau tidur....kalau memang mas dikin merasa takut untuk tidur sendiri, sebaiknya malam ini mas dikin tidur di kamar saya aja.....?”

“ enggak usah pak, biar saya tidur di ruang tamu aja, yaa..hitung hitung sekalian menunggu pak indra dan
pak minto pulang....”

jawab mas dikin dan berbalas dengan pergerakan gue yang memasuki kamar

Lama kini gue terdiam dalam pandangan menatap langit langit kamar, rasa kebanggan gue atas hasil dari pembuktian yang telah gue lakukan malam ini, kini sepertinya telah membuat mata
gue ini terasa sulit untuk di pejamkan

“ andai indra dan minto tau akan hasil dari pembuktian malam ini, pasti mereka akan berpikir ulang jika harus selalu berpikir kelenik dalam menghadapi setiap kejadian aneh yang terjadi di mess ini…”

ucap gue seraya mengembangkan senyum
“ sebaiknya besok pagi sebelum berangkat kerja, gue akan memberitahukan semuanya ini kepada indra dan minto...dan sekarang lebih baik gue tidur dulu....”

Tapi baru saja kini gue memejamkan mata ini, gue mendapati di dalam pejaman mata gue ini, semuanya terasa begitu gelap
bahkan lebih gelap dari biasanya, mendapati hal tersebut, gue kembali membuka pejaman mata ini, dan mendapati keadaan kamar yang telah terselimuti oleh kegelapan

“ pak reza....!”

teriak mas dikin yang terdengar dari arah luar kamar, dan sepertinya dari suara mas dikin yang
terdengar, saat ini mas dikin tengah di landa kepanikan akibat dari suasana mess yang di selimuti oleh kegelapan

“ ada apa mas dikin ! lampunya mati kenapa ya....?”

“ sepertinya bensernya turun pak...”

“ ya udah, kalau begitu, tolong di naikan lagi aja mas dikin
bensernya...karena saya agak susah untuk berjalan keluar dari dalam kamar...”

teriak gue dan berbalas dengan keheningan

Dan kini diantara penantian gue yang menunggu lampu untuk menyala kembali, gue kembali memejamkan mata ini diantara kegelapan ruangan kamar, hingga
akhirnya seiring dengan keberadaan dari lampu kamar yang belum juga menyala, gue memutuskan untuk mencari tahu penyebab dari lamanya mas dikin menaikan benser listrik

“ apa mungkin listrik ini mati dari pusatnya ya.....?”

tanya gue dalam hati seraya hendak bergerak bangun
dari posisi gue yang masih terbaring di tempat tidur, tapi kini baru saja gue hendak mengangkat bagian kepala gue ini, sebuah suara yang terdengar dari arah sisi kiri tubuh gue, telah menghadirkan hawa dingin yang menyentuh bagian leher dan wajah gue, mendapati hal tersebut,
gue terpaksa mengurungkan keinginan gue yang hendak bangun dari posisi gue saat ini

“ semuanya ini pasti enggak nyata....lu harus berani melawan ketakutan lu ini za....”

ujar gue dalam hati dan berharap adanya hasil positif dari kalimat positif yang telah terucap di hati
gue ini, tapi kini seiring dengan detik waktu yang terus berjalan, keinginan gue yang ingin mendapatkan sebuah hasil yang positif, kini telah berbuah hasil dengan sebuah kenyataan bahwa suara yang telah terdengar itu kini telah berpola menjadi suara tarikan nafas, dan entah
mengapa seiring dengan keyakinan gue yang mengatakan bahwa suara yang terdengar itu memang menyerupai suara tarikan nafas, gue merasakan, bulu kuduk yang ada di tubuh gue ini terasa menebal

“ berani za..lu harus berani...lu enggak boleh takut sama imajinasi lu sendiri....”
Sepertinya kalimat positif yang kembali terucap di hati gue ini, kini sudah tidak mampu lagi untuk menghalangi pergerakan dari rasa takut yang secara perlahan mulai menguasai pikiran gue ini, dan diantara ketidakmampuan gue untuk mengendalikan rasa takut ini, keberadaan dari
suara tarikan nafas yang gue dengar kali ini, kini lebih menyerupai suara mengorok dari seseorang yang tengah mengalami kesulitan dalam bernafas, mendapati hal tersebut, tiba tiba saja ingatan gue kembali teringat pada cerita indra dan minto yang menceritakan bagaimana arda
mengalami kematiannya yang tragis di kamar ini, dan sepertinya suara mengorok yang terdengar tepat di samping wajah gue ini, menggambarkan bagaimana detik demi detik yang harus di lalui arda ketika harus menjemput kematiannya

“ za..bangun zaa, lu enggak kerja.....!!”
teriak minto diiringi dengan suara ketukan tangannya pada daun pintu kamar, dan kini diantara sinar matahari pagi yang telah masuk melalui lubang ventilasi udara, gue segera membuka pejaman mata ini, dan mendapati tubuh gue dalam keadaan sakit hampir di seluruh bagian tubuh ini
“ iya to...sebentar...”

jawab gue dengan suara parau, lalu mencoba bangkit dari posisi tubuh gue yang kini tengah terbaring, tapi begitu kini gue mendapati keberadaan kaki kanan gue yang terlihat memerah dan terasa sangat sakit, gue terpaksa mengurungkan keinginan gue untuk
bangkit dari tempat tidur

“ ya tuhan...sebenarnya semalam itu gue kenapa ya...kenapa kaki gue jadi memerah begini...?”

tanya gue dalam hati seraya meringis kesakitan

“ zaaaa...lu udah bangun kan...”

kembali terdengar suara minto yang diiringi dengan ketukannya pada
pintu kamar

“ tooo.. tolongin gue to..”

“ ehh za...lu kenapa....!”

teriak minto dalam kepanikan, dan tidak berselang lama kemudian, gue mendengar adanya suara keributan di pintu kamar, yang menandakan adanya seseorang yang tengah berusaha untuk membuka pintu kamar dengan
cara paksa, dan kini seiring dengan pintu kamar yang telah terbuka, terlihat minto, indra dan mas dikin, dengan langkah yang tergesa, berjalan memasuki kamar

“ lu kenapa za....?”

tanya indra dan berbalas dengan keterdiaman gue yang tengah meringis dalam merasakan rasa sakit
“ gila.. badan lu panas bangat za..lu sakit ya... ?”

tanya indra kembali begitu tanganya menyentuh kening gue, mendapati hal tersebut, terlihat mas dikin segera berlari keluar dari dalam kamar, dan tidak berselang lama kemudian, mas dikin telah kembali lagi dengan turut serta
membawa sebuah baskom kecil di tangannya

“ pak indra, lebih baik pak rezanya di kompres dulu dengan air hangat, biar panas di badannya bisa sedikit mereda....”

saran mas dikin dan berbalas dengan persetujuan indra, dan kini begitu mendapati persetujuan indra tersebut, minto
segera meletakan kain kompres yang telah dibasahi oleh air hangat di kening gue

“ kalau begitu biar gue panggilkan dokter dulu za....”

ujar minto seraya hendak beranjak pergi meninggalkan kamar, tapi baru saja langkah kaki minto berada di pintu kamar, terlihat mas dikin
berlari menghampiri minto, dan entah apa yang akan dibicarakannya, mas dikin nampak mengajak minto untuk keluar dari dalam kamar

“ kalian itu sebenarnya semalam itu kemana aja sih...kok pulangnya sampai larut malam begitu....”

tanya gue dan berbalas dengan keterdiaman indra
untuk sesaat, hingga akhirnya diantara keterdiaman indra tersebut, terlihat minto dan mas dikin telah kembali memasuki kamar

“ ceritanya panjang za, tapi intinya...sebenarnya semalam itu kami itu sudah pulang sejak pukul setengah sepuluh malam, tapi karena kami enggak berani
memasuki halaman mess berhubung adanya sesuatu, gue dan minto akhirnya memutuskan untuk tidur di masjid yang berada tidak jauh dari mess ini.....”

“ enggak berani masuk mess karena adanya sesuatu....yang lu maksud dengan sesuatu itu apa dra...?”
tanya gue dan berbalas dengan saling bertukar pandangnya indra dan minto
Chapter 16
“ di saat gue dan minto baru aja tiba depan pintu pagar mess, gue melihat seorang bapak tua yang tengah berada di teras depan, dari pakaian yang dikenakannya, pakaian tersebut hampir sama persis dengan pakaian yang ada di lukisan pada dinding lorong, semula gue berpikir kalau
bapak tua tersebut adalah tamu atau mungkin kerabat dari seseorang diantara kita...”
“ lu lihat wajah orang itu dra....?”

tanya gue memotong perkataan indra

“ sangat samar za karena pada saat itu gue melihatnya dari kejauhan, tapi yang pasti bapak tua itu terlihat berjalan
mondar mandir di teras depan, seperti layaknya seseorang yang tengah kebingungan, dan saat itu lah gue menutuskan untuk mengajak minto membuka pintu pagar guna menghampiri bapak tua tersebut…tapi…”

“ tapi apa pak....?”

kini mas dikin menjadi ikut tergelitik rasa
keingintahuannya

“ sebelum tangan gue ini sempat untuk membuka pintu pagar, gue melihat seekor kucing yang berjalan mendekati bapak tersebut, dan ketika kucing itu berada tepat di kakinya, dalam sekejap mata, bapak tersebut terlihat menginjak tubuh kucing itu dan disaat
kucing itu sudah tidak berdaya, terlihat tangan bapak tersebut mengangkat kucing itu dan kembali menghempaskannya ke lantai secara berulang ulang kali.....”

untuk sesaat kini indra menghentikan perkataannya, diantara ekspresi ketegangan yang terlihat di wajah indra, sepertinya
indra memang tidak sedang berbohong dengan cerita yang tengah di ceritakannya saat ini

“ disaat itu lah za....gue merasa kejadian ini sangat janggal...dan gue jadi berpikir kalau apa yang telah gue lihat itu bukanlah manusia, dan karena alasan itulah gue mengurungkan
keinginan gue untuk membuka pintu pagar dan memutuskan untuk tetap berada di luar pagar dengan harapan ada seseorang dari kalian yang keluar dari dalam mess....”

Di saat indra menceritakan semuanya itu, kini gue merasa heran melihat minto yang terlihat serius ikut mendengarkan
cerita indra, padahal seharusnya minto bisa ikut serta dalam menceritakan apa yang telah indra alami itu

“ to, kok lu diam aja....?”

“ jujur aja za, gue enggak melihat apa yang telah indra lihat itu, justru gue merasa bingung dengan tingkah laku indra yang menahan gue untuk
membuka pintu pagar, tapi dari cara pandang indra serta ekspresi ketakutan yang perlihatkan oleh indra, cukuplah menjadi tanda bagi gue kalau indra telah melihat sesuatu yang menyeramkan........”

“ tapi…untuk kejadian yang kedua, gue bisa ikut melihat apa yang telah di lihat
oleh indra, walaupun apa yang telah gue lihat itu hanya terlihat sekilas, tapi gue bisa memastikan kalau pada saat itu memang ada sesuatu di belakang tubuh kalian....”

“ lu ngomong apa sih to, maksud lu apa....?”

tanya gue seraya meringis karena menahan sakit
“ lu harus berobat za...”

ujar minto berusaha mengalihkan pembicaraannya begitu melihat gue yang terlihat kesakitan, tapi sejujurnya memang harus gue akui, kalau rasa sakit yang gue rasakan saat ini begitu terasa menyiksa, hingga membuat gue merasakan panas dingin di tubuh ini
“ terusin cerita lu to....”

“ saat itu gue sama indra melihat keberadaan mas dikin yang tengah menyingkap gorden jendela ruang tamu, dan selang beberapa saat lu terlihat ikut mengintip keluar untuk melihat keadaan di teras depan, tapi za...di saat yang bersamaan gue juga
melihat seperti ada bayangan hitam yang tengah berdiri di belakang kalian, pada awalnya gue menyangka kalau bayangan hitam yang telah gue lihat itu adalah imajinasi gue aja, tapi disaat indra mengatakan bahwa dia telah melihat adanya bayangan hitam di belakang kalian, disaat itu
gue percaya bahwa apa yang telah gue lihat bukanlah imajinasi gue....”

“ kalau memang begitu kejadiannya...kenapa kalian enggak memanggil gue dan mas dikin...?”

“ gue udah coba za untuk berteriak memanggil kalian, tapi mata dan telinga kalian itu, terlihat seperti buta dan
tuli untuk menyadari kehadiran kami, yang ada malah menurut indra sosok dari lelaki tua itu mengarahkan pandangannya ke arah kami....disaat itulah indra mengajak gue untuk pergi meninggalkan mess dan menuju ke masjid yang berada tidak jauh dari mess ini...”

ucap minto seraya
menggerakan tangannya untuk mengganti kompres yang ada di kening gue

“ lu sendiri gimana za, inikah hasil dari pembuktian lu semalam itu...?”

tanya indra sambil memperhatikan kondisi kaki gue

“ ndra…coba lihat di kaki gue, apakah ada bekas luka baru...? karena gue takut,
apa yang terjadi pada kaki gue ini adalah infeksi dari luka gue itu....”

mendapati perkataan gue tersebut, terlihat indra berusaha mencari keberadaan luka yang ada di kaki gue, tapi setelah beberapa saat indra mencari, terlihat indra menggelengkan kepalanya

“ ehhh...tapi
sebentar za...”

diantara perkataan indra yang kini terhenti, terlihat indra seperti mengamati sesuatu yang ada di betis gue

“ ini tanda lahir lu za...?”

tanya indra yang berbalas dengan pergerakan mas dikin dan minto dalam mengamati tanda lahir yang ada di kaki gue
atau lebih tepatnya pada bagian betis

“ iya dra, memangnya kenapa...?”

“ aneh ya za...kok tanda lahir lu ini hampir mirip dengan tanda lahir yang di miliki oleh arda, hanya bedanya tanda lahir arda itu berada di punggungnya....”

jawab indra seraya mengamati tanda lahir gue
yang berupa warna merah kecil yang hampir menyerupai bentuk seekor kumbang

“ iya benar za...benar, disaat arda meninggal itu, gue juga melihat keberadaan tanda lahir yang mirip seperti ini di punggung arda....”

ujar minto dan berbalas dengan anggukan kepala mas dikin
“ ahh kalian ini apa apaan sih, gue lagi sakit kalian malah menghubungkan tanda lahir gue itu dengan orang yang udah mati...”

Mendapati kalimat kekesalan gue tersebut, terlihat indra, minto dan mas dikin, kini memilih untuk mengakhiri pembicaraan tentang tanda lahir gue ini
“ yaa sudahlah za, intinya kali ini lu harus mengakui....bahwa memang ada sesuatu yang telah membuat kaki lu seperti ini, dan gue yakin sesuatu yang membuat kaki lu seperti ini, adalah penunggu dari mess ini....”

Entah gue harus merespon dengan kalimat apa atas perkataan indra
tersebut, dan kini tanpa berkeinginan untuk mendebat perkataan indra tersebut, terlihat mas dikin mengeluarkan sesuatu dari kantongnya, dan ternyata yang dikeluarkannya itu adalah kujang kecil yang semalam telah gue buang di halaman mess, dan sepertinya mas dikin kini telah
membungkus kujang kecil tersebut dalam balutan kain yang bersimbolkan rajah

“ maaf pak, tadi pagi saya mengambil kembali kujang kecil ini di halaman mess, karena entah mengapa firasat saya mengatakan, bahwa nantinya pak reza akan membutuhkan kujang kecil ini....”
ucap mas dikin lalu meletakan kujang kecil tersebut di atas meja

“ sebaiknya kalian kerja aja....biar gue bersama mas dikin di rumah...”

saran gue kepada minto dan indra

“ biar nanti indra aja za, yang berangkat sendiri ke kantor untuk memberitahukan perihal sakitnya lu ini,
ohh iya za, gue juga punya ide nih...”

“ ide apa to....?”

tanya gue dengan penasaran atas ide minto tersebut

“ bagaimana kalau minggu depan kita bereskan semua masalah yang berhubungan dengan mess ini, biar nanti indra yang meminta tolong kepada pak yanto untuk mengurus
perizinannya, soalnya pak yanto sangat kenal dekat dengan manajemen perusahaan, bagaimana za...?”

“ maksud lu bagaimana to, gue enggak ngerti....”

“ minggu depan, kita cari keberadaan mbah warsono itu za....”

ujar minto dan berbalas dengan persetujuan gue, indra
dan mas dikin

Tepat pada pukul sebelas pagi, seorang dokter akhirnya tiba di mess, terlihat minto sudah begitu akrab dengan dokter tersebut, dan kini setelah terlibat pembicaraan dengan dokter tersebut, minto meminta kepada dokter tersebut untuk melakukan pemeriksaan
kepada gue, hingga akhirnya setelah dokter tersebut melakukan pemeriksaan, dokter tersebut terlihat menunjukan ekspresi kebingungannya, namun hal tersebut berusaha disembunyikan dalam profesionalismenya sebagai seorang dokter

“ bagaimana dok...?”

“ untuk kesimpulan sementara,
penyakit pak reza ini, di sebabkan oleh sejenis virus atau alergi terhadap sesuatu...”

jawab dokter tersebut seraya menuliskan sebuah resep obat yang harus gue tebus

Selepas dari pemeriksaan dokter tersebut, hampir di sepanjang malam, rasa sakit yang gue rasakan ini, benar
benar sangat terasa menyiksa, dan sepertinya obat yang telah gue minum, sama sekali tidak memberikan efek kesembuhan kepada gue, hingga akhirnya setelah hampir dua hari lamanya gue bergelut dengan rasa sakit ini, gue memutuskan untuk setuju dengan pemikiran indra yang
mengatakan, bahwa tidak ada salahnya jika gue mencoba untuk meminta bantuan kepada haji mustofa, yang dulu pernah memberikan bantuannya, disaat indra mengalami apa yang disebut dengan kerasukan

“ apa lagi yang sebenarnya telah nak reza perbuat kali ini....?”

tanya haji mustofa
ketika pertama kali melihat kondisi kaki gue, tapi apa yang gue tangkap dari pertanyaan haji mustofa tersebut adalah sebenarnya haji mustofa ingin mempertanyakan apakah sekarang gue sudah bisa untuk mengakui akan keberadaan dari mahluk ghoib, dan kini begitu mendapati pertanyaan
haji mustofa tersebut, gue hanya bisa tersenyum tanpa bisa untuk menjawab, hingga akhirnya diantara ketiadaan jawaban yang terucap dari mulut gue, mas dikin mulai menceritakan tentang kejadian yang terjadi pada saat malam pembuktian

“ nak reza, menjadi pemberani itu bukan serta
merta kita menantang apa yang kita ragukan keberadaannya, saya enggak meminta nak reza untuk takut kepada sesuatu yang ghoib tapi mungkin kata menghormati adalah kata yang tepat untuk saya sarankan kepada nak reza...”

selepas dari nasehat haji mustofa tersebut, kini diantara
lantunan ayat suci yang terucap dari mulut haji mustofa, nampak haji mustofa meletakan telapak tangannya pada bagian kaki gue yang terasa sakit dan disaat haji mustofa mulai menggeserkan telapak tangannya itu, gue bisa merasakan adanya rasa hangat yang menghilangkan rasa sakit
pada bagian kaki gue ini

“ tolong bantu saya nak reza, saya hanya bisa membantu semampu saya, selebihnya yakinkan hati nak reza, mudah mudahan ikhtiar yang kita lakukan ini akan memberikan hasil yang baik...”

Tepat pada kata terakhir dari perkataannya tersebut , haji mustofa
kini memegang salah satu jari yang ada di kaki gue, dan disaat haji mustofa melakukan hal tersebut, gue bisa merasakan rasa nyeri di bagian kaki gue yang sakit ini, namun semuanya itu hanya berlangsung sesaat, dan disaat kini haji mustofa melepaskan pegangan tangannya dari jari
kaki gue, rasa sakit yang gue rasakan pada bagian kaki ini, secara perlahan mulai menghilang

“ mudah mudahan besok, kaki kamu ini sudah kembali normal lagi....”

ujar haji mustofa seraya mengembangkan senyumnya

Dan kini tanpa berkeinginan untuk bertanya mengenai penyebab
dari sakitnya kaki gue ini, gue memutuskan untuk memejamkan mata ini, dan disaat itulah gue mendengar haji mustofa berpamitan pulang kepada inda, minto dan mas dikin

Tepat pada pagi harinya, sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh haji mustofa, gue sudah tidak lagi merasakan
rasa sakit di bagian kaki kanan gue ini, mendapati hal tersebut, entah sebuah ide yang datang dari mana, keinginan gue untuk segera mencari tahu akan latar belakang dari mess ini, kini telah mengantarkan pergerakan tangan gue, untuk memasukan beberapa helai baju ke dalam tas
ransel kecil

“ lohh lu mau kemana lu za ?”

tanya minto begitu memasuki kamar dan melihat gue yang tengah memasukan baju ke dalam tas ransel, dan sepertinya perkataan minto tersebut, telah memancing rasa keingintahuan indra atas apa yang kini tengah gue lakukan

“ waduhh
za...sebenarnya lu mau kemana sih, pagi pagi begini udah memasukan baju ke dalam ransel...”

ujar indra diantara baju terakhir yang telah gue masukan ke dalam tas ransel

“ sebaiknya kalian kerja aja, biar gue sendiri yang mencari tau akan latar belakang dari mess ini...” ucap
gue dan berbalas saling bertukar pandangnya indra dan minto

“ hehh...sebenarnya lu mau kemana za....?”

tanya minto kembali dengan menunjukan ekspresi kebingungannya

“ gue mau cari mbah warsono...to...”

jawab gue dan berbalas dengan keterkejutan indra dan minto

“ walah
za....jangan gila lu, kok mendadak begini sih...bukankah kita sudah merencanakannya minggu depan...”

Selepas dari perkataan indra tersebut, gue memilih untuk tidak menjawab perkataan indra, dan kini diantara pergerakan tangan gue yang tengah mengambil sebuah jaket dari dalam
lemari, minto menghampiri gue, lalu menepuk nepuk bahu gue dengan telapak tangannya

“ kalau memang tekad lu udah bulat za....kami ikut za, enggak mungkin kami membiarkan lu pergi sendirian mencari seseorang yang enggak jelas keberadaannya...”

ucap minto dan berbalas dengan
anggukan kepala indra, seperti minto memang sudah memahami akan sifat keras kepala gue ini

“ gini deh za, gue punya usul, bagaimana kalau kita berangkat malam nanti aja, biar gue sama indra ke kantor terlebih dahulu untuk meminta izin, bagaimana za...?”

tanya indra
“ kalian yakin mau ikut...?”

jawab gue balik bertanya kepada indra dan minto

“ kita itu senasib sepenanggungan za, kita ngalamin kejadian yang sama, teror yang sama, jadi kita hadapi semuanya ini bersama sama juga...”

jawab indra seraya kembali menepuk nepuk bahu gue, hingga
akhirnya setelah kini kami berdiskusi cukup lama, gue memutuskan untuk menunda keberangkatan gue ini sampai dengan indra dan minto pulang dari tempat kerja

“ ya udah kalau begitu, sambil menunggu kalian pulang kerja, gue dan mas dikin akan menyewa mobil di rental terdekat, dan
sekalian juga gue mau mengambil uang guna bekal perjalanan kita nanti, ohh iya.. mas dikin bisa bawa mobil kan....?”

tanya gue kembali dan terarah kepada mas dikin, yang sepertinya telah sedari tadi berdiri di pintu kamar

“ bisa pak....”

Tepat pada pukul tujuh malam, indra
dan minto telah menampakan batang hidungnya di mess, diantara tas ransel yang telah gue masukan ke dalam mobil, kini yang tersisa di tubuh gue hanyalah sebuah tas pinggang, yang gue pergunakan untuk membawa kujang kecil

“ gimana za...udah siap....”

ujar indra seraya meletakan
tas ranselnya ke dalam mobil, dan tidak berselang lama kemudian, nampak minto dan mas dikin, kini telah ikut bergabung untuk memasukan tas yang dibawanya ke dalam mobil

“ kita berangkat sekarang...semoga apa yang akan kita lakukan ini akan berbuah hasil yang baik...”

Dan kini
dengan berbekal sebuah alamat yang dibawa oleh minto, akhirnya kami pun berangkat menuju kawasan hutan b*t*r

“ perasaan gue terasa campur aduk malam ini za…..takut….penasaran…khawatir…”

ucap minto seraya mengarahkan pandangannya ke arah kegelapan malam, dan kini diantara
laju mobil yang terus berjalan menembus kegelapan malam, indra dan mas dikin hanya bisa terdiam dalam ekspresi kekhawatiran

“ semoga semuanya berjalan dengan baik...”

gumam gue seraya menghela nafas panjang

“ pak reza, maaf kalau saya lancang…yang penting dalam perjalanan
yang kita lakukan saat ini, pak reza harus sabar dan jangan terlalu mudah emosi...”

ucap mas dikin dan berbalas dengan senyuman gue

“ zaaaa…!”

tegur indra dengan tiba tiba, mendapati teguran indra tersebut, dengan segera gue mengarahkan pandangan mata ini ke arah indra
“ ada apa dra…?”

“ itu zaa, coba lihat...”

ujar indra seraya menunjuk kepada sebuah sepeda motor yang melintas dengan cepat melewati mobil yang tengah kami naiki ini

“ lihat apa dra...ada apa dengan motor itu....?”

tanya gue dalam rasa bingung

“ astaga za...
itu hesti......hestiiii...!!”

teriak indra dan berbalas dengan ketidakpercayaan gue atas pengelihatan indra tersebut

“ ahh masa sih dra...”

“ sumpah za....gue yakin banget, kalau orang yang telah gue lihat tadi itu adalah hesti.....”

Selepas dari perkataan indra tersebut,
sebuah sepeda motor yang berada agak jauh di depan kami, nampak memperlihatkan keberadaan seorang wanita yang tengah duduk di belakang pengemudi motor, dan kini diantara keyakinan gue yang belum sepenuhnya percaya dengan pengelihatan indra, gue meminta kepada mas dikin untuk
mengikuti laju motor tersebut

“ ikutin mas..jangan sampai ketinggalan jauh....”

ujar minto yang kini ikut menyemangati mas dikin dalam upaya pengejaran motor yang berada agak jauh di depan dari posisi keberadaan mobil kami saat ini, hingga akhirnya setelah kurang lebih empat
puluh menit lamanya kami mengikuti motor tersebut, terlihat motor tersebut memasuki lokasi jalan yang sepi dengan keberadaan hamparan pohon jati di sisi kanan dan kiri jalan, dan kini begitu melihat motor tersebut memasuki sebuah jalan setapak, yang sangat mustahil bagi kami
untuk mengikutinya dengan menggunakan mobil, kami memutuskan untuk menepi agak jauh dari keberadaan jalan tersebut dan melanjutkan perjalanan ini dengan berjalan kaki
Chapter 17
“ zaa..lu yakin mau melanjutkan semuanya ini...? kita sama sekali belum pernah ke tempat ini za...”

ucap indra dengan suaranya yang terdengar bergetar

“ mas dikin tolong turunin ransel saya....”

pinta gue kepada mas dikin, seraya meletakan tas pinggang yang gue bawa
di bawah kursi mobil

“ itu ransel ngapain di bawa za....tinggalin aja dimobil...”

ujar minto begitu melihat mas dikin yang tengah menyerahkan ransel kepada gue

“ aneh lu za, apa sih isinya itu ransel, sepertinya berat banget...”

Selepas dari perkataannya tersebut, indra
mencoba untuk mencari tau akan isi dari ransel gue, dengan cara meraba raba ransel yang telah berada di punggung gue ini

“ awas lu za....jangan berbuat yang aneh aneh, bisa celaka kita di tempat ini....”

ucap minto memberikan peringatan

“ iya pak reza....bisa repot kita
kalau sampai terjadi sesuatu di tempat yang sesepi ini...”

“ kalian ini pada ngomong apa sih...udah deh jangan berpikir yang aneh aneh, sebaiknya kita jalan sekarang sebelum kita tertinggal jauh dari orang yang ada di motor itu....”

“ terus mobil ini bagaimana pak...? apa
di tinggal disini aja...?”

tanya mas dikin yang sepertinya merasa khawatir untuk meninggalkan mobil di tempat yang sesepi ini

“ yahhh kalau mas dikin berani menunggu disini, boleh juga tuh....”

ledek minto dan berbalas dengan pergerakan gue yang telah mulai berjalan, lalu
di ikuti oleh indra

“ wahhh enggak berani saya pak....lebih baik saya ikut deh...”

selepas dari perkataannya tersebut, kini mas dikin terlihat berlari kecil menyusul keberadaan minto yang sudah terlebih dahulu berjalan menyusul keberadaan gue dan indra

Dan kini dengan
bermodalkan senter yang memang telah gue persiapkan sebelum keberangkatan ini, kami mulai berjalan menapaki jalan setapak, dan sepertinya, jalan yang tengah kami lalui ini bukanlah jalan yang biasa dilalui oleh kendaraan, hal ini dikarenakan selain kondisi jalan yang
sudah rusak, jalan ini memang sepertinya hanya diketahui oleh segelintir orang saja yang memang mempunyai tujuan ke tempat ini

“ lu beneran yakin nih za...?”

Mendapati pertanyaan indra tersebut, gue hanya bisa menganggukan kepala, tanpa memberikan sebuah jawaban apapun,
sejujurnya saat ini gue juga merasakan rasa khawatir seperti apa yang indra, minto dan mas dikin rasakan, hal ini dikarenakan, ketidaktahuan gue atas tempat ini, yang mungkin saja menyimpan potensi bahaya dari keberadaan binatang buas yang menempati kawasan ini

“ mas dikin,
apakah tempat ini sudah masuk dalam kawasan hutan b*t*r*, dimana mbah warsono tinggal... ?”

tanya gue mencoba mencari tahu akan keberadaan gue saat ini

“ belum pak.., kita belum memasuki kawasan hutan b*t*r*, ini hanyalah deretan hutan sebelum kita memasuki
kawasan hutan b*t*r*....”

jawab mas dikin

“ apakah masih jauh keberadaan dari hutan b*t*r* itu...?”

tanya gue kembali

“ agak cukup jauh pak...”

Selepas dari jawaban mas dikin tersebut, pandangan gue kembali menatap keberadaan dari jalan setapak yang terlihat tidak
berujung karena diselimuti oleh gelapnya malam serta kabut tipis yang menghalangi pandangan mata gue saat ini, hingga akhirnya setelah semakin jauh kami berjalan, tatapan mata kami kini terhenti pada suatu titik dimana motor yang tadi dikendarai oleh orang yang dianggap
sebagai hesti terlihat terparkir

“ hati hati za, nanti kita bisa ketahuan...”

ujar minto mencoba untuk memperingatkan gue diantara langkah kaki kami, yang tengah berjalan mengendap guna menghampiri motor yang terparkir, hingga akhirnya setibanya kami di tempat dimana motor
terparkir, kini secara serempak, kami menggerakan pandangan mata ini guna mencari keberadaan dari seseorang yang kami anggap sebagai hesti, dan sepertinya kegelapan malam ini, kini telah mempersulit pencarian kami terhadap sosok dari seseorang yang dianggap itu

“ duhh...kita
harus mencari hesti kemana za....?”

tanya indra yang sepertinya mulai merasa putus asa atas pencarian kami yang tidak menampakan hasilnya ini, hingga akhirnya diantara sinar cahaya senter yang tengah gue arahkan ke suatu tempat, nampak mas dikin menunjukan jari tangannya pada
sebuah susunan anak tangga yang terbuat dari batu alam dengan pola yang tidak beraturan

“ apa mungkin hesti telah melalui susunan anak tangga itu ya pak....?”

tanya mas dikin dan berbalas dengan kebingungan gue untuk menjawabnya, dan kini diantara rasa keingintahuan gue atas
susunan anak tangga tersebut, gue segera berjalan menghampiri susunan anak tangga, lalu mengarahkan cahaya senter gue pada susunan anak tangga tersebut, mendapati apa yang tengah gue lakukan ini, indra, minto dan mas dikin terlihat berjalan menghampiri gue

“ menurut feeling lu
bagaiman dra...to...?”

tanya gue diantara cahaya senter yang menerangi susunan anak tangga, mendapati pertanyaan gue tersebut, terlihat indra menyulutkan sebatang rokok, lalu menghisapnya dalam dalam

“ sepertinya sih memang ini jalannya za, soalnya kita enggak menemui lagi
adanya jalan yang lain di sekitar sini...” jawab indra dengan tatapan matanya yang terlihat memandang jauh pada susunan anak tangga, dan kini diantara keterbatasan dari daya pengelihatan kami untuk melihat lebih jauh lagi akan keberadaan susunan anak tangga yang tersembunyi
dalam kegelapan malam, kini kami ditempatkan pada sebuah pilihan yang sulit yaitu kami harus melanjutkan perjalanan ini, walaupun saat ini kami tidak mengetahui dengan pasti atas apa yang tersembunyi diantara susunan anak tangga yang terselimuti oleh kegelapan malam
“ kalau memang ini jalannya...mau enggak mau kita harus lewat sini...”

“ sumpah za...gue takut banget....”

ujar minto yang sepertinya kini mulai merasa ragu atas keputusan yang telah gue buat itu

“ zaa...lu bawa kujang kecil itu kan...?”

“ bawa dra.. ayo
kita jalan sekarang....”

Entah kebohongan yang telah gue ucapkan ini akan berakibat baik atau buruk, yang ada di dalam pikiran gue saat ini adalah, gue hanya ingin, apa yang tengah gue lakukan saat ini, setidaknya bisa menjadi langkah awal bagi gue dalam mengungkap latar
belakang dari mess yang kami tempati saat ini, tapi kini baru saja gue hendak berjalan menaiki anak tangga, suara panggilan minto yang kembali terdengar, telah membuat gue menunda kembali keinginan gue untuk menaiki anak tangga

“ duhhh...apa lagi sih to...!”

jawab gue dengan
agak kesal, dan begitu kini gue melihat ke arah minto, terlihat minto tengah memegangi perutnya

“ lu kenapa to...? keram perut....?”

tanya indra dengan penuh kekhawatiran

“ gue sakit perut dra....”

“ astaga to, perut lu ini benar benar enggak bisa untuk
diajak kompromi nih...”

ujar indra seraya menggeleng gelengkan kepalanya, mendapati hal tersebut, gue dan mas dikin hanya bisa tertawa kecil

“ tangkap to....”

Terlihat minto menangkap botol air minum mineral yang gue lemparkan ke arah minto

“ tapi dimana za...?”

ucap minto
dengan menunjukan ekspresi wajah kebingungannya

“ yang pasti bukan disini to, gila aja lu mau buang hajat didepan kami semua, disana tuh…”

Selepas dari perkataan gue tersebut, gue menunjuk ke arah rerimbunan semak belukar

“ astaga za...yang benar aja lu....”
Diantara keraguan yang terlihat di wajah minto, kini minto terlihat berjalan ke arah semak belukar, lalu menyingkap rerimbunan semak belukar yang kini sudah berada di hadapan matanya

“ tega lu semuanya...”

Hanya kalimat itulah yang di ucapkan oleh minto, sebelum akhirnya kini
minto terlihat menghilang di dalam rerimbunan semak belukar dan meninggalkan kami dalam kegelapan malam

“ draaa...”

ujar minto sambil mengarahkan cahaya senternya menembus celah pada rerimbunan semak belukar

“ gue disini to, jangan berisik lu....”

jawab indra dengan agak
sengit, hingga akhirnya setelah hampir kurang lebih tujuh menit lamanya kami menunggu minto, suara minto kembali terdengar, tapi untuk suara minto yang terdengar kali ini, kami memilih untuk mengabaikannya, hingga akhirnya setelah beberapa saat minto terdiam, kami kembali lagi
mendengar suara minto yang diiringi dengan kepanikannya, mendapati hal tersebut, kami memtuskan untuk memeriksa keadaan minto karena khawatir telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap minto, dan kini diantara langkah kaki kami yang telah menerjang rerimbunan semak belukar,
nampak terlihat keberadaan minto yang tengah terkapar di rerimbunan dengan cahaya senter yang masih menyala di sisinya

“ to...lu kenapa... to..sadarr...”

tegur indra dengan paniknya, dan kini diantara ekspresi ketakutan yang diperlihatkan oleh minto, terlihat minto menunjukan
jari tangannya ke arah rerimbunan semak belukar

“ matikan cahaya senternya...!”

perintah gue dengan suara yang pelan kepada mas dikin, seraya memberikan isyarat untuk menghentikan percakapan ini, mendapati perintah gue tersebut, terlihat mas dikin mematikan cahaya senter
“ ada apa za....”

tanya indra dan berbalas dengan isyarat tangan gue yang meminta agar indra tidak berbicara lagi, dan kini diantara keterdiaman kami, samar terdengar suara perbincangan dari beberapa orang, yang secara perlahan kini mulai terdengar mendekat, mendapati hal
tersebut, gue mencoba untuk mengintip melalui celah yang ada pada rerimbunan semak belukar

“ hesti....”

gumam gue begitu melihat keberadaan seorang wanita yang tengah berbicara dengan tiga orang pria, dan sepertinya dari tiga pria yang kini tengah berbicara dengan hesti,
salah seorang dari mereka gue mengenalnya

“ bangsat....itu orang pintar yang dulu pernah menghipnotis gue...”

gumam gue kembali dalam rasa geram, dan kini setelah berbicara cukup lama, terlihat hesti berpamitan, lalu beranjak pergi meninggalkan orang pintar serta seorang
lelaki yang berperawakan kerdil, dengan kedua tangannya yang terlihat panjang sebelah

“ apa sebenarnya yang telah mereka lakukan di tempat ini....?”

tanya gue dalam hati begitu melihat orang pintar serta lelaki yang berperawakan kerdil itu menaiki susunan anak tangga, lalu
menghilang dalam kegelapan

Kini begitu gue meyakini bahwa kedua orang tersebut sudah tidak terlihat lagi keberadaannya, perhatian gue kembali lagi tertuju pada minto yang masih terbaring dengan celana yang belum dikenakannya, mendapati hal tersebut, gue berinisiatif untuk
membantu minto dalam mengenakan celananya

“ mas dikin...bantu saya...”

pinta gue kepada mas dikin dan berbalas dengan pergerakan mas dikin yang membantu minto untuk bangkit dari posisinya yang terbaring, dan kini begitu melihat apa yang tengah dilakukan oleh mas dikin,
terlihat indra mulai bergerak untuk membantu mas dikin

“ sialll....”

maki indra seraya menciumi telapak tangannya, sedangkan di sisi yang lain, terlihat mas dikin tengah sibuk mengelap tangannya pada rerimbunan semak belukar

“ makanya lihat lihat dulu kalau mau membantu....”
canda gue seraya mengarahkan cahaya senter pada keberadaan botol air mineral yang ada di tanah, dan sepertinya air ya ada di dalam botol air mineral tersebut nampak masih utuh, mendapati hal itu, kini indra dan mas dikin, terlihat membersihkan tangannya dengan menggunakan air
yang ada dalam botol mineral

“ cebok dulu lu to...”

ujar indra dengan rasa gusar dan berbalas dengan keterdiaman minto yang tengah mengarahkan pandangannya ke arah gelapnya rerimbunan semak belukar

“ udah biar nanti aja dra...kita harus cepat menyusul kedua orang itu,
sebelum tertinggal jauh...”

mendapati perkataan gue tersebut, terlihat indra menunjukan kebingungannya

“ loh buat apa za...target kita kan hesti, sedangkan hesti sekarang udah pergi....”

“ gue hanya mau tau to, sebenarnya apa yang telah dilakukan oleh hesti
di tempat yang seperti ini...”

ujar gue dan berbalas dengan anggukan kepala indra dan mas dikin
Chapter 18
“ lu udah siap to....?”

tanya gue begitu melihat minto yang masih terduduk dengan pandangan menatap ke arah rerimbunan semak belukar

“ sebenarnya apa sih to yang udah lu alami…?”

tanya gue kembali diantara wajah minto yang terlihat bingung

“ za..mungkin gue akan kalian
anggap gila atau mengada ada, dari sedari awal gue memasuki semak belukar ini, perasaan gue udah enggak enak, dan apa yang gue rasakan itu terbukti, ketika gue melihat sesuatu disaat gue ingin menyelesaikan buang hajat…”

“ hahh...lu melihat apa to ?”

seiring dengan perkataan
yang terucap dari mulut indra, indra menyerahkan sebatang rokok yang telah tersulutkan kepada minto, kini begitu mendapati rokok tersebut, terlihat minto menghisap rokok tersebut dengan dalam lalu menghembuskan asapnya ke udara

“ awalnya gue berpikir, suara yang timbul diantara
rerimbunan semak belukar yang berada tepat di hadapan gue adalah suara yang disebabkan oleh angin atau binatang malam lainnya, tapi disaat gue mencoba untuk memastikan bahwa apa yang telah gue duga itu memang benar...gue....”

diantara perkataanya yang kini terhenti, terlihat
minto kembali menghisap rokoknya dalam dalam lalu menghembuskannya

“ gue melihat seekor ular besar yang tengah berjalan di rerimbunan semak belukar..ular itu sangat besar, andai gue harus menggambarkannya dengan kata kata, badan ular tersebut sebesar batang pohon kelapa dengan
sisiknya yang berwarna hitam…”

ujar minto dan berbalas dengan keterkejutan gue, indra dan mas dikin

“ apa mungkin ya za, kalau ular yang telah gue lihat itu adalah penung....”

“ menurut gue itu hanya ular pyton biasa to…udahlah...lu jangan berpikir yang aneh aneh...
karena menurut gue, udah menjadi hal yang biasa, jika kita menemui hewan hewan buas seperti itu di kawasan hutan seperti ini.....”

ucap gue memotong perkataan minto

“ lu bisa ngomong seperti itu za…tapi gue enggak akan bisa berkata seperti itu..karena disaat itu gue melihat
mata dari ular tersebut menatap gue dengan sorot matanya yang tajam...dan intinya gue merasa kalau ular yang telah gue lihat itu bukanlah ular biasa seperti ular pada umumnya....”

kini begitu mendapati perkataan minto tersebut, terlihat indra dan mas dikin mengarahkan
pandangannya pada rerimbunan semak belukar

“ dan yang paling enggak masuk akal lagi za, gue melihat ular tersebut seperti mengenakan mahkota di kepalanya....”

ujar minto seraya menutupi wajahnya dengan telapak tangannya

“ yaa udahlah, kalau kalian memang merasa takut karena
kejadian ini, sebaiknya kalian tunggu di sini aja, biar gue yang melanjutkannya sendiri....”

ucap gue seraya hendak melangkah meninggalkan semak belukar

“ jangan gila lu za, gue tetap ikut...”

Selepas dari perkataan indra tersebut, gue dan indra kini beranjak pergi
meninggalkan semak belukar guna menaiki susunan anak tangga, dan tidak berselang lama kemudian, terlihat minto dan mas dikin menyusul keberadaan kami yang telah menaiki anak tangga

Rasa dingin, letih dan lapar yang kami rasakan saat ini, kini seakan berjalan seirama dengan
pergerakan waktu yang mengantarkan malam berjalan menuju ke titik puncaknya, dan kini diantara rasa lelah yang mulai mendera tubuh gue ini, ingin rasanya gue menghentikan langkah kaki ini dan berkata menyerah akan sebuah kata pembuktian, hingga akhirnya diantara rasa lelah yang
kami rasakan ini mulai menghadirkan sebuah rasa keberputusasaan, tanpa sengaja pandangan mata kami melihat keberadaan sebuah rumah sederhana yang berada jauh di sisi kanan dari keberadaan susunan anak tangga, mendapati hal tersebut, gue memutuskan mengajak indra, minto dan
mas dikin untuk menghampiri rumah tersebut

“ kok tadi gue enggak melihat ada tanah yang selapang ini ya di sisi jalan...”

gumam minto diantara rasa lelahnya

“ bagaimana dra…apa mungkin rumah ini adalah rumah dari orang pintar itu....?”

tanya gue dan berbalas dengan
keterdiaman indra, dan kini selepas dari pertanyaan gue tersebut, terlihat indra mengarahkan pandangannya pada rumah tersebut, hingga akhirnya disaat langkah kaki kami kini mulai mendekati rumah tersebut, terlihat rumah tersebut begitu sederhana, layaknya rumah rumah yang ada
di pedesaan yang tertinggal

“ ini benar benar aneh za...seharusnya tadi kita bisa melihat keberadaan dari rumah ini...”

ujar indra begitu melihat banyaknya cahaya obor yang ada di sekitar rumah

“ iya dra...sebaiknya kita mampir aja dulu, untuk membersihkan diri dan
menghilangkan rasa lelah ini...”

“ hahhh...lu yakin za...?”

tanya indra dan berbalas dengan pergerakan gue yang berjalan menghampiri pintu rumah, dan setibanya gue di depan pintu rumah, nampak terlihat adanya cahaya di dalam rumah, dan sepertinya cahaya yang
telah gue lihat itu adalah cahaya yang berasal dari cahaya lilin

“ permisi....”

sapa gue seraya mengetukan tangan ini pada daun pintu, dan kini diantara ketiadaan jawaban dari dalam rumah, gue melihat adanya satu bagian jendela dari rumah sederhana ini, yang memang sepertinya
disengajakan terbuka oleh pemiliknya

“ pak....”

seiring dengan suara mas dikin yang terdengar, nampak terlihat mas dikin tengah mengarahkan jari tangannya pada seseorang yang terlihat tengah berdiri terpaku dengan pandangannya yang menatap kami

“ bukankah orang ini yang tadi
bersama dengan orang pintar itu...?”

tanya gue dalam hati seraya menatap ke arah lelaki kerdil, dari sorot mata yang di perlihatkan oleh lelaki kerdil tersebut, sepertinya lelaki kerdil tersebut tidak menyukai akan kehadiran kami ini

“ permisi pak…”

sapa minto berusaha
untuk mencairkan sikap tidak bersahabat yang diperlihatkan oleh lelaki kerdil tersebut

“ siapa kalian..mau apa kalian....!”

bentak lelaki kerdil tersebut dengan tiba tiba, dan apa yang dilakukannya itu, kini berimbas pada keterdiaman kami dalam menatap lelaki kerdil tersebut
“ siapa kalian…mau apa kaliannn...!”

Selepas dari bentakannya itu, lelaki kerdil tersebut, melemparkan batu yang ada di tangannya ke arah kami

“ ndol…ada siapa diluar....?”

Tanya seseorang yang mengiringi kehadiran seorang pria muda keluar dari dalam rumah, diantara
senyuman yang menghiasi wajahnya, gue bisa merasakan adanya rasa nyaman dari senyuman yang di perlihatkan oleh pria muda tersebut, mungkin jika saat ini yang memandang pria muda tersebut adalah seorang wanita, gue sangat yakin kalau wanita itu akan jatuh hati kepada pria muda
yang ada di hadapan gue ini, dan kini dengan memberikan sebuah isyarat tangan, nampak pria muda tersebut meminta agar lelaki kerdil tersebut menjauh

“ maafkan mbah bendol…dia itu yang menemani dan membantu saya disini...”

ujar pria tersebut seraya mempersilahkan kami untuk
duduk di teras rumah yang beralaskan lantai kayu

“ dimana orang pintar itu....?”

tanya gue dalam hati dan berbalas dengan senyuman pria muda tersebut
“ nanti kamu akan tau sendiri jawabannya nak...”

ucap pria tersebut dan berbalas dengan kebingungan kami, karena memang
saat ini kami tidak melontarkan sebuah pertanyaan kepada pria muda tersebut

“ kalau boleh tau, kalian siapa dan apa tujuan kalian ke tempat ini...?”

tanya pria muda tersebut dengan ramah

“ sebenarnya tadi kami mengikuti seorang wanita.. pak...”

jawab gue tanpa berusaha
untuk menutupi kejadian yang sebenarnya

“ zaaaa...”

sebuah pergerakan dari siku minto kini bersarang di lengan gue, sepertinya minto kini tengah mencoba untuk menahan gue dari berbicara jujur

“ panggil saya mbah wodo aja, silahkan teruskan…”

ucap pria tersebut, seraya
melinting rokok jagung, dan kini diantara lintingan rokok jagung yang telah disulutkan, nampak pria tersebut menghembuskan asap rokoknya ke udara

“ wanita itu saya kenal dengan nama hesti, dan tadi dalam perjalanan saya melihat hesti membelokan arah sepeda motornya ke sebuah
jalan setapak yang ternyata berujung di rumah mbah wodo....”

“ apa yang membuat kamu penasaran untuk mengikutinya....?”

“ saya penasaran dengan apa yang dilakukan hesti di tempat yang tersembunyi seperti ini...”

“ hmmmmm...”

gumam mbah wodo dengan suaranya yang berat
“ sebelumnya saya mau minta tolong mbah, untuk memberikan izin ke kamar kecil kepada ketiga kawan saya ini.....”

Wajah mbah wodo terlihat kembali tersenyum

“ ohh silahkan, di belakang rumah ini ada pancuran dan kamar mandi kecil yang bisa kalian pergunakan....”
“ terima kasih mbah...”

ucap mas dikin seraya mengajak indra dan minto menuju ke belakang rumah, dan seiring dengan kepergian indra, minto dan mas dikin ke belakang rumah, terlihat pandangan mata mbah wodo menatap tajam ke arah gue
Chapter 19
“ saya mengenal kamu..sangat mengenal kamu…coba kamu perhatikan ini..…”

ucap mbah wodo seraya menggerakan telapak tangannya di depan wajahnya secara turun naik

Entah...apa yang tengah gue lihat saat ini, adalah kerena efek dari rasa lelah yang gue rasakan, yang pasti saat
ini gue melihat pergerakan dari tangan mbah wodo yang semula bergerak cepat, terlihat mulai bergerak secara perlahan…dan diantara pergerakan tangannya tersebut, wajah mbah wodo mulai berganti ganti rupa, dan yang membuat gue terkejut atas pergantian rupa di wajah mbah wodo
tersebut adalah munculnya wajah orang pintar dan juga wajah dari orang tua yang dulu pernah gue temui sewaktu keberangkatan gue menuju ke jawa timur

“ ini enggak mungkin…enggak mungkin....”

gumam gue dalam hati, seraya menyangkal atas apa yang telah gue lihat saat ini, dan
kini diantara rasa terkejut yang masih gue rasakan, mbah wodo nampak menghentikan pergerakan tangannya, dan disaat mbah wodo menghentikan pergerakan tangannya tersebut, wajah mbah wodo terlihat kembali berubah ke wajahnya yang semula

“ kamuuu...!,ilmu sihir apa yang baru saja
kamu tunjukan kepada saya…?”

tanya gue dengan rasa geram, begitu kini gue mengetahui bahwa sosok pria muda yang ada di hadapan gue ini adalah sosok yang sama dengan orang pintar dan kakek tua yang telah gue temui di kereta

“ sekarang kamu sudah tau jawabannya kan atas
pertanyaan kamu tadi...”

ucap mbah wodo dengan sorot matanya yang terlihat tajam

“ kalau saya boleh tau...sebenarnya ini tempat untuk apa ?”

tanya gue seraya membalas tatapan tajam yang terpancar dari kedua bola mata mbah wodo

“ dimana kamu tinggalkan harimau
pendamping kamu itu.....?”

jawab mbah wodo dan balik bertanya kepada gue

“ sedari awal sudah saya bilang, saya enggak mengerti dengan maksud perkataan kamu itu....”

“ jangan berlagak bodoh nak..kamu pikir kamu bisa membodohi saya...”

ucap mbah wodo dengan pandangan
menatap ke pepohonan besar yang berada di sekeliling rumah, dan kini diantara keterdiamannya, terlihat mulut mbah wodo bergerak gerak seperti seseorang yang tengah berbicara dengan sesuatu

“ apapun maksud dari perkataan kamu itu, saya enggak merasa mempunyai masalah apalagi
mencari masalah dengan kamu....”

ujar gue diantara rasa emosi yang kini mulai bersemai di hati gue ini

“ saya hanya enggak suka ada pendatang dari wilayah lain masuk ke wilayah saya dengan membawa pendamping, benar benar terkesan menantang…”

“ sekali lagi saya bilang...
saya enggak menegerti dengan maksud dari perkataan kamu itu...”

“ sekarang kamu telah memasuki wilayah saya, dan di tempat ini saya akan bertanya kepada kamu, apakah kamu masih menyangkal akan kekuatan dari sesuatu yang selama ini kamu bilang dengan sesuatu yang kelenik....?”
“ kekuatan....? percayalah...walaupun saat ini saya sudah melihat sendiri bahwa kamu bisa melakukan apa yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain, tapi hal tersebut enggak dengan serta merta membuat saya berpikir kalau saat ini saya telah melihat sebuah bentuk dari kekuatan
alam ghaib, karena saya yakin...pasti akan ada jawaban yang masuk akal dari apa yang telah kamu lakukan itu....”

“ ohhh begitu….”

terlihat mbah wodo kembali melinting rokok jagungnya

“ saya memaknai perkataan kamu itu seperti sebuah tantangan atau keinginan membuktikan..”
ujar mbah wodo seraya menyulutkan lintingan rokok yang telah selesai di linting

“ sekali lagi saya bertanya...sebenarnya ini tempat apa…?”

tanya gue dengan rasa penasaran atas fungsi dari rumah mbah wodo ini, karena sangatlah tidak mungkin jika hesti ke tempat ini tanpa
maksud dan tujuan tertentu

Dan kini diantara keterdiaman mbah wodo yang tidak menjawab pertanyaan gue tersebut, tiba tiba saja terdengar suara tawa wanita, yang entah terdengar dari mana, mendapati hal tersebut, gue segera mengarahkan pandangan ini ke posisi dimana mbah wodo
mengarahkan pandangannya, dan disaat kini gue tengah mengarahkan pandangan pada obyek pandangan yang tengah di tatap oleh mbah wodo, gue merasakan seperti ada juntaian rambut yang tersentuh oleh wajah gue ini, mendapati hal tersebut, kini secara refleks gue langsung mengibaskan
tangan ini pada sesuatu yang tidak terlihat oleh pandangan mata gue ini

“ sepertinya mbah wodo ini tengah berniat melakukan sesuatu kepada gue...”

gumam gue dalam hati seraya menatap sebuah obor yang berada tepat di depan rumah, dan kini tanpa adanya angin yang berhembus
di sekitar rumah ini, gue melihat nyala api di obor tersebut nampak bergoyang goyang, layaknya sebuah nyala api yang tengah di goyang oleh hembusan angin yang cukup kencang, dan kini setelah beberapa saat gue terpaku dalam keanehan ini, gue melihat nyala api dari obor tersebut
perlahan mulai mengecil, hingga akhirnya di saat nyala api yang ada di obor tersebut mulai bertambah mengecil bahkan nyaris padam, gue seperti melihat adanya bayangan hitam yang tengah berdiri tegak diantara pepohonan besar yang ada di depan rumah

“ sadar za....lu enggak boleh
terpengaruh oleh sihir mbah wodo keparat ini...”

gumam gue dalam hati seraya mencoba untuk berpaling dari bayangan hitam tersebut, tapi kini semakin gue mencoba untuk berpaling dari bayangan hitam tersebut, bayangan hitam tersebut seperti menjadi magnet yang membuat pandangan
mata gue ini kembali terarah kepada bayangan hitam tersebut, hingga akhirnya di saat bayangan hitam tersebut mulai membentuk suatu wujud yang tinggi besar, gue melihat keberadaan kaki dari bayangan hitam tersebut nampak berbulu lebat layaknya seekor monyet

“ zaaaaaaa….!!!”
Seiring dengan suara teriakan yang terdengar dari samping rumah, kini pandangan gue yang semula tengah memandang ke arah bayangan hitam, perlahan mulai teralihkan pada sosok minto, indra dan mas dikin yang terlihat tengah berlari menuju ke arah gue dan mbah wodo

“ mampus gue
zaaa…sial bangat gue malam ini…”

ucap minto sambil berusaha mengatur nafasnya, dan kini begitu mendapati perkataan minto tersebut, pandangan gue kembali terarah pada tempat dimana tadi gue telah melihat keberadaan sosok dari bayangan hitam yang menyerupai seekor monyet besar
“ dimana mahluk itu....?”

tanya gue dalam hati dan berbalas dengan senyuman mbah wodo yang seperti tengah mengejek gue dengan sebuah pertanyaan, masihkah gue meragukan atas keberadaan dari kekuatan alam ghaib

“ lu kenapa za....?”

tanya indra begitu memperhatikan gue yang
tengah memandang ke arah wajah mbah wodo

“ gue enggak kenapa napa dra, justru gue yang mau bertanya kepada kalian, kalian itu kenapa...?” jawab gue dan balik bertanya kepada indra, tapi pertanyaan gue ini justru berbalas dengan gerutuan minto yang belum terhenti
terucap dari mulutnya

“ salah gue apa ya…kenapa gue terus yang sial..benar benar malam terkutuk....!”

Selepas dari perkataan minto tersebut, gue melemparkan bungkusan rokok yang tersimpan di dalam saku celana gue kepada minto, sebagai isyarat agar minto
menghentikan gerutuannya itu

“ ehh sorry za…maaf mbah..”

ujar minto dibarengi dengan pergerakan tangannya yang meminta maaf kepada gue dan mbah wodo

“ lu kenapa sih memangnya to...?”

tanya gue diantara senyum mengejek yang mengembang di wajah mbah wodo, dan kini begitu
mendapati pertanyaan gue tersebut, minto mulai menceritakan tentang apa yang baru saja di alaminya sewaktu membersihkan diri di pancuran yang terletak di belakang rumah ini

“ padahal saya udah mencoba untuk mencegahnya pak, karena saya takut akan terjadi apa apa, tapi pak
mintonya enggak mau dengar....”

ujar mas dikin begitu minto telah mengakhiri ceritanya

“ dasar keras kepala lu to..udah tau penakut tapi sok berani....”

“ bukan gitu dra, soalnya saat lu mandi tadi, gue benar benar tertarik banget waktu melihat banyak buah kluwek yang
berjatuhan di tanah, dan gue juga mana menyangka, disaat gue hendak mengambil buah kluwek tersebut, tiba tiba aja buah kluwek itu berubah jadi bola mata....”

ujar minto dan berbalas dengan keterdiaman gue, indra dan mas dikin

“ maaf mbah...apa boleh saya bertanya sesuatu....?”
Selepas dari permintaan minto tersebut, terlihat mbah wodo menganggukan kepalanya

“ tadi sewaktu saya berlari karena terkejut melihat bola mata itu, saya seperti melihat adanya segerombolan anak kecil yang hampir bisa dikatakan menyerupai monyet, tengah bermain main diantara
pohon besar yang ada di belakang rumah ini, apakah mbah mengetahui tentang mahluk itu....?”

“ apa yang kamu lihat itu sangat lumrah untuk di jumpai di kawasan hutan seperti ini...dan jika kamu bertanya tentang mahluk yang telah kamu lihat itu, sebaiknya kamu bertanya sama teman
kamu itu, ya siapa tau pemikirannya yang moderen itu bisa menjawabnya....”

jawab mbah wodo seraya mengarahkan pandangannya ke wajah gue

“ maaf…untuk sekali lagi saya mau tanya, sebenarnya ini tempat apa...?”

kembali gue mengulang pertanyaan gue itu kepada mbah wodo
untuk kesekian kalinya, dan andaikan saat ini mbah wodo kembali tidak menjawab pertanyaan gue itu, kini terlintas di dalam pikiran gue, untuk memaksa mbah wodo mengatakan akan semua yang telah diketahuinya
Chapter 20
Cukup lama juga kini mbah wodo terdiam begitu mendengar pertanyaan gue itu, hingga akhirnya di saat kini gue telah bersiap siap untuk melakukan sebuah tindakan kepada mbah wodo, terlihat mbah wodo memberikan tanda, yang mengisyaratkan bahwa mbah wodo
akan menjawab pertanyaan gue itu

“ tempat ini tempat pesugihan.... ngalap berkah, selain itu kalian juga bisa menambah aura kecantikan dan ketampanan di tempat ini.......”

“ busettt..ternyata benar dugaan gue, kalau hesti…”

“ dra...!”

tegur gue memotong perkataan indra,
hal ini gue lakukan karena biar bagaimanapun orang yang sekarang ada di hadapan kami ini adalah orang pintar yang telah menuntun hesti dalam melakukan semua ritual mistis ini, andai kami saat ini menghakimi hesti di depan mukanya, itu sama saja seperti kami memberikan tamparan
keras di wajahnya, dan gue tidak ingin hal itu terjadi, karena disaat ini gue tengah mendapatkan sebuah momen untuk menggali keterangan lebih lanjut dari mbah wodo

“ andaikan memang ini tempat pesugihan, ngalap berkah, dan ritual mistis lainnya, apakah bisa kami melihat
prosesi ritualnya, karena sangatlah mudah bagi seseorang untuk berkata tempat ini tempat angker atau tempat ini tempat untuk meminta sesuatu, sedangkan buktinya itu hanya omongan dari orang ke orang yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya....”

Dan kini selepas gue
menyelesaikan perkataan gue itu, terlihat mbah wodo mengarahkan sorot matanya yang tajam ke arah kami

“ kalian pikir tempat ini untuk tempat main main...?”

ujar mbah wodo dan berbalas dengan keterdiaman kami

“ setiap pengorbanan itu ada nilainya...dan jika kalian mengharapkan
bukti, lantas apa yang bisa saya dapatkan dari kalian....lebih baik kalian pergi sekarang, karena disini bukan tempat bagi orang yang hanya pintar berbicara tanpa berani untuk mengorbankan sesuatu.....”

“ sebentar…”

ucap gue mencoba menahan kemarahan mbah wodo

“ apa yang
harus saya penuhi untuk bisa mengetahui atau setidaknya membuktikan bahwa yang mbah wodo katakan itu memang benar adanya....”

“ hmmm...apakah kamu yakin dan enggak menyesal dengan keinginan kamu untuk membuktikan ini semua nak reza....?”

“ saya yakin dan enggak menyesal, karena
saya percaya, semua yang akan saya lakukan ini pasti enggak akan berpengaruh apa apa terhadap kehidupan saya...karena kehidupan saya itu tergantung pada hasil kerja keras saya...bukan pada ritual kelenik yang akan saya buktikan ini...”

jawab gue dan berbalas dengan
keterkejutan indra, minto dan mas dikin

“ kamu siap untuk memenuhi persyaratannya...?”

“ saya siap mbahh…”

“ zaaa..tolong za...lu jangan gila..”

ujar minto dan indra hampir berbarengan, sepertinya indra dan minto kini benar benar merasa khawatir atas keputusan yang
telah gue ambil ini

“ tolong di pikir pikir lagi pak reza…” kali ini mas dikin mencoba untuk memberikan nasihat

“ hanya ini jalan kita untuk mengetahui apa yang telah dilakukan hesti ditempat ini..dan sekaligus membuktikan kebenaran dari perkataan mbah wodo ini...”
bisik gue kepada indra dan berbalas dengan keterdiaman indra

“ mari ikut saya ke dalam nak reza...”

ajak mbah wodo mempersilahkan gue untuk memasuki rumahnya lalu menuju ke sebuah ruangan, dan sepertinya ruangan yang kini gue masuki, adalah ruangan yang di pergunakan oleh
mbah wodo dalam menjalankan aktifitas keleniknya, hal ini bisa terlihat dari keberadaan pernak pernik yang berhubungan dengan hal yang kelenik, dan kini setelah mbah wodo mempersilahkan gue untuk duduk bersila, wajah kami kini saling berpandangan diantara keberadaan sebuah meja
bulat yang kini menjadi pemisah dari keberadaan kami saat ini

“ nak reza, untuk mahar ritual ini akan memakan biaya yang tidak sedikit, apakah nak reza masih mau melanjutkannya....”

tanya mbah wodo dan berbalas dengan senyuman kecil yang mengembang di wajah gue

“ bangsat...
udah gue tebak....pasti ujung ujungnya hanya sebuah penipuan untuk mencari keuntungan...”

gumam gue dalam rasa geram

“ bagaimana nak reza…hanya dengan pengorbanan kecil, maka nak reza bisa menghilangkan rasa penasaran nak reza itu....? ”

Sungguh pintar sekali mbah wodo
ini memberikan gue pilihan diantara rasa penasaran dan rasa keingintahuan gue ini, dan kini selepas gue mendengar perkataan mbah wodo tersebut, tanpa berpikir panjang lagi, gue segera berjalan keluar dari dalam ruangan untuk mengambil uang yang gue simpan di dalam tas ransel yang
gue letakan di teras depan

“ zaaaa....”

ujar minto begitu melihat gue di teras rumah

“ percayalah to...enggak akan terjadi apa apa terhadap gue, semuanya ini hanya omong kosong, dan gue akan membuktikannya kepada kalian malam ini...”

“ tapi za....”

“ apapun yang terjadi,
tolong jangan tinggalkan gue..”

pesan gue kepada minto, karena gue merasa khawatir, apa yang akan gue lakukan ini, bisa saja nantinya akan berpengaruh pada alam bawah sadar gue, seperti apa yang telah gue alami sewaktu orang pintar atau mbah wodo melakukan praktek
hipnotisnya terhadap gue

“ zaaaaa.....!”

teriak indra dan berbalas dengan keterdiaman gue dalam memasuki rumah

“ hanya ini yang saya miliki mbah, tolong dihitung kembali…”

Selepas dari perkataan gue tersebut, terlihat mbah wodo hanya mengambil selembar uang dari beberapa
lembar uang yang gue berikan, lalu meletakannya di dalam tungku kemenyan, dan tidak berselang lama kemudian, nampak mbah wodo membakar uang tersebut berikut dengan kemenyan yang telah dimasukannya ke dalam tungku kemenyan

“ sebenarnya mahar apa yang harus saya beli sehingga saya
harus mengeluarkan uang sebesar yang saya miliki itu....?”

“ uang mahar yang kamu miliki itu sebagai pengganti dari beberapa kelopak bunga serta dua buah ember yang berisikan air, yang semuanya itu akan kamu pergunakan dalam prosesi ritual nanti...”

“ gila...ini benar benar
penipuan, bagaimana mungkin uang yang gue miliki itu hanya di hargai dengan beberapa kelopak bunga dan dua buah ember yang berisikan air..”

“ mungkin menurut kamu ini semua mahal, tapi percayalah..untuk mendapatkan semua materi ritual ini tidak semudah yang kamu pikirkan..dan
hasil yang akan kamu dapatkan nanti akan melebihi semua uang yang kamu telah keluarkan ini....”

ujar mbah wodo yang sepertinya mbah wodo sudah bisa membaca apa yang ada di dalam pikiran gue ini

Setelah berbicara panjang lebar tentang apa saja yang harus gue lakukan dalam
prosesi ini, kini mbah wodo terlihat memanggil mbah bendol, dan seakan sudah mengerti dengan apa yang harus dilakukannya, mbah bendol terlihat pergi dan kembali lagi dengan membawa sehelai kain tanpa jahitan

“ apa ini mbah…?”

tanya gue kepada mbah wodo begitu menerima kain
tanpa jahitan tersebut

“ itu kain kafan yang akan kita pergunakan dalam prosesi ritual ini…kenapa, apakah kamu takut...?”

ujar mbah wodo dan berbalas dengan keterdiaman gue

“ ganti pakaian yang kamu pakai itu dengan kain kafan ini…”

Selepas dari perkataanya tersebut,
terlihat mbah bendol mengajak gue ke sebuah ruangan untuk berganti pakaian dengan sehelai kain kafan yang tadi telah diberikan oleh mbah wodo, dan kini setelah pakaian yang gue kenakan telah berganti dengan kain kafan, mbah bendol memberikan gue sehelai kain hitam yang harus gue
kenakan untuk menutupi mata ini

“ ikut saya....”

ucap mbah bendol seraya menarik tangan gue untuk berjalan, dan sepertinya saat ini gue tengah di ajak oleh mbah bendol untuk keluar dari dalam rumah

“ zaaaa.. lu mau kemana....?”

tanya indra, begitu mendapati keberadaan gue
yang telah keluar dari dalam rumah

“ udah za, hentikan aja semua ini…sumpah za, perasaan gue ini benar benar enggak enak....”

Untuk kali ini diantara suara minto yang terdengar, gue bisa merasakan sentuhan tangan minto pada bahu gue, dan sepertinya minto kini sangat berharap
agar gue mengurungkan niat gue untuk menjalani prosesi ritual ini

“ kalian tenang saja, tetap tunggu gue disini..”

ujar gue sambil terus melangkah mengikuti petunjuk arah yang diberikan oleh mbah bendol

“ jangan lepaskan pegangan saya…kalau kamu enggak ingin celaka...”
mbah bendol memperingatkan gue diantara pegangan tangannya pada pergelangan tangan gue

Setelah beberapa saat lamanya mbah bendol mengajak gue untuk berjalan, kini langkah kaki gue terhenti di sebuah tempat, di mana di tempat ini, mbah bendol meminta gue untuk melepaskan penutup
mata ini, hingga akhirnya ketika penutup mata ini telah gue lepaskan, gue mendapati diri gue ini tengah berada di sebuah tempat di dalam hutan

“ kita sedang berada di mana ini mbah...”

tanya gue kepada mbah wodo seraya melayangkan pandangan mata ini ke arah sendang yang
berada diantara pepohonan besar

“ kamu pergi ke bilik itu sekarang…disana sudah saya sediakan dua buah ember yang berisikan air yang telah tercampur dengan bunga...”

ucap mbah wodo tanpa menjawab pertanyaan gue, dan kini terlihat jari tangan mbah wodo kini menunjuk ke arah
sebuah bilik kecil yang berada di pinggir sendang

“ apakah mbah wodo dan mbah bendol akan menemani saya selama saya melakukan prosesi mandi ini....?”

tanya gue dan berbalas dengan senyuman yang terlihat mengejek di wajah mbah wodo

“ kamu sendirian…bila waktunya tiba, nanti
saya akan ke bilik itu....”

jawab mbah wodo seraya mengajak mbah bendol pergi meninggalkan gue seorang diri

Diantara keberadaan mbah wodo dan mbah bendol yang kini sudah menghilang dalam kegelapan malam, gue segera berjalan menuju ke bilik yang berada di tepian sendang, dan
entah mengapa disaat gue melangkah ini, gue seperti merasakan adanya sesuatu yang tengah memperhatikan setiap pergerakan gue ini, hingga akhirnya setelah gue kini memasuki bilik, nampak terlihat keberadaan dari dua buah ember yang berisikan air yang bercampur dengan bunga,
menempati sudut bilik, mendapati hal bersebut, kini tanpa berkeinginan untuk menunda nunda lagi akan prosesi ritual yang akan gue lakukan ini, gue segera mengguyurkan air yang ada di dalam ember ke tubuh gue dengan menggunakan sebuah gayung batok kelapa yang sepertinya telah
di persiapkan juga oleh mbah wodo

Diguyuran air yang pertama, gue sama sekali tidak merasakan adanya keanehan dan keganjilan selain dinginnya air dan aroma wangi yang ditimbulkan oleh bunga, walaupun saat itu gue mendengar seperti ada suara hewan yang tengah berada di sekitar
bilik, hingga akhirnya disaat kini gue melakukan guyuran yang kedua dan seterusnya, gue mulai merasakan adanya keanehan, dan keanehan yang gue temui itu adalah keberadaan suara hewan yang seakan akan mengikuti setiap guyuran yang gue lakukan, dan apa yang gue dapati tersebut,
kini telah membuat, gue terpancing untuk mengadahkan kepala ini dalam menatap lebatnya dedaunan dari pepohonan besar yang berada di atas bilik

“ aneh…ini aneh…”

gumam gue pelan diantara pergerakan gue yang hendak mengambil cidukan air yang terakhir, tapi belum sempat gayung
yang gue pergunakan ini menyentuh air, gue seperti melihat adanya beberapa sketsa wajah yang tersamar oleh riak air, tapi walaupun beberapa wajah yang terlihat itu tersamar oleh riak air, entah mengapa kini gue merasa bahwa sketsa wajah yang terlihat itu adalah sketsa wajah dari
orang orang yang mungkin sangat dekat dalam kehidupan gue ini

“ apa maksud dari semua ini…...?”

tanya gue dalam hati diantara sketsa wajah yang mulai menghilang keberadaannya dari permukaan air
Chapter 21
Dan kini dengan menyimpan sedikit keraguan di hati gue ini, akhirnya gue melakukan guyuran terakhir pada tubuh gue ini, dan diantara guyuran yang gue lakukan tersebut, kini muncul perdebatan di hati gue akan resiko yang mungkin akan terjadi setelah gue melakukan
prosesi ritual ini

“ ahhh persetan...gue yakin, apa yang gue lakukan ini, enggak akan ada resikonya...”

Selepas gue melakukan ritual mandi tersebut, sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh mbah wodo, terlihat kini kehadiran mbah wodo yang memasuki bilik dengan turut serta
membawa nampan bambu kecil yang berisikan tiga buah kelopak bunga

“ untuk yang terakhir….”

ucap mbah wodo seraya menyerahkan nampan yang dibawanya tersebut kepada gue

“ harus saya apakan kelopak bunga ini mbah...?”

“ kamu hanya perlu memakannya...”

jawab mbah wodo dan
berbalas dengan pergerakan gue dalam memakan ketiga buah kelopak bunga tersebut, hingga akhirnya diantara rasa pahit yang kini gue rasakan, gue mulai merasa sulit untuk menghabiskan ketiga kelopak bunga tersebut

“ habiskan..”

perintah mbah wodo seraya menepuk nepuk bahu gue,
hingga akhirnya di saat kelopak bunga yang terakhir telah berhasil gue habiskan, entah mengapa kini gue merasa, tubuh gue ini seperti menjadi lemas, dan diantara ketidakmampuan kaki gue dalam menahan berat tubuh ini, tanpa bisa untuk gue hindari lagi, tubuh gue kini terjatuh
ke tanah, dan diantara kesadaran gue yang kini berangsur mulai menurun, nampak terlihat keberadaan mbah wodo yang tengah berbicara dengan sesuatu yang sangat sulit diterima oleh akal sehat gue ini...yaa saat ini mbah wodo tengah berbicara dengan seekor ular besar yang
menyembulkan kepalanya diantara dinding bilik

“ mmmbbbahhhh…”

gumam gue diantara pergerakan mbah wodo yang tengah menempatkan beberapa lembar daun besar tepat di hadapan ular tersebut, dan kini seakan sudah mengerti dengan apa yang harus dilakukannya, ular tersebut mulai
menjilati seluruh bagian daun yang ada di tangan mbah wodo, hingga akhirnya disaat jilatannya yang terakhir pada daun tersebut, terlihat ular tersebut mengarahkan pandangannya ke wajah gue

“ enggak mungkin...ini enggak mungkin...”

gumam gue kembali seraya menatap kepergian
ular besar tersebut meninggalkan bilik

“ duduk nak reza…duduk…”

ujar mbah wodo, dan berbalas dengan kehadiran mbah bendol yang memasuki bilik, dan kini dengan sigapnya, mbah bendol membantu gue untuk duduk berhadapan dengan mbah wodo yang telah terlebih dahulu duduk
bersila di tanah

“ ini akhir dari semua prosesi ritual yang telah kamu lakukan ini....”

Mbah wodo kini mulai mengusapkan daun yang ada di tangannya ke wajah dan seluruh tubuh gue, dan setelah mbah wodo melakukan hal tersebut, entah mengapa kini gue merasakan, rasa lemas yang
sedari tadi telah mendera tubuh gue, kini perlahan mulai berangsur hilang

Kagum, mengakui kehebatan…mungkin itu bukan kata yang tepat bagi gue dalam memaknai semua kejadian yang telah terjadi pada malam ini, tapi satu hal yang pasti, kini mbah wodo telah mampu untuk merubah
arah pandang pikiran gue yang selama ini sangat meragukan atas sesuatu yang berhubungan dengan ritual kelenik

“ bagaimana pak reza….?”

tanya mas dikin dengan menunjukan ekspresi wajah kekhawatirannya begitu melihat kehadiran gue yang telah keluar dari dalam hutan bersama
dengan mbah wodo dan mbah bendol

“ saya enggak kenapa napa mas..kalian enggak usah khawatir....”

jawab gue seraya mengembangkan senyum, dan kini setelah gue mengganti kain kafan yang gue kenakan ini dengan pakaian gue kembali, terlihat indra, minto dan mas dikin kini
mengerubungi dan mengamati gue dengan sangat seksama, dari ujung rambut hingga ke ujung kaki

“ kalian kenapa ?”

tanya gue karena merasa risih atas perlakuan dari indra, minto dan mas dikin dalam mengamati wajah gue ini

“ lu beda banget za…benar benar beda..”

ujar indra
dalam tatapan matanya yang tidak berkedip dalam memandangi wajah gue

“ apa apaan sih dra...jangan melihat gue seperti itu, jadi takut nih gue...”

ucap gue sambil beringsut mundur menjauhi indra, dan kini begitu mendapati hal tersebut terlihat minto dan mas dikin mulai
terlarut dalam gelak tawanya

“ brengsek lu za, lu jangan salah paham dong..., maksud gue tuh lu beda banget, karena sekarang ini lu wangi banget…padahal kan sebelumnya lu itu bau...”

ujar indra sambil melemparkan bungkusan rokok ke tubuh gue

“ tapi memang benar sih pak reza,
saya juga merasa agak pangling melihat pak reza sekarang ini....”

Selepas dari perkataan mas dikin tersebut, terlihat kehadiran mbah wodo di teras rumah, mendapati hal tersebut, kini muncul berbagai macam pertanyaan di dalam pikiran gue, dan pertanyaan yang muncul dalam
pikiran gue tersebut, masih terhubung dengan prosesi ritual yang telah gue lakukan, terutama pada kemunculan dari sketsa wajah di dalam riak air

“ bagaimana nak reza, apakah nak reza masih menyangsikan akan hal hal yang menurut nak reza adalah hal yang kelenik itu....?”
tanya mbah wodo dan berbalas dengan keterdiaman gue, hal ini gue lakukan karena saat ini, gue memang harus mengakui sebuah kekalahan dari sesuatu yang selama ini selalu gue sangkal keberadaannya

“ ada satu hal yang ingin saya tanyakan mbah...”

jawab gue dan balik bertanya
kepada mbah wodo

“ hmm apa itu...?”

“ tadi itu sewaktu saya melakukan prosesi ritual mandi, saya melihat adanya sketsa wajah di dalam air, apa sebenarnya arti dari pengelihatan saya itu mbah....?”

“ kamu mau tau....?”

tanya mbah wodo seraya mengembangkan senyumnya
“ iya mbah...saya ingin tau...”

“ apa yang telah kamu lihat itu adalah apa yang di inginkan oleh penguasa kegelapan yang telah mengabulkan keinginan kamu dalam menghilangkan rasa penasaran kamu itu....”

“ hahh...maksud mbah tumbal.. ?”

tanya minto dan indra hampir bersamaan,
dan kini selepas dari pertanyaan indra dan minto tersebut, gue bisa melihat adanya ekspresi ketakutan di wajah minto, indra dan mas dikin

“ bukankah tumbal itu seharusnya hanya mengambil korban dari satu keturunan aja mbah...?”

tanya mas dikin yang sepertinya kini mulai
terpengaruh oleh perkataan mbah wodo

“ kekuatan ghaib itu tidak mengenal apakah yang akan menjadi tumbal itu berasal dari satu garis keturunan atau tidak, yang mereka inginkan itu hanya jiwa...ya jiwa yang telah terjual dalam perjanjian yang telah dibuat ini...”
jawab mbah wodo seraya menyulutkan lintingan rokok jagungnya

“ ini semua omong kosong mbah.. .bukti keampuhan dari ritual ini aja belum saya alami, sekarang mbah sudah berbicara tentang masalah tumbal....”

ucap gue dengan senyum mengejek
“ sebenarnya wajah siapa yang telah lu lihat za...? jangan main main dengan semua ini za, kalau memang ritual yang telah lu lakukan itu bisa dibatalkan..lebih baik dibatalkan aja za...”

ujar minto seraya mengarahkan sorot matanya yang tajam ke arah gue

“ sudah hampir jam
empat pagi, lebih baik sekarang kita meneruskan perjalanan ini, dari pada kita harus menghabiskan waktu dengan omong kosong ini....”

ucap gue tanpa menghiraukan pertanyaan minto

“ saya pamit mbah…terima kasih atas semua ritualnya itu....”

Dan kini diantara genggaman tangan
mbah wodo yang menggenggam erat tangan gue, terlihat senyuman dingin di wajah mbah wodo

“ jangan bersembunyi dari rasa takut dengan sebuah kesombongan....”

ucap mbah wodo dan berbalas dengan keterdiaman gue

“ sudah pak..mari kita pergi...”

Selepas dari perkataan mas dikin
tersebut, kini mas dikin menarik tangan gue untuk mengajak gue pergi meninggalkan rumah mbah wodo

“ sebenarnya apa yang telah lu lihat za, sebaiknya lu jujur deh...?”

tanya indra begitu mobil mulai berjalan menembus jalan yang masih tertutup oleh kabut tipis

“ nanti aja gue
menjelaskannya dra, lebih baik lu jangan menanggapi secara serius perkataan mbah wodo itu...”

jawab gue seraya menghela nafas panjang

“ mas dikin mengantuk...?, kalau mas dikin mengantuk lebih baik istirahat aja, biar saya aja yang membawa mobil ini....”

tanya gue, begitu
gue melihat mas dikin yang tengah menatap jalan dengan tatapan matanya yang kosong

“ enggak usah pak, saya masih kuat...” jawab mas dikin dengan mengembangkan senyumnya

“ lebih baik, jika nanti kita melihat ada rumah penduduk di pinggir jalan...kita bersitirahat aja dahulu...”
Selepas dari perkataan gue tersebut, gue kini berusaha untuk mencari keberadaan ransel di dalam mobil, karena di dalam ransel tersebut, tersimpan sejumlah uang yang bisa gue pergunakan sebagai modal kehidupan kami diperjalanan ini

“ kenapa za....?”

Sepertinya saat ini indra
menyadari kepanikan gue yang tidak menemukan keberadaan tas ransel di dalam mobil

“ mampus gue …ransel gue ketinggalan dra.....berhentii mas…berhentii..putar balik sekarang...”

teriak gue dan berbalas dengan kecekatan mas dikin dalam memutar laju mobil untuk
kembali ke rumah mbah wodo

“ haduhh za..lu pakai acara lupa lagi....”

ujar minto seraya menepuk keningnya

“ malas banget gue za, jika harus kembali melihat wajah si wodo dan si bendol itu...”

gerutu indra yang menumpahkan rasa keengganannya untuk kembali ke rumah mbah wodo
Chapter 22
Dengan cekatan kini mas dikin mulai membawa laju mobil menuju ke rumah mbah wodo, dan kini diantara ekspresi kebingungan yang terlihat di wajah mas dikin, terlihat mas dikin agak memperlambat laju mobil yang dibawanya, guna mencari tanda tanda jalan menuju ke rumah mbah wodo
“ pak, kalau enggak salah ini jalannya deh...”

ucap mas dikin sambil menepikan mobil di pinggir jalan, mendapati hal tersebut, kini gue, indra dan minto memutuskan untuk keluar dari dalam mobil guna memastikan perkataan mas dikin tersebut

“ bagaimana dra....”

tanya gue
seraya memperhatikan setiap tanda yang ada di tempat gue berada saat ini

“ sepertinya memang ini jalannya za...”

jawab indra sambil menunjuk jalan setapak dengan aspalnya yang rusak

“ kalian tunggu di sini aja, biar gue sama indra yang ke rumah mbah wodo...”

ucap gue yang
berbalas dengan saling bertukar pandangnya minto dan mas dikin

“ hahh...lu yakin za...?”

tanya minto sambil melemparkan lampu senter ke arah indra

“ yakin to..”

Selepas dari perkataan gue tersebut, pandangan gue kini terarah pada jarum jam yang ada di jam tangan, terlihat
waktu telah menunjukan hampir jam setengah lima pagi

“ ayo kita jalan sekarang dra...”

ajak gue dan berbalas dengan anggukan kepala indra, dan kini diantara kegelapan yang masih menyelimuti kawasan hutan, gue dan indra mulai berjalan menembus kegelapan dengan
bermodalkan cahaya senter

“ za...bukankah itu jalannya....?”

tanya indra sambil mengarahkan cahaya senternya ke tumpukan batu alam yang membentuk susunan anak tangga

“ sepertinya iya dra...”

jawab gue sambil memperhatikan susunan anak tangga yang ada di hadapan gue ini,
dan kini setelah gue merasa yakin bahwa susunan anak tangga ini adalah jalan menuju ke rumah mbah wodo, gue segera mengajak indra untuk melalui susunan anak tangga tersebut

Lama kini kami berjalan menaiki susunan batu alam ini, seiring dengan rasa lelah yang mulai kami
rasakan ini, gue merasa susunan batu alam ini seakan membentuk susunan anak tangga yang lebih banyak dibandingkan ketika pertama kali kami melaluinya

“ za, kita enggak salah jalan kan, kok rasanya jadi jauh banget sih....”

gumam indra diantara butiran keringat yang mulai
membasahi wajahnya, dan kini begitu mendapati perkataan indra tersebut, gue memilih untuk berdiam diri dan melanjutkan langkah kaki ini

“zaaaaa...jangan diam aja lu....kita pasti udah salah jalan nih....!”

“ kita enggak salah jalan dra...”

Sebatang rokok kini telah gue
sulutkan untuk menghilangkan rasa kekhawatiran gue atas situasi yang tengah gue alami ini

“ tapi aneh.. ini ada yang aneh dra...”

“ aneh bagaimana za...?”

tanya indra seraya mengambil bungkusan rokok dari genggaman tangan gue

“ ini jalan yang sama, tangga yang sama,
tapi kok gue merasa, jalan ini seperti enggak berujung...karena seharusnya...”

“ seharusnya berakhir di sebuah lapangan datar dimana rumah mbah wodo berada..bukankah itu yang mau lu katakan za...”

ucap indra memotong perkataan gue yang belum selesai terucapkan, dan kini
diantara anggukan kepala gue untuk merespon perkataan indra tersebut, terlihat indra menyulutkan sebatang rokok untuk mengusir kegelisahan hatinya

“ tenang dra, sebentar lagi hari akan terang, dan gue yakin kita pasti akan bisa menemukan rumah mbah wodo....”
Diantara keterdiaman gue dan indra yang kini hanya bisa terduduk di atas undakan anak tangga, sepertinya kegelapan yang menyelimuti kawasan hutan ini, seakan tidak terpengaruh oleh pergerakan waktu yang terus berjalan, mendapati hal tersebut, gue kembali mengarahkan pandangan
mata ini ke sekitar dari undakan anak tangga, tapi kegelapan yang menyelimuti kawasan hutan ini, seperti berusaha untuk menyembunyikan rumah mbah wodo dari pandangan mata kami ini

“ lihat nih dra...udah jam lima pagi.....”

“ gue udah tau za...”

ucap indra seraya
memperlihatkan jam yang melingkar ditangannya

Hampir satu jam lamanya kini kami kembali bergulat diantara rasa dingin dan keinginan untuk memejamkan mata ini, pergerakan dari jarum jam yang terus berjalan, kini seperti menghadirkan sebuah kenyataan, atas ketiadaan dari sinar
matahari yang akan menyingkap selimut kegelapan di kawasan hutan ini

“ za.....”

terlihat indra memperlihatkan keberadaan dari jarum jam di jam tangannya yang telah menunjukan pukul enam pagi

“ ada yang enggak beres nih..za, jangan diam aja lu…kita harus bagaimana...”
ujar indra kembali seraya menyentuhkan tangannya pada bahu gue

“ ini memang aneh dra..sebaiknya kita kembali ke mobil aja...dan lupakan aja ransel gue itu...”

Selepas dari perkataan gue itu, kini gue mengajak indra untuk menuruni susunan anak tangga, tapi baru saja langkah kaki
kami ini menuruni beberapa anak tangga, indra meminta gue untuk menghentikan langkah kaki ini

“ ada apa dra....?”

tanya gue seraya memperhatikan indra yang tengah menolehkan pandangannya ke arah anak tangga yang baru saja kami lalui

“ tadi gue seperti mendengar ada yang
memanggil nama gue..za...”

jawab indra seraya mengarahkan cahaya senternya ke arah anak tangga yang telah kami lalui

“ ahhh jangan ngaco lu dra...udah lah..sebaiknya kita sekarang cepat turun....”

ucap gue sambil kembali menuruni anak tangga, tapi baru saja gue menuruni
beberapa anak tangga, suara panggilan indra kembali terdengar dan menghentikan pergerakan dari kaki gue ini

“ apa lagi sih dra..”

teriak gue dengan rasa gusar

“ coba lu lihat ini za....”

Seiring dengan perkataan yang terucap dari mulut indra, terlihat indra menyibak
rerimbunan semak belukar yang ada sisi kanan anak tangga, mendapati apa yang tengah dilakukan oleh indra tersebut, gue segera menghampiri indra untuk melihat apa yang tengah dilihatnya saat ini, hingga akhirnya disaat kini gue telah melihat apa yang tengah dilihat oleh indra,
gue mendapati keberadaan hamparan tanah lapang dengan pohon pohon besar disekitarnya

“ bukankah seharusnya rumah mbah wodo itu berada di tempat ini za...”

“ benar dra..ini seharusnya tempat kediaman mbah wodo…tapi dimana rumah itu...?”

tanya gue saraya mulai berjalan untuk
mencari keberadaan rumah mbah wodo, dan kini seiring dengan tatapan mata gue yang hanya bisa menemui keberadaan pohon pohon besar, terlihat keberadaan sebuah batu besar yang sepertinya posisi dari batu tersebut telah menggantikan keberadaaan rumah mbah wodo yang seharusnya
berada di posisi itu

“ gue takut za....sumpah gue takut, coba lu bayangin za....ini sudah hampir jam setengah tujuh pagi..tapi kenapa keadaan disini masih gelap gulita seperti ini....”

ujar indra diantara kepalanya yang terngadah menatap langit

“ bagaimana mungkin..dua buah
individu bisa berhalusinasi hal yang sama dan dalam waktu yang bersamaan seperti ini...?”

gumam gue pelan dan berbalas dengan tatapan mata indra yang terarah ke wajah gue

“ maksud lu apa za....?”

“ enggak ada maksud apa apa dra, gue cuma lagi ngelantur aja....”

Selepas dari
perkataan gue tersebut, gue segera berjalan mengelilingi batu besar yang ada di hadapan gue ini, dengan harapan gue akan bisa meyakini diri gue, bahwa keberadaan rumah mbah wodo memang seharusnya berada di posisi batu besar sekarang ini, dan kini begitu indra melihat apa yang
tengah gue lakukan ini, indra terlihat mengarahkan senternya untuk memeriksa situasi di hamparan tanah lapang

“ rumah mbah wodo yang lebih besar dari ransel gue aja, enggak bisa gue temui, apalagi ransel gue itu....”

gerutu gue diantara tatapan mata gue yang memperhatikan
situasi di sekitar batu besar, hingga akhirnya diantara keterbatasan pandangan mata gue ini dalam melangkah, tiba tiba saja, kaki gue ini terantuk oleh sesuatu yang ada di atas tanah, mendapati hal tersebut, gue segera melayangkan pandangan mata ini ke arah tanah, dan disaat
itulah tanpa sengaja gue menemukan keberadaan ransel gue yang tergeletak di atas tanah

“ draaaaa..sini draaa...”

teriak gue mencoba untuk memberitahukan indra atas penemuan ransel gue yang tidak terduga ini

“ zaaaaa...!”

“ ransel gue udah ketemu dra…jangan dicari lagi..
cepat lu kesini...!”

teriak gue kembali, seraya hendak memeriksa isi dari ransel, tapi kini baru saja gue memulai memeriksa isi ransel, suara teriakan indra yang penuh dengan kepanikan kini terdengar mendekat, mendapati hal tersebut, gue terpaksa mengurungkan keinginan gue
yang ingin memeriksa isi ransel

“ ampunn gue za…ampunnn...!”

Nampak indra menunjukan ekspresi kepanikannya, diantara tangannya yang terlihat gemetar, indra melepaskan genggamannya pada lampu senter
“ hehhh lu kenapa dra...?, lihat nih ranselnya udah gue temukan..”
ucap gue sambil mengambil lampu senter yang telah di jatuhkan oleh indra di tanah

“ tenang dra…tenang..sekarang ransel ini udah bersama kita, lu boleh pegang kujang milik gue ini, kalau memang hal itu bisa membuat lu tenang.....”

Kali ini gue mencoba untuk
memberikan sugesti keberanian yang akan menenangkan kepanikan indra, walaupun sugesti itu telah terucap dari sebuah kebohongan
Chapter 23
“ lu yang pegang aja za…gue percaya sama lu kok....”

ucap indra yang sepertinya kini sudah mulai bisa mengontrol kepanikannya

“ sekarang tolong kasih tau gue dra, apa yang sebenarnya telah lu lihat, sampai lu terlihat ketakutan seperti itu...?”

tanya gue dengan dengan
pandangan terarah ke wajah indra

“ gue telah melihat mbah wodo ada disana za...”

jawab indra dengan suaranya yang terdengar bergetar, dan kini diantara keengganan indra untuk menolehkan pandangannya ke tempat dimana indra telah berjumpa dengan mbah wodo, nampak indra
mengarahkan jari tangannya ke arah tempat tersebut, dan kini begitu mendapati perkataan indra tersebut, gue segera mengarahkan cahaya senter ke arah tempat yang telah di tunjuk oleh indra

“ lu yakin dra, udah melihat mbah wodo di sana...?”

tanya gue begitu kini gue tidak
mendapati keberadaan seorang pun di tempat yang telah di tunjuk oleh indra

“ sumpah za....gue yakin banget kalau seseorang yang telah gue lihat tadi itu adalah mbah wodo, hanya saja pada saat gue melihat mbah wodo tadi, gue melihat keadaan tangan mbah wodo berlumuran darah
karena tengah memegang sesuatu...”

“ hahh memegang apa to....?”

“ gue enggak tau za, tapi sesuatu yang dipegang oleh mbah wodo itu telah memancing kehadiran dari anak anak kecil yang menyerupai monyet keluar dari semak belukar dan pepohonan besar itu, dan disaat itulah
mbah wodo memberikan anak anak kecil itu makan dengan sesuatu yang ada di dalam genggaman tangannya itu...hingga akhirnya karena gue penasaran ingin melihat secara lebih jelas lagi, gue menyorotkan cahaya senter ini ke arah mbah wodo, tapi sepertinya cahaya senter gue itu telah
membuat anak anak kecil yang menyerupai monyet itu merasa terusik dan hendak menghampiri gue...”

jawab minto tanpa berani sedikit pun untuk menolehkan pandangannya ke tempat yang telah di tunjuknya

“ berarti segerombolan anak kecil yang telah lu lihat itu, sama persis dengan
apa yang telah dilihat oleh minto.....”

“ benar za, sebaiknya sekarang kita pergi aja za....gue benar benar takut za.....”

ujar indra dan berbalas dengan rasa keingintahuan gue

“ baiklah dra, kita pergi sekarang.....”

Selepas dari perkataan gue tersebut, gue segera menarik
tangan indra untuk berjalan, dan kini diantara keberadaan dari mata indra yang tertutup rapat, telah membuat langkah kaki indra berjalan secara perlahan, hingga akhirnya setibanya gue di tempat dimana indra mengaku telah bertemu dengan sosok mbah wodo, gue menghentikan langkah
kaki ini dan meminta indra untuk membuka pejaman matanya

“ siallll…gue jadi merinding lagi za jika harus mengingat lagi wajah mbah wodo yang terlihat dingin dan menyeramkan itu.....”

ujar indra diantara keterdiaman gue yang tengah mengarahkan cahaya senter untuk mencari
keberadaan mbah wodo seperti apa yang telah dikatakan oleh indra

“ za....!, kok kita jadi berhenti sih....”

“ yaa...bagaimana gue mau jalan dra, memangnya lu bisa menuruni anak tangga dengan mata tertutup seperti itu....”

ujar gue membohongi indra dan berbalas dengan
keterdiaman indra yang masih tetap menutup matanya

“ coba lihat dra…jangan tutup mata terus, sumpah enggak ada apa apa disini...kita harus turun sekarang dra....”

“ sumpah lu za...?”

“ cerewet lu dra..sumpahh..ngapain juga sih gue bohongin lu...atau lu memang berniat
berada di tempat ini terus...”

Selepas dari perkataan gue tersebut, terlihat indra mulai menggerakan kelopak matanya, hingga akhirnya disaat indra kini telah membuka pejaman matanya, indra nampak terpaku sejenak dengan pandangan menatap ke arah rerimbunan semak belukar dan
pepohonan besar yang terselimuti oleh kegelapan, dan kini setelah keterpakuannya tersebut, tanpa adanya sebuah alasan yang jelas, tiba tiba saja indra terlihat berlari menuju ke tempat susunan anak tangga dengan di iringi oleh suara teriakannya yang keras, dan pada saat yang
bersamaan, kini gue seperti merasakan adanya hembusan nafas yang menerpa wajah gue ini, mendapati hal tersebut, gw memutuskan untuk segera berlari menyusul indra, yang telah berlari jauh menuruni anak tangga

“ draaa...tunggu gue draaaa.....!!”

teriak gue diantara pergerakan
langkah kaki gue yang menuruni anak tangga, hingga akhirnya setelah cukup jauh juga gue menuruni anak tangga, terlihat indra tengah menanti kehadiran gue di salah satu anak tangga, dengan menunjukan irama nafasnya yang memburu

“ brengsek lu dra pakai acara ninggalin gue..udah
begitu lari lu cepat banget lagi.....”

ujar gue dengan nafas yang tersengal sengal

“ lu yang brengsek za..lu udah bohongin gue....”

“ sumpah dra…gue enggak bohongin lu, tadi itu gue memang enggak melihat apa apa...”

Kini begitu mendapati perkataan gue tersebut, terlihat
ekspresi kekesalan di wajah indra

“ ehh sialan lu za...gue enggak perduli lu mau lihat sesuatu atau enggak...lu itu udah membohongi gue dengan berhenti di tempat itu.....”

ujar minto dan bersambut dengan gelak tawa gue

“ ahh beneran memang sinting lu za, di situasi
seperti ini, lu masih sempat sempatnya bercanda seperti itu...”

selepas dari perkataannya tersebut, nampak indra melepaskan gelak tawanya

“ lebih baik kita ke mobil sekarang dra, kasihan minto dan mas dikin sudah terlalu lama menunggu, pasti mereka sekarang sedang bertanya
tanya, kenapa kita belum juga kembali...”

ucap gue dan berbalas dengan anggukan kepala indra, dan kini diantara kegelapan yang masih menyelimuti kawasan hutan, gue dan indra segera berjalan menuju ke mobil, dimana minto dan mas dikin telah menunggu kedatangan kami ini
“ bangsatt…bangsatt..,mereka itu lagi dimana za... ?”

maki indra diantara pandangannya yang mencari keberadaan dari mobil yang seharusnya terparkir di pinggir jalan

“ entahlah dra...gue enggak tau....”

jawab gue seraya membaringkan tubuh ini di pinggir jalan, dan kini
begitu mendapati apa yang tengah gue lakukan ini, terlihat indra berjalan menghampiri gue, lalu membaringkan tubuhnya di sisi gue

“ maafkan gue dra…gara gara gue, lu jadi ikut mengalami hal seperti ini...”

mendapati perkataan gue tersebut, terlihat indra hanya
tersenyum kecil, dalam tatapan matanya yang menerawang jauh menatap ke arah langit, entah apa yang yang ada di dalam pikirannya sekarang ini, hingga akhirnya, setelah cukup lama kami terdiam dalam lamunan, nampak terlihat cahaya pagi yang mulai menyingkap kegelapan malam
“ ini benar benar gila dra..sekarang ini sudah pukul sembilan pagi....tapi coba lu lihat warna langit itu...apa yang kita lihat sekarang ini seperti menggambarkan pukul enam pagi…”

“ lu takut apa enggak za...? jujur aja gue takut za, dan gue takut kita terjebak disini,
terjebak dalam situasi yang kita enggak mengerti....”

“ lu pikir gue robot yang enggak mempunyai rasa takut dra..gue juga takut..tapi gue lebih takut lagi jika suatu saat nanti gue harus menceritakan apa yang gue alami ini kepada orang lain, mereka pasti akan menganggap gue
ini orang yang enggak waras....”

ujar gue dan berbalas dengan tatapan mata indra yang memandang ke arah wajah gue

“ pemikiran positif gue dra..mungkin apa yang tengah kita alami ini adalah bagian dari mimpi kita, entah sekarang gue ada di mimpi lu atau lu yang sedang berada
di mimpi gue, yang pasti semuanya ini bukanlah hal yang nyata.....”

“ maksud lu apa sih za, gue sama sekali enggak mengerti dengan perkataan lu itu....”

“ maksud gue dra, bisa jadi gue sedang berada di alam mimpi lu atau sebaliknya, yang pasti disaat kita terbangun nanti,
salah satu diantara kita pasti akan bercerita tentang ini semua...”

“ wahhh benar benar udah gila lu za..udah jelas jelas ini kejadian yang nyata tapi masih aja lu bilang kejadian yang enggak nyata...”

ujar indra seraya menyepak kaki gue

“ ehh sialan...sakit tau dra....”
“ biar lu sadar za, kalau kejadian yang sedang kita alami ini adalah kejadian yang nyata....”

“ gue tetap berdoa semoga kejadian ini memanglah seperti apa yang telah gue katakan tadi...”

“ udahlah...terserah lu za, yang pasti gue hanya berdoa semoga apa yang tengah kita alami
ini akan segera berakhir, gue benar benar udah letih za…”

Selepas dari perkataan indra tersebut, kini suasana menjadi hening karena indra telah terlelap dalam rasa letihnya, hingga akhirnya setelah beberapa saat lamanya kami tertidur, secara samar gue seperti mendengar adanya
suara perbincangan yang terdengar begitu dekat dengan keberadaan kami saat ini, mendapati hal tersebut, gue berusaha membangunkan indra untuk memberitahukan apa yang telah gue dengar itu

“ syukur za…akhirnya lu udah sadar....”

diantara pejaman mata gue yang kini telah
terbuka, terlihat kehadiran minto beserta beberapa wajah asing yang tengah mengerubungi keberadaan gue saat ini, mendapati hal tersebut, kini gue hanya bisa memandangi wajah wajah asing itu satu persatu, tanpa ada satu pun yang bisa gue kenali

“ to…dimana kita to…”
tanya gue kepada minto yang terlihat tengah meminta segelas air kepada salah satu wajah asing yang ada di dalam ruangan ini

“ minum dulu za…tenangin dulu pikiran lu…”

“ dimana kita to..siapa mereka ini..?”

tanya gue kepada minto, dan kini diantara posisi gue yang telah
terduduk di atas tempat tidur, gue meneguk air putih yang telah diberikan oleh minto, seraya memandangi wajah wajah asing yang berada di dalam ruangan

“ kita sedang berada dirumah salah satu pemuka desa za…”

jawab minto dan berbalas dengan keterdiaman gue

“ mereka ini adalah
warga desa…yang membantu mencari dan menemukan keberadaan kalian…”

Selepas dari perkataan minto tersebut, kini keteringatan gue atas indra dan mas dikin, telah membuat gue mengarahkan pandangan ini untuk mencari keberdaaan minto dan mas dikin di dalam ruangan
“ indraa...mas dikin...dimana mereka semua to....?”

tanya gue dengan penuh kepanikan, mendapati hal tersebut, kini minto mencoba untuk menenangkan kepanikan gue ini
Chapter 24
“ tenang za….tenang…”

“ dimana indra dan mas dikin…to…dimanaaa ?”

tanya gue kembali dengan nada yang meninggi

“ mereka ada di kamar yang lain za…sebaiknya lu tenang dulu…istirahat dulu…”

Dan kini begitu gue mendengar jawaban minto yang penuh dengan keraguan tersebut
, bayangan gue akan kejadian buruk yang telah menimpa mas dikin dan indra kini seperti bermain main di dalam pikiran gue ini, hingga akhirnya tanpa berpikir panjang lagi, gue segera beranjak dari tempat tidur untuk mencari keberadaan dari indra dan mas dikin, tapi baru saja gue
berdiri dan hendak melangkah, rasa pening yang gue rasakan pada kepala ini, kini telah membuat gue hampir terjerembab jatuh, mendapati hal tersebut, minto dibantu dengan beberapa warga desa yang tengah berada di dalam ruangan, kini merebahkan gue kembali di atas tempat tidur
“ zaa…za….masih aja lu keras kepala...”

ucap minto sambil menggeleng gelengkan kepalanya

“ sebaiknya kami pamit dulu mas minto, biar mas rezanya bisa beristirahat dulu, dan nanti bila ada keperluan apa apa, jangan sungkan sungkan untuk meminta bantuan kepada pak sukuk...”
“ terima kasih atas bantuan bapak bapak sekalian....”

Selepas dari perkataan minto tersebut, kini bapak yang mewakili warga desa serta beberapa warga desa lainnya, menyalami tangan gue dan minto, lalu beranjak pergi meninggalkan ruangan

“ pak sukuk..?”

tanya gue kepada minto
dengan rasa bingung

“ nama pemuka desa ini za…pemilik rumah ini....”

“ to…sekarang tolong lu jujur sama gue, apa sebenarnya yang telah terjadi pada indra dan mas dikin...?”

“ sudahlah za..sebaiknya lu makan aja dulu…nanti pasti akan gue menceritakan semuanya....”
“ sumpah to, gue benar benar enggak nafsu makan, jika gue belum tau akan kondisi indra dan mas dikin saat ini...”

ujar gue seraya mengarahkan tatapan mata ini ke wajah minto

“ zaa…tolong untuk kali ini aja, lu ikutin permintaan gue..lu harus sabar..istirahat dulu..baru nanti
setelah kondisi lu pulih, gue janji akan menceritakan semuanya…”

Diantara pergerakan minto yang kini hendak berjalan keluar dari dalam ruangan, untuk kedua kalinya minto kembali meminta kepada gue untuk memakan makanan yang telah disediakan oleh warga desa, dan kini begitu
mendapati permintaan minto tersebut, dengan perasaan malas, gue meminta tolong kepada minto untuk mengambilkan piring yang berisikan makanan dari atas meja

“ nah gitu dong za, apa perlu sekalian gue suapin juga nih....”

canda minto seraya menyerahkan piring yang ada di
tangannya kepada gue, tapi kini seiring dengan gue yang telah memaksakan diri untuk memakan beberapa suap nasi, suara kumandang azan yang terdengar dari kejauhan, kini telah menghentikan pergerakan gue dalam menyuapkan nasi ke dalam mulut, dan entah mengapa kini, disaat gue
mendengar suara kumandang azan tersebut, gue seperti merasakan adanya jarum tajam yang menghujam ke seluruh bagian tubuh gue ini

“ hehh...lu kenapa za...?”

tanya minto begitu melihat gue yang melemparkan piring yang ada di tangan gue ke lantai, dan kini diantara rasa
kesakitan gue akibat dari suara kumandang azan yang masih terdengar, terlihat minto menunjukan ekspresi kebingungannya dalam menyikapi rasa sakit yang tengah gue rasakan ini

“ zaaaa..sadar zaa..lu jangan nakutin gue lagi dong....!”

“ sakit to…sakittt..tolong gue...”
teriak gue sambil mencoba untuk menahan siksaan rasa sakit yang tengah gue rasakan saat ini

“ ya ampunn za…kenapa jadi begini sih…”

Diantara ekspresi ketidaktegaan yang terlihat di wajah minto, minto segera memeluk tubuh gue dan menahan pergerakan gue yang mulai
tidak terkendali, sungguh...saat ini gue seperti merasakan tubuh gue ini seperti di hujami oleh tusukan dari jarum jarum yang terasa sangat panas

“ enggak seharusnya kita memulai semua ini za…ini salah…salah...”

gumam minto dengan suaranya yang terdengar parau, ingin
rasanya saat ini gue membantah pekataan minto tersebut dan mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan langkah yang telah kami ambil ini, karena gue percaya bahwa langkah yang telah kami ambil ini, adalah sebuah langkah awal untuk mendapatkan jawaban dari apa yang telah menjadi
tujuan utama kami dalam melakukan perjalanan ini, tapi kini diantara rasa sakit yang mendera seluruh bagian tubuh gue ini, keinginan gue yang ingin mengatakan perkataan itu kepada minto, kini hanya menjadi sebuah keinginan tanpa sebuah realisasi

“ to…toolong antar gue ke
kamar mandi…tolongg...”

selepas dari perkataan yang terucap dari mulut gue tersebut, minto kini memapah gue menuju ke kamar mandi dan setibanya kami di kamar mandi, minto membiarkan gue untuk meringkuk di sudut kamar mandi

“ tolong guyurkan air ke tubuh gue to....sumpah...
gue udah enggak tahan lagi...”

“ ya tuhan za...apa yang sebenarnya telah menimpa lu ini....”

gumam minto dengan linangan air mata yang menggenangi kelopak matanya, dan kini diantara rasa tega dan tidak tega, minto mulai menciduk air, lalu mengguyurkannya ke seluruh tubuh
gue ini, hingga akhirnya disaat minto kembali mengguyurkan air ke tubuh gue ini, keberadaan dari suara kumandang azan yang kini sudah tidak terdengar lagi, seakan menghilangkan rasa sakit di seluruh tubuh gue ini, mendapati kenyataan tersebut, kini gue hanya bisa terkapar dalam
rasa lemas di lantai kamar mandi

“ sebenarnya apa yang belum kami ketahui dari ritual yang telah lu lakukan itu za…?”

Sebuah pertanyaan yang terucap dari mulut minto, kini mengiringi pergerakan gue yang tengah berganti pakaian, diantara sorot matanya yang terlihat tajam
dalam menatap halaman rumah, kini seperti mempertegas akan keseriusan dari pertanyaan minto tersebut

“ jujur sama gue za…perjanjian apa yang sebenarnya telah lu buat dengan mbah wodo itu…?”

tanya minto kembali seraya menatap ke wajah gue masih dengan sorot matanya yang tajam
“ sumpah to..gue enggak mengikat janji apa apa dengan mbah wodo…tapi....”

“ tapi apa zaaa...?”

“ gue masih penasaran dengan sketsa wajah yang telah gue lihat sewaktu gue melakukan prosesi ritual mandi...apa sebenarnya maksud dari semuanya itu....”

jawab gue lalu berpaling
dari tatapan minto

“ entah lu bodoh, atau lu memang pura pura bodoh za, buka pikiran lu za, buka mata lu, semua yang lu lihat itu tumbal za, tumbal dari ritual yang telah lu lakukan itu…”

Perkataan yang terucap dari mulut minto tersebut, kini seperti menumpahkan rasa
kekesalannya, dan kini diantara ekspresi wajahnya yang menegang, terlihat minto mengepalkan jari jemari tangannya

“ persetan dengan tumbal to, persetan dengan semua omong kosong kalian itu…kalian semua itu selalu berpikiran kelenik dan mempercayai segala sesuatu
yang belum pasti….”

“ benar benar keras kepala lu za…”

Seiring dengan perkataan yang terucap dari mulut minto tersebut, kini secara tiba tiba minto mencengkram kaos yang gue kenakan pada bagian lehernya, dan kini diantara tubuhnya yang bergetar hebat, kepalan tangan minto
terlihat terangkat meninggi dan siap untuk mendarat di wajah gue

“ ini bukan lagi mengenai teror mahluk halus dan hesti...za, ini sudah menyangkut nyawa kami, nyawa teman teman lu za…!”

ujar minto dengan rasa geram, dan sepertinya minto sudah tidak bisa lagi untuk menahan
rasa kesalnya, dan kini diantara kepalan tangan minto yang telah siap untuk mendarat di wajah gue, terlihat kehadiran lelaki tua yang memasuki ruangan kamar

“ ada apa ini..?”

tanya lelaki tua itu dengan menunjukan ekspresi kebingungannya, mendapati hal tersebut, minto yang
semula berkeinginan untuk mendaratkan kepalan tangannya di wajah gue, kini nampak mengurungkan keinginannya itu

“ dari tadi saya dengar suara ribut ribut, tapi maaf saya enggak bisa ninggalin teman kalian, ohh iya kita belum sempat berkenalan, siapa nama kamu dik...”
ujar lelaki tua itu kembali

“ reza…apakah bapak yang bernama pak sukuk...?”

jawab gue dan balik bertanya, kini begitu mendapati pertanyaan gue tersebut, terlihat lelaki tua tersebut menganggukan kepalanya

“ apa sebenarnya yang telah kamu lakukan dik reza…?”
tanya pak sukuk dengan tenang, tapi diantara ketenangan yang tengah di perlihatkan oleh pak sukuk, gue bisa menilai bahwa pak sukuk ini bukanlah sekedar orang tua biasa

“ sebelum saya kembali bertanya, ada yang ingin terlebih dahulu saya beritahukan kepada dik reza....”
Selepas dari perkataannya tersebut, terlihat pak sukuk terdiam sejenak dan memejamkan matanya, seperti layaknya seseorang yang tengah berpikir dengan keras

“ dik reza…suatu saat nanti kamu akan menemukan jawaban atas semua keraguan kamu itu, dan kamu juga akan melihat apa yang
tidak ingin kamu lihat serta akan merasakan apa yang tidak ingin kamu rasakan…”

Sejujurnya saat ini gue sama sekali tidak mengerti akan maksud dari semua perkataan pak sukuk tersebut, tapi kini begitu melihat pak sukuk yang melemparkan senyumnya kepada gue, gue bisa menduga
kalau pak sukuk bisa membaca apa yang ada di dalam pikiran gue ini, seperti layaknya mbah wodo

“ ini yang dinamakan dengan ilmu penerawangan dik reza…ohh iya..sekarang coba jelaskan kepada saya, apa sebenarnya yang telah terjadi....?”

Dan kini diantara tatapan mata pak sukuk
yang menatap wajah gue, gue mulai menceritakan kepada pak sukuk tentang prosesi ritual yang telah gue jalani, serta peristiwa aneh yang telah gue dan indra alami

“ rupanya semuanya itu sudah dimulai, dan kamu akan mendapatkan perubahan dalam hidup kamu dik reza...”
“ maksud pak sukuk apa...?” tanya gue dalam rasa bingung

“ apa yang telah kamu lihat dalam prosesi ritual itu…adalah harga yang harus kamu bayar dari prosesi ritual yang telah kamu jalani itu… dan sebuah tumbal sudah menjadi awal dari perjanjian kamu dengan kekuatan yang
enggak kasat mata itu…”

“ sebuah tumbal....?”

ujar gue seraya berusaha untuk tidak mentertawai pemikiran pak sukuk ini

“ ya…percaya atau enggak percaya, semuanya ini sudah dimulai…”

ucap pak sukuk dengan menunjukan ekspresi penyesalannya

“ dimana teman teman
saya yang lainnya pak..?”

tanya gue kepada pak sukuk, dan kini begitu mendapati pertanyaan gue tersebut, pak sukuk mengajak gue untuk berjalan keluar dari dalam kamar
Chapter 25
Pikiran gue kini menerawang jauh seiring dengan langkah kaki ini yang mengikuti pergerakan dari pak sukuk yang tengah berjalan, hingga akhirnya disaat langkah kaki gue ini terhenti di depan salah satu kamar yang pintunya masih tertutup rapat, terlihat pak sukuk mengarahkan
pandangannya ke wajah gue, seakan akan memberikan gue sebuah isyarat yang mempertanyakan akan kesiapan gue untuk memasuki kamar yang berada tepat di hadapan gue ini

Dan kini diantara anggukan kepala yang gue lakukan, tangan pak sukuk dengan sangat perlahan mulai membuka pintu
kamar tersebut, lalu melangkah masuk ke dalam kamar, diantara pandangan pak sukuk yang kembali menatap ke arah wajah gue, sempat muncul keraguan di hati gue ini untuk memasuki kamar, dan entah mengapa kini gue merasa bahwa ada sesuatu yang kurang baik tengah
menanti gue di dalam kamar

“ masuk dik reza…”

“ tempat apa ini…?”

tanya gue dalam hati seraya memasuki kamar, dan kini setibanya gue di dalam kamar, kegelapan yang menyelimuti ruangan kamar, mulai menghadirkan sebuah kejutan, dengan terlihatnya seseorang yang tengah
terbaring di atas tempat tidur

“ ya tuhan...siapa itu...?”

“ za…”

Tepukan tangan minto yang gue rasakan di bahu gue ini, kini menyadarkan gue untuk segera berjalan, menghampiri keberadaan seseorang yang tengah terbaring di atas tempat tidur, hingga akhirnya disaat tatapan
mata gue ini, kini memandang secara jelas wajah dari seseorang yang tengah terbaring di atas tempat tidur, tiba tiba saja detak jantung gue ini seperti terhenti sejenak, karena merasa tidak percaya dengan apa yang tengah gue lihat saat ini

“ ini enggak mungkin…ya tuhann..
enggak mungkin...!”

“ zaa.. ini bukan mengenai mungkin dan enggak mungkin lagi, apa yang ada di depan mata lu ini adalah sebuah kenyataan...”

ujar minto seraya mencengkramkan jari jari tangannya di bahu gue

“ tapi to…”

Entah gue harus merespon dengan kalimat apa atas
keberadaan seseorang yang kini terbaring di hadapan gue ini, andaikan memang tumbal dari ritual yang gue lakukan itu memang ada, lantas apakah sosok seseorang yang tengah terbaring di hadapan gue ini adalah bagian dari beberapa sketsa wajah yang telah gue lihat secara sama
di dalam riak air

Diantara pertanyaan yang terus menggelitik logika berpikir gue ini, kini dengan tangan yang gemetar, gue menyentuh tubuh tersebut dan merasakan adanya tanda tanda kehidupan diantara tubuhnya yang terasa dingin

“ draaa..bangun dra….ini gue reza dra…
bangunn...mimpi buruk kita udah berakhir dra...!”

teriak gue seraya mengguncang guncang tubuh indra

“ zaaaa..”

ujar minto seraya mencoba untuk meredakan gejolak emosi yang gue rasakan saat ini, dan kini diantara respon dingin yang tengah di perlihatkan oleh indra, tanpa
gue sadari, baru kali ini gue meneteskan air mata untuk sebuah arti persahabatan...yaa...saat ini gue merasa seperti telah kehilangan seseorang yang selama ini telah menjadi sahabat gue dalam mengarungi suka dan duka kehidupan

“ maafkan gue dra...maafkan gue udah melibatkan lu
dalam pencarian ini, gue mohon bangun dra..bangunn...”

“ sabar dik reza…kamu harus tenang..”
ucap pak sukuk mencoba menenangkan gue

“ apa yang sebenarnya telah terjadi dengan indra pak…?”

tanya gue dan berharap adanya sebuah jawaban yang bisa menenangkan
kekhawatiran gue ini

“ saya belum tau dik reza…justru itu yang saya ingin cari tau..”

jawab pak sukuk dengan jujurnya, mendapati jawaban pak sukuk yang penuh dengan ketidak pastian tersebut, kini ingatan gue kembali teringat akan sosok mas dikin yang sampai dengan saat
ini belum gue lihat keberadaannya di rumah pak sukuk ini

“ teman saya yang satu lagi dimana pak...?”

tanya gue dengan harapan bahwa apa yang telah menimpa indra ini, tidak terjadi pada diri mas dikin

“ ohh dik dikin…dia sedang mencari sesuatu yang saya butuhkan untuk
ritual yang akan saya lakukan nanti malam....”

jawab pak sukuk seraya mengajak gue dan minto untuk keluar dari dalam kamar, lalu berjalan menuju ke ruang tamu

“ sebenarnya apa yang telah terjadi dengan saya dan indra pak, soalnya minto enggak mau menceritakannya...?”
“ gue bukan enggak mau untuk menceritakannya za, soalnya tadi itu gue melihat kondisi lu itu masih labil, makanya gue menahan diri untuk enggak menceritakannya...”

ucap minto membela diri

“ sudah sudah…jangan bertengkar lagi...”

ujar pak sukuk dengan mengembangkan senyumnya
Dan kini setelah sedikit berbasa basi dalam pembicaraan yang keluar dari topik permasalahan, pak sukuk mulai menceritakan tentang apa yang telah gue dan indra alami, mulai dari berawalnya kedatangan minto dan mas dikin sampai dengan proses pencarian gue dan indra yang hampir
memakan waktu dua hari lamanya

“ hahh...dua hari pak...”

gumam gue dalam rasa tidak percaya

“ kenapa dik reza terkejut...?”

tanya pak sukuk begitu melihat ekspresi ketidakpercayaan di wajah gue

“ soalnya begini pak, yang saya rasakan itu, saya hanya mengalami kejadian
itu hanya beberapa jam saja, walaupun memang aneh…..”

“ aneh bagaimana za..?”

tanya minto

“ gue merasa waktu berjalan dengan normal to..tapi yang membuat gue heran adalah kegelapan kawasan hutan ini sangat terasa lama, hingga akhirnya ketika cahaya pagi datang, kami
tertidur kelelahan dipinggir jalan....”

“ pinggir jalan ?”

“ iya to...pinggir jalan, memangnya ada yang aneh...?”

“ kami tuh udah bolak balik mencari keberadaan lu dan indra...za, dan juga mencari keberadaan dari rumah mbah wodo, tapi kami enggak menemukan keberadaan kalian,
hingga akhirnya disaat kami merasa udah putus asa, tanpa sengaja kami menemukan kalian tengah terbaring di tempat dimana kita mendapati motor hesti terparkir, padahal seingat gue, kami itu udah melewati tempat motor hesti terparkir itu beberapa kali.....”

“ apakah lu menemukan
rumah mbah wodo juga to....?”

“ enggak za….rumah orang tua aneh itu seperti lenyap ditelan bumi....”

Selepas dari perkataan minto tersebut, kini terlihat kehadiran istri pak sukuk yang menghidangkan tiga gelas kopi panas di atas meja

“ terima kasih bu...”

ucap minto dan
berbalas dengan senyuman istri pak sukuk, dan kini setelah berbasa basi sebentar, terlihat istri pak sukuk berjalan pergi meninggalkan kami

“ aneh..”

ucap gue pelan seraya mengambil segela kopi panas lalu meminumnya secara perlahan

“ aneh bagaimana dik reza...?”
tanya pak sukuk yang sepertinya merasa penasaran atas perkataan gue tersebut, tapi belum sempat gue menjawabnya, pak sukuk kembali melanjutkan perkataannya

“ semuanya itu bisa saja terjadi jika tuhan memang berkehendak…”

“ maaf pak sukuk, teman saya ini agak susah untuk
menerima hal hal yang berbau ghoib....”

ucap minto dan berbalas dengan anggukan kepala pak sukuk

“ kalau boleh saya bertanya…apakah kamu enggak merasa takut dengan semua yang telah kamu alami selama ini dik reza...?”

tanya pak sukuk seraya mengarahkan
pandangannya ke wajah gue

“ bukan begitu pak sukuk, tolong jangan salah mengerti, saya bukannya enggak takut dengan apa yang telah saya alami selama ini, sejujurnya saya takut karena saya masih manusia juga..tapi ..”

“ tapi apa ?”
“ takut..bukan berarti membutakan pemikiran saya ini, karena menurut saya, setiap kejadian aneh yang terjadi di alam semesta ini, tidak selalu terhubung dengan hal hal yang berbau ghaib....”

“ hmm masuk akal..menarik..saya bisa menerimanya..tapi sebenarnya kalau menurut saya,
dik reza ini sebenarnya mempercayai hal yang ghaib, tapi dik reza merasa ragu dengan apa yang telah dik reza lihat dan rasakan, dan kerena keraguan yang dik reza rasakan itu, maka dik reza mencoba untuk mencari jawaban yang lebih masuk akal ketimbang langsung mempercayai akan
hal yang berbau ghaib...tapi sayangnya dalam proses pencarian jawaban itu, dik reza lupa akan kekuatan yang telah diberikan oleh tuhan kepada mahluk ciptaannya....”

Terlihat pak sukuk mengembangkan senyum begitu melihat gue yang mencoba untuk memahami perkataanya
“ kita sama sama enggak tau seberapa besar kekuatan yang mahluk ghoib itu miliki..begitu juga dengan mahluk ghoib itu sendiri, dan sekarang kamu sedang menghadapi salah satu bentuk kekuatan yang tidak kasat mata itu....”

ucap pak sukuk dan berbalas dengan kesepahaman gue atas
penjelasan pak sukuk tersebut

Dan kini diantara perbincangan yang terus berlangsung, samar samar terdengar suara kumandang azan dari kejauhan, yang menandakan bahwa waktu sholat magrib telah tiba, dan entah mengapa kini seiring dengan suara kumandang azan
yang terdengar tersebut, gue sama sekali tidak merasakan adanya rasa sakit di tubuh gue ini, dan sepertinya, apa yang tengah gue rasakan saat ini, kini telah memancing pandangan minto terarah kepada gue

“ lebih baik kalian sholat magrib dulu....”

saran pak sukuk kepada kami
tanpa beranjak dan melakukan apa yang telah disarankannya tersebut

“ ayo to….”

ajak gue kepada minto, entah mengapa kini muncul keinginan gue untuk melaksanakan sesuatu yang sangat jarang gue lakukan

“ tumben za…”

jawab minto sambil tersenyum kecil, lalu mengajak gue
menuju ke tempat wudhu, tapi kini disaat gue melakukan wudhu, keanehan yang lain pada tubuh gue ini kembali terjadi, entah mengapa kini gue merasakan, keberadaan dari air wudhu yang telah membasahi wajah gue, kini laksana sebuah air panas yang terasa membakar kulit wajah gue ini
Chapter 26
“ kenapa za..lu udah lupa cara wudhu..?”

canda minto begitu melihat gue yang tidak melanjutkan berwudhu, dan kini begitu mendapati candaan minto tersebut, gue mencoba untuk kembali mengguyurkan air wudhu ke wajah gue, tapi begitu gue kembali merasakan rasa panas
di wajah gue ini, gue segera menghentikan aktifitas wudhu yang gue lakukan ini

“ sialll….apa apaan ini…!”

maki gue seraya menutupi wajah dengan kedua telapak tangan

“ zaaa…lu kenapa ?”

tanya minto dalam rasa bingung

“ gue enggak kenapa napa to…sebaiknya lu sholat
sendiri dulu aja...”

jawab gue sambil beranjak pergi meninggalkan minto yang masih terdiam dalam kebingungan

“ duduk sini dik reza….”

ucap pak sukuk begitu melihat kehadiran gue di ruang tamu, dan sepertinya pak sukuk sudah mengetahui dengan apa yang tengah
gue rasakan saat ini

“ sepertinya kamu sudah melangkah terlalu jauh…sangat jauh..hingga kamu tidak menyadari dampak buruk dari semua perbuatanmu itu…”

terlihat pak sukuk menghela nafas panjangnya

“ tempat yang kamu datangi itu..sudah sangat terkenal keangkerannya
di kawasan hutan itu, dan tempat tersebut merupakan tempat dimana manusia mengadakan perjanjian dengan setan untuk sebuah kekayaan ataupun daya pikat, tapi tidak semua orang bisa semudah itu bertemu dan mengadakan perjanjian dengan mereka..”

ujar pak sukuk dan berbalas dengan
keterdiaman gue

“ malam ini kita akan mencoba untuk menyadarkan teman kamu itu…semoga aja semua ini belum terlambat..”

Suasana malam yang gue lalui saat ini, kini terasa sangat berbeda, dan kini diantara pergerakan waktu yang telah menunjukan pukul sembilan malam, keberadaan
dari seseorang yang memang dalam beberapa jam belakangan ini telah gue nantikan kehadirannya, kini terlihat memasuki kamar

“ wahhh pak reza…seperti melihat hantu saja melihat saya…”

ucap mas dikin yang sedikit merasa canggung begitu mendapati keberadaan gue yang tengah
memandang ke arah mas dikin tanpa berkedip sedikitpun

“ dik dikin bagaimana dengan barang barang titipan saya...?”

tanya pak sukuk seraya memperhatikan keberadaan kantong pelastik yang berada ditangan mas dikin

“ semuanya ada pak…”

jawab mas dikin, lalu menyerahkan
pelastik yang berada ditangannya kepada pak sukuk, dan kini seakan sudah mengerti dengan apa yang harus dilakukannya, beberapa pemuda desa yang ikut serta menyertai mas dikin, terlihat mengeluarkan benda benda yang berada di dalam kantong pelastik lalu meletakannya di dalam
sebuah wadah yang berbentuk nampan bambu

“ hahh...sesajen...”

gumam gue dan berbalas dengan pandangan mata pak sukuk

“ ini hanya sebagai persyaratan aja dik reza, sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur...”

ucap pak sukuk dan berbalas dengan anggukan kepala gue
“ sebaiknya kita mulai sekarang....”

ucap pak sukuk kembali dan berbalas dengan keheningan

“ apapun yang terjadi…besok kita harus mencari rumah mbah warsono…”

Selepas dari perkataan gue tersebut, terlihat minto dan mas dikin menganggukan kepalanya, sebagai tanda bahwa
mereka menyetujui usulan gue ini

“ sebelum kita memulai prosesi ini..saya cuma berpesan..tetap pejamkan mata kalian, walaupun kalian merasakan atau mendengar sesuatu..”

ujar pak sukuk memberikan arahannya, dan selepas dari pak sukuk memberikan arahannya tersebut, nampak pak
sukuk memadamkan lampu kamar, lalu menggantikannya dengan cahaya lilin, dan kini diantara aroma wangi kemenyan yang mulai tercium diantara kepulan asap putih, terlihat pak sukuk memberikan isyarat agar kami memejamkan mata

Hening...yaa itulah yang gue rasakan saat ini,
begitu kini gue tidak mendengar lagi keberadaan dari suara pak sukuk yang sebelumnya tengah merapalkan sesuatu, dan kini diantara hawa dingin yang gue rasakan di ruangan kamar ini, ingin rasanya gue membuka pejaman mata guna mengetahui atas apa yang sebenarnya tengah terjadi
di ruangan kamar ini, tapi begitu gue mengingat kembali akan kondisi indra saat ini, gue memilih untuk membatalkan keinginan gue tersebut

“ zaaaaa….”

Diantara suara lirih yang terdengar memecah keheningan, kini gue bisa memastikan bahwa suara yang telah terdengar tersebut,
adalah suara dari seseorang yang sudah sangat familiar di telinga gue ini, walaupun gue harus mendengarnya dengan mata terpejam

“ tolong jangan tinggalin gue za…gue belum ingin mati….”

Ingin rasanya saat ini gue membuka pejaman mata dan melihat kondisi indra, tapi begitu
gue mengingat kembali akan perkataan pak sukuk yang meminta agar kami tetap memejamkan mata walau apapun yang terjadi, kini telah membuat gue memutuskan untuk menutupi telinga ini dari suara indra, dan sepertinya, apa yang telah gue lakukan tersebut tidaklah memberikan sebuah
manfaat yang berarti, karena saat ini, gue masih saja bisa mendengar suara indra yang merintih dalam ketidakberdayaannya

“ cukupp…gue udah enggak tahan lagi....”

ujar gue seraya hendak membuka pejaman mata ini, tapi belum sempat gue membuka pejaman mata ini, gue seperti
mendengar adanya suara seseorang yang terjatuh, dan suara tersebut terdengar tepat di sisi gue, mendapati hal tersebut, kini tanpa terpikirkan lagi akan permintaan pak sukuk yang meminta agar kami tidak membuka pejaman mata ini, gue segera membuka pejaman mata ini dan melihat
keberadaan minto yang tengah terbaring di lantai dengan tubuh yang menggelepar

“ tolong nyalakan lampunya..”

perintah pak sukuk dan berbalas dengan pergerakan warga desa yang segera menyalakan lampu kamar, dan kini diantara lampu kamar yang telah menyala, pak sukuk terlihat
menghampiri minto, lalu menggerakan tangannya seperti seseorang yang tengah menarik sesuatu dari tubuh minto, dan tidak berselang lama setelah pak sukuk melakukan hal tersebut, terlihat pergerakan minto yang mulai tenang, dan sepertinya minto kini telah tersadar
dari ketidaksadarannya

“ lain kali tolong turuti apa perkataan saya…gara gara kalian semuanya jadi berantakan…”

ucap pak sukuk dengan irama nafas yang terlihat memburu, dan kini begitu mendapati perkataan pak sukuk tersebut, terlihat minto meminta maaf atas perbuatannya
yang telah membuat ritual yang kami lakukan malam ini tidak membuahkan hasil apa apa

“ biar saya yang menemani dik indra di sini, sebaiknya kalian istirahat saja di kamar....”

ujar pak sukuk mempersilahkan kami pergi, lalu kembali duduk bersila dan merapalkan sesuatu
“ sebenarnya apa yang telah lu lihat to…. ?”

Sebuah pertanyaan yang terucap dari mulut gue, kini mengiringi keberadaan gue dan minto yang telah merebahkan tubuh di atas tempat tidur, dan kini diantara tatapan minto yang tengah memandangi langit langit kamar, terlihat
mas dikin tengah menggelar tikar di lantai, yang mana keberadaan tikar tersebut akan dipergunakannya sebagai alas tidurnya

“ saat itu za, gue melihat ada mahluk dengan tubuh yang dipenuhi oleh keberadaan bulu kasar, tengah berdiri di dekat tubuh indra yang terbaring di atas
tempat tidur, pada awalnya gue menyangka mahluk tersebut tengah mengarahkan pandangannya ke arah lu za, tapi ternyata bukan, mahluk itu ternyata tengah mengarahkan pandangannya ke arah seseorang yang berada tepat di belakang lu....”

“ seseorang yang berada tepat
di belakang gue...?”

tanya gue dan berbalas dengan pergerakan mas dikin yang kini ikut menyimak perbincangan antara gue dan minto

“ ya…seseorang itu duduk meringkuk di belakang tubuh lu za...wajahnya begitu samar untuk di kenali, tapi sepertinya seseorang itu hendak
mengucapkan sesuatu, hanya saja gue enggak bisa mendengar apa yang telah diucapkannya...”

untuk sejenak terlihat indra menghentikan perkataannya

“ tapi satu hal yang pasti za...seseorang yang ada di belakang tubuh lu itu, sepertinya takut dengan keberadaan dari mahluk yang
berada di dekat indra, hingga akhirnya disaat gue memutuskan untuk melihat kembali ke arah indra, mahluk itu sudah enggak ada, dan disaat itulah gue kehilangan kesadaran gue za…”

“ semakin lama, semakin banyak penampakan yang kita lihat…sebaiknya kita mulai mencari jalan
keluar untuk mengakhiri semuanya ini…”

ucap gue sambil menatap ke arah wajah minto dan mas dikin

“ maksud pak reza ?”

“ seperti apa yang telah gue bilang tadi, besok kita mulai mencari keberadaan dari rumah mbah warsono, dan mudah mudahan mbah warsono bisa membantu kita
untuk mengakhiri semua permasalahan ini.....”

“ tapi za..bagaimana dengan indra...?”

“ biar indra untuk sementara kita percayakan kepada pak sukuk…bagaimana...?”

tanya gue dengan harapan adanya persetujuan dari minto dan mas dikin

“ setuju…”

jawab mereka hampir
serempak, hingga akhirnya kini, setelah kami kembali merundingkan tentang rencana pencarian rumah mbah warsono ini, kami menyepakati untuk meninggalkan rumah pak sukuk sebelum matahari menampakan sinarnya

Tepat pada pukul setengah enam pagi, kami berpamitan kepada pak sukuk,
dan kini dengan berbekal wejangan dari pak sukuk, mas dikin mulai menjalankan mobil untuk menapaki jalan raya yang masih terlihat gelap dan berkabut

“ kalau memang masih mengantuk...sebaiknya tidur dulu aja pak...”

ucap mas dikin begitu melihat gue yang melenggut karena masih
merasakan rasa mengantuk, mendapati perkataan mas dikin tersebut, gue memutuskan untuk melanjutkan tidur gue ini, hingga akhirnya disaat kini gue bermimpi atas kehadiran seekor harimau besar yang tengah mengaum diantara beberapa pohon besar yang berada di sisi jalan, gue kini
terbangun dan meminta kepada mas dikin untuk menghentikan laju mobil yang tengah di kendarainya

“ gila lu za…jangan dadakan gitu dong..”

protes minto begitu mendapati mas dikin yang menghentikan laju mobil secara mendadak

“ maaf to….tapi sepertinya, rumah mbah wodo itu
berada di sekitar sini....”

Selepas dari perkataan gue tersebut, gue segera keluar dari dalam mobil dengan turut serta membawa tas pinggang yang gue letakan di bawah kursi mobil

“ lohh kok malah jadi pada bengong…ayo cepat turun....”

teriak gue begitu melihat minto dan
mas dikin yang masih berada di dalam mobil, dan kini begitu mendapati suara teriakan gue tersebut, minto dan mas dikin terlihat keluar dari dalam mobil, lalu segera berjalan menyusul keberadaan gue yang telah memasuki kawasan hutan

“ zaaaa…tunggu...…lu beneran serius nih...”
teriak minto dari kejauhan, dan kini diantara keberadaan minto dan mas dikin yang telah mensejajarkan langkahnya dengan gue, terlihat irama nafas minto dan mas dikin nampak agak tersengal sengal

“ wahh zaaa…benar benar lu ini orangnya susah ditebak…”

“ iya nih pak reza…
dadakan banget..pasti habis dapat wangsit ya pak...”

canda mas dikin dan berbalas dengan senyuman gue
Chapter 27
Dan kini seiring dengan langkah kaki kami yang telah berjalan jauh memasuki hutan, entah mengapa langkah kaki gue ini seperti terarahkan langkahnya, sehingga gue merasa sangat mudah untuk melalui keberadaan dari rimbunnya semak belukar dan pepohonan besar yang ada di dalam hutan
“ lu pernah ke hutan ini ya za...?, sepertinya lu tau banget sih arah jalannya...…”

“ sinting lu to…mana pernah gue ke hutan ini…”

jawab gue sambil terus melangkah, hingga akhirnya seiring dengan langkah kaki gue yang kini terhenti, nampak terlihat di kejauhan,
keberadaan dari seseorang yang tengah berjalan diantara beberapa pohon besar, dan sepertinya seseorang yang telah kami lihat saat ini, adalah seseorang yang mungkin tengah menjalankan aktifitasnya dalam mencari kayu bakar

“ pak reza.....coba lihat itu...”

ujar mas dikin seraya
menunjukan jari tangannya ke arah seseorang tersebut

“ hush...jangan main tunjuk tunjuk sembarangan aja, pamali mas...karena belum tentu apa yang tengah kita lihat saat ini adalah manusia....”

Selepas dari perkataan minto tersebut, terlihat minto mencontohkan kepada mas dikin
agar menggigit jari tangannya lalu meludahkannya

“ astaga to, itu ajaran dari mana lagi sih..aneh banget lu..”

ucap gue sambil melarang mas dikin untuk melakukan apa yang telah di contohkan oleh minto tersebut

“ lebih baik kita menghampiri orang itu....yaa siapa tau orang
itu bisa memberitahukan kepada kita akan keberadaan dari rumah mbah warsono....”

“ yakin lu za...?”

tanya minto sambil menarik bahu gue ketika gue baru saja hendak melangkah

“ memangnya kenapa to...?”

jawab gue dan balik bertanya kepada minto

“ ya lu pikir aja sendiri za,
mana ada sih orang yang mencari kayu bakar, sampai dengan ketengah hutan seperti ini....jangan jangan orang yang kita lihat ini adalah...”

“ sudah lah to, lu jangan berpikir yang macam macam, yang penting sekarang ini, kita harus mendapatkan informasi tentang keberadaan dari
rumah mbah warsono....”

Selepas dari perkataan gue tersebut, gue segera berjalan untuk menghampiri keberadaan dari seseorang tersebut, dan kini begitu melihat gue yang telah berjalan menghampiri seseorang tersebut, minto dan mas dikin terlihat mengikuti gue dari arah belakang,
hingga akhirnya disaat langkah kaki gue ini telah menyisakan beberapa langkah lagi dari keberadaan seseorang tersebut, kini gue bisa memastikan bahwa seseorang yang telah kami lihat ini, adalah seorang lelaki tua, yang sepertinya memang tengah mencari kayu bakar
di tengah hutan ini

“ permisi mbah…numpang tanya..apakah mbah kenal dengan mbah warsono…?”

tanya gue dan berbalas dengan keterdiaman lelaki tua tersebut dalam memunguti keberadaan dari ranting ranting kayu yang berserakan di tanah

“ sekali lagi maaf mbah…saya hanya mau
bertanya, apakah mbah mengenal mbah warsono yang tinggal di sekitar sini....”

tanya gue kembali dengan nada suara yang agak meninggi

“ kamu pikir saya tuli....”

gumam lelaki tua tersebut masih dengan pandangan yang menatap ke arah tanah, dan kini tanpa gue sadari, sepertinya
lelaki tua tersebut, telah melemparkan sebatang ranting kecil yang berukuran satu telunjuk ke arah tubuh gue, dan apa yang telah dilakukan oleh lalaki tua tersebut, kini telah membuat gue meringis kesakitan seraya memegangi bagian tubuh gue yang terkena lemparan ranting
kecil tersebut

“ ikut saya…”

ujar lelaki tua tersebut, lalu berjalan mendahului kami, dan kini diantara keberadaan dari beberapa batang kayu besar yang ada di pundak lelaki tua tersebut, serta keadaan dari kaki lelaki tua tersebut yang tidak mengenakan alas kaki, sepertinya
lelaki tua tersebut dapat melangkah dengan mudahnya, bahkan bisa dikatakan pergerakan dari langkah kaki lelaki tua tersebut, harus kami imbangi dengan cara berlari kecil, hingga akhirnya, setelah cukup jauh kami berjalan, sebuah gubuk kecil yang berada di tengah hutan,
kini menyambut kedatangan kami

“ kalau kalian haus..silahkan ambil sendiri airnya di situ…”

ucap lelaki tua tersebut seraya menunjukan jari tangannya pada sebuah tempayan berukuran besar yang terbuat dari tanah liat dan diletakan berada tepat di bawah sebuah pohon, dan kini
begitu mendapati perkataan dari lelaki tua tersebut, kami segera segera menuju ke arah tempayan, lalu dengan menggunakan sebuah gayung yang terbuat dari batok kelapa, kami meminum air tersebut secara bergantian

“ coba lihat orang tua itu za....”

ujar minto diantara pergerakan
dari lelaki tua tersebut yang tengah menumpukan beberapa batang kayu besar ke dalam sebuah tumpukan, dan sepertinya dari apa yang tengah di lakukan oleh lelaki tua tersebut, apa yang dilakukannya itu tidaklah mencerminkan keadaan phisiknya yang terlihat sudah tua, justru dari
apa yang tengah di lakukannya saat ini, gue menduga kalau lelaki tua tersebut adalah mbah warsono, seorang ahli kanuragan yang telah menghilangkan dirinya ke dalam lebatnya hutan b*t*r*

“ perkenalkan saya reza mbah…ini teman teman saya…dikin dan minto..maksud dari
kedatangan kami ini…”

Kini belum sempat gue menyelesaikan perkataan gue tersebut, terlihat tangan mbah warsono memberikan isyarat agar gue tidak melanjutkan perkataan gue itu

“ enggak usah kamu teruskan, saya sudah tau dengan maksud apa kamu kemari, tapi sebelum saya menjawab
semua pertanyaan kamu itu, saya ingin bermain main sebentar…”

Selepas dari perkataannya tersebut, kini mbah warsono meminta gue untuk berdiri tidak jauh dari posisinya berdiri saat ini, dan kini diantara rasa kebingungan gue atas apa yang akan dilakukan oleh mbah warsono,
telihat mbah warsono memukulkan telapak tangannya pada salah satu pohon yang berukuran cukup besar dan berada tepat di sisinya, untuk pukulannya yang pertama tersebut, gue melihat keberadaan dari rerimbunan daun yang menghiasi batang pohon, nampak berguguran, begitu juga
dengan pukulan mbah warsono yang kedua, untuk pukulan mbah warsono yang kedua ini, gue bisa melihat guguran daun yang berjatuhan semakin banyak, hingga akhirnya disaat kini mbah warsono melakukan pukulannya yang ketiga, tiba tiba saja pandangan gue ini menjadi gelap,
dan akhirnya gue pun kehilangan kesadaran

Diantara rasa sakit yang gue rasakan pada seluruh bagian tubuh gue ini, kini gue mendapati, keberadaan diri gue ini tengah terbaring di dalam sebuah ruangan yang berada di dalam rumah mbah warsono

“ apa yang terjadi...?”
tanya gue kepada minto dan mas dikin yang saat ini tengah duduk di sisi gue, dengan tatapan matanya yang memandang ke arah wajah gue dengan tatapannya yang aneh

“ kalian ini kenapa....?”

“ bussett za..lu pasti pernah belajar sesuatu di perguruan bela diri ya…?”
jawab minto dan balik bertanya kepada gue, dan kini diantara keterdiaman gue dalam merespon pertanyaan minto tersebut, kini minto mulai menceritakan kepada gue tentang apa yang telah dilihatnya pada diri gue sewaktu gue tidak sadarkan diri tadi

“ hahh yang benar lu to...?”
tanya gue yang merasa tidak percaya atas cerita minto tersebut

“ apa yang telah di ceritakan oleh pak minto itu benar pak reza, di saat pukulan mbah warsono yang terakhir pada pohon besar itu, tiba tiba saja, pak reza terjatuh dan enggak sadarkan diri,
tapi kejadian itu hanya sesaat aja, setelah itu pak reza kembali sadar, lalu menggeram layaknya seekor harimau, tapi kalau pak reza enggak percaya dengan perkataan saya ini, coba aja pak reza lihat sendiri tangan pak reza itu, pasti kuku pak reza terkotori oleh tanah, karena
pada saat itu, pak reza terlihat mencakar cakar tanah di tempat pak reza terjatuh…”

Selepas dari perkataan mas dikin tersebut, gue segera memeriksa keadaan kuku tangan gue, dan sepertinya, kini gue mendapati keadaan kuku tangan gue ini seperti apa yang telah mas dikin katakan
“ kalau gue bawa alat perekam za, udah gue rekam tuh peristiwa ketika lu berpencak layaknya pendekar yang sudah menguasai jurus secara mahir, bahkan mbah warsono yang mahir aja terlihat agak kewalahan menghadapi lu…keren lu zaa..kerenn....”

ujar minto dan berbalas dengan
kebingungan gue dalam menyikapi cerita minto dan mas dikin tersebut, hingga akhirnya disaat kini gue tengah terdiam dalam kebingungan, terlihat kehadiran mbah warsono dengan turut serta membawa sebatang bambu yang berisikan minyak yang menyerupai minyak sayur
“ balurkan ini ditubuhnya..”

pinta mbah warsono, dan berbalas dengan pergerakan mas dikin yang mengambil batangan bambu tersebut dari tangan mbah warsono, dan kini seiring dengan mas dikin yang telah membalurkan minyak tersebut ke seluruh tubuh gue, gue bisa merasakan,
rasa hangat yang muncul dari minyak tersebut, kini telah menghilangkan rasa sakit di tubuh gue ini

“ coba saya lihat kujang yang kamu bawa itu....”

ucap mbah warsono dengan pandangan yang terarah pada tas pinggang yang berada di atas lantai kayu

“ ini mbah....”
Diantara kujang kecil yang kini sudah berada di tangan mbah warsono, terlihat mbah warsono begitu mengagumi kujang kecil tersebut

“ darimana kamu mendapatkan kujang ini…?”

tanya mbah warsono dan berbalas dengan jawaban gue yang menceritakan asal usul dari kujang
kecil tersebut, dan kini begitu mendapati jawaban gue tersebut, terlihat mbah warsono mengangguk anggukan kepalanya

“ hmmm..rupanya orang tua kamu itu kolektor barang antik...”

Dengan senyum yang mengembang di wajahnya, kini mbah warsono mengembalikan kujang kecil tersebut
kepada gue, tapi baru saja gue menerima kujang kecil tersebut, tiba tiba saja gue mengambil keputusan untuk menyerahkan kujang kecil tersebut kepada mbah warsono, karena gue merasa, mbah warsono adalah sosok yang tepat untuk menyimpan kujang kecil tersebut

“ kamu yakin nak ?”
tanya mbah warsono seraya membalut kujang kecil tersebut dengan kain rajahnya

“ saya sangat yakin mbah, karena memang bukan itu yang saya butuhkan....”

jawab gue dan berbalas dengan anggukan kepala mbah warsono

“ sekarang apa yang sebenarnya ingin kamu tanyakan
kepada saya....?”

Selepas dari pertanyaan mbah warsono tersebut, gue segera menceritakan tentang apa yang menyebabkan kami memutuskan untuk mencari keberadaan dari mbah warsono, dan kini begitu gue telah menyelesaikan cerita gue tersebut, terlihat mbah warsono kembali
mengangguk anggukan kepalanya

“ jadi sekarang kalian tinggal di mess tua itu...?”

“ iya mbah kami tinggal disana…”

jawab gue, minto dan mas dikin hampir bersamaan

“ sebenarnya mess itu dulu di miliki oleh sebuah keluarga yang di wariskan secara turun temurun sebelum
akhirnya di beli oleh perusahaan tempat kalian sekarang bekerja, sedangkan untuk cerita yang kamu dengar dari hesti tentang hesti yang mengatakan bahwa dia adalah seorang janda dan orang tuanya telah berpisah, itu sama sekali enggak benar…”

“ maksud mbah….?”

“ usia saya
sekarang hampir 107 tahun, mungkin usia hesti sekitar 75 atau 85 tahun, orang tua hesti mewarisi kekayaan secara turun temurun dari keluarga besarnya, tapi saya melihat adanya keanehan pada keluarga besar tersebut, dan keanehan yang telah saya temui adalah selalu adanya kematian
bayi disetiap anggota keluarga yang sudah memiliki keturunan, selain itu keluarga besar hesti juga biasa melakukan ritual ritual aneh yang menyebabkan banyaknya kucing dan anjing yang mati karena ritual aneh yang mereka lakukan tersebut....”

“ apakah warga desa enggak bertanya
mbah, tentang penyebab dari kematian bayi bayi itu...?”

“ tidak ada satu pun warga desa yang berani bertanya kepada keluarga besar hesti itu, selain karena keluarga besar hesti sangat tertutup terhadap warga desa, keluarga besar hesti juga sangat disegani karena kesaktian dari
ilmu kanuragannya....”

“ lantas mbah, apakah mbah tau...dimana keluarga besar hesti itu telah menguburkan bayi bayi yang telah meninggal itu...?”

tanya gue kembali diantara keterdiaman minto dan mas dikin

“ dari apa yang saya ketahui, keluarga besar hesti, telah menguburkan
bayi bayi tersebut, masih di area rumahnya..entah dengan tujuan apa...tapi saya curiga kalau keluarga besar hesti itu telah bersekutu dengan setan dalam cakupan yang luas...”

jawab mbah warsono dan berbalas dengan kebingungan gue, minto dan mas dikin

“ maksud mbah warsono
dengan cakupan yang luas itu apa....?”

tanya minto kepada mbah warsono

“ keluarga besar itu sepertinya sudah bersekutu dengan setan dalam segala hal, mulai dari ilmu kanuragan yang mereka miliki, kekayaan yang mereka miliki, bahkan umur panjang yang mereka miliki....”
Untuk sesaat kini kami hanya bisa terdiam begitu mendengar jawaban mbah warsono tersebut, sungguh kami sama sekali tidak menyangka kalau mess yang kami tempati saat ini mempunyai sejarah masa lalu yang sangat hitam

“ tidak ada kejahatan yang tidak mempunyai akhir, itu pun
berlaku pada keluarga besar hesti, pada suatu waktu kemarahan warga akhirnya memuncak karena mereka tidak bisa menerima hal yang seperti itu ada di desanya, pernah beberapa kali, beberapa warga mencoba untuk menghabisi kedua orang tua hesti, tapi selalu berakhir dengan kegagalan,
menurut kabar yang berkembang mengatakan, bahwa kedua orang tua hesti memiliki sebuah ilmu yang membuatnya sulit untuk dibunuh, hingga akhirnya pada suatu hari tersiar kabar bahwa orang tua hesti telah mati terbunuh di rumahnya dengan kondisi tubuh yang telah terpisah dari
kepalanya dan hanya menyisakan hesti kecil yang menangis meratapi kepergian orang tuanya…”

Selepas dari perkataannya tersebut terlihat mbah warsono terdiam sesaat, keberadaan kujang kecil yang masih berada di dalam genggaman tangannya, kini di masukan kedalam kotak tua yang
terbuat dari kayu jati

“ singkat cerita akhirnya kedua orang tua hesti dimakamkan di sekitar rumah mereka sendiri, dengan turut serta menguburkan semua barang yang biasa dipakai dalam ritual yang mereka lakukan, dan hesti kecil yang merasa tidak nyaman dengan cemoohan dari warga
desa akhirnya memutuskan untuk menjual rumah tersebut melalui bantuan dari saudaranya kepada salah satu warga desa, dan setelah menjual rumah tersebut, hesti kecil keluar dari desa itu dan menghilang entah kemana, sedangkan warga desa yang membeli rumah tersebut, tidak bertahan
lama menempatinya karena berbagai macam gangguan yang ada, hingga akhirnya setelah rumah tersebut dibiarkan lama kosong, rumah tersebut kini menjadi milik salah satu perusahaan, yang mana perusahaan tersebut adalah perusahaan tempat bekerja kalian sekarang ini…”

“ maaf mbah...
kalau saya masih boleh bertanya, saya masih ingin menanyakan beberapa pertanyaan lagi kepada mbah warsono....”

“ kamu mau menanyakan apa lagi nak reza...?”

tanya mbah warsono dengan penuh kebijaksanaannya

“ apakah mbah warsono mengetahui tentang sosok perwujudan wanita yang
sering saya lihat penampakannya di mess, sosok perwujudan wanita itu biasanya menampakan diri dengan sebuah rantai yang ada di kakinya, serta kepala yang nyaris terputus...bahkan saya juga sempat melihat sosok wanita itu menampakan dirinya dalam keadaan kepalanya yang
benar benar terputus....”

“ kalau dari apa yang telah kamu katakan itu, sepertinya semuanya itu mengarah kepada sosok dari ibunya hesti....”

“ ibunya hesti...?” tanya gue memotong perkataan mbah warsono

“ iya..ibunya hesti, karena dari apa yang saya ketahui, ibunya hesti itu
adalah garis keturunan langsung dari keluarga besar hesti yang telah melakukan perjanjian dengan setan, dengan kata lain, ibunya hesti telah melanjutkan perjanjian yang telah dibuat oleh keluarga besarnya itu...”

“ jadi ibunya hesti itu mempunyai kekuatan yang lebih besar
dong mbah...”

ujar minto mewakili apa yang tengah gue pikirkan

“ entahlah...tapi sepertinya memang seperti itu, karena menurut apa yang telah saya dengar, pada saat kematian orang tua hesti, yang paling sulit untuk di bunuh adalah ibunya hesti, dan pada saat mayat orang tua
hesti ditemukan, mayat ibunya tersebut ditemukan dalam kondisi kepala yang terputus, dan posisi tubuh yang menggantung terbalik dengan salah satu kakinya terikat oleh rantai....”

“ ya tuhan...untung gue enggak hidup di zaman itu, kalau gue harus sampai melihat kejadian
seperti itu, di jamin enggak bakal bisa tidur gue za....”

ujar minto dan berbalas dengan senyuman yang mengembang di wajah mbah warsono

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with meta.morfosis

meta.morfosis Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(