sedotan Profile picture
Oct 3, 2019 687 tweets >60 min read Read on X
Februari, 2004.

Malam belum terlalu larut, jalanan masih padat oleh lalu lalang kendaraan bermotor. Maklum malam Minggu. Kuhabiskan waktu bersama teman ditempat favorit buat nongkrong saat itu. Jalan belakang sebuah stadion terkenal disalah satu kota di Jawa tengah. Image
Biasanya kami habiskan malam minggu dengan minum ciu, salah satu minuman trademark kota kami. Ya, seperti sudah menjadi rutinitas setiap akhir pekan, untuk melepas penat setelah seminggu penuh sekolah.

#ceritaku
Tapi malam itu akan berbeda dengan malam Minggu yg lain. Semuanya akan merubah kisah perjalanan hidupku. Malam yg akan selalu terkenang dan tak terlupakan.

#ceritaku
Seperti biasanya, aku nongkrong dengan dua orang temanku. Sebut saja Eko dan Daud. Umur kami terpaut beberapa tahun. Eko satu tahun diatasku, dia lulus STM tahun lalu, dia bekerja di perusahaan yg dimiliki oleh kakaknya Daud. Sedang Daud sendiri lima tahun lebih tua dariku.
Eko dulunya adalah pemuda pemalu yang jarang sekali keluar rumah. Saat STM pergaulannya kurang begitu luas. Aku sendiri mengakui, kedekatanku dengannya semata-mata karena naksir adiknya. Sedangkan Daud, tetangga samping rumah Eko yg terkenal kaya raya.
Jam menunjukkan pukul 8, ketika kami asyik bercengkerama. Tentu saja dengan ditemani beberapa botol ciu. Teman-teman yang lain belum menampakkan batang hidungnya. Biasanya usai apel malam Minggu atau jalan bareng pacar, mereka baru merapat.
Pandangan kami teralihkan saat sepasang gadis lewat didepan kami.
Mereka berboncengan dengan motor bebek warna silver. Yang depan lumayan cantik, berperawakan padat berisi dan berkulit putih bersih. Dia mengenakan kaus putih tipis, dengan jins ketat.

#ceritaku Image
Sedangkan yg belakang agak kurus, berkulit bersih juga. Wajahnya sedikit oriental, tapi kurang menarik bagiku.

Daud yg terkenal playboy langsung punya inisiatif untuk mengejar mereka. Maklum naluri buaya yg ada dalam dirinya sudah dilevel hokage.

#ceritaku
Eko yg dasarnya pemalu cuma tersenyum dengan ajakan Daud. Akhirnya kami berdua yg mengejar dua gadis itu.

Mereka berhenti di gerbang stadion bagian belakang. Usut punya usut, mereka berdua ternyata janjian dengan temannya.

#ceritaku
Tanpa basa-basi Daud mengajak kedua gadis itu untuk berkenalan. Gayung bersambut, kedua gadis itu memperkenalkan diri. Tak lupa bertukar nomor HP. Mitha nama gadis yg didepan, cuma nomornya yg aku simpan. Kebetulan yg belakang aku lupa namanya sampai sekarang.

#ceritaku
Setelah teman-teman mereka datang, kami berpamitan pada mereka. Melanjutkan aktivitas malam Minggu kami. Mabuk-mabukan sampai pagi.
Iseng-iseng aku SMS nomor Mitha. Padahal waktu sudah menunjukkan jam 12 lewat. Sekedar say hi, lalu ngobrolin tentang aktivitas harian, dll.

Mitha ternyata masih duduk dikelas 2 SMA swasta dikotaku. Agak mengejutkan jika mengingat bentuk tubuhnya yg sepertinya sudah matang.
Komunikasi kami makin intens, sepertinya memang sudah klik. Dengan sedikit tutorial dari Mahaguru Daud mempermudah jalanku untuk menggaet Mitha.

Selain ilmu untuk mencari pacar, Daud juga punya banyak tips untuk meniduri gadis. Maklum, sudah belasan gadis yg jadi mangsanya.
Hal itu gak mengejutkan jika melihat perawakannya yg tinggi besar dan wajah gantengnya yg konon mirip aktor Chow Yun Fat.

Selain itu, dompet yg tebel dan motor Ninja yg keren pada saat itu jadi modal kuat buat Daud untuk menggaet siapa saja yg dia inginkan.

#ceritaku
Mitha adalah anak kedua, kakaknya cowok udah lama kerja di Bali. Dia tinggal bersama keluarga kakeknya. Sedangkan orangtuanya tinggal dirumah lain, masih satu kota sih. Tapi ga tau apa alasannya dia memilih tinggal dengan keluarga kakeknya.
Jadi dia ini mixed gitu, kakeknya keturunan Belanda & Chinese, sedangkan neneknya keturunan Jawa asli masih ada darah keraton katanya.

Ga heran kalau kulitnya putih bersih untuk ukuran orang Jawa.
Rumah kakeknya tak begitu besar, tapi asri. Nyaman sekali berada dirumah tersebut. Image
Cukup waktu seminggu pdkt lewat SMS, malam Minggu berikutnya kita jadian. Aku main kerumahnya, dikenalkan ke keluarganya.

Neneknya kayaknya welcome banget denganku. Katanya aku lucu, soalnya jaman sekarang udah jarang anak muda bisa kromo inggil.

#ceritaku
Saat itu aku masih duduk di kelas 3, yang artinya kurang dari tiga bulan aku harus menempuh ujian nasional. Tapi begitulah, emang dasarnya bengal aku gak begitu peduli jadi jarang sekali aku belajar.

Waktuku lebih banyak kuhabiskan dg Mitha atau nongkrong dg teman.

#ceritaku
Tantenya Mitha yg juga seorang guru pernah negur, kok ga pernah belajar kan mau ujian. Selalu kujawab udah Tante, sebelum kesini tadi sore udah belajar kok.

Dia cm senyum dengerin jawabanku.
Gak kerasa udah sebulan kami pacaran. Sekarang udah bukan sekedar ngobrol kalo ketemuan. Tangan udah main kemana-mana.

Yang awalnya cuma ciuman, sudah berlanjut saling raba. Gak tau siapa yg mulai. Tapi rasa deg-degan takut ketahuan dan rasa penasaran bercampur aduk.

#ceritaku
Pernah suatu malam, setelah pergi jalan. Kami kepergok ciuman dihalaman oleh tantenya.

Sudah jadi kebiasaan sebelum pulang Mitha pasti minta dicium, tapi apesnya waktu itu ternyata tantenya keluar rumah buat nungguin mas-mas penjual bakso.

#ceritaku
Setelah malam itu, aku lebih menahan diri. Tapi bukan berarti bisa memadamkan gejolak didalam diri. Dorongan untuk melakukan hal-hal yg lebih intim justru semakin menjadi-jadi.

Seringkali kami mencuri kesempatan, entah itu dijalan atau dimana aja.
Pernah kami berhenti disekolahan dekat rumah Mitha, sepulang dari jalan-jalan malam. Hanya untuk melampiaskan nafsu birahi, bercumbu di gerbang sekolah.

Ga kerasa kubuka jaketnya dan kusingkap kaosnya, buah dadanya yg mulus dan padat menyembul menambah nafsuku makin menjadi.
Aksi kami terhenti saat sebuah mobil lewat. Aku tersadar ini bukan tempat yg tepat. Kuantar Mitha pulang secepatnya.Tapi dalam hati masih terus bergejolak.

Lewat SMS kutanyakan padanya, apakah dia sudah siap untuk melakukan hubungan badan.

Yang mengejutkan dia menjawab sudah.
Mei 2014

Minggu pagi, selepas nonton film Doraemon kesukaanku. Aku berangkat kerumah Mitha.

Ya, hari ini tekad kami sudah bulat. Kami harus menuntaskan birahi kami. Kujemput dia tepat pukul 9 dirumahnya.
Kami berkendara keliling kota, mencari hotel esek-esek dikota kami bukanlah hal yg sulit.

Yang sulit adalah membulatkan hati dan menyingkirkan keraguan untuk sein kiri lalu masuk kedalamnya.

Sudah empat hotel kami lewatkan. Setiap mendekati hotel, aku menurunkan kecepatan motor
Tapi entah kenapa keraguan selalu hinggap.

Terkadang ada saja yg mengganggu saat kami hampir belok, entah karena ada sepasang pria dan wanita yg masuk mendahului sehingga mengurungkan niatku.
Tak terasa kami sampai diujung barat kota. Didekat sebuah kampus, yang kelak akan menjadi tempat bernaungku selama hampir 7 tahun.

Hotel melati berinisial KD, yg terkenal dengan layanan "Short time".

Dengan segenap keberanian yg tersisa, aku banting setir masuk ke halamannya.
Jam menunjukkan pukul 10.15 ketika kami masuk ke lobby.

Parkiran hotel tersebut hampir penuh, entah karena hari libur atau memang sedang musim berkembang biak.

Mas-mas di lobby puda berusia 30an, tersenyum penuh arti. Dan bisa dipastikan arti senyumnya gak jauh dari esek-esek.
"Shortime ya mas?" Tanya mas-mas tersebut.

"Iya" jawabku dengan nada bergetar

"25ribu mas, ada pesan tambahan?" Tanyanya.

"Softdrink 2 mas" kataku

"30rb mas, langsung bayar ya."

Aku menyerahkan sejumlah uang padanya, kulihat dia tersenyum lagi padaku.
Mas-mas tersebut mengantarkan kami ke kamar dipojokan paling barat. Nomor 24 seingatku.

Dia meletakkan perlengkapan mandi di meja dalam kamar, kemudian menyalakan kipas angin, lalu menuju kamar mandi untuk membuka keran air.

"Silakan mas, kalo ada perlu lagi panggil saya aja"
Mas-mas tersebut pamit setelah menyerahkan kunci kamar kepadaku. Dia tersenyum lagi, kali ini senyumnya benar-benar menggangguku.

Seandainya gak ada keperluan yg sangat urgent, ingin aku menghantam muka mas-mas tersebut.
Mitha duduk diatas kasur saat aku menutup pintu dan menguncinya.

Aku mendekatinya, terasa canggung. Aneh, tak biasanya kami seperti ini. Terdiam beberapa waktu tanpa bicara.

Aku menyalakan TV untuk membuang rasa gugup, kulirik Mitha yg sedang sibuk bermain HPnya.

#ceritaku
"Sayang, kamu beneran udah siap?" Tanyaku padanya dengan lembut.

"Siap grak..." Jawabnya dengan nada bercanda.

Jawaban yg membuatku drop mental seketika. Apa-apaan ini, tak pernah sekalipun aku mengalami situasi sesulit ini. Ingin aku berteriak sejadi-jadinya saat itu juga.
Pusakaku sudah tegak berdiri semenjak aku menutup pintu. Kulihat Mitha acuh dan asyik sendiri dengan HP Nokia 1100nya.

Kondisi yg membuatku menghela napas, karena tak tahu harus berbuat apa untuk mengakhiri situasi ini.

#ceritaku
Merasa tak ada jalan keluar lagi, aku SMS Daud. Sialnya dia gak bales2, mungkin masih tidur gara2 mabok malam mingguan.

Agak lama kami cuma terdiam, sekitar 1 jam mungkin.

Hingga si Otong yg tadi berdiri tegak, kecapekan dan terkulai lemas karena lelah menanti.

#ceritaku
Sekitar pukul 11.30 HPku berbunyi, nada dering JTL my lecon yg masih monoponic memecah keheningan.

Daud menelpon, segera kuangkat telponnya.

Hanya dua kata yg dia ucapkan "Serang Kupingnya"

Setelah itu dia menutup telponnya tanpa berkata apa-apa lagi.

#ceritaku
Mitha bertanya padaku "Siapa yg telpon sayang?"

"Daud say" jawabku singkat

"Mau apa, ngajakin main ya?

"Gak kok, gak pa2" ujarku, sambil mendekat padanya.

Aku merapatkan tubuhku padanya, memandang matanya dalam2. Kucium bibirnya, kulihat Mitha mulai melepaskan HP ditangannya.
Tanganku mulai meraba buah dadanya yg padat, terdengar desahan lembut dari bibirnya.

Kemaluanku mulai menggeliat saat aku meremas-remas payudara dan mulai menelusup kebalik bajunya.

Mitha mulai kehilangan kesadaran, tanganku sudah berpindah menelusuri area celananya
Tangan Mitha menarik tanganku ketika mulai meraba bagian kemaluannya yg ditumbuhi bulu-bulu lembut.

Jujur, baru kali ini aku pegang jembut orang. Rasanya aneh, tapi bikin penasaran.
Mitha meronta ketika tanganku berusaha melepaskan kancing celananya. Seolah menolak apa yg akan aku lakukan.

Lalu aku teringat kata2 Daud "Serang Kupingnya"

Kusudahi ciuman dan saling pagut, kuciumi leher, tengkuk dan telinganya.

Mitha menggelinjang dan mulai rebah.
Tanganku kembali mencoba menelusup kebalik celananya. Kali ini tak ada perlawanan dari Mitha.

Tampaknya dia mulai pasrah dan menikmati permainan jemariku.

Kemaluannya menjadi basah dan lengket. Aroma khas yg sulit untuk dijelaskan keluar dari lipatan pahanya.

#ceritaku
Kubuka bajunya dengan sekali angkat, payudara mulus nan padat menyambut dan menantangku untuk segera melumatnya.

Kulepaskan bra merah marun yg dikenakan Mitha hari itu.

Tampak malu-malu dia menutupinya denga kedua tangannya. Hal itu tak mengendorkan usahaku.

#ceritaku
Kuangkat perlahan tangan Mitha. Wajahnya memerah semerah putingnya yg mungil dan berwarna merah jambu.

Bentuknya yg lucu dan menggodaku untuk mengulumnya. Tubuh Mitha bergetar ketika kujilati putingnya.

Tak henti kumainkan kemaluannya.
Hingga basah celana dalamnya.

#ceritaku
Kulepaskan kancing celananya tanpa kesulitan. Paha mulusnya terlihat begitu menggoda.

Celana dalam bercorak strip pelangi yang mulai basah kutarik pelan-pelan. Dengan sangat hati-hati.

Kulihat Mitha menggelengkan kepalanya, seperti menolakku melakukan itu.

#ceritaku
Kubuka celanaku, celana gombrong yang ngetrend diawal 2000an karena Armand Maulana.

Sempak hijau kendor yg mungkin kupakai 3 kali dalam seminggu kulepaskan dengan sekali tarik.

Mitha memerah wajahnya ketika mungkin untuk pertama kali melihat kemaluan yg sedang berdiri tegak
Aku mulai menindihnya, tapi masih kesulitan untuk memasukkan Joni yg sudah bengkak tak terkendali.

Mitha yg sepertinya masih agak malu atau takut, menutupi kemaluannya dengan tangan.

Tak ada cara lain, aku kembali menyerang kupingnya. Kali ini lebih frontal dan intens.
Mitha yg mulai melepaskan tangannya dari kemaluan membuka pertahanannya.

Tanpa ba-bi-bu kuarahkan Joni ke kemaluannya. Berkali-kali kucoba terus aja meleset. Hingga akhirnya kuarahkan dengan tangan agar mampu menemukan sasaran yg tepat.
Ahhhhhhhhhhhh

Jeritan yg mungkin terdengar dari luar kamar menandai keberhasilanku memasukkan biji kemenyan kedalam kantong macan.

"Perih yaaaaannngggg..." Jerit Mitha sambil menitikkan air mata.

Bercak-bercak darah membasahi batang kemaluanku. Anehnya aku semakin bersemangat.
Perlahan kemaluan Mitha yg hangat mulai menjadi licin. Rasa perih yang tadinya terasa berganti rasa yg entah sulit untuk dijelaskan.

Rasa nikmat yg baru kali ini aku rasakan.

Semakin kencang kugenjot semakin enak kurasakan.

"Enak say?" Tanyaku pd Mitha
"Perih yang, tapi enaakkkk..." Jawabnya sambil meringis.

Tiba-tiba tubuhku menggigil seperti terkena sengatan listrik, rasa yg meletup seperti saat onani. Tapi ini lebih nikmat dari itu.

Dengan sigap kutarik kemaluanku yg tak tertahan menyemburkan cairan kental ke seprai
Tak lebih dari tiga menit, setelah pemanasan lebih dari setengah jam.

Aku merasakan sesuatu yg luar biasa, benar2 tiada duanya.

Kupeluk Mitha yg menangis sesenggukan, kucoba menenangkannya.
Ternyata ketakutannya berkutat pada pertanyaan2 apakah aku akan meninggalkannya dan apakah dia akan hamil.

Cukup sulit jg untuk memberikan penjelasan. Yang jelas omong kosong aja sih, sekedar kalimat penenang.

Yang aneh adalah, entah kenapa Joni ternyata masih keras.

#ceritaku
Ketika Mitha sudah reda dari tangisnya. Dengan bercanda mulai kucumbu lagi. Dia sepertinya mulai bisa menepis ketakutan2nnya.

Jemariku kembali bermain2 didaerah sensitifnya.

Dengan lebih berhati-hati dan sabar aku memasukkan Joni pelan-pelan ke kemaluan Mitha.

#ceritaku
Kali ini kulihat dia mulai menikmati lalu lalang Joni yg sibuk keluar masuk dari lubang peranakannya.

Sesekali dia mendesah "ooohh yesssshhhhhh" sepertinya Mitha jg sudah seringkali nonton bokep. Atau mungkin itu adalah naluri wanita ketika merasakan sesuatu yg nikmat.
Masih dengan gaya yg sama, misionaris. Aku mulai belajar memainkan tempo, untuk memperpanjang durasi.

Kutanya Mitha gimana enaknya, pelan2 atau kencang? "Pelan aja yang, enak angettt" jawabnya

Aku mulai belajar berbagi & mengerti. Aku jg mulai memahami bahwa sex itu kerjasama.
Hari itu kami bersetubuh empat kali.

Dengan durasi total 3 jam. Sekali main rata2 10 menit, maklum pemula.

Mulai hari itu jg kami intens berhubungan badan rutin 3-4 hari sekali. Selama kurang lebih 8 bulan masa pacaran.
3-4 hari sekali, tentu saja tidak di hotel, bisa dimana saja. Maklum, masih anak sekolah. Belum pegang duit banyak.

Seringkali kami melakukannya dirumahku, kadang dirumah ibu Mitha bukan rumah neneknya ya.

Karena rumah ibunya lebih sering kosong & Mitha punya kunci duplikatnya.
Pernah sekali kami melakukannya di dalam bioskop. Sambil nonton film The Last Samurai.

Jadi dikota kami dl ada 1 bioskop, namanya bioskop F. Sekarang udah ga beroperasi lagi kayaknya. Sering muter pilem2 lama dengan tarif murah, kalo ga salah dl cuma 3-4rb.

Tempatnya sepi bgt.
Kami berdua rencananya mau nonton Spiderman2 di bioskop G21, tapi berhubung waktu itu hits bgt kita gak kebagian tiket.

Akhirnya jalan ke bioskop F ini, cuman sayang ga muter Spiderman2.

Disitu malah muter film lawas, yg paling baru The Last Samurai, yg sebenarnya rilis 2003.
Akhirnya dengan terpaksa nonton film itu deh. Herannya meskipun film lama, masih ada loh yg nonton.

Gak banyak sih, kira2 6 pasang termasuk kami.

Nah, anehnya pas masuk dalam. Duduknya pada pisah jauh2.

Kami duduk dipojok kanan paling atas.
Kondisi bioskop pengap, ACnya ala kadarnya. Bau pesing, dibawah bangku banyak banget sampah. Kayak ga pernah dibersihin gitu.

Tapi oke deh, kalo kepepet. Dapat spot alternatif nih pikirku.

Karena ngerasa aman & gak ada yg ngawasi, kami bercumbu disitu sampai high.

#ceritaku
Sampai Mitha berbisik "Yang, pengen... Masukin ya"

Gila pikirku waktu itu, aku ngeraba kemaluannya udah becek bgt. Terpaksa aku iyain.

Aku perosotin celana Mitha, aku sendiri gak buka celana, cuma buka retsliting. Posisi WOT sambil liat film, jadi tusuk dari belakang.
Gak kepikiran ternyata sensasinya luar biasa. Ditempat umum, ada orang lain disitu. Dan bisa kapan aja ke gep, justru menambah keseruannya.

Agak lama jg mainnya, ada seperempat jam kami mainnya. Mungkin konsentrasi terpecah karena was2 & filmnya seru jg sih

#ceritaseks
Yang bikin was2, ternyata aku keluarnya didalem. Gara2 becek banget Mitha, saking keenakan & gak pake pengaman.

Mitha kaget & shock waktu aku keluar "Loh yang, kok anget. Kamu dah keluar?"

"Eh iya say, enak bgt nih" jawabku lugu
Gak nunggu film kelar Mitha ngajakin pulang, dijalan dia ngambek. Gak ngomong apapun waktu itu.

Ada kali 5 harian kita gak ketemu.

Aku jd bisa lebih konsen ke ujian sekolah pikirku.
Mitha jadi agak acuh akhir2 ini. Dia sering gak balas SMS atau jawab telponku. Aku sendiri jg agak enggan main kerumahnya, mungkin kami cm butuh waktu sendiri dulu.

Sekitar 3 mingguan kondisi ini berlangsung. Aku sempet mikir apa putus aja ya, tapi selalu aku tepis pikiran itu.
Aku sedang duduk didepan warung pak Kusni, menikmati sebatang rokok dan es marimas ketika seorang gadis belia yg cukup cantik datang ke warung.

Perawakannya sintal, kulitnya bersih, dengan wajah yg manis. Wajah yg gak ngebosenin.

Pakaiannya cukup modis untuk ukuran orang desaku
"Ayu ya, rumahnya yg didesa sebelah kan? Aku mencoba menyapa gadis itu.

"Iya mas, masih inget tho, kirain dah gak kenal" balasnya.

"Pangling aku yu, sekarang kamu cakep gitu, kayak artis. Sekarang kelas berapa?" Jawabku berbasa-basi.
"Kelas dua mas, kamu dah mau lulus ya mas?" Tanyanya dengan senyum yg menawan.

Obrolan singkat kami berakhir setelah Ayu berpamitan pulang. Dia membawa bungkusan belanjaan dan mulai menaiki motor smash birunya. Sebelum Ayu beranjak, aku sempat meminta nomor HPnya.

#jumatmubarak
Dasarnya aku cowok yg gak tahan kesepian, saat hubunganku renggang dg Mitha aku mulai menjalin komunikasi dg Ayu. Yg notabene lebih dekat rumahnya.

Orangtua kami saling mengenal satu sama lain. Bahkan, ketika iseng main kerumahnya Bapaknya jg ikutan nimbrung.
Gak butuh waktu lama untuk nembak Ayu. Setelah pdkt seminggu kami jadian. Hal ini yg nantinya akan membawa masalah besar dalam hidupku.

Masalah tersebut gak ada hubungannya sama sekali dg Mitha.

Bahkan Ayu gak tahu kalo sebenarnya aku masih punya pacar.
Malam Minggu ini, aku main dirumah Ayu. Rumahnya cukup sederhana, tapi rapi dan bersih.

Lampu depan rumahnya agak redup, membuat suasana jadi syahdu. Rumahnya agak jauh dari jalan besar, jadi jarang ada orang yg lalu lalang.

Kami duduk berdua duduk diteras rumahnya.
Bapaknya sedang keluar, ada kumpulan RT katanya. Ibu & adik2nya didalam rumah, sepertinya asyik menonton sinetron.

Situasi yg mendorong kami semakin duduk merapat dan mulai dihinggapi birahi. Jari-jariku mulai liar bergerilya, menggerayangi sekujur tubuhnya. Kupeluk tubuh Ayu.
Tak menunggu lama kami saling berpagut, beradu lidah dan saling meraba daerah sensitif.

HPku berdering, saat tanganku mulai menelusur kebalik rok pendek bercorak polkadot warna hitam putih yg Ayu kenakan. Menyadarkan kami berdua dari kalap.

Ayu agak bergeser menjauh.
Ternyata telpon dari Mitha, yg namanya sudah aku samarkan menjadi Mitro untuk mengelabui Ayu.

Jam menunjukkan pukul 20.30

Mitha minta ketemuan saat ini jg. Dengan tenang aku berpamitan ke Ayu, kukecup keningnya dengan lembut sebelum beranjak pergi.
Aku menggeber motorku menyusuri jalan ke rumah Mitha. Perjalanan menerobos pinggiran kota yg berjarak setengah jam perjalanan.

Sampai dirumah Mitha, aku disambut dengan pelukan dan kecupan dipipi.

"Aku kangen bgt sayang" ucapnya manja. Seperti tak ada masalah sebelumnya.
Mitha berpamitan pada keluarganya, dia beralasan mau kerumah teman yg ulang tahun. Meskipun neneknya seperti enggan memberi ijin, Mitha tetap berlalu dan naik ke atas motorku.

Malam itu kami menuju tempat favorit kami, hotel melati dibelakang terminal.
Diperjalanan tak henti-hentinya Mitha memainkan Joni yg sembunyi dibalik celana corduray. Leherku habis dilahapnya, sepertinya birahi sudah sampai diubun-ubunnya.

Sesampainya di hotel, penerima tamu sepertinya sudah hafal kamar favorit kami. Dia menyerahkan kunci no. 14.
Setelah menutup pintu, Mitha memelukku dari belakang. Kami saling melucuti pakaian masing-masing. Pertempuran ganas berlangsung cukup seru.

Mitha dengan lincah menggoyangkan pinggulnya dengan nafas menderu.

Keringat jahat bercucuran disela-sela tubuh kami.
"Say aku mau keluar" ucapku terengah-engah.

"Keluarin dalam aja say, ga pa2. Aku abis mens kok." Jawabnya dengan penuh semangat.

Letupan energi membuatku terkulai lemas setelah menyemburkan sperma didalam kemaluan Mitha.
Dia tak henti-hentinya menciumku setelahnya.

Tanpa pakaian dalam kehangatan pelukan kami saling bercerita. Ternyata selama 3 Minggu ini Mitha merasa takut. Takut akan kejadian di bioskop dulu. Ketakutannya akan kehamilan berakhir setelah Minggu kemarin dia mens.
Kami melanjutkan ronde kedua dengan lebih hebat lagi. Mencoba berbagai gaya yg sebelumnya belum pernah kami peragakan.

Pukul 12 tepat kami keluar dari hotel dengan tawa riang penuh kegembiraan.

Sesampainya dirumah Mitha, kedatangan kami disambut oleh neneknya.
"Nak, sudah lewat tengah malam. Sebaiknya bobo disini aja ya" ucap neneknya dengan ramah.

"Makasih nek, lain kali saja. Gak enak sama tetangga" aku menolak permintaannya dg halus.

Setelah berpamitan aku langsung tancap gas.
Aktivitas seksual antara aku dan Mitha semakin menurun intensitasnya. Kami sepakat untuk menguranginya tapi lebih meningkatkan kualitasnya.

Seiring dengan semakin dekatnya waktu ujian nasional, waktu bertemu dengan Mitha semakin berkurang.

Tapi tidak dengan Ayu.
Mungkin saja rasa bosan pada Mitha mulai menghinggapiku.

Mungkin jg karena Ayu mulai menyita perhatianku.

Ayu yg tipikal orang desa, lebih penurut & tertutup berbanding terbalik dg Mitha. Justru itu yg membuat rasa penasaranku semakin memuncak.
Suatu malam aku mengajak Ayu jalan-jalan. Tujuan kami adalah waduk disebelah barat bandara, tempat yg terkenal sebagai lokasi muda-mudi mojok dan melampiaskan birahinya.

Ayu tidak menolak, dia diam saja ketika aku mengendarai motorku kearah waduk yg gelap.
Kami berdua duduk ditanggul waduk yg miring, bercengkerama sambil sesekali saling kecup.

Malam itu suasana waduk agak ramai, karena beberapa kali pasangan muda-mudi berlalu lalang. Padahal besok bukanlah hari libur.

Hal tersebut tak menyurutkan niatku untuk menggerayangi Ayu.
Ayu suka sekali mengenakan rok pendek yg mekar menyerupai bunga. Malam itu dia mengenakan rok berwarna ungu. Wajah manisnya terlihat begitu jelas meskipun hanya cahaya rembulan satu-satunya sumber penerangan malam itu.

Tanganku mulai memburu kebagian sensitifnya.
Tak terasa tubuhku mulai menindih Ayu, kusentuh kemaluannya yg sudah mulai basah. Berbanding lurus dengan Joni yg semakin mengeras.

Entah apa yg membuatku ingin melampiaskannya malam ini, ditempat itu. Ketika aku berusaha melolosi celana dalam Ayu, dia mendorongku dan berdiri.
"Mas, udah jam 9. Pulang yuk, nanti dicari bapak" ucapnya lirih.

Terlihat jelas ada titik air mata yg membasahi sudut matanya, entah kenapa aku diam dan tak berusaha bertanya.

Segera aku mengantarkannya pulang.
Sekitar jam 10, aku memarkir motorku didepan warung pak Kusni. Teman-temanku bercengkerama sambil menikmati hangatnya Ciu Bekonang ketika HPku berdering.

Ternyata telepon dr Ayu, segera kuangkat namun anehnya yg berbicara adalah lelaki. Entah siapa dia, yg jelas bukan bapaknya.
"Ini siapa?" Tanyaku dengan nada tinggi.

"Ini Rosyid, pacar Ayu. Kami sudah pacaran 2 tahun. Jadi tolong jangan ganggu Ayu lagi. Kalo masih nekat, tunggu akibatnya!" Ancamnya dg nada yg tak kalah tinggi.

Kemudian tiba2 telepon ditutup, tanpa ada kata salam atau penjelasan lain.
Berhari-hari aku gak bisa hubungi Ayu. Kerumahnya jg gak pernah ketemu, ketika kutanya bapak / ibunya selalu dijawab Ayu lg pergi.

Sampai tiba-tiba, nomor Ayu sudah tidak aktif lagi.

Sepertinya aku harus mundur, dan menyerah.

#munduralonalon
Ujian nasional telah usai, otomatis statusku sebagai pelajar sudah hampir tak berlaku. Untuk sementara status pengangguran aku sandang hingga waktu yg belum dipastikan.

Hari-hari kuhabiskan dg mabuk-mabukan dan bercinta dg Mitha.
Pernah suatu hari saat sedang asyik bersenggama dengan Mitha dikamarku, adikku laki-laki membuka pintu kamarku. Sial, aku lupa menguncinya.

Adikku yg masih terperanjat melihat kami berdua tanpa busana seketika menutup pintu kembali dan lekas pergi.
Hal itu cukup untuk membuat Mitha tak nyaman main kerumahku, sepertinya rasa malu menghinggapinya.

Setelah itu kami tidak pernah lagi melakukannya dirumahku.
Sore itu seperti biasa, aku menikmati sebatang rokok dan es marimas di warung pak Kusni ketika sosok yg aku kenal datang. Kali ini Ayu tidak sendirian, dia bersama seorang lelaki asing.

Aku menghampirinya, mencoba menyapa Ayu. Tapi ayu mundur dan mengurungkan niatnya berbelanja.
Aku berusaha mengejar dan menarik lengannya sebelum Ayu naik ke atas motor. Pria yg sedari tadi duduk diatas motor berdiri dan mendorongku.

Pak Kusni yg melihat keributan mendekat dan berusaha melerai kami.

"Ribut jgn disini, orang jualan diganggu dlogok Kowe" teriak pak Kusni.
Aku mengurungkan niatku untuk menghajar pria itu. Perasaan gak enak pada pak Kusni yg membuatku sedikit menahan emosi.

Selepas Maghrib, ketika teman2 mulai bermunculan perasaan emosiku naik lagi. Terbersit rencana untuk memberi pelajaran pada pria tersebut.
Kadar alkohol yg tinggi dalam darah mudaku semakin membakar api dendam.

Malam itu kami merencanakan sesuatu hal yg nantinya akan aku sesali dalam waktu yg lama.

Dendam hanya akan melahirkan dendam.

Kisah tentang Ayu akan berlanjut hingga 10 tahun kemudian.
Pagi itu setengah 7, aku dan teman2ku sudah berkumpul di lapangan samping sebuah SMA.

Persekongkolan busuk dengan tujuan memberi pelajaran pd lelaki yg kemarin sudah tersusun dg rapi.

Bahkan informasi dimana lelaki itu sekolah, jalan mana yg akan dia lewati sudah kami ketahui.
Benar saja, tak lebih dari 5 menit lelaki tersebut berjalan bersama 2 orang temannya berseragam SMA lengkap lewat didepan kami.

Tanpa ba-bi-bu kami berlima menghajar 3 pelajar tersebut hingga babak belur. Setelah puas kami pergi begitu saja.
Sore pukul 4, saat duduk-duduk diteras rumah seorang pria tegap mendatangiku. Ditodongkan pistolnya kearah kepalaku.

Sial, ternyata pihak sekolah melaporkan kejadian itu ke pihak berwajib. Aku digelandang ke Polsek terdekat dan menginap semalam.

Teman-temanku menyusul kemudian.
Beruntung pihak korban mau mencabut laporan dan menyelesaikan dengan cara kekeluargaan.

Kekeluargaan yg dihargai dengan nominal 15jt.

13jt uang perdamain dipenuhi keluargaku, selebihnya ditanggung teman2ku.

Semenjak kejadian itu aku agak menjauh dr mereka.
Aku merasa sudah cukup menyulitkan mereka. Apalagi aku jg harus siap-siap masuk kuliah.

Oiya, Mitha sama sekali gak tahu kejadian ini. Yg dia tahu aku menghilang selama seminggu.

Setelah itu seperti tak ada kejadian apa2. Karena aku jg gak ingin membahas itu dengannya.
Ujian UMPTN bisa kutempuh dg baik, namaku tercantu di papan pengumuman Universitas negeri dikotaku. Jurusan yg kuambil Deskomvis, sebuah jurusan yg saat itu masih asing untuk orang awam.

Bapak gak setuju aku kuliah di Deskomvis yg notabene masuk di fakultas seni rupa.
Pada akhirnya aku terdampar di jurusan bahasa Inggris sebuah universitas swasta dikotaku.

Ditempat inilah kelak aku bertemu cinta sejati dan puluhan cinta semalam lainnya.

Ditempat ini jg akhirnya aku akan bertemu teman-teman yg luar biasa.
Kesibukanku sebagai mahasiswa baru membuat hubunganku dg Mitha kembali renggang. Sekarang dia sudah kelas 3, yg artinya makin sibuk dg les dan berbagai macam kegiatan sekolah lainnya.

Kami bertemu seminggu sekali untuk melepas birahi, kadang dirumah ibunya atau di hotel melati.
Awal kuliah aku berteman dg beberapa teman yg asalnya dr jauh2, salah satunya Iman, anak asli Tegal. Dia indekos dibelakang kampus, penggila musik metal dg bahasa ngapak yg cukup medhok.

Orangnya lucu & baik hati. Saking baiknya dia sering minjemin kamar kosnya untukku.
Entah berapa kali aku & Mitha menggunakan kamar iman untuk melakukan ritual persebadanan.

Dikamar ini pula, aku seringkali mabuk2an dg sesama maru (mahasiswa baru) termasuk empunya kamar.

Kamarnya cukup sempit, kira2 2,5x3 meter. Tapi cukup nyaman.
Ada akuarium ikan yg berisikan beberapa ikan mas koki, yg kadang jadi tempatku membuang mani.

Itung-itung tambahan protein daripada dibuang dipusar pikirku.

Satu unit komputer & speaker aktif yg tak pernah padam memutar MP3 lagu2 rock classic jd sebuah kemewahan saat itu.
Dikampus aku mulai menemukan banyak mahkluk2 menarik yg berseliweran. Seperti tak ada habisnya, semuanya benar2 membangkitkan gairah.

Setidaknya ada dua cewe yg mulai dekat denganku, satu jurusan beda kelas. Maklum anak sekelas sudah tau kelakuan bejatku dr SMA.
Wajar saja, karena ada teman SMA sekelas denganku. Dua orang malahan, Alin & Bintang alias bangau.

Sebenarnya mereka teman SMA lama, karena saking bandelnya aku dikeluarkan dr sekolah lama & harus pindah sekolah swasta lain.

Cuman aku masih sering ngumpul dg bangau, buat mabok.
Orang yg mabok adalah orang yg polos, ditanyain apa aja akan dijawab dengan benar setidaknya itu yg dikatakan bangau.

Dia pernah interogasi aku pas mabok, jadi bocor semua rahasia intelejen.

Bangau orangnya ember sih. Jadi gitu deh, hampir semua cewe dikelas agak parno ke aku.
Benar, hampir semua. Karena nanti pada akhirnya ada satu cewe sekelas yg deket denganku, dan ujungnya sakit banget.

Oke, balik lagi ke dua cewe yg mulai dekat dgnku. Putri anak kelas F, anaknya manis gak begitu tinggi kulitnya putih bersih. Yg satunya Ana, anak kelas C.
Mereka berdua ga tau kalo sebenarnya aku punya pacar.

Khusus Ana, gugur setelah aku tau temen sekelasku ada yg naksir dia.

Otomatis tinggal Putri. Dari gelagatnya dia ada respon jg sih ke aku.

Mulai deh, antar jemput, Kuliah bareng, makan bareng, ngerjain tugas bareng, dll.
Putri aslinya dari kota gaplek, sebuah kota diujung selatan timur Jawa tengah. Kota itu terkenal karena gadis-gadisnya yg cantik.

Sebulan berlalu, masa pdkt dg putri aku rasa dah cukup lah. Aku beranikan nembak dia. Seperti yg sudah diperkirakan, dia terima aku jadi pacarnya.
Hubunganku dg Mitha semakin memburuk, mungkin jika bukan karena pertimbangan biologis aku ingin menyudahi saja sebelum terlambat.

Kami sudah sangat jarang berkomunikasi. Hanya hari Minggu bertemu untuk melepas hajat. Hal itu bisa leluasa kami lakukan karena putri pasti mudik.
Hingga akhirnya di suatu Minggu kami berdua jalan ke sebuah obyek wisata air terjun disebelah timur kota kami. Disana konon ada sebuah jembatan, orang2 menyebutnya jembatan cinta.

Mitosnya adalah pasangan yg lewat jembatan itu jika cocok akan langgeng hubungannya.
Tapi sebaliknya, jika tidak cocok maka tak perlu waktu lama hubungan itu akan #kandas

Mitha sempat menolak untuk berjalan melewati jembatan itu. Tapi aku bersikeras untuk membuktikannya sendiri.

Entah apa yg aku pikir, sekedar membuktikan atau memang ingin menyudahi hub kami.
Disekeliling obyek wisata tersebut banyak sekali penjaja sate kelinci & kamar kosong. Wajar sih, dicuaca sedingin itu, hal terbaik untuk menghangatkan diri adalah dengan gali sumur, istilah yg aku dapat dari Anton temanku yg berasal dr kota gaplek.
Ga perlu waktu lama untuk kami memesan kamar, setelah menyantap sate kelinci kami segera masuk ke salah satu penginapan.

Hari itu aku merasakan sesuatu yg beda saat menyetubuhi Mitha. Entahlah, rasanya belum pernah senikmat itu. Mungkin ternikmat dari semua yg pernah kulakukan.
Tiga ronde kami habiskan hari itu. Semuanya penuh dg sensasi yg seumur hidup, bahkan sampai sekarang masih terus teringat.

Kata-katanya setelah itu masih aku ingat "Jika kamu sudah bosan, bilang aku. Aku sudah siap dengan semua takdirku"

Sumpah, aku gemetar dengar itu.
Sudah seminggu aku tak berbalas pesan maupun telpon Mitha. Sudah tak ada keinginan lg untuk berpaling dari putri. Sebenarnya kalo mau jujur, cuma putri alasan aku masih mau kuliah sih.

Maklum kecewa karena tak direstui ortu untuk kuliah di seni rupa akan terus mengganjal.
Hari Jumat ini hujan deras sekali hingga Maghrib. Putri masih bersamaku di kampus, dia harus mudik hari ini karena bokapnya jatuh sakit. Tak tega dia pulang kemalaman akhirnya aku antar dia pulang. 2,5 jam perjalanan dengan melewati jalanan yg naik turun kutempuh dengannya.
Jam 9 lebih sedikit kami sampai dirumah Putri. Rumahnya besar, dengan halaman luas. Banyak tanaman buah-buahan dihalamannya. Sebuah mobil terparkir dicarport depan rumah.

Awalnya ada niatan untuk menginap dirumah Putri malam ini. Semuanya berubah setelah aku masuk ke rumahnya.
Sebuah foto keluarga terpampang disana, Foto bapaknya membuatku terkejut. Sosok pria tegap dengan seragam lengkap, membangkitkan memori ketika ditahan di Polsek. Entah berapa pukulan melayang kesekujur tubuhku saat itu.

Dalam hati aku harus menyudahi hubungan ini.
Ibu Putri masih terlihat muda, jujur dibandingkan anaknya Ibunya jauh lebih cantik. Perawakannya tinggi besar dengan bentuk tubuh yg masih kencang. Tak tampak usianya diatas 40an.

Beliau mempersilakanku menginap, ada kamar kosong disamping ruang tamu yg sudah disiapkan.
Aku menolaknya dengan alasan besok pagi ada kegiatan dikampung yg gak bisa ditinggalkan.

Meskipun ibunya mengingatkan, setidaknya aku akan sampai dikotaku lewat tengah malam. Aku tetap bergeming.

Kubulatkan tekad untuk pulang saat itu jg.
Setelah selesai makan, aku berpamitan. Kugeber motorku sekencang mungkin. Maklum rumah Putri melewati sebuah hutan sebelum mencapai perbatasan kota berikutnya. Agak parno jg tengah malam jalan sendirian dijalan yg asing.

Tapi tak apalah daripada aku gak bisa tidur jg disana.
Hari Minggu, aku cuma berdiam dirumah. Puluhan SMS dr Mitha & Putri aku hiraukan. Entahlah, lagi kekurangan testosteron atau mungkin malam Minggu terlalu banyak menenggak alkohol.

Sekitar jam 4an aku keluar rumah, menuju warung pak Kusni. Spot favorit didesaku.
"Pak marimas sirsak dua jadiin satu, esnya dikit aja" teriakku pada pak Kusni. Aku duduk di balai depan warung sambil menyulut sebatang rokok ketika seorang gadis datang memesan beberapa es teh dibungkus.

Gadis itu tersenyum padaku, aku balas senyuman manisnya.

#JokerMovie
Namanya Nita, adik Eko temenku sendiri. Gadis kelas 3 SMA, seumuran dg Mitha. Tinggi semampai, bahkan lebih tinggi dariku. Kulitnya putih mulus, dan yg bikin gak kuat bulunya dilengan banyak.

Sebenarnya aku naksir dia dari dl. Tapi gak enak dg kakaknya.
"Beli es banyak bener dik, gak takut pilek, segitu ntar kembung loh" selorohku

"Ini beliin mas Eko kok mas, temennya pada main kerumah." Jawabnya.

"Wah, kalo aku ikutan main kesitu boleh gak?" Tanyaku menggoda.

"Ya boleh tho, biasanya jg sering main kerumah" sahutnya dg manja
"Kalo aku nyarinya kamu, bukan mas Eko boleh?" Dengan genit aku bertanya.

"Loh, boleh tho mas. Siapa yg ngelarang?" Jawabnya gak kalah genit.

"Masmu paling yg ngelarang dik" sambil ketawa cekikikan aku jawab.

"Udah gede mas, urusan masing2 kok. Gak pa2" pungkasnya.
Dasarnya aku ini tengil orangnya, lupa dengan aturan dasarku sendiri.
1. Jangan ganggu pacar, mantan atau yg ditaksir teman.
2. Jangan ganggu keluarga teman, apalagi adiknya atau ibuknya.

Setelah tukar2an nomor HP, komunikasi kami lanjut. Lancar jaya malahan.
Sebenarnya ada baiknya jg deketin Nita. Paling gak aku udah gak pernah lagi mabok2an dikampung, apalagi ditempat pak Kusni.

Yah meskipun kalo dikampus gak bisa berhenti total sih.

Bahkan beberapa kali aku ikutan pengajian muda-mudi cuma gara2 diajakin Nita.
Paska nganterin Putri pulang sampai sekarang aku Lost contact.
Sampai suatu hari ketemu dimata kuliah yg sama. Dia sengaja duduk di sampingku.

Aku gak bisa menghindar lagi.

Dia mencecarku dg berbagai pertanyaan, kamu kemana aja?
Kita gimana? Kamu udah ada yg lain? Dsb dsb sdsb
Tiba2 aja keinget adegan Peter Parker ngomongin Mary Jane "Musuhku banyak, aku tidak ingin orang yg aku cintai menerima konsekuensinya" kesurupan spiderman kayaknya nih.

Putri cuma diam, lalu memegang tanganku.

Tiba2 Mr. Djacko dosen Inggris dengan logat Jawa medoknya teriak.
"Woy, kalian berdua kalo pacaran jangan disini. Ganggu kuliah aja" teriak Mr. Djacko yg sebenarnya orangnya lebih genit dr aku.

"Maaf pak, kayaknya saya salah mata kuliah. Jadwal saya besok pak, mbaknya ini cuma ngingetin" jawabku sambil berdiri meninggalkan kelas.
Setelah kejadian itu aku gak pernah lagi liat putri. Paling tidak sampai 2010, ketika gak sengaja aku macarin teman satu kosnya.
Gak kerasa udah sebulan lebih aku gak ketemu Mitha, yg berarti udah sebulan full aku puasa dari nafsu bejatku.

Tiba-tiba ada telpon masuk dari private number. Enggan untuk mengangkatnya, tapi telepon tersebut berulang2 tanpa berhenti.

Terpaksa aku angkat teleponnya.
Suara disana terdengar sesenggukan, tangis perempuan yg sangat kukenal. "Yang, aku belum siap putus. Setidaknya temenin aku sampai lulus. Abis itu aku mau nyusul kakakku ke Bali" pintanya dg diselingi tangis.

Jujur aku gak tahu harus ngomong apaan.
Aku gak tega kalo Mitha sedih, tapi aku jg sadar aku sudah gak menginginkannya lagi.

Menghindar memang bukan jalan yg baik, tapi bertemu jauh lebih buruk lagi.

Siklus pertemuan kami cuma Jemput-makan-ngewe-pulang

Gak pernah beda, dan susah dirubah.
Pernah nyobain formula berbeda, diselingi belanja jadi
Jemput-belanja-ngewe-pulang

Diselingi nonton
Jemput-Nonton sambil ngewe-pulang

Diselingi piknik
Jemput-piknik-ngewe-pulang

Yg belum gw coba cuma Ngaji.

Tapi itu gak mungkin, karena kami beda agama.
Singkat cerita akhirnya aku memutuskan untuk menemuinya. Dan menceritakan semuanya.

Seberapa bajingannya aku.

Dan seberapa jahatnya aku
Oktober 2004

Hari itu hari Minggu, aku beranikan diri kerumah Mitha. Dengan harapan bahwa semua akan ada kejelasan.

Dia menyambutku didepan rumah, dengan senyumannya. Senyuman yg mampu meluruhkan semua niat awalku.

Dia menggandeng tanganku masuk kedalam ruang tamu, memelukku.
Dia menciumku sepuasnya tanpa takut lagi ada yg mergokin. Aku agak mundur perlahan, dia mulai merasa ada penolakan dariku.

Kemudian tangisnya pecah.

Aku kalang kabut tak tahu harus bertindak apa.

Setelah beberapa menit dia mulai tenang, akhirnya aku bercerita semuanya.
Termasuk kejadian dipolsek yg dia sama sekali gak tau. Bahkan aku cerita tentang moleknya Ibu Putri hingga pernah memimpikannya sampai basah. Semua detailnya kuceritakan tanpa terkecuali.

Apa jawabnya...

"Gak pa2"

Asal kamu ada saat aku butuh...
Aku tak pernah menyangka jawaban ini yg keluar dari mulutnya.

Mitha mendekat, memegangi Joni dengan lembut. Mulai mencoba mencumbuku.

Sial, aku sedang tak ingin, situasi yg benar2 rumit.

Dia berdiri kemudian duduk di pangkuanku, menciumiku dengan penuh nafsu.
"Hari ini semua isi rumah pergi keluar kota, kamu tahu kan kita bisa apa?" Ucapnya.

Kali ini aku sudah tak tahan lagi.

"Aku pengen pulang, ada acara dg Nita sore ini"
"Gak pa2, lima menit aja ya" ucapnya merajuk

Aku angkat dia masuk ke kamarnya. Kucium keningnya lalu beranjak, aku pulang.

Dia menangis didalam kamarnya, saat aku pergi. Suara tangisnya masih terdengar jelas.

Diperjalanan akupun menangis. Gak tau lagi musti gimana.
Mei 2005

Gak terasa sudah 7 bulan aku backstreet dg Nita. Kakaknya mungkin jg sudah tahu kalo aku ada main dengan adiknya.

Hari ini dia resmi lulus SMA. Rencananya dia mau kuliah, tapi gak tau dimana.

Pacaran dgnya benar2 clean. Paling cuman ciuman doang.
Kabar baiknya dia keterima disebuah akademi akuntansi dekat kampusku. Ambil jurusan D3 akuntansi.

Aku yg nemenin dari pendaftaran hingga registrasi. Tentu saja tanpa sepengetahuan ortunya.

Kami lebih sering punya waktu berdua sekarang.
Seringkali saat jam kosong Nita nyamperin ke kampusku, jalan bareng kemana gitu.

Awalnya sih gitu, tapi lama2 merapat jg ke kontrakan temenku.

Waktu itu basecamp pindah ke kontrakan Ucup anak kota batik.

Kontrakannya sebuah rumah petak diperumahan, dg 3 kamar tidur.
Biasanya kamar Ucup dipake bergantian buat mojok, selain karena kamarnya paling bersih Ucup jg jomblo. Jadi ga ada kemungkinan bentrok jadwal ngamar dg pemilik kamar sih.
Saat itu lg rame2nya game dota2. Kebetulan komputer Ucup diinstal game itu. Dikontrakkan aku salah satu yg tergila2 dg game ini. Bisa betah sampai pagi kalo main ditempat Ucup.

Lucunya, setiap aku berdua dg Nita dikamar buat ngalihin perhatian darinya aku pilih nge-game.
Takut aja kalo jadinya ntar ngewe. Tapi lama-lama luluh juga. Sirkulasi udara dikamar cuma ngandalin kipas angin duduk, tau sendiri siang panasnya kayak apa.

Suatu hari, mungkin karena kepanasan Nita lepas hijab & bajunya. Tapi masih pake tanktop gitu. Awalnya aku acuhin.
Setelah ngeliat belahan dadanya yg emang gede. Padat dan menggoda, tanganku mulai berulah. Dari senggol2 doang jadi raba2. Aku liatin dia kayak menikmati gitu jadi tambah kalap.

Kucium bibirnya yg sensual, sebelas dua belas sama bibirnya Gitty Srinita deh.
Nita mulai merebahkan badannya, tanganku mengikutinya. Menelusur sela-sela pahanya terus keatas. Lalu menelisip masuk celananya.

Dia bergerak menepis tanganku, tapi terlambat. Jari-jariku telah menggapai bulu-bulu lembut dan menyentuh segumpal daging di pangkal pahanya.
Nafasnya memburu, terengah-engah. Kemaluannya mulai basah. Kusingkap tanktopnya dan melepas bra hitamnya yg berenda. Nampak kedua buah dadanya yg padat berisi, lumayan besar untuk ukuran gadis berusia 18 tahun.

Putingnya yg merah muda menggodaku untuk menciuminya.
Kulepaskan semua pakaiannya, dia pasrah, tak bergerak sama sekali ketika kusingkap pahanya dan mulai menjilati daerah berbulu lebat diselangkangannya.

Aku mulai melepas celana, kulihat Nita menutup matanya ketika melihat Joni menyembul dr balik celana dalam kendorku.
Kulepaskan cawat biruku yg entah sejak kapan kupakai. Mengambil posisi seperti bersiap untuk berenang, aku menindihnya.

Dia masih menutup matanya ketika Joni mulai terhunus kearah kemaluannya.

Sebelum sempat menemukan lubang yg tepat entah mengapa, aku mengurungkan niatku.
Aku memeluknya, rebahan disebelahnya. Kulihat wajahnya yg cantik, dia membuka mata. Ekspresinya seakan bertanya "Apa yg kamu lakukan?"

Kucium bibirnya, saling hisap beradu lidah. Tanganku terus mengelus Joni. Hingga akhirnya aku mencapai klimaks.

Kusemburkan sperma kepusarnya.
Jujur aku menyesal, kenapa saat itu tak kulakukan saja. Karena akhirnya apa yg aku jaga akan direnggut temanku sendiri.
Entah sejak kapan Nita berubah. Mulai tak malu2 membahas hal2 erotis. Seringkali dia menceritakan pengalaman temannya yg sudah menikmati persetubuhan.

Seiring hal tersebut, aku mulai menaruh curiga. Karena dia mulai jarang sekali main kekampus atau kontrakan Ucup.
Semuanya terjawab ketika malam Minggu, dengan mata kepalaku sendiri dia jalan dg cowok lain. Cowok itu tak lain temanku sendiri, sebut saja Iwan panggilannya Garangan.

Jadi ada dua kemungkinan, Pertama, Garangan ini gak tau kalo Nita pacaran denganku meskipun backstreet.
Kemungkinan kedua, Garangan ini tau kalo aku pacaran dg Nita tapi memang berniat buruk. Karena merasa ortu & Kakak Nita gak tau kalo dia sudah punya pacar.

Puluhan smsku tak dibalas, teleponku direject berkali2.

Bangsat...
September 2005

Minggu pagi kubuka mata benda pertama yg kucari adalah HPku. Siemens C55 dg fitur polyponik.

Ada sebuah SMS balasan dari Nita. Intinya dia minta putus, dengan alasan dia gak kuat backstreet. Karena hubungan yg ditutupi & tanpa restu ujungnya tidak baik.

#jancok
Sakit yg kurasakan kali ini mungkin berlipat ganda daripada sakit yg kurasakan saat putus dg Mitha.

Aku kembali kejalan yg benar, mengabdi pada Ciu Bekonang.

Beny salah satu teman yg selalu ada untuk menemani setiap malamku.

Kami berdua bisa menghabiskan berbotol2 Ciu.
Pulang geloyoran ketika sebagian warga berangkat ke mushola untuk mendirikan sholat subuh berjamaah.

Aku mulai jarang ke kampus. Hanya saat janjiian Mabar (mabok bareng) teman2 kampus aku menyempatkan diri ke kampus. Destinasi tetapnya kantin, yg ibuk2 pelayannya hapal dgnku.
Ada kejadian unik pada masa itu. Anton, temanku sekelas punya pacar. Dia curhat, pacarnya suka minta macam2 barang. Sebenarnya Anton ga keberatan dg permintaan pacarnya tersebut.

Tapi anehnya, itu cewek lebih sering jalan sama cowok lain daripada dg Anton.
Gak sengaja waktu ketoilet untuk berak, aku berpapasan dg cowok. Ketika keluar dr pintu ada cewek Vita namanya, pacar Anton.

Aku sapa dia, "Sama siapa vit?"

"Itu sama temenku" jawabnya.

Tanpa ba-bi-bu aku balik masuk ke toilet dan menutup pintunya dari dalam.
Entah setan apa yg merasukiku. Aku gebukin tuh cowok sampai teriak2 minta tolong. Sampai akhirnya kuinjak kepalanya ke kloset, dia minta ampun. Mungkin karena aku gak bersih nyiramnya tadi.

Ketika keluar dari toilet Vita udah nangis2, "Kamu apain temenku?"
Anton diputusin Vita, tapi anehnya dia malah berterima kasih padaku.

Sedang aku, lebih dari satu semester menghilang dari kampus. Karena dengar2 Vita lapor ke rektorat.
Januari 2006

Registrasi semester baru. Aku sudah masuk ke semester 4, IPK kemaren 0,8 karena aku sama sekali gak ikut kuliah.

Banyak mata kuliah semester 2 yg ketinggalan jg. Dengan IPK segitu aku cuma dapat 6 SKS, artinya cuma bisa ambil 3 mata kuliah.
Teman2 yg surplus SKS sudah pada ngambil mata kuliah semester 6, sedangkan aku musti ngulang 3 mata kuliah semester 2. Untungnya ada temen cewek sekelas yg jg ambilnya sama.

Namanya Aprillia, panggilannya Lia. Sosok periang, dengan tubuh seksi dan suara yg eksotis.
Wajahnya sih standar, tapi bodynya dijamin deh gak ada cowok yg bakalan nolak. Apalagi kulitnya bersih, suaranya yg serak2 basah bikin aku langsung berdiri kalo ditelpon.

Oiya karena suara khasnya, dia sering diajakin main band. Lumayan sih kalo nyanyiin lagunya Alanis morisette
"Witing tresno jalaran Seko kulino"

Pepatah Jawa mengatakan seperti itu. Cinta akan tumbuh karena terbiasa.

Sebenarnya aku heran juga dengannya, bukan siapa2ku tapi ngasih semangat super.

Sampai2 kalo aku gak berangkat kuliah, dia jg gak mau berangkat.
Awalnya cuma kuliah bareng, lanjut antar jemput, makan bareng terus Bobo bareng. Serius, bobo bareng.

Satu kejadian lucu, suatu malam aku mabok sampai pagi & ketiduran dikos teman sekelas.

Lia telpon aku berkali2 karena ada jadwal presentasi jam 7 pagi.
Temenku yg denger suara HP berisik beraniin ngangkat telponnya, dia ngasih tau ke Lia kalo aku tidur dikosnya.

Gak pake lama, entah naik apa tuh anak udah nyamperin ke kos temenku. Dia bangunin aku, kaget dong jam 6 ada cewek bangunin.

Dengan terpaksa aku bangun.
Hampir semua teman & adik tingkat mengira aku pacaran dg Lia. Padahal, kenyataannya aku cuma Jomblo yg udah frustasi & Lia cewek yg sedang menjalani LDR.

Lia sering cerita pacarnya kuliah di Jogja, sering juga curhat kalo dia ngerasa cowoknya ada main dibelakangnya.
Sampai suatu hari Lia cerita, dg mata yg berkaca2. Kalo dia putus, padahal dia sudah nurutin semua kemauan cowoknya.

Wait, sepertinya bukan cerita baru.

Aku cuma berusaha menghiburnya ketika tiba2 dia memandangku dalam2, entah apa artinya.
Semenjak putus dg pacarnya, aku ngerasain hal yg aneh dg Lia. Yg sebelumnya keras kayak cowok, sekarang lebih soft ke aku.

Seringkali dia curi2 pandang ke aku, gak tau apa maksudnya. Suatu malam karena ngerjain tugas ditempat temanku Alin, teman dr SMA. Semuanya jadi jelas.
Jam menunjukkan pukul 9 lebih, tugas belum selesai separuh, padahal besok pagi presentasi.

Aku tahu, kost Lia tutup gerbang jam 9 artinya dia gak bisa masuk kost sampai jam 5 pagi.

Aku menawarkan untuk nganterin dia pulang, daripada gak dapat pintu. Lia menolak, apa jawabnya?
"Aku rela tidur dimana aja asal sama kamu"
Pikirku ini anak udah sedeng kali yak.

Jam setengah 11 tugas kami selesai. Aku pamitan pulang, karena jarak kampus ke rumah gak begitu jauh. Lia gak mau tidur dirumah Alin, alasannya takut. Emang sih rumah Alin kayak bangunan tua, bekas rumah dinas pabrik tembakau gitu.
"Gila ya, kamu mau tidur dimana? Dihotel?" Tanyaku. "Gak pa2 dihotel, asal gak sendirian aja."

Akhirnya mau gak mau2 aku nyariin hotel Deket kampus, mana lagi kalo bukan hotel KD yg dl pernah aku pake dg Mitha.

Okelah, gak pa2 pikirku. Toh aku jg gak ada niat apa2.
Selesai memesan hotel aku langsung mandi, Lia udah rebahan aja dikasur, capek mungkin.

Hotel KD emang terkenal hotel esek2, jadi jangan tanya giman kondisi bednya, Sempit.

Lia sudah terlelap, sedang aku masih bengong. Bingung mainin HP purbakala. Mana hawanya mesum bgt.
Jam sudah menunjukkan setengah satu, tapi belum ada tanda2 mata ini bisa terpejam.

Aku coba matikan lampu kamar, dan hanya menghidupkan lampu meja.

Tiba-tiba Lia terbangun & memelukku. "Aku takut gelap"

Ah sialan mana badannya anget banget, terpaksa aku peluk dia.
Rasanya gak karuan, badan adem panas. Si Joni sudah tak terkendali.

Sekilas aku melihat wajah Lia, dia tersenyum, entah apa artinya.

Dia membuka matanya pelan2, woy ni anak kok malah bangun ya.

Anehnya dia malah mempererat pelukannya.
Kami berpelukan berhadap-hadapan, tak terhindarkan. Ciuman lembut mendarat di bibirku. Suhu tubuhnya semakin meningkat, pelukannya makin erat.

Jemariku mulai menari diseluruh tubuhnya, mulai meraih kedalam hoodienya. Setengah kaget, ternyata dibalik hoodienya Lia tak .....
Mengenakan kaus atau tank top, hanya bra. Payudaranya mengencang, besar dan kenyal. Nafas memburu terdengar, desahan lembut semakin kencang ketika jari tengahku mulai masuk kedalam hotpantnya.

Kulepaskan Hoodie putih tersebut dari tubuhnya, sinar lampu membuat tubuhnya bersinar.
Dibalik bra pink menyembul sepasang buah dada yg bisa membuat setiap lelaki lupa diri.

Lia mulai ambil kendali dia melepaskan bra-nya, meraih kancing celanaku dan melepaskannya.

Memegang Joni dengan mantab, dan mengulumnya dalam2.
Sungguh diluar dugaan.
Lia melucuti sendiri hotpant dan celana dalamnya kemudian menuntun tanganku menyentuh payudaranya. Dia merebahkan tubuhnya, mencium bibirku dan melumat lidahku dengan liar.

Tubuhku sudah berada diatas tubuhnya, tanpa selembar kain. Pelan2 aku mengarahkan Joni ketempat yg tepat.
Lubang sempit yg hangat dan nikmat. Perlahan kudorong Joni masuk, dengan sangat hati2.

Kudengarkan desahan Lia, dia memelukku dengan erat. Menjilati telinga & leherku.

Kami sungguh berhati-hati malam itu, kehangatan tubuhnya membuatku melayang2.
Permainan pelan yg memberikan kenikmatan berlipat ganda, membuatku ingin keluar secepatnya. Tapi tunggu, aku tak ingin mengecewakan sahabatku ini.

Aku mulai merebahkan tubuhku dan membiarkan Lia naik keatas, mengambil kendali permainan.

Kami bermain lambat tapi pasti.
Lia menggoyang pinggulnya dengan lihai, tampak sesekali dia membuat gerakan patah2 yg membuat kepalaku berdenyut2.

Dia menaikkan tempo semakin cepat, hingga kemaluannya semakin basah oleh lendir. Di satu titik aku menghentakkan pinggulku kencang2. Lia tampak terengah-engah.
"Massss..... Aku keluaaaarrrr aahhhhhh..." Desahnya pelan.

Aku membanting tubuhnya kesamping, dan memutar badanku, semakin cepat penetrasi yg kulakukan. Aku mengejar momentum hingga akhirnya letupan mani membasahi perut Lia.

Kupeluk tubuhnya yg hangat, kuciumi lehernya.
Lia memelukku lebih erat, seperti tak mau melepaskanku.

Malam itu kami melakukannya dua kali. Tak sepatah kata terucap olehnya. Entah itu pengharapan atau penyesalan.

Yang jelas ketika pagi menjelang dan kami bangun dalam keadaan telanjang yg diingatnya adalah presentasi pagi.
Setelah kejadian itu, kami tak malu2 lagi mengumbar kemesraan. Seperti sepasang kekasih. Kami lebih ceria menjalani hari.

Semuanya terlihat baik-baik saja.

Salah besar, ternyata dugaanku meleset lagi.

Suatu hari Lia pulang ke kampung halamannya tanpa memberi tahu sebelumnya.
Dua Minggu lebih dia gak balik ke kostnya. Pikiranku jadi tambah gak karuan. Sempat punya pikiran untuk menyusul ke kampung halamannya yg jaraknya kurang lebih 150km.

Hal itu urungkan setelah berbincang dg teman sekelasku.

Sukidi namanya, usianya lebih tua dariku 3 tahun.
Sukidi ini pakarnya percintaan, konon ketika dia lulus lebih dari 100 wanita pernah ditaklukannya.

Benar2 living Legend manusia satu ini.

Menurut Sukidi beberapa kali Lia curhat padanya, ternyata dibalik keceriaannya masih ada perasaan insecure dg hubungan kami.
Lia merasa status kami gak jelas. Memang, harus kuakui gak pernah sekalipun aku menyatakan perasaanku padanya. Begitu jg dia, tak sekalipun mengucapkan rasa sayangnya. Tapi bukankah tindakan kami lebih dari sekedar kata?

Ya, mungkin aku terlalu naif.
Menurut Sukidi "Tidak semua yg diucapkan bisa dilakukan, dan tidak semua yg dilakukan bisa diucapkan"

Apa yg kami lakukan berkali2 akan patah oleh satu kata yg tepat.

Begitulah rapuhnya jalinan nafsu.

Lagi2 aku harus mundur, dan pasrah kepada keadaan.

#munduralonalon
Aku kembali terpuruk. Akrab lagi dg alkohol dan gelapnya malam.
Teman2 yg mulai bosan perlahan meninggalkan, tapi teman2 sejati tak kan pernah pergi.

Mereka akan ada, untuk menopang kita atau sekedar mengumpat "Tangio cuk, nek ora modaro sisan"
Aku melihat Lia dari kejauhan, dia tampak bahagia dg pacar barunya. Cecep, gitaris abal2 berwajah culun & licik. Aku pernah mendepaknya dari band karena skillnya terlalu pas2an. Tak kukira bedebah itu yg akan menghancurkan harapanku.
Dalam masa kegelapan jilid II ku, aku menemukan circle pertemanan yg cukup unik. Komat, Gombloh & Tompel teman2 yg selalu menemani hariku dg semboyan "All for Ciu, Ciu for All".

Sedangkan disatu sisi masih ada circle pertemanan lainnya Otam, Olif & tompel jg, teman2 bandku.
Entah kenapa aku & tompel bisa berada di dua circle yg benar2 berbeda. Tapi jujur, mereka orang2 yg asyik, mereka selalu ada saat dibutuhkan.

Semua mulai normal kembali, meskipun tidak untuk kuliah.
September 2006

Aku memotong rambut gondrong ku dan mewarnainya perak. Sedikit semangat perubahan menyambut semester baru. Dengan semangat dari teman2ku, aku berniat melanjutkan kuliahku yg terkatung2 apapun caranya.

#lonewolf
Dengan tampilan mencolok yg terlihat urakan, orang mudah mengenaliku tak terkecuali maru yg baru saja masuk ke universitas.

Beberapa dosen melarangku ikut kuliah mereka karena penampilanku yg tidak sesuai dgn FKIP, tapi tak sekalipun aku ambil pusing.
Ratusan pemuda-pemudi berbaris didepan halaman fakultas, mereka kompak mengenakan seragam putih hitam. Tampaknya, sedang mengikuti pembekalan sebagai maru.

Mataku tak bisa lepas dari seorang gadis, mungil. Tingginya sekitar 150cm, wajahnya manis kulitnya tidak terlalu putih.
Satu yg paling kuingat adalah tasnya. Tas biru navy dg kantong merah. Sesekali kami bertatap muka dari kejauhan. Aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini.

Hubunganku dg gadis2 sebelumnya karena bisikan Joni, tapi tidak untuk kali ini. Joni tak bergeming sedikitpun.
Aku mengira pertemuan itu untuk pertama atau terakhir kalinya, karena lebih dari satu semester aku tak menemukan gadis itu lagi. Mungkin dia bukan jurusan Bahasa Inggris, yg jelas dia masih satu fakultas dgnku.
Aku lalui masa perkuliahan ini dg lebih bersemangat, tentu saja dgn dorongan "All for Ciu, Ciu for all".

Tanpa kusadari beberapa adik tingkat mulai memperhatikanku. Tak sedikit, tapi tak banyak yg menarikku.

Justru aku lebih tertarik dg anak matematika.
Dia selalu memperhatikanku tingkah polahku dr sudut taman kampus, setidaknya itu menurut Sukidi.

Wajahnya manis, tinggi besar, padat berisi. Awalnya aku acuh sampai satu kesempatan kami bertatap muka. Dari jarak yg cukup dekat, kira2 10 meter.

"Woy cah edan, ngapain km?"
Aku kaget, karena ternyata pemilik suara itu adalah Dian, tetangga desa yg kuliah di jurusan matematika.

"Ini loh, Marisa dia ngefans sama kamu dari pertama kuliah disini" kata Dian sambil tertawa cekikikan.

Aku melihat wajah Marisa mulai memerah, kemudian mencubit Dian.
Tak perlu waktu lama untuk kami bertukar nomor, tapi kali ini aku gak mau terburu2. Selain nomor Marisa aku jg sudah memiliki nomor Dian.

Bukan apa2, aku harus lebih siap untuk menghadapi kemungkinan yg akan datang.

Agak trauma kalo harus mundur saat sayang2nya.
Marisa ternyata sudah punya pacar, pacarannya sudah cukup lama. Dari SMA kemungkinan 3-4 tahun lah.

Cowoknya kuliah di universitas lain, tapi masih satu kota. Marisa & pacarnya dari kota yg sama, kota gaplek.

Satu hal, dia mengagumimu karena tampilanku yg selalu cuek.
Marisa gak pernah ngomong kalo dia sudah punya pacar, aku jg gak mau menanyakannya langsung. Semua info aku dapat dari Dian.

Pada satu kesempatan aku ngajakin dia makan malam. Mumpung ada duit, sisa bayar semesteran.

Dia mengiyakan, dan memberi alamat kostnya jam 7 aku jemput.
Kami makan bebek goreng dekat gedung DPRD yg terkenal enak & murah. Antriannya cukup panjang. Jam setengah 9 kami selesai makan. Kost Marisa agak longgar dibandingkan kost cewek lainnya. Tutup gerbang pukul 10. Jadi setidaknya masih ada waktu 1,5 jam untuk ngobrol.
Iseng aku ajak dia main ke kost Sukidi, dia tak menolak.

Tanpa dikode Sukidi yg saat itu bersama pacarnya beralasan mau pergi makan, maka kami ditinggalkan berdua dalam kamar.

Awalnya kami ngobrol, lalu kucoba untuk nembak dia. Sesuai dugaanku, dia menerimaku jd pacarnya.
Dengan percaya diri aku mendekatinya mencium bibirnya, meremas payudaranya dan mulai membaringkannya diatas tempat tidur. Dia sama sekali tak melawan, ketika kulucuti satu persatu bajunya.

Marisa berontak ketika tanganku mulai melepaskan kantong celananya.
Perlawanannya mereda setelah aku menyerang telinganya, dan tanganku mulai meraba bagian sensitif di selangkangannya.

Cairan lengket mulai membasahi area sensitifnya. Dia tak kuasa melawan, ketika aku mencoba melepas celananya.

Aku membenamkan Joni ke kemaluannya dg cepat.
Nafas kami saling memburu, kulihat matanya menitikkan air mata. Tak menyurutkan tekadku untuk terus bercinta dengannya. Buah dadanya lumayan besar, kulitnya sawo matang dengan puting mungil yg menghitam. Bentuk tubuhnya sempurna. Membuatku tak bisa berlama2 menjaga ritme.
Ketika seluruh tubuhku bergetar, aku semakin dalam membenamkan Joni ke kemaluannya hingga semburan sperma memenuhi rahim dan menetes keluar. Dia mendorongku dengan kuat, kemudian menangis.

"Mas, kamu ngawur ya. Aku lg subur loh ini. Kalo aku hamil gimana?" Tanyanya dengan isak.
Dengan tenang aku menimpalinya "Tinggal kamu pilih aku atau pacarmu yg tanggung jawab?"

Tangisnya semakin menjadi2.

Dia menyandarkan mukanya kedadaku, sambil terus memukuli dadaku.
"Jadi selama ini mas udah tau aku punya pacar?" Dalam isaknya Marisa mengajukan pertanyaan.
"Tentu saja, dan aku jg tau kamu pasti tidak akan menolakku, karena sesungguhnya kamu lebih menyukai aku." Jawabku dg tegas.

Marisa mundur lalu mengenakan pakaiannya.
Aku segera mengantarkannya pulang ke kost. Perdebatan kami berlanjut lewat telepon.

Dia memintaku untuk menjauh, dan melupakan kejadian malam ini.

Tapi tak semudah itu jawabku, aku sudah menanam benih dirahimmu. Apakah pacarmu akan percaya itu anaknya?
Jumat sore pukul 4, Marisa menelponku. Memintaku datang ke kostnya.

Matanya masih merah, sepertinya belum berhenti menangis dari tadi malam.

Aku duduk disampingnya, kuusap lembut air mata yg mulai mengalir.

Dia mulai meracau tentang semua laki2 adalah buaya.
Dengan santai kutimpali, "Semua lelaki memang buaya, karena semua wanita adalah lubang buaya"
Dia mulai tersenyum, kugoda dia hingga mulai melepas tawa.

Dia mengakui belum pernah merasakan hal seperti ini, dia tak ingin kehilangan pacarnya namun tak mampu melawan keinginannya untuk memilikiku.
Aku menawarkan sebuah solusi, yg tidak akan merugikan siapapun.

Kami jalani hubungan ini, sama rata sama rasa. Jika nanti dia sudah sanggup memilih, maka tak perlu ada sakit hati & kecewa.

Marisa menerimanya, dia memelukku dan mencium pipiku.

"Aku sayang kamu, lebih darinya"
Semester ini adalah kali pertama aku benar2 fokus kuliah. Begitu semangatnya hingga semua maru mengira aku jg maru. Padahal kenyataanya aku sudah semester 5.

Pagi hingga sore kuhabiskan berkeliaran dikampus. Lepas kuliah kuhabiskan waktuku dgn Marisa, meskipun tidak setiap hari.
Senin, rabu, Jumat adalah jatahku berduaan dengannya. Biasanya dihabiskan dengan makan, jalan-jalan atau bersetubuh di kost Sukidi.

Rutinitas ini berlangsung kira2 3 bulan. Sampai suatu hari Rabu Marisa gak ada jadwal kuliah dari jam 11, aku mengajaknya jalan.
Jalan di mall, makan hotplate kemudian mampir kesebuah losmen dibelakang terminal.

Kira2 jam 3 kami masuk kedalam losmen. Kami bercinta dg hebat sampai 3 kali, hingga kelelahan. Disepanjang perjalanan pulang ke kost Marisa, terlihat begitu bahagia.
Sampai di depan kost, ada seorang pria duduk diatas motornya. Pria gempal itu melihat kearah kami.

Marisa turun dari motor, lalu memintaku pergi.

Aku segera memacu motorku meninggalkan tempat tersebut.
Jam 10 lewat 5 menit telponku berdering. Terdengar suara Marisa disana. Dia memintaku menyudahi hubungan kami, dia sudah menentukan pilihannya.

Pacarnya yg melihat kami dg matanya sendiri ternyata tidak marah, pun setelah mendengarkan semua cerita tentang kami.
Dia mengucapkan terima kasih untuk semua pengalaman yg telah kami tempuh.

Aku menerimanya dg lapang dada. Tak lupa kuucapkan kata cinta untuk terakhir kalinya.
Untuk menambah penghasilan, orantuaku membuka warung kelontong didepan rumah. Kadang2 jika dirumah aku ikut bantu2 jualan.

Alasan paling mudah adalah, irit rokok tinggal ambil rokok ketengan diwarung habis perkara.
Sore itu ada seorang anak SMA, tinggi semampai agak kurus wajahnya manis. Mirip Cinta Laura waktu masih punya bulu ketek.

Dia beli bensin, iseng2 aku tanyain. "Loh mbaknya, sekolah dimana jam segini baru pulang?"

"SMA depan situ mas, ini baru pulang dr rumah temen" jawabnya
ENDAH

Dia anak kelas 3 SMA depan kelurahan. Temennya Tika, tetangga sebelah rumahku. Rumahnya agak jauh, barat bandara. Sekitaran kompleks AURI.

Dari Tika jg aku mendapat nomor dan beberapa informasi tentangnya.

Satu lagi, sms-an dg Endah harus diatas jam 7 malam.
HP yg dia pake sms-an adalah milik bokapnya, yg kerja jadi sekuriti disebuah pabrik garment.

Oiya, kakaknya Endah satu kelas dg Mbak Dyah, putri budheku yg kuliah di universitas negeri dikotaku.
Menghadapi anak SMA itu ada seninya. Kalo salah asuhan bisa jebol kantong kita.

Kayak Endah ini, kadang di SMS lama bgt balesnya, setelah ditelpon ternyata ga punya pulsa. Kepaksa deh beliin, biar lancar SMS-nya.

Anaknya asyik, terhitung smart & nyambung diajak ngomong erotis
Endah ini semuran dg adik laki-lakiku, sekitar 17an. Tapi kalo ngeliat posturnya yg menjulang, orang ga bakal ngira kalo dia masih SMA.

Hal itu pernah aku buktikan sendiri.
Pernah suatu ketika dia bolos, kelupaan gak ngerjain tugas katanya. Yaudah dari pagi aku suruh bawa baju ganti. Ntar ikutan ke kampusku aja dek.

Teman2ku gak ada yg ngira kalo dia masih SMA.

Aku ajakin nongkrong dikantin sampai jam 11an. Nunggu Sukidi ke kampus.
Jam 11 lebih dikit, Sukidi nongol dikantin bareng pacarnya. Dia langsung ngasih kamar eksekusi ke aku & bilang kalo balik kost jam 6. Sambil titip pesen, kondom dilemari rak nomor 2 dari atas. Bangsat emang...
Segera aku meluncur ke kost Sukidi. Masuk kamar kunci dari dalam, stel MP3 kenceng, hidupin tv, hidupin kipas angin.

Rebahan deh...

Endah duduk di sampingku, terlihat gugup. Aku mencoba mencairkan suasana dg bahas hal2 tentang kampus. Sambil mancing2 besok mau kuliah dimana.
Dia ngomong sebenarnya pengen kuliah, tapi kayaknya gak ada dana. Karena kakaknya jg masih semester 6, masih butuh biaya banyak.

Merinding jg aku dengernya.

Kalo aja ada orang yg mau bantu danain kuliahnya, dia rela ngelakuin apa aja.

Disini aku ngerasa ditampar.
Aku yg kuliah tinggal berangkat aja malesnya setengah mati. Ini ada anak pengen kuliah sampai rela ngelakuin apa aja.

Sungguh kejamnya dunia...

Tapi apapun keadaannya kita harus tetap optimis.
Setelah dia ngerasa santai, dan nyaman dengan keadaan disekitar aku mulai melancarkan jurus rayuan gombal.

Dia gak menolak kami pacaran, cuma masalahnya jadi pacarnya jg harus nyariin solusi buat dia kuliah nanti.

Disini keimananku diuji sebenarnya.
"Okelah aku bantu cari solusinya. Tapi menurutmu ada gak cara termudah, berhubung aku sendiri jg masih minta ortu" tanyaku pada Endah.

"Nanti bulan mei, kalo aku sudah lulus SMA kita nikah aja yuk. Biar nanti ortumu jg yg bayarin aku kuliah" jawabnya dengan enteng.
Gila baru kali ini aku ketemu orang yg pikirannya se-revolusioner ini.

"Aku aja kuliah belum bener, gimana ngomong sama ortu minta nikah?"
Tanyaku dg agak ketus, karena sudah mulai gak masuk akal ini bocah.

"Gampang, biar bokapku yg ngomong kebokapmu. Kalo aku hamil sama kamu"
Lama2 sinting jg ini bocah. "Aku aja belum nyentuh kamu, hamil dari mana non? Emangnya situ amoeba?" Aku mulai emosi, justru disinilah aku jadi lebih kekanakan darinya.

"Emangnya kita kesini mau ngapain, jangan dikira aku gak tau ya!" Jawabnya dengan tenang.

Deggg...
Seketika pikiranku buntu. Dan mulai merangkai peristiwa demi peristiwa yg kulalui dg Endah. Tak biasanya seperti ini.

Aku kira sudah cukup lihai, dan selalu bisa menyudutkan wanita2 sebelumnya.

Bukan seperti ini, justru saat inilah aku tersudut. Dari orang yg benar2 tak kukira.
Usianya masih 17 tahun, 3 tahun di bawahku. Tapi pikirannya justru lebih praktis dan melampaui umurku. Mungkin keadaan yg membuatnya begini.

Aku berdiri membuka lemari, meraba2 rak kedua dari atas. Mengeluarkan bungkus plastik disitu.

Kemudian aku duduk dihadapan Endah.
"Kalo pake itu mana bisa hamil dodol!" Endah membentakku.

Situasi yg benar2 diluar kendali, sampai aku harus diajari oleh bocah kecil ini.

"Emangnya kamu udah siap?" Tanyaku dengan nada tinggi.
"Ini masa suburku, aku terakhir mens 10 hari yg lalu" jawabnya.
Tak kukira jebakannya sudah sedemikian rapih.

"Kamu bisa apa gak, sih?" Tanyanya dg nada merajuk.

Kalo udah gini aku malah kehilangan nafsu, si Joni jg kayaknya gak kooperatif kali ini.
Aku mendekatinya, mencium bibirnya. Dingin...
Seperti bukan lawan jenis yg aku hadapi, melainkan sebuah entitas yg lebih superior dariku.

Endah meraih tanganku, meletakkannya di dadanya.

Sepertinya tak ada efek bagiku.
Merasa bodoh setelah menyadari ada settingan rencana yg lebih besar dari rencanaku. Aku merasa bukan siapa2, hanya seperti budak yg harus menghamba nafsu tuannya.

Aku berdiri, membuka pintu kamar. Kemudian menyulut sebatang rokok. Kuhela nafasku panjang2.
Diseberang halaman, ada penghuni kost lain. Dani, kami sudah lama saling kenal. Dia menyapaku "icik-icik buoooosssss..." Sambil tertawa lepas...

"Gatot Kaca" jawabku setengah berteriak.

Iya Gatot kaca "Gagal total kakean cangkem"
Endah memelukku dari belakang, mencium leherku. Dengan manja mengajakku masuk kedalam kamar "Masuk dong sayang, malu diliat orang" ucapnya lembut.

Rayuan yg sebenarnya menggetarkanku.

Tapi aku sadar ada bahaya yg lebih besar didalam sana.
Aku membuang puntung rokokku, menghela nafas lalu masuk dan menutup pintu.

Yes, show must go on.

Aku membuka celanaku dihadapannya, Joni yg masih terkulai lemas kusodorkan padanya.
"Emut nih, biar berdiri. Jangan digigit ya" ucapku.
Dengan agak jijik Endah memasukkan Joni kedalam mulutnya mengisap dan mengulumnya sesekali dia menahan rasa ingin muntah.

"Kocok pelan biar kenceng non" perintahku padanya, diikuti gerakan tangan Endah mengurut Joni.
Sepuluh menit berlalu sia-sia. Joni hanya setengah tegang, Endah terlihat mulai kecapekan dan ingin muntah. Aku menunduk, mencoba melepaskan kaos yg dipakainya. Bentuk tubuhnya yg belum matang betul, kurang menggugah seleraku.

Mataku tertuju ke komputer Sukidi. Aku ingat sesuatu
Aku membuka folder "Tugas Semesteran" di partisi D. Lalu klik folder Sastra Inggris isinya bokep bule yg kurang menarik. Berpindah ke sastra Jepang, kucari judul Risako Mamiya Tokyo Hot.

Aku mencumbu Endah sambil memperhatikan layar komputer.
Joni sudah mulai agresif meskipun belum keras betul. Tapi kurasa sudah cukup kuat untuk menggempur benteng perawan jahanam ini.

Tanganku meraih isi rak paling atas lemari Sukidi, seperti dugaanku baby oil ada disana.

Kemudian kulucuti celana Endah.
Kulumuri kepala Joni dengan baby oil. Tanpa pemanasan kubenamkan kepala Joni ke kemaluan Endah.

Tanpa ampun terus kudorong. Meskipun aku lihat dia menggigit bibir menahan sakit.

Aku ingin memberi pelajaran pada anak ini, aku tak ingin diperkosa.
Lirih kudengar Endah merintih "Sakit yang!", Kuhiraukan rintihannya. Rasa nikmat mulai menjalar dikemaluanku yg berlumuran darah.

Aku tak peduli apa yg dia rasakan, aku ingin memburu kenikmatanku sendiri.

Perlahan dia mulai menghentikan rintihannnya, berganti desahan lirih.
"Gimana, udah enak?"
"Heemmmmhhh tadi sakit, sekarang enak yang" mendengar jawabannya kupercepat gerakan penetrasiku.

Tak menunggu lama akupun ejakulasi. Kubenamkan dalam2 Joni kerahimnya, Endah menggelinjang ketika hangatnya sperma memenuhi rongga kemaluannya.
Dia membersihkan bercak-bercak darah dan tetesan mani diselangkangannya dengan tisu.

Aku menyulut rokok, sambil membuka sedikit kaca nako.

Joni masih sedikit keras & belum terkulai lemas. Sambil memperhatikan film JAV favoritku aku terus mengelus Joni. Hingga tegang kembali.
Kuletakkan batang rokokku diatas asbak, kurebahkan Endah lagi keatas kasur, kubenamkan kembali Joni ke kemaluannya yg mulai lengket. Endah menjerit pelan, lalu mendesah kepedasan.

Kuhentak-hentakkan pinggulku sekuatku, sedalam mungkin aku masukkan Joni ke kemaluannya.
"Pelan sayangghhhh, mulesshhhh mulesshhhh..." Ucapnya seraya merintih. Kuangkat kedua kakinya keatas pundakku. Semakin dalam aku benamkan Joni.

Hingga rasa gelinya menjalar ke kepalaku.

Dan aaahhhhhhhhhhhh semburan sperma kembali menghujani rahim Endah.
Aku terduduk tak berdaya, kakiku lemas. Seluruh badanku terasa kaku.

Endah terkapar dan hanya memandangiku. Kuraih kembali batang rokok yg tinggal seperlima. Kuhisap dalam2 kemudian mematikan apinya diasbak.

Kemudian aku memakai celanaku.
Setelah Endah selesai berpakaian, kubuka pintu kamar lalu duduk didepan pintu, menyulut sebatang rokok. Dan menghela nafasku.

Bangsat, tak pernah aku sebenci ini melakukannya.
Jam menunjukkan setengah 5 ketika aku beranjak dari kost Sukidi, setelah menitipkan kunci kamar pada Dani. Aku memacu motorku dengan cepat tanpa banyak bicara.

Sampai di persimpangan bandara aku berhenti disebuah apotek.

"Mbak amoxylin satu strip ya" pintaku pada apoteker.
Kuberikan obat itu ke Endah "Minum itu sampai habis, biar ga infeksi."

Dia mengangguk dan tersenyum padaku.

Kulanjutkan mengantarnya hingga jalan depan dan menolak untuk mampir. "Masih ada urusan sayang, nanti malam telpon aja" jawabku.
Aku meluncurkan motorku menuju warung mbak cantik, warung kelontong yg juga menyediakan Ciu.

"Besar mbak, tambah tebs satu ya" ucapku.

Setelah menerima sebotol besar Ciu aku melanjutkan ke kost Sukidi. Kamar Sukidi masih tampak tertutup, sepertinya belum balik.
Kutunggu Sukidi pulang sambil minum ditemani Dani dan beberapa teman lain.

Mereka gak tahu kalo aku sebenarnya sedang kesal.

Yang mereka tahu, aku berhasil menggagahi seorang gadis lugu.

Don't judge the book from its cover
Setiap malam Endah telepon, selalu begitu. Karena aku sudah gak peduli lagi dg rencana busuknya.

Hanya satu yg selalu kuingatkan jangan sampai lupa meminum obat yg aku berikan.

Hal itu berlangsung hingga 2 minggu. Malam terakhir dia telepon mengabarkan kalo dia mens.
Setelah mendengar itu aku melepas SIM card HPku dan membuangnya keselokan.

Aku sudah tak ingin berhubungan lagi dg wanita jalang itu.

Hal yg berlebihan ketika pada akhirnya kami akan bertemu lagi 3 tahun yg akan datang.
Mei 2007

Ujian akhir semester akan berlangsung dalam dua pekan ini. Aku harus menyelesaikan ujian 2 mata kuliah semester 2 & 2 mata kuliah semester 6.

Pagi ini, ada ujian structure 2. Jam 7 pagi aku sudah harus berada dikelas. Aku berangkat jam setengah 7.

#WargaPlus62
Masih diselimuti kantuk, aku menyusuri gedung B, kebetulan kelasku di lantai 4. Gedung itu dipenuhi banyak mahasiswa yg akan mengikuti ujian. Rata2 mereka masih semester 2.

Untuk naik keatas, ada 3 buah tangga. Aku memilih naik lewat tangga utama ditengah gedung.

#WargaPlus62
Aku berjalan pelan menaiki tangga yg padat berisi mahasiswa. Tak sengaja mataku melihat suatu benda yg selama ini aku cari.

Tas biru tua dengan kantong merah.

Tas itu dibawa oleh seorang gadis mungil, memakai baju krem berbunga. Namun, aku belum melihat wajahnya.

#WargaPlus62
Dia 10 meter didepanku, berada dalam kerumunan mahasiswa yg bersiap masuk ujian. Dia belok ketika sampai di lantai 3, sedangkan aku harus melanjutkan ke lantai 4.

Aku sudah pastikan dia ujian di kelas B.3.2.

Ujian kali ini tak begitu sulit, aku selesai dg cepat.

#WargaPlus62
Aku lari menuruni anak tangga, menuju kelas B.3.2. dimana gadis itu berada. Tak ada satu jam aku menyelesaikan ujian, itu berarti ujian masih berlangsung setengah jam.

Kulihat kedalam kelas dr kaca jendela. Gadis itu masih didalam, duduk di kursi ketiga dr depan.

#WargaPlus62
Wajahnya yg manis benar2 menyejukkan hati, tanpa sengaja kami bertatapan saat dia melirik ke arahku. Tiba2 jantungku berasa berhenti.

Aku tersadar lalu berjalan menuju pintu yg ditempel sebuah kertas.

Setiap kelas ditempel daftar mahasiswa dan nomor mejanya.

#WargaPlus62
Meja ketiga paling ujung, yg duduk disana mahasiswa dengan nomor A 320 060 0**, Namanya Yulia.

Setelah mengetahui namanya, aku berjalan menuruni tangga menuju kantin.

Aku memesan segelas kopi & menyalakan sebatang rokok. Kemudian duduk di bangku depan kantin.

#WargaPlus62
Pagi ini tak banyak wajah yg kukenal, rata2 mahasiswa semester 2. Teman2ku kayaknya gak ada yg ujian pagi ini.

Disamping kantin ada tempat fotokopi yg dimiliki oleh koperasi karyawan. Saat ujian seperti ini fotokopian ini selalu ramai oleh mahasiswa.

#WargaPlus62
Tempatku duduk menghadap lorong yg menuju ke tempat fotokopian itu.

Aku melihat lalu lalang mahasiswa yg sepertinya sibuk dengan urusan mereka masing2.

Hingga mataku tertuju pada tas biru berkantong merah itu lagi.

Aku menatapnya dari ujung lorong, cukup lama.

#WargaPlus62
Ketika kami berjarak kurang dari 10 meter, kontak mata tak bisa dihindarkan lagi. Gadis itu sepertinya sudah menyadari aku memperhatikannya sejak pagi tadi.

Di berbelok menuju fotokopian setelah sempat melempar senyum, entah untukku atau siapa yg ada disitu.

#WargaPlus62
Aku berdiri, memberanikan diri mendekatinya. Sambil mengeluarkan sebuah buku ditasku.

Aku berdiri disampingnya, & ikut mengantri. Dia melirik padaku, tapi kembali sibuk ngobrol dg temannya.
Aku beranikan menyapa "Yulia ya, semester 2?"

Gadis itu tampak terkejut.

#WargaPlus62
"Loh, mas kok tau?" Tanyanya curiga.

"Kita pernah sekelas" jawabku membual. Padahal sebenarnya hampir 2 semester aku tak pernah bertemu lg dengannya.

"Mas yg tadi didepan kelas waktu aku ujian kan?" Dia kembali bertanya. "Mas bukan semester 2 pasti?" Tambahnya

#WargaPlus62
Aku cuma tersenyum, tak menjawab pertanyaannya. Ketika urusannya selesai dan berpamitan padaku, kuberanikan meminta nomor hp-nya. Tapi dia menolak "Buat apa mas?" Aku terdiam tak mampu bicara, tak seperti biasanya. Aku tak tahu harus bicara apa.

Dikejauhan ada sepasang mata.
Ketika gadis itu & temannya berlalu, aku berjalan ke kantin. Sepasang mata berkaca mata yg memperhatikanku ternyata milik Romli, teman sekelasku yg berperawakan tinggi besar, anak basket yg kocak. Dia punya saudara kembar, tapi cewek namanya Ira. Kami sering main kerumahnya.
Tiba2 saja dia bertanya padaku "Kamu kenal Yulia juga? Dia teman kost pacarku loh."

Sedikit terkejut, ada satu harapan.

"Sekost sama Chika, berarti di kost Melati samping ponpes itu ya?" Tanyaku bersemangat. "Chika punya nomornya gak Rom? Mintain dong!" pintaku.

#WargaPlus62
Chika pacar Romli kuliah di psikologi, kami beberapa kali bertemu saat kumpul2. Setidaknya kenal meski tak terlalu akrab.

Kejadian lucu dr dua pasangan ini adalah ketika kami nongkrong, tiba2 Romli ngajakin ke kost Cika jam 11 malam. Gerbangnya sudah ditutup.
Pintu depan juga.
Dia teriak2 manggil pacarnya "Chika... Chik..." Kemudian Chika keluar dibalkon atas. Romli melemparkan sesuatu padanya kemudian mengajakku balik ke tongkrongan.

Dengan penasaran aku bertanya, benda apa itu tad. Apa jawabnya?

Ternyata kecap sachet.

Sungguh aneh

#WargaPlus62
Dengan bantuan Romli aku dapatkan nomor Yulia. Tapi belum punya rencana apa yg akan kulakukan dg nomor itu.

Berkali2 aku mencoba mengetik SMS untuknya tapi selalu saja memghapusnya kembali.

Sepertinya kemampuanku hilang jika berhadapan dg gadis ini.

#WargaPlus62
Sore itu kuberanikan SMS Yulia. Dia tampaknya terkejut aku bisa dapatkan nomornya. Ternyata anaknya asyik jg, nyambung diajakin chat lama.

Yulia, anak bungsu dr 3 bersaudara. Kakaknya perempuan semua. Dia berasal dari kota G, anaknya periang, pintar & supel.

#KasihanPakBambang
Sebulan lebih aku rutin sms-an dg Yulia. Tapi belum sekalipun aku berani mengajaknya jalan. Bertemu dgnnya juga gak pernah.

Memang sih saat itu abis ujian semesteran, belum libur tapi kegiatan kuliah sudah berakhir.

Sampai suatu hari Yulia bilang kalo dia mau kekost.

#perawan
Rasa gembira menyelimuti hatiku, berharap kami akan segera bertemu & akan aku utarakan isi hatiku.

Hari itu hari Minggu, waktu sudah sore ketika aku baca SMS-nya. Yulia sudah tiba dikostnya. Segera kupacu motorku kekost Yulia.

Kubawakan sebatang coklat kesukaannya.

#perawan
Aku berdiri didepan pintu gerbang berwarna hijau muda, didepan sebuah rumah dengan 3 lantai yg megah.

Suasananya lengang, tampaknya sebagaian penghuninya tidak berada disana.

Kutekan bel yg menempel digerbang itu. Jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya.

#perawan
Seorang gadis dg rambut panjang berponi lempar membukakannya untukku. Sebuah senyuman manis tersungging diwajah ayunya. Dia memakai terusan warna coklat tua& celana jins. Tampak anggun & mempesona.

Lidahku kelu tak tahu harus bicara apa ketika memandangnya.

#perawan
Dia mempersilakanku duduk, diteras yg menghadap ke jalan. Aku masih diam ketika dia ikut duduk di sampingku.

Lima menit lebih kami duduk dalam diam, sesekali aku meliriknya. Tapi segera menundukkan pandanganku ketika mata kami beradu.

Aku bingung harus berkata apa.

#perawan
"Aku cuma mau ambil barang2ku mas, besok sudah balik pulang. Sekalian pamitan dg teman2 kost." Ucap Yulia pelan.

Nafasku terhenti ketika mendengarnya. "Maksudnya? Kamu gak kuliah sini lagi dek?" Tanyaku penuh cemas.

"Aku keterima di Universitas negeri di kota S mas." Jawabnya
Satu jam berlalu tanpa terasa. Kami berdua lebih banyak diam, kadang saling melirik saja tak lebih dari itu.

Aku tak ingin beranjak, tapi jg tak tahu harus bicara apa. Begini saja aku sudah cukup bahagia.

Kuurungkan niatanku menyatakan perasaanku padanya.

#PERAWAN
Sayup-sayup terdengar adzan Maghrib, aku berdiri kemudian undur diri. Tak lupa kuberikan sebatang coklat yg tadi aku beli. Dia memandangku, raut wajahnya penuh tanya. Tapi aku lebih memilih diam, karena luka karena jarak sangat aku takutkan.

#PERAWAN
Waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi ketika aku memacu motorku menuju kost Yulia. Iya, hari ini aku berjanji mengantarkannya ke terminal.

Dia sudah berdiri diteras depan ketika aku tiba, sebuah koper coklat besar berwarna hitam berdiri disamping kakinya.

Dia tersenyum padaku.
Senyuman itu yg menjadikanku kehilangan semua akal bulus & niat jahat yg bersemayam dihatiku.

Kuturunkan kopernya didepan gerbang terminal tepat ketika sebuah bus berwarna abu2 keluar dari terminal. Bus yg terlihat lusuh dg logo mirip RCTI itu yg akan membawa Yulia.

#PERAWAN
Mataku berkaca-kaca menatapnya naik kedalam bus itu. Tak sepatah kata terucap dari mulutku. Hanya lambaian tangan yg mewakili kehilanganku.

"Mas, aku pulang dulu . Terima kasih ya, nanti aku telepon kalo sudah sampai rumah" ucapnya sambil tersenyum.

#PERAWAN
Agustus 2007

Tiba masa kuliah semester baru, semangatku yg sempat menyala kini padam lagi. Untung saja selama 1 semester ini aku harus menempuh PPL disebuah SMP negeri di kota B. Jauh dari kampusku.

Setidaknya aku tak harus kuliah, karena enggan menginjakkan kaki dikampus.
Aku masih rutin berkirim pesan dg Yulia, meski kami sibuk dg urusan kami masing2. Hampir setiap malam kami bergantian telepon, bercerita tentang kesibukan kami hari ini. Masih belum ada keberanian untuk mengatakan perasaanku padanya.

#PERAWAN
Aku memakai pakaian hitam putih dengan dasi hitam panjang ketika melangkah di sebuah halaman sekolah. Tepat didepan sebuah ruangan berkumpul beberapa orang yg mengenakan pakaian sama denganku.

Wajah mereka semuanya asing, cuma satu muka yg kukenal. Ali anak kelas sebelah.
Hanya kami berdua yg berasal dari jurusan bahasa inggris. Lebih banyak dari jurusan bahasa Indonesia & ilmu sosial. Jadi rencananya Ali pegang kelas 1, sedangkan aku kelas 2.

Kls 3 tetap diampu guru masing2 tapi kami wajib menggantikan jika ada guru bahasa inggris yg tak hadir.
"Enak ngajar ditempat sebelah ya, muridnya cewek semua." Ucap Ali padaku sambil menghisap rokok kreteknya.

Kebetulan SMP ini bersebelahan dg sebuah SMK yg mayoritas muridnya perempuan.

Aku & Ali biasa nongkrong diwarung depan SMK untuk makan & sekedar menghisap rokok

#PERAWAN
Seperti saat ini, selepas mengajar. Jam pelajaran bahasa Inggris hari ini sudah habis, jadi kami bebas. Sebenarnya aku ingin pulang sedari tadi, tapi gak enak dengan Ali satu2nya mahasiswa PPL yg aku kenal.

Ketika bel jam pulang sekolah berbunyi, tempat itu disesaki siswa SMK.
Beberapa tampak menarik, tapi aku mengabaikan mereka, seperti bukan aku yg biasanya.

Aku berdiri ketika warung itu sudah mulai padat, melangkah kearah ibu pemilik warung untuk membayar.

"Li, pulang dulu. Ngantuk nih." Ucapku berpamitan pada Ali.

#PERAWAN
Mengajar anak SMP butuh kesabaran extra, mengingat mereka baru memasuki masa puber. Ada saja cerita lucu ketika mengajar mereka.

Tingkah kurang ajar anak2 cowok kurang begitu kuhiraukan, bagiku tingkah mereka belum seberapa membahayakan dibandingkan tingkahku seusia mereka dl.
Ada kejadian lucu, ketika kutemukan surat cinta berwarna merah muda dilempar kerja yg dikumpulkan. Surat dari seorang siswi untukku, isinya begitu puitis tapi lucu. Aneh, anak seusia mereka bisa2nya memiliki pikiran yg begitu.

Tak kuambil pusing sedikitpun, bahkan kuacuhkan saja
Setiap hari Kamis, jam pelajaran bahasa Inggris yg ku ampu hanya satu kelas, begitu jg ali. Sebagian besar waktu kuhabiskan dgnnya diwarung depan SMK, sekedar ngobrol atau menyusun RPP & mengoreksi tugas2 siswa.

Hari itu SMK pulang lebih awal, ada beberapa siswa mampir ke warung
Salah satunya cukup menarik perhatianku, tak henti2nya aku melirik gadis itu.

Mereka berlima duduk dimeja sebelahku, Ali juga ikut melirik kemudian menginjak kakiku pelan2 sembari berbisik "hybrid Jon, produk unggulan". "Ndasmu" jawabku sambil tersenyum

(Pic. Hanya ilustrasi) Image
Kuberanikan diri menyapa mereka. Mencoba berkenalan, tampaknya mereka antusias ketika tahu kami PPL di SMP sebelah. Tapi kulihat gadis manis itu cuma tersenyum, tak seperti teman2nya yg lain yg sibuk mengajukan berbagai pertanyaan.

Ternyata mereka siswi kelas 3 di SMK sebelah.
Mereka semua jurusan akuntansi, dari obrolan kami aku tahu gadis manis itu bernama Nurlita, atau biasa dipanggil Lita.

Rumahnya tak jauh dari sekolahan itu, dia biasa berangkat jalan kaki bersama dua orang temannya.

Dari temannya jg aku dapatkan nomornya.
Bukannya gak berani minta nomornya sendiri, tapi kulihat dia sepertinya lebih banyak diam & tersenyum ketika kami mengobrol.

Sepulang dari PPL, aku coba SMS Lita, tapi tak ada balasan.

Selepas Maghrib, ada SMS masuk. Ternyata balasan dari Lita.
Obrolan kami berkutat sekitar pengalaman kuliah & PPL, sedikit menyinggung tentang bahasa Inggris salah satu mata pelajaran yg kurang dikuasai oleh Lita.

Dari obrolan kami, aku jadi tahu kalo Lita sudah punya pacar, anak SMA lain.
Tapi aku gak peduli, terbukti obrolan kami dari hari ke hari semakin intim. Beberapa kali kami janjian ketemu diwarung depan SMK.

Tentu saja dia datang bersama beberapa temannya, sedang aku selalu ditemani Ali.

Mungkin teman2nya tak menyadari kedekatan kami, begitu jg Ali.
Karena dia selalu lebih banyak diam memperhatikan kami ngobrol & bercanda. Tapi aku tahu dari tatapan matanya, dia melihat dg cara yg beda. Aku tahu ada sesuatu yg dia pendam.

Malam Minggu aku mencoba ngajakin dia jalan, ternyata gayung bersambut. Dia minta dijemput didepan SMK.
Selepas Maghrib aku sudah menuju sekolah itu, dia sudah duduk menunggu di warung depan SMK. Mengenakan blus coklat tua, tampilannya cukup anggun. Dia terlihat lebih dewasa jika tanpa seragam SMKnya.

Kami jalan ke mall yg jaraknya setengah jam perjalanan dari sekolahan itu.
Standar kencan pertama, jalan2, makan, kemudian pulang. Setengah 9 aku sudah bergegas mengantarnya pulang. Dia meminta diantar sampai depan SMK saja.

Aku tak keberatan mengantarnya sampai rumah sebenarnya. Tapi mungkin dia punya alasan lain.
Sesampainya depan SMK, suasana lengang. Warung depannya sudah tutup, aku agak ragu meninggalkannya. Tapi dia bilang tak apa, biar dia jalan kaki dari sini.

Sebelum aku pergi, kuberanikan nembak dia. Dia sempat menolak halus, dengan mengatakan kalau dia sudah punya pacar.
Tentu saja aku tak semudah itu menyerah, terjadi negoisasi yg cukup alot. Kemudian satu solusi kami sepakati, dia mau jadi pacarku dengan catatan teman2nya gak perlu tahu. Dia juga gak mau putus dengan pacarnya dulu.

Aku iyakan persyaratannya, toh tujuanku sudah tercapai.
Sekarang Lita lebih suka menemuiku diwarung depan sendirian, meskipun kadang tak sengaja Ali jg sedang berada disana.

Awalnya dia gak curiga, tapi lama2 penasaran jg. "Asui, yg hybrid mbok embat dewe" celetuk Ali suatu hari. Aku cuma tersenyum menanggapinya.
Hari Minggu aku mengajak Lita jalan. Belum tau kemana tujuan kami, yang penting jalan dulu pikirku.

Jam 8 pagi aku sudah menunggunya didepan SMK, dari kejauhan kulihat di berjalan mendekat.

Mengenakan kaus hitam dg balutan jaket denim, Lita terlihat lebih dewasa dari umurnya.
Hari ini sudah 2 bulan kami pacaran, masa PPLku tinggal sebulan lagi. Minggu depan ujian semester sudah berlangsung. Waktu kami bersama sepertinya sudah tak lama lagi. Mungkin Lita tak menyadarinya.

Kupacu motorku kearah barat, naik ke atas pegunungan didaerah kota susu.
Pemandangan yg indah & cuaca sejuk menghiasi perjalanan kami. Tak lama kami sampai disebuah obyek wisata, lumayan ramai dipadati pengunjung. Dikanan-kiri jalan banyak penginapan dan warung makan yg menjajakan hasil bumi.

Kami menghabiskan waktu berjalan2 diperkebunan stroberi.
Setelah puas memetik, kamipun beranjak dari tempat itu. Sekantong besar stroberi menemani kami.

Setelah keluar dari tempat itu kubelokkan motorku ke sebuah penginapan. Awalnya kita menolak, tapi dengan alasan aku ingin istirahat karena penat dia diam saja.
Penginapan tersebut terhitung kecil, dengan beberapa kamar yg beberapa diantaranya sepertinya telah terisi. Kuparkirkan motorku agak masuk kedalam ketika seorang bapak2 menyambut dengan senyumnya. "Short time mas?" Tanyanya dg ramah. "Nggih pak, namung leren" jawabku.
Beliau membukakan sebuah pintu, kemudian mempersilakan kami masuk. Bapak itu beranjak, kemudian kembali membawakan dua botol softdrink. "Sekecakne nggih mas" ujarnya sambil berlalu.

Awalnya Lita cuma diam, kemudian dia memberanikan diri bertanya "Mau ngapain disini mas?"
"Gak pa2, cuma pengen ngobrol aja" jawabku polos.

Kamar berukuran 3x3 dengan fasilitas tv & kipas angin, tanpa kamar mandi dalam. Lumayanlah untuk rebahan. Lita tampak menyibukkan diri dengan memindah2 Chanel TV.

Aku sendiri hanya rebahan disampingnya yg bersandar ke tembok.
Aku beranjak dari posisiku, mendekati Lita. Duduk disampingnya kemudian merangkulnya. Kami beradu pandangan beberapa saat sebelum aku mendaratkan kecupan dibibir merahnya.

Kecupan demi kecupan kami langsungkan, kunaikkan volume TV sambil terus mencecar bibirnya dengan kecupan.
Tanganku mulai meremas payudaranya yg semakin mengencang. Terdengar desahan dari mulutnya. Posisinya agak bergeser, setengah rebahan.

Tubuhnya menghangat, wajahnya memerah. Jemariku menelusur diantara pahanya. Dia tampak menangkis tanganku tapi tak kuasa karena aku semakin liar.
Matanya menatapku dalam2 ketika tanganku mulai masuk kedalam celananya, memainkan tonjolan disela2 pahanya. Tatapannya seperti mengatakan "jangan" tapi aku justru semakin bersemangat.

Lita pasrah ketika aku mulai berusaha melepaskan kausnya. Mencumbu lehernya dan menghisapnya.
Payudaranya yg putih mulus, belum begitu besar tapi sudah cukup membangkitkan gairah terlihat menyembul dari bra putih bercorak pita yg dia kenakan.

Aku hanya menelan ludah melihat tubuhnya yg molek.

Semakin kalap kujilati seluruh tubuhnya, kulepaskan bra yg dikenakannya.
Puting mungil kemerahannya menarikku untuk menghisapnya. Melumatnya bergantian. Lita nampak pasrah, seperti tak kuasa menolak.

Kuhisap buah dadanya hingga dia meronta2. Sambil mencoba melorotin celana jinsnya.

Kuciumi daerah terlarangnya yg masih terbungkus celana dalam.
Lita memegangi celana dalamnya kuat2 ketika aku berusaha melepaskannya. Kucium dan kujilati telinganya hingga dia tak kuasa melawan.

Bulu lembut yg tak begitu lebat tampak dipangkas pahanya ketika aku berhasil melepaskan celana dalam yg melekat ditubuhnya.
Tubuh gadis yg belum genap 18 tahun ini begitu menggoda, ditambah wajah polosnya yg seperti menahan tangis semakin menambah birahiku memuncak.

Lita menutup mata dengan kedua tangannya ketika aku melepas celana dan membiarkan Joni berdiri bebas mengarah padanya.
Kubenamkan kepalaku diantara kedua pahanya, menjilati daerah kewanitaannya dengan liar. Suara desahan semakin terdengar jelas meskipun Lita menutupi mukanya dengan kedua tangan.

Lidahku terasa kebas ketika cairan kental mulai membasahi bulu2 lembut dikemaluannya.
Dengan hati2 kudorong pelan2 Joni diantara kedua pahanya. Beberapa kali meleset hingga aku harus mengarahkan posisinya dengan benar.

Semakin kuat kudorong ketika terasa tepat sasaran, Lita merintih kesakitan ketika aku merasakan Joni sudah mulai masuk kedalam kemaluannya.
Rapat, hangat dan nikmat yg kurasakan. Kudorong pelan dan lembut sambil berusaha membuka kedua tangan yg menutupi wajah Lita. Aku melihat air mata diwajahnya ketika berhasil menyingkap salah satu tangannya.

"Mas, sakit..." Ucapnya sambil merintih. "Tahan ya sayang" jawabku
Penetrasiku semakin kupercepat ketika kurasakan cairan hangat bercampur darah membasahi Joni. Tangannya mulai turun dan mencengkeram bantal kuat2.

Kucium bibirnya yg tak berhenti merintih sambil terus menjaga ritme pinggulku.

Lita menggelinjang ketika kudorong pinggulku dalam2.
"Mas, mules mas..." Jeritnya sambil memeluk leherku. Aku semakin mempercepat gerakan pinggulku.

Lita terengah2, nafasnya tak beraturan. "Mas, udah mas. Pengen pipis..." Bisiknya ketelingaku sambil merintih.

Wajahnya memerah, tatapan matanya terlihat penuh nafsu kali ini.
Gerakanku semakin cepat, bibirku tak henti2nya menghisap payudaranya. Lita mulai mencengkeram bantalnya lagi.

Wajahnya semakin memerah ketika dia menggelinjang tak beraturan, sepertinya dia telah orgasme.

Kumasukkan Joni dalam2 dan memperlambat gerakan pinggulku.
Tangan Lita memelukku erat2 bersamaan dengan desahannya yg semakin menjadi.

Aku tak tahan lagi, semakin dalam kubenamkan Joni semakin terasa nikmat. Kemaluannya terasa semakin hangat dan basah.

Hingga akhirnya tak mampu kubendung lagi kupercepat gerakan pinggulku.
Cairan hangat menyembur dalam rongga kemaluannya, matanya memandangku dengan tatapan penuh kepuasaan. Pinggulnya mulai ikut bergoyang, nafasnya yg memburu berangsur2 reda.

Kucium bibirnya dan kupeluk tubuhnya erat2. Kemudian terkulai lemas diantara pelukannya.
Tak terasa setengah jam aku tertidur kelelahan. Hingga terbangun ketika mendengar Lita terisak.

Kucium keningnya, sambil berusaha menarik keluar Joni dari kemaluannya. Yg ternyata masih berdiri tegak. Kuurungkan niatku melepasnya.

"Aku sayang kamu" kubisikkan ketelinganya.
Kuhapuskan air mata di pipinya sambil menggerak2kan pinggulku. Lita memandangku dengan tatapan yg kosong. Kucium bibirnya, kusisipkan lidahku diantara bibirnya. Dia menghisapnya dalam2, dan memelukku erat.

Kupecepata goyanganku, cairan hangat mulai membasahi kemaluannya lagi.
Aku berusaha bangkit dalam posisi duduk. Mengganjal pinggulnya dengan bantal, memasukkan Joni semakin dalam.

Lita mulai tak malu ikut bergoyang mengikuti ritme pinggulku. Desahan lirih menghiasi permainan kami yg semakin panas.
"Enak yang?" Tanyaku padanya dan dijawab dengan anggukan dan mata yg berbinar.

Kuluruskan lalu mencoba mengangkat tubuhnya. Mendudukkan Lita diatasku. Dia memelukku erat.

Kucium bibirnya sambil terus menghentakkan pinggul.
Lita mulai menggerakkan pinggulnya, bertumpu pada kakinya dengan posisi duduk.

Mulutnya tak henti mendesah, hingga kepalanya mendongak.

"Yang, pengen pipis lagi!" Jeritnya

Membuatku semakin kencang menggoyangkan pinggulku hingga dia terkulai lemas.
Lita merebahkan badannya melepaskan pelukannya kemudian memegangi kemaluannya. Mengusap2 klitorisnya dengan satu tangan. Tangan kanannya mencengkeram bantal kuat2.

Kuangkat kakinya keatas pundak, hingga posisi badannya tertekuk.

Kumasukkan Joni semakin dalam tegak lurus.
Dia menggeleng2kan kepalanya sambil berteriak2 "Yang mules yang... Ahhhhh"

Aku semakin kencang menggoyangkan pinggulku. Hingga kurasakan getaran diseluruh tubuhku. Spermaku lagi2 menyembur diliang kemaluannya. Hangat & nikmat.

Banyak sekali semburan semen yg keluar kali ini.
Hingga aku menunggu beberapa saat untuk memastikan Joni berhenti berdenyut2. Kuturunkan kakinya tanpa melepaskan Joni dari dalam kemaluannya. Kutindihkan tubuku dalam pelukannya. Kukecup keningnya. Dia tampak bahagia kali ini. Kemudian membalas mengecup bibirku.
Kuusap peluh yg membasahi dahinya. Membisikkan kalimat cinta ketelinganya. Dia tersenyum padaku sambil berbisik "Jangan tinggalin aku ya mas"

Aku mengangguk kemudian memeluknya erat. Kucium pipinya kubiarkan Joni tetap mendekam dikemaluannya hingga lepas karena lemas.
Setiap Minggu selama sebulan itu, kami menghabiskan waktu bersama. Dari satu hotel ke hotel yg lain, tak kukira gadis pendiam ini begitu kecanduan akan persetubuhan.

Lita memutuskan pacarnya karena percaya aku pilihan terbaik baginya. Sebuah kesalahan karena aku tak sebaik itu.
Hari ini ada upacara, sekaligus acara penarikan PPL. Masa pengabdianku di SMP ini telah berakhir. Ada acara perpisahan disore harinya, semacam syukuran.

Kami semua berpamitan & mengucapkan terima kasih pada pihak sekolah atas semua bimbingan & bantuannya.
Aku kembali beraktifitas seperti semula, menanti ujian akhir semester. Menyusun laporan PPL dan beberapa tugas kuliah.

Yulia masih sering sms ditengah kesibukannya sebagai mahasiswa fakultas kesehatan di universitas negeri kota S.

Kadang jika tak sibuk, dia telepon.
Masih jg aku tak berani menyatakan perasaanku kepadanya.

Sedangkan disini ada gadis belia yg menaruh harapan besar padaku sedang bimbang dan dirundung ketakutan terbesarnya.

Malam itu Yulia telpon, cukup lama sekita sejam lebih. Maklum dapat bonus telpon kayaknya.
Kulihat ada duapuluhan SMS masuk, dari Lita ternyata. Beberapa SMS awalnya panjang lebar, hingga beberapa umpatan keluar ketika tak kunjung mendapat balasan. Ada beberapa misscall jg darinya.

Kubalas SMS-nya singkat menanyakan ada apa.

Lita telat dua Minggu jawabnya.
Aku sedikit terkejut tapi berusaha tetap tenang. Kujelaskan padanya aku siap bertanggung jawab.

Lita tampaknya cukup panik, aku tahu posisinya. Semester depan dia baru menempuh ujian akhir. Orangtuanya jg berharap dia meneruskan pendidikannya ke bangku kuliah.
Kucoba menenangkan dia, kutelpon dia malam itu jg. Hanya Isak tangisnya yg kudengar malam itu. Semua kata2nya hanya menyalahkanku. Kucoba memberikan beberapa solusi, tapi dia tetap menangis.

Lita minta ketemu secepatnya.

Kusanggupi tapi mungkin Minggu depan. Dia menerimanya.
Jam menunjukkan pukul 3 sore. Gadis itu masih mengenakan seragam putih abu2nya ketika duduk disebuah meja warung depan SMK. Dia sendirian ditemani segelas es teh.

Tak ada sedikitpun senyuman ketika aku menyapanya.

Dia mengeluarkan sebuah bungkusan dari tasnya.
Dia menunjukkan sebuah test pack dengan dua garis biru. Aku tertegun menatapnya. Matanya mulai basah.

"Mas, aku masih pengen sekolah. Aku jg masih pengen kuliah" ucapnya pelan seperti takut orang lain mendengar.

"Terus gimana kalo udah kayak gini?" Tanyaku sambil berbisik.
"Gila kamu ya, kan kamu yg udah ngajarin aku gak bener. Cariin dong solusinya kek!" Kali ini suaranya agak keras. Beberapa orang yg ada disitu mulai melirik kami.

"Aku gak mau ya kamu gugurin kandungan, aku gak mau dosa yg lebih besar lg jawabku."
Matanya yg berkaca2 kini mulai menitikkan air mata. Kemudian mulai bercerita, kakaknya perempuan jg dulu begini, hamil duluan. Dia tahu betapa kecewa kedua orangtuanya, meskipun akhirnya kakaknya dinikahkan jg.

Pernikahan yg menurutnya tak begitu bahagia.
Jujur kalo ditanya, aku jg gak punya solusi. Toh kalopun aku berani menikahinya, aku jg gak berani menjamin kebahagiaannya. Tapi satu prinsip yg aku pegang, jangan pernah membunuh darah daging sendiri.

Aku mencoba meyakinkannya, untuk menemui ortunya. Tapi dia terus menolak.
Pertemuan hari itu tak membuahkan apapun. Tak ada solusi yg berarti.

Hanya penyesalan yg kudapat karena memperturutkan nafsu bejatku.

Ketika Lita terus menyalahkanku bukankah dia jg menikmati setiap percintaan itu? Kenapa seolah2 hanya aku yg bersalah.
Seminggu berlalu, hampir semua SMS Lita tak kubaca apalagi membalasnya. Puluhan misscall darinya aku abaikan. Hingga ada satu nomor baru yg menelponku, awalnya enggan untuk mengangkatnya.

Ketika kuangkat telepon itu, disana suara seorang pria. Suara yg tak kukenal.
Pria itu mengenalkan dirinya sebagai Hanif, mantan pacar Lita yg diputuskannya karena aku.

Katanya Lita menghubunginya kembali saat masalah ini terjadi.

Sekarang Lita bersamanya, dia pengen ketemu denganku secepatnya.

Aku iyakan, tanpa memberi kepastian.
Kemudian Lita meminta bicara denganku. "Mas kalo gak mau tanggung jawab bilang aja, jangan ngilang. Lita takut banget mas. Ini udah dua bulan loh!" Kata Lita dgn nada tinggi.

"Aku gak lari dari masalah dek, cuma belum Nemu solusinya aja. Pusing kepalaku dek" jawabku.
"Lita minta tolong cariin duit sejuta mas, abis itu terserah mas mau apa aja. Mau pergi tinggalin Lita jg gak pa2." Ucapnya seperti sudah putus asa.

"Duit sebanyak itu buat apa?" tanyaku.

"Aku udah punya solusi, cuma gak punya duitnya mas." Jawab Lita sesenggukan.
"Gak, kalo buat gugurin kandungan! Sampai kapanpun aku gak mau kamu lakukan itu" ancamku.

Telepon ditutup, aku terdiam. Kepalaku terasa berat. Rasanya dunia disekitarku berputar2.

Teleponku berdering lagi.

Ternyata Yulia, dia telepon disaat yg tidak tepat.
Yulia mencoba menelponku dari tadi, tapi gak bisa karena panggilan sibuk. Mungkin tadi waktu Hanif telpon.

Dia bilang ujian semesternya sudah selesai, Sabtu ini mau main kekotaku. Mungkin sehari atau 2 hari.

Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini...
Jumat malam, aku menerima SMS dari Lita. Dia sudah menyelesaikan masalahnya, dg bantuan Hanif.

Dia gak ingin lagi bertemu dgnku, katanya dia salah memilih bajingan sepertiku dan meninggalkan Hanif.
Aku tak berniat membalas SMS-nya.

Jujur aku terpukul.
Sabtu pagi aku sudah standby dikantin kampus. Masa kuliah telah usai, selepas ujian akhir semester.

Hari ini kampus tak begitu ramai, kunikmati sebatang rokok & segelas kopi sambil mendengarkan musik dari headset.

Pikiranku masih berputar2 memikirkan Lita, solusi apa yg diambil
Dering HP membuyarkan lamunanku. Kuangkat telepon. Yulia sudah tiba didepan kampus, dia naik bis paling pagi. Perjalanan 2,5 jam ditempuhnya dari kota S kekotaku.

Aku bergegas menuju parkiran kampus, memacu motor bututku kedepan kampus.

Disamping lampu merah dia menantiku.
Mengenakan sweater hijau lumut dengan hiasan kancing warna warni dibagian dada kiri. Gadis mungil berponi kuda dengan senyuman yg luar biasa manis

Aku langsung bergegas menggendong tasnya yg berat sarat muatan, kemudian memintanya membonceng.

Mengantarkannya ke kost melati.
Kost lamanya dulu, dia menghabiskan waktu melepas rindu dengan bekas teman kostnya. Sedang aku menghabiskan beberapa batang rokok diteras.

Selang beberapa waktu dia keluar, mengajakku makan ditempat favoritnya dulu saat tinggal disini.

Riangnya mampu meluluhkan hatiku yg galau.
Kami habiskan waktu bercengkerama disekitaran kampus. Bertemu dg teman2 lamanya, begitu saja aku sudah cukup bahagia.

Sorenya kami habiskan waktu di mall jalan2 kemudiab nonton film yg baru rilis.

Aku lebih banyak diam, meskipun aku sadar kami berdua sepertinya saling mencintai Image
Setengah 9 malam, kuantarkan dia ke kost melati. Tempatnya menginap malam ini. Rencananya dia numpang tidur di kamar Chika.

Besok pagi aku harus mengantarkannya ke terminal.

Hari itu aku pulang dengan kebahagiaan luar biasa meskipun belum mampu menyatakan perasaanku.
Pagi, pukul 7 aku sudah bergegas menuju kost melati. Tempat Yulia menginap semalam. Kutekan bel yg menempel digerbang warna hijau muda sesampainya didepan kost.

Yulia keluar dg tersenyum riang.

Dia memakai kaus putih berbalut cardigan hitam. Disandangnya tas ransel besar.
Tak butuh waktu lama untuk sampai di terminal yg pernah menjadi judul sebuah lagu karya lord Didi ini.

Digerbang bagian timur kuturunkan dia, tak meninggalkannya begitu saja. Aku menemaninya hingga bus berwarna silver dg logo khas mirip stasiun TV keluar dari terminal.
Yulia mencium tanganku sebelum naik dari pintu depan bus tersebut. Dia melambaikan tangan & tersenyum melalui jendela tempat duduknya.

Aku masih terdiam ditempatku berdiri saat bus itu beranjak. Mataku berkaca2, mulutku tak berucap sepatah katapun sejak berjumpa Yulia pagi itu.
Entah apa yg membuatku yakin bahwa perjuanganku dengannya akan lebih panjang & melelahkan. Dia berbeda dari yg lainnya, dia yg mampu membuatku menjadi orang lain.

Aku masih rutin SMS & menelpon Yulia. Bergantian kami melakukan itu. Seperti ada yg hampa jika tak ada kabar darinya
Februari 2008

Tepat tanggal 8, hari Jumat. Seperti biasa Yulia telpon selepas Maghrib.
Bercerita tentang kegiatannya hari ini, makan dimana, dengan siapa & berbagai macam cerita yg selalu kudengarkan dengan seksama.

Tak sekalipun aku abai mendengarkan suaranya, yg bagai terapi.
Hari itu kuberanikan diri menyatakan perasaanku, meski hanya lewat telpon. Yulia tak serta Merta menerimanya. Dia bicara tentang konsekuensi hubungan kami. Jarak yg jauh, frekuensi pertemuan & berbagai macam kendala yg akan kami tempuh.

Sepertinya dia sudah faham hubungan ini.
Dia menyarankan padaku untuk mencari pacar lain. Karena dia sadar dia tak akan pernah ada buatku. Aku berusaha menepis semua keraguannya.

Aku merasa tak pernah ada jarak ratusan km diantara kami. Aku merasa kehadirannya begitu nyata. Tak sedetikpun aku berhenti memikirkannya.
Aku memintanya memberikan kesempatan, dan menjamin tak akan ada yg berubah selain hanya status kami. Yulia menerimanya dg satu syarat, jika aku tak sanggup menjalani hubungan kami aku harus jujur padanya.

Sebuah syarat yg mudah disanggupi, namun sangat tidak mungkin dilakukan.
Semuanya berjalan seperti biasa. SMS berjalan rutin sepanjang ada kesempatan. Telepon biasa kami lakukan saat tengah malam hingga kadang sampai subuh atau salah satu dari kami ketiduran.

Yulia berjanji sore nanti dia akan main lagi kekotaku. Tak sabar aku menunggu hari itu tiba.
Hari Sabtu ini aku menantinya di lampu merah depan kampus. Pukul 4 tepat dia turun dari bus warna hijau muda. Mengenakan kaus hitam dengan cardigan merah hati. Dia tampak lelah, tapi tetap anggun. Dia tersenyum padaku, senyum yg akan menemaniku hingga aku tuliskan cerita ini.
Setelah makan didepan kampus, aku antarkan dia ke kost Chika. Rencananya dia menginap malam ini & pulang besok siang.

Selepas Maghrib aku menjemputnya mengajaknya jalan2 ke mall favorit. Menikmati makan malam berdua, kemudian menghabiskan waktu menonton film. Image
Setengah 10 kami sampai didepan kost melati, tempat Yulia menginap malam ini dikamar Chika. Sebelum masuk ke dalam rumah itu, Yulia mendekat. Mencium pipiku kemudian bergegas lari memasuki halaman kost. Dia melemparkan senyum ketika sampai didepan pintu.
Aku teringat film yg kami tonton malam itu, sebuah kisah tentang orang dg kekuatan super. Bisa melakukan teleportasi kemana saja yg dia inginkan.

Seandainya aku memiliki kekuatan itu, ingin sekali aku berada ditempat Yulia malam ini. Tak sekedar dengarkan ceritanya dr telepon.
Hubungan kami berjalan lancar, sebulan sekali Yulia mengunjungiku. Meskipun tak sekalipun aku berkunjung ke kotanya, dia tak pernah protes.

Hingga satu kejadian yg tak terduga membuatku memaksa berkunjung ke kotanya. Kota yg sebelumnya sama sekali belum pernah kutuju.
Sudah dua Minggu tak ada kabar darinya. Teleponku selalu saja tak bisa menjangkaunya. Aku cemas dengannya.

Malam itu kuputuskan pagi2 aku akan ke kotanya. Meskipun buta dg kota itu aku beranikan diri.

Jam 6 aku berangkat dari rumahku. Berharap pagi itu dia masih dikost.
1,5 jam kutempuh hingga tiba didepan patung seorang pahlawan yg mengendarai kuda, belok menyusuri jalan yg mulai padat oleh lalu lalang mahasiswa. Sesampainya di perempatan berdiri megah gedung serba guna dg bentuk yg unik dipojokan timur utara jalan.
Aku menggunakan ingatanku, mencoba mengingat kembali deskripsi Yulia tentang kostnya. Yg tak jauh dari Gedung serbaguna. Aku belok kiri diperempatan gedung serbaguna, di gang ketiga aku berhenti, kuingat lagi nama kostnya, griya mentari ya itu namanya. Kususuri jalan setapak itu.
Sesampainya dipojokan jalan buntu, rumah megah bertuliskan griya mentari kutemukan. Didepannya ada sebuah rumah kosong yg ditumbuhi beberapa pohon durian, sesuai deskripsinya. Yulia takut melihat keluar dari jendela kamarnya saat malam, mungkin rumah itu jawabannya.
Kutekan bel yg menempel disamping pintu depan. Seorang gadis berhijab keluar, kemudian menanyakan ada keperluan apa. Kujawab sedang mencari Yulia, anak fakultas kesehatan angkatan 2007.

Ternyata gadis itu tetangga kamarnya, tak butuh waktu lama untuk memanggilnya.
Aku duduk diteras menghisap rokokku dengan ditemani sebotol air mineral ketika wajah yg kukenal itu menyapaku, aku berdiri memeluknya hingga tak terasa menitikkan air mata.

Dari Yulia aku baru tahu kalo nomorku rusak, selama dua Minggu dia mencoba menghubungiku namun tak bisa.
Hari itu Yulia rela bolos kuliah, menemaniku sepanjang hari hingga sore menjelang. Kami menghabiskan waktu duduk bercengkerama di salah satu bukit didekat jalan raya, menikmati pemandangan kota dibawah kami.

Kali ini aku bicara banyak sekali, diapun bercerita banyak hal.
Semua kerinduan selama 2 minggu tertumpahkan saat itu, hingga tak terasa waktu menunjukkan pukul setengah 5. Aku harus bergegas pulang, karena langit sudah mulai gelap.

Kuantarkan dia ke kostnya, sebelum pergi kupeluk erat dia. Kukecup bibirnya untuk pertama kali.
Mata kami berdua bertatapan untuk beberapa waktu & mulai berkaca2. Entah kenapa berat sekali rasanya untuk beranjak dari tempat itu.

Sepertinya akan ada sesuatu peristiwa besar yg akan mengganggu hubungan kami.

Bukan aku saja yg merasakannya, Yulia pun sepertinya jg sama.
Namanya Esty anak angkatan 2006, dia duduk di sebelahku di mata kuliah Listening di lab bahasa.

Anaknya tak kalah mungil dr Yulia, anak yg cerewet, periang, supel dan sangat lucu. Sekilas wajahnya mirip artis Marshanda. Mungkin agak gila kayak dia jg.
Berawal dari pinjam bolpen, kami jadi saling kenal. Dari satu mata kuliah kami jadi sering kuliah bareng hampir disemua mata kuliah yg aku ambil semester itu. Dari sekedar kuliah, hingga akhirnya makan bareng & jalan bareng.

Aku menyembunyikan hubunganku dg Yulia darinya.
Entah apa yg dipikiranku saat itu, ditaman kampus ketika bercengkerama berdua saat menanti jam kuliah kutembak dia.

Dia hanya mengangguk dan tersenyum.

"Nyet, kamu tau kan aku tuh sayang banget sama kamu, tapi aku jg denger banyak hal negatif tentangmu" ucapnya.
"Aku tahu, hampir semua cewek yg pacaran sama kamu pasti udah kamu tidurin" tambahnya.

What, apa-apaan ini. Darimana dia tahu semua hal itu.

"Terus, kamu mau gak jadi pacarku kalo sudah tahu tentang semua tentangku?" Tanyaku sinis.

"Aku mau, tapi kita pacarannya wajar2 aja ya"
"Boleh cium2, tapi gak boleh raba2. Aku gak mau kita pacaran di hotel atau kost cowok. Pokoknya ditempat2 yg rame aja deh"

Dalam hati aku teriak syarat macam apa ini, gak sekalian potong Joni?.

Gak kukira anak ini jg nantinya yg akan membawa bencana.
Rutinitasku dg Yulia agak tersendat. Aku mulai jarang SMS dia disiang hari. Hanya telpon tengah malam saja yg masih berlangsung.

Yulia agak curiga, tapi bisa kuyakinkan jika aku mulai sibuk kuliah & cari2 judul skripsi.

Aku merasa makin sayang dg Yulia, tapi jujur aku kesepian.
Syarat Esty yg meminta untuk gak pacaran dihotel atau kost cowok lama2 runtuh jg. Berkali2 aku membawanya ke kost Sukidi. Meskipun tak terjadi apa2 disana. Sekedar bercengkerama dg teman2 atau nonton film dikomputernya.

Terkadang beradu bibir dan saling peluk, yg sewajarnyalah.
Anak ini layak dapat prediket "Best kisser" dr semua cewek yg pernah aku pacarin. Diabtak pernah menolak berciuman dimana saja. Diparkiran kampus, ditaman, dikelas, dibioskop bahkan diatas motor saat berkendara.
Hari itu kami sepakat bolos kuliah berdua karena belum mengerjakan tugas. Kami berdua meluncur ke kost Sukidi, hari ini dia kuliah padat sampai sore. Kuambil kunci dibawah keset depan kamarnya, kubuka pintunya dan mempersilakan Esty masuk.

Cuaca siang itu lumayan panas.
Kututup pintu kemudian menyalakan komputer. Membuka folder film bajakan terbarunya kemudian memutar satu film.

Merasa gerah Esty membuka bajunya, tinggal mengenakan tanktop "Jangan ngaceng loh nyet" ucapnya sambil tersenyum.

Sialan ini anak, disuguhin tapi gak boleh diembat.
Lama2 gerah juga rasanya, aku bermaksud membuka pintu saja tapi dilarang olehnya. "Gila yak, aku cuma pake ginian" katanya.

Jujur aku gerah bukan karena cuaca, tapi karena Joni udah mulai gak bisa dikontrol.

Dari kerah tanktopnya menyembul belahan dada yg padat menggoda.
Kucoba mengalihkan perhatian ke layar komputer tapi masih gagal, karena adegan film yg jg tak kalah panas. Anjrit, kena kombo beginian siapa yg tahan. Akhirnya mulai kudekati Esty, kucium bibirnya diapun membalasnya. Gak butuh waktu lama permainan kami mulai memanas.
Aku mulai merebahkannya, kuciumi lehernya tanpa ada perlawanan kulepaskan tanktopnya. Wajahnya mengiba "jangan nyet, kamu mau ngapain?" Tanyanya.

Kata2nya tak kuhiraukan ketika melipas bra-nya. Buah dadanya yg padat menyilaukan mataku, membuatku semakin bernafsu.
Kulumay kedua putingnya, wajahnya mulai memerah. Matanya tampak mulai menahan tangis. Tanganku mulai menyibak rok panjang yg dia kenakan, mencoba menarik celana dalamnya ketika tangannya menahanku & mulai merengek.

"Nyet, udah ah kamu lupa janjimu" ucapnya.
Tak peduli ucapannya kulepaskan celanaku. Menunjukkan padanya Joni yg sudah berdiri tegak. "Hah, gede banget ih pasti sakit" selorohnya.

"Udah nyet, aku bantuin tapi jangan dimasukin ya! Pokoknya jangan" ucapnya memelas.

Perlahan tangannya mulai memegang Joni.
Iya, Esty tak membiarkanku menggaulinya. Tapi dengan cekatan dia mengulum kepala Joni, mengocoknya perlahan menghisapnya dalam2.

Sensasi lidahnya tak kalah nikmat dari sebuah persetubuhan. Aku tak peduli, nafsuku sudah sampai diubun ubun.

Kugoyangkan pinggulku mengikuti ritme.
Sesekali kudorong Joni masuk dalam2 kerongga mulutnya. Membuatnya tak bisa bernafas & tersedak. Tapi dia tak menyerah, terus saja mengulumnya membuatku merasa melayang2.

Sekujur tubuhku terasa tersetrum, kucengkeram kepalanya keras2. Kugoyang pinggulku semakin kencang.
Cairan hangat menyembur ke rongga mulutnya, terus kugoyang pinggulku tanpa henti hingga tetes terakhir keluar. Joni berdenyut2 hingga lemas. Kulihat Esty memuntahkan sperma ke selembar tissue. Aku terduduk lemas dihadapannya, saat dia masih membersihkan mulutnya.
Kucium bibirnya, kami saling pagut. "Kamu gak pa2, yg enak cuman aku" tanyaku padanya.

"Udah, gak usah macem2. Biarin kamu aja yg enak kasihan suamiku nanti kalo kamu bobol sekarang" jawabnya sedikit jengkel.

Aku iseng menyentuh kemaluannya, yg ternyata sudah basah penuh lendir
"Kamu gak pengen yang, ini dah becek gini" tanyaku.

"Itu keputihan nyet" jawabnya ngeles.

Aku ketawa mendengarnya.

Semenjak kejadian itu, dia selalu menolak ke kost cowok lg.
Kami lebih sering melampiaskan hajat di warnet dengan bilik tertutup. Esty dengan sukarela melakukan oral sex untuk memuaskan nafsu bejatku. Setidaknya seminggu 2 kali kami melakukannya.

Hal ini tak mengganggu hubunganku dg Yulia.
Setiap kali Yulia berkunjung aku pasti blokir nomor Esty. Toh dia jg tak berada disekitaran kampus, karena bisa dipastikan Yulia datang setiap hari Sabtu atau Minggu.

Semuanya berjalan hampir setahun, tanpa pernah sekalipun aku ketahuan. Baik Esty maupun Yulia tak pernah curiga.
Hingga suatu hari, saat Yulia berkunjung kami biasa nonton di bioskop XXI disebuah mall dikotaku. Tanpa sengaja dua orang teman Esty berpapasan dgnku. Mereka menyapaku, aku biasa saja. Tapi terlihat wajah mereka penuh heran.

Mereka sepertinya mengenali Yulia jg.
Setidaknya Yulia tahu mereka berdua satu angkatan dengannya waktu kuliah bahasa Inggris dikampusku.

Aku sadar semua ini akan jadi polemik nantinya, tapi aku bisa tetap menenangkan diriku. Toh kalopun Esty tahu, palingan cuma minta putus.

Lagian apa yg kuharapkan darinya.
Senin itu aku males kuliah, kuhabiskan waktuku dikost Sukidi. Dia jg gak masuk kuliah hari ini. Katanya ada kencan dg SPG rokok yg dia kenal kemarin dikonser depan kampus.

Puluhan SMS masuk ketika kubuka blokir nomor Esty. Dari kemarin ternyata dia sudah puluhan kali menghubungi
Hari itu jg dia ngajakin ketemuan.
Kali ini bukan dikampus, tapi dikost temennya. Gak kukira itu kost salah satu temannya yg Sabtu kemarin ketemu dibioskop.

Dengan wajah penuh dendam Esty menyambutku dg tamparan keras dipipi. Segala umpatan dia tumpahkan. Aku tetap tenang.
Dikeroyok tiga orang sekaligus dengan berbagai cacian aku hanya tersenyum. Ketika kurasa sudah cukup kedua temannya ikut campur kuberanikan bicara "Kalian gak usah ikut campur, ini urusanku dengan Esty. Gak usah nambahin masalah. Aku pengen ngomong berdua dengannya, jadi tolong"
Kulihat keduabteman Esty beranjak dr tempat duduknya dan masuk ke dalam rumah. Tiba-tiba Esty memukul pipiku dengan keras, aku tak sempat menghindar. Sakit jg rasanya.aku beringsut ketika dia mulai melancarkan pukulan berikutnya. Kucengkeram dia, lalu kupeluk. Kucoba menenangkan.
Setelah kurasa tenang, kududukkan disampingku. Dia masih sesenggukan ketika tiba2 berdiri menendang kakiku. "Woy udah dong, kekerasan gak akan nyelesaiin masalah. Jangan dikira aku gak berani balas ya" teriakku.

Seketika Esty duduk sambil mengusap air matanya.
"Aku kurang apa sih nyet" terdengar suara seraknya.

Aku menyulut sebatang rokok dan menghisapnya dalam2.
"Jawab nyet, aku kurang apa coba?"

"Kita udah pacaran setahun lebih, kamu tega ya selingkuhin aku, tau tau gak..."

Aku tetap diam tak bergeming mendengarnya.
"Aku tuh gak mau putus sama kamu nyet, tapi kamu udah kelewatan. Sekarang apa maumu?"

Aku menghela nafas dan memainkan asap sambil terus mendengarkan ocehannya.

"Udahlah, hubungan kita gak sehat. Buat apa terus dipertahankan" jawabku.
"Gak sehat, diotakmu yg ada cuma ngentot tentu aja gak sehat. Masih kurang? Bajingan kamu" jeritnya

Aku menoleh kearah jendela dimana kedua temannya mengintip & menguping pembicaraan kami. Mereka segera menutup korden ketika sadar aku mengetahui keberadaan mereka.
"Dari awal kamu sudah tahu seperti apa aku ini, dan dari awal kamu sudah paham resikonya. Jadi bukan aku yg harus berubah" ucapku tak bersalah.

"Aku tau, tapi belum sepenuhnya percaya kamu aja kamu udah selingkuh. Sakit nyet, sakit..." Jawabnya sambil sesenggukan.
"Satu hal, aku selingkuh denganmu bukan dengannya, memang sejak awal aku sudah pacaran dg Yulia sebelum mengenalmu" jelasku padanya. Tangisnya makin menjadi dia mencoba berdiri untuk menamparku, tapi kutangkis. Kupeluk dia yg terus berderai air mata.

Esty berdiri menjauh dariku
Dia mengambil HP dalam tasnya. Mencoba melakukan panggilan.
Aku baru sadar setelah dia aktifkan loud speakernya. Itu suara Yulia.

Bangsat, darimana dia dapat nomornya.

Gak kukira masalah ini jadi serunyam ini.

Esty menceritakan semuanya padanya didepanku.
Apa saja yg kulakukan dengan kekasihku dl, hingga siapa saja yg pernah jadi teman tidurku semua Esty ceritakan tanpa terlewat sedikitpun.

Satu hal yg kudengar dari Yulia hanyalah kalimat "Bagiku dia tak seburuk itu, tak pernah sekalipun aku menyakiti hatinya atau memaksanya"
Esty memintanya memutuskanku saat itu jg, tapi Yulia tetap berkeras. Itu bukan urusan Esty, itu urusanku dengannya.

Esty menutup telponnya kemudian mulai meracau lagi "Jadi kamu dah ngentot cewek itu nyet, mau2nya dia jadi lontemu" ucapnya. Seketika reflekku menampar pipinya.
"Aku tak pernah menyentuhnya tanpa seijinnya, hanya dengannya aku bisa mengendalikan nafsuku. Bagiku dia lebih pantas dihormati dari siapapun. Bahkan darimu sekalipun" jawabku penuh emosi. "Kau pikir kamu masih perawan ketika setiap hari kamu bergumul dengan kontolku" tambahku
"Kamu tak ubahnya lonte bagiku, meski kelaminmu masih utuh" ucapku sengit.

Tangisnya makin berderai, aku berdiri melangkahkan kakiku beranjak menuju motorku.

"Bajingan kamu nyet" teriaknya padaku.

Aku hiraukan dan pergi dari situ, dengan satu pikiran menggantung.
Panggilanku selalu direject. Puluhan smsku diabaikan begitu saja oleh Yulia. Dalam kalut aku memutuskan untuk menemuinya saat itu jg.

Segera kupacu motorku menembus padatnya jalanan menuju kota S. Perjalanan kali ini lebih cepat dari sebelumnya. Sekitar pukul 5 aku sudah sampai.
Kutekan bel kemudian seorang gadis membukakan pintu. Kusampaikan maksudku, namun Yulia tampaknya sedang tak berada dikost. Aku menunggu diteras depan sambil menghisap berbatang2 rokok.

Tak terasa adzan Maghrib sudah berkumandang dr masjid seberang gedung serbaguna.
Langit sudah mulai gelap ketika sosok yg kukenal itu turun dr boncengan motor teman wanitanya.

Tak ada senyuman kali ini, sekilas dari tatapan matanya dia tampak kecewa. Kami duduk dalam diam untuk beberapa saat.

Aku tak berani bicara.

"Kamu pulang aja ya, aku capek kuliah"
Ucapannya membuatku tercekat. Aku tak sanggup berdiri, pun bicara.

Aku memegang tangannya ketika dia berdiri untuk beranjak dari tempat duduk kami.

"Aku sayang kamu" suaraku bergetar mematahkan kebisuanku.
"Sudahlah, lebih baik kamu cari yg selalu ada untukmu. Aku yakin kamu lebih lihai" jawabnya.

Mataku mulai berkaca2, kulihat disudut matanya mulai menitikkan air mata.

"Aku gak takut seburuk apa masa lalumu, aku gak peduli berapapun wanita yg kau tiduri." Ucapnya
"Bagiku, kau tetaplah pria terbaik yg pernah aku temui. Tapi sayangnya tak setiap waktu aku bertemu denganmu" tambahnya dengan deraian air mata.

Perlahan kulepaskan genggamanku, aku berdiri kupeluk tubuhnya, dia mendorongku menjauh.

"Sudah ya, mungkin kita tak berjodoh"
Kupacu motorku menyusuri gelapnya malam, tak sekencang keberangkatanku. Sesekali konsentrasiku hilang, ingatanku melayang mengingat wajah Yulia yg penuh kecewa.

Pukul 9 tepat aku sampai dikost Sukidi, disambut beberapa teman yg siap berpesta malam itu.
Tak seorangpun tahu, hari ini aku menempuh perjalanan pulang pergi yg lumayan jauh. Semua gelak tawa mereka seperti tak menghapus duka dalam diriku. Bahkan ketika beberapa orang mulai tumbang karena kerasnya Ciu Bekonang, aku tetap terjaga.
Aku memandangi HPku, terdiam dengan tatapan kosong. Waktu telah lewat tengah malam, namun HPku tak kunjung berdering.

Hanya Sukidi yg masih terjaga, dia sibuk dgn gitarnya. Melantunkan beberapa tembang yg kurang begitu jelas.

"Kok gak telponan bos, Yulia dah bobok ya?" Tanyanya
Aku hanya menggelengkan kepala tanpa berucap sepatah kata.

"Lagi marahan ya, ada masalah apa"

Lagi2 aku menggelengkan kepala.

Sukidi mendekat, menuangkan sedikit minuman dalam botol, memberikannya padaku "lanju" ucapnya.
Sekali tenggak minuman dalam gelas itu aku habiskan. Rasa manis bercampur getir membakar tenggorokanku.

"Aku sudah bilang dari dulu, cari gadis lain aja. Jangan Esty, dia itu gak bisa buat mainan" ucap Sukidi bijak.

"Apa untungnya mainin dia?" Tambahnya
"Dia terlalu mirip dengan Yulia, memang sifatnya agak beda. Tapi yg kutakutkan justru ketika kamu terlalu nyaman dengannya kamu akan kehilangan mereka berdua" jelas Sukidi.

Aku hanya mengangguk membenarkannya, meskipun bukan itu yg terjadi saat ini.
"Jadi sekarang siapa yg lepas?" Tanyanya. Aku menunjukkan angka dua dengan jariku.

Sukidi tertawa, dia tuangkan lagi minuman dari dalam botol "lanjut" ucapnya sambil tertawa.

"Besok cari lagi, gak usah pake perasaan. Hahahaha" pungkasnya.

Kami habiskan sisa minuman di botol
Aku terbangun dari tidurku ketika udara pagi mulai menusuk tubuhku. Beranjak dari tempat itu kupacu motorku pelan pulang kerumah.

Setiap hari selama sebulan ini kuhabiskan dg minum2, entah dikost Sukidi ataupun ditempat Komat.

Lagi2 aku membusuk oleh alkohol.
Sukidi mengajakku kekampus hari itu. Liat2 pemandangan katanya, yah daripada suntuk terus aku terima ajakannya.

Kami nongkrong ditaman kampus yg ramai hilir mudik mahasiswa. Banyak maru yg wajahnya lumayan molek. Tak satupun menggoyahkan perhatianku.
Beberapa teman sekelasku ikutan nimbrung. Dimana ada Sukidi disitu candaan mesum khasnya pasti memicu gelak tawa. Sayang, hari itu aku lebih banyak diam. Kadang sedikit tersenyum mendengar banyolan Sukidi.

Tampaknya dia tak menyerah dg sahabatnya ini.
Beberapa alasan Sukidi sampaikan untuk mengajakku menemaninya kekampus. Entah gak ada temen kuliah, atau sekedar cuci mata.

Waktu kami lebih banyak dihabiskan disekitar taman atau kantin, gak pernah kuliah ataupun masuk kelas.

Aku tahu itu caranya menghiburku.
Perlahan aku mulai normal, dengan dukungan teman setiaku ini. Mulai menjadi aku yg dulu, yg segar dengan banyolan yg absurd.

Kami sudah mulai mengejar ketinggalan, sering keluar masuk kelas untuk ikut kuliah.

Seringkali aku memperhatikan Sukidi, yg lihai menggoda para maru.
Kami duduk didepan sebuah kelas, rencananya mau ikut kuliah. Tapi terlihat kelas sudah penuh. Sukidi ngobrol dengan adik tingkat disebelahku, mereka membahas pantat cewek2 yg lewat, asu memang kelakuannya.

Disebelah didepan pintu kelas ada segerombolan cewek yg kayaknya seru.
Gak tau apa yg mereka bahas, tapi dari cara mereka tertawa aku bisa melihat mereka sepertinya sangat akrab.

Salah satu dari mereka cukup menarik, tingginya lumayan seimbangkan denganku. Pakaiannya hitam2, blus ketat hitam berpadu dengan denim & sepatu kets hitam.
Sadar aku memperhatikannya sedari tadi tanpa malu2 dia berseru "Woy mas, ngapain liat2. Ntar naksir loh" disambut dengan gelak tawa teman2nya.

Aku hanya tersenyum, sambil terus menatapnya.

Dia berjalan mendekat.

"Mas, kamu kok sekarang pendiem gitu. Gak seru ah!" Ucapnya
Aku teringat, anak ini angkatan 2006 jg. Pernah sekelas juga semester kemarin, mungkin dulu dia cuek karena aku kemana2 dg Esty.

Aku terus memandangnya, saat dia duduk disampingku.

"Woy, kamu beneran naksir aku ya. Biasa aja dong ngeliatin ya" ucapnya tanpa malu.
"Kalo iya kenapa? Kamu gak mau" jawabku santai.

"Hahaha becandanya gak asik nih" tukasnya.

"Loh, kurang apa buktinya dari tadi aku merhatiin kamu. Gak kerasa?" Tanyaku becanda.

"Aku dah punya cowok lho" jawabnya.

"Bodo amat, aku jg gak pengen pacaran sama cowokmu"
Sukidi tertawa mendengarkan jawabanku "Pepet terus gan..." Ucapnya berbisik.

"Nih nomorku, kalo gak percaya Miss call sekarang jg" ucapku pada gadis itu.

"Dih misscall, miskin amat! Sini aku smsin" jawabnya mengundang gelak tawa teman2nya.

Seketika ada SMS masuk.
Kusave nomornya dg nama "Belahan Jiwa" dia protes "Loh kok belahan jiwa, emangnya kita cewek apaan"

"Oke aku ganti, kasih nama kuntilanak apa suster ngesot?" Jawabku

"Ye emangnya aku lelembut, kasih nama aja Dessy" ucapnya genit.

Kuganti nama kontaknya dg "Dessyku"
"Eh mas, udah gila yak. Sejak kapan aku jadi milik kamu" protesnya lagi.

"Sejak saat ini, dah gak usah protes kostmu mana. Abis Maghrib aku jemput" jawabku tegas.

Semua temannya semakin tertawa sejadinya.

"Beneran ya, aku kost di griya pink. Jam 7 gak datang kita end"
Sebenarnya aku iseng aja saat itu. Cuma sekedar menggodanya.
Kostnya gak jauh dari kost Sukidi, selepas Maghrib aku iseng SMS Dessy "Aku sudah otw kostmu, buruan"

Eh dianya nanggepin serius "Yah, belum mandi Beib, buru2 amat" jawabnya.

Anjirr beneran nih.
Malam itu jam 7 tepat kujemput dia. Makan bareng diwarung steak dekat kampus. Anaknya periang, easy going, yg luar biasa mulutnya ember bgt deh.

Aku ngerasa cocok, dia jg gak risih ketika tanganku mulai nakal.

"Jangan disini ah, ntar pada nonton" ucapnya ketika aku mulai meraba
Suaranya yg kenceng justru membuat orang disekitar memandangi kami. Anjir bener nih cewek, defendnya udah tingkat dewa.

Aku gak ragu lagi memacu motorku kekost Sukidi. Kulihat dia sedang berduaan dengan cewek, entah siapa yg jelas bukan pacarnya.

Dessy nyelonong masuk gitu aja.
Dengan cerewet dia ngajakin kenalan si cewek itu dan memanggil Sukidi dengan "Mas Kepala Besar".

Hahaha aku ketawa melihatnya, tapi sepertinya si cewek agak gimana gitu. Setelah ngobrol beberapa saat Sukidi berpamitan mau mengantarkan cewek tersebut pulang.
Sebelum dia pergi, Sukidi berbisik "Habisi sekarang juga, alat tempur seperti biasa tak nomor dua dari atas" ucapnya.

"Siap komandan" jawabku pelan2.

Setelah suara motor Sukidi berlalu, aku menutup pintu.

"Mau ngapain sih, ditutup segala"
Tanya Dessy manja.
"Aku gak pengen jadi tontonan orang" jawabku menirukan ucapannya tadi. Dia cuma tertawa renyah mendengarnya.

Ketika mulai kucumbu bibirnya, dia memberika perlawanan yg tak kalah lihai. Tak merasa risih ketika kuremas2 payudaranya. Dia jg tak enggan memegangi Joni dan memerasnya.
Kemudian dia agak mundur "Eh kita beneran jadian kan?" Tanyanya. "Iyalah, udah gini emang mau temenan doang?" Jawabku.

"Tapi serius, aku dah punya cowok. Kamu cuma selingkuhanku" dengan tersenyum dia menjelaskan.

"Bodo amat!" Aku tak peduli lagi dengan status. Toh apa untungnya
"Kamu udah tegang ya, tapi sorry. Malam ini aku gak bisa, aku lagi mens" ucapnya dg tak berdos.

Asu, macam apa pula ini.

"Tetekmu ga ada darahnya kan?" Tanyaku sekenanya.

"Woy mas, kita baru ketemu hari ini loh. Sabar dikit napa?" Protesnya.
Jujur aku gak ada rasa dg Dessy. Tapi sifatnya yg hampir sama dgnku sedikit membuatku menerima keadaan.

Sebenarnya gak lama kami berhubungan, paling cuma sebulan.

Tapi sangat berkesan, karena aku merasa sama dengannya. Sama-sama petualang sejati.
Dia satu2nya cewek yg gak takut apapun. Ga takut ke gep pacarnya yg kuliah di fakultas hukum, gak takut hamil, yg pastinya gak takut jg putus denganku.

Baginya hidup harus dinikmati dengan ceria.

Tak banyak kuhabiskan waktuku dengannya disiang hari. Karena dia dg pacarnya.
Mungkin cm Dessy yg sampai sekarang punya banyak kejutan. Seperti saat dia tiba2 datang bawa gorengan banyak bgt ke kost Sukidi. Dia bisa membaur dg semua anak2 kost lainnya yg semuanya cowok.

Dengan santainya bilang dia pacarku kesemua orang. Kadang malu jg, tapi aku nyaman.
Diatas ranjang, jangan tanya gimana expertnya dia. Dessy model cewek yg pegang kendali, dia bakalan cerewet kalo gak sampai orgasme. Salah satu hal yg akhirnya membuatku memutuskannya.

Kejadian itu hanya sekali terjadi, tapi tak henti2nya dia bahas. Tak hanya denganku.
Anak satu kost tau semua bahkan. Dani salah satu temanku bahkan sempat mengolok2ku "Bro, beli urat madu aja. Biar tahan lama" ucapnya sambil tertawa.

Anjir ni anak. Rahasia kasur bisa nyebar kemana2.

Selebihnya dia sosok yg perfect buatku. Cocok sekali denganku.
Dia type cewek yg gak malu untuk bilang "Yang, ML yuk."

Aku pun jg gak risih untuk minta jatah kedia. Bahkan dia pernah kocokin Joni diatas motor saat perjalanan dari kostnya ke bioskop.

Gila kan, emang...
Dessy jg gak malu saat minta diantar ke apotek beli testpack. Dia jg jawab santai ketika aku bertanya bukankah aku selalu pakai pengaman. "Emangnya gituan Ama kamu doang" jawabnya sambil ketawa.

"Kemarin pacarku minta jatah, kehabisan kondom dia. Eh malah dikeluarin didalem"
Was-was jg kadang aku dengan anak satu ini. Kalo main mulutnya gak bisa diem, teriak2 kayak orang kesurupan. Apalagi kalo pas dia orgasme, nih kepala diacak2 sampai berasa gundul.

Kalo lihat bodynya mana ada cowok yg gak doyan dengannya. Orangnya bersih, selalu wangi & stylish
Satu hal yg membuatku sakit hati adalah saat aku minta sekali aja gak pake pengaman saat main dengannya. Jawabnya nyakitin banget pokoknya "Kamu cuma selingkuhan, gak usah banyak protes. Udah bagus dikasih jatah yg sama"

Kan taik...
Malam itu aku ngajakin Dessy makan malam diwarung lesehan. Dari td sore dia merengek2 lagi pengen katanya, minta jatah.

Rencananya habis makan kita mau tempur di losmen dekat kampus. Rencana udah Mateng.

Aku jemput dikosnya, meluncurlah kita ke warung lesehan.
Waktu bayar aku kelupaan dompetku ketinggalan, ah sial. Terpaksa aku pinjem duit ke dia. Waktu mau lanjut ke losmen, mulutnya gak berhenti nyerocos, "Ntar aku jg yg bayarin losmennya? Enak bener mokodo" ucapnya bercanda.

Tapi kali ini aku udah beneran gak tahan. Aku agak emosi.
Aku putar balik motorku "Gak jadi gak pa2, bukan aku yg sange. Toh besok duitnya jg aku ganti. Bacot" ucapku padanya dg nada tinggi.

Dia memelukku dari belakang, memasukkan tangannya kedalam celanaku, sambil merajuk "Cie gitu aja marah, aku kocokin muncrat loh"

"Peduli setan"
Aku turunkan diabdidepan kostnya. Dia baru sadar kalo aku marah beneran. "Beib, kok marah. Aku salah apa?" Tanyanya

"Banyak, aku dah gak tahan sama bacotmu" jawabku ketus.

Aku ngelirik dia, matanya berkaca2. Baru kali ini kulihat dia seperti ini.

Kupacu motorku menjauh.
Dua hari aku gak bls SMS Dessy, dua hari ini jg aku gak kekampus.

Marahku sudah mereda sebenarnya.

Sukidi sedang membersihkan motornya, RK Cool warna biru putih full modif & chrome ketika aku tiba dikostnya. "Kemarin Dessy kesini nyariin kamu, kok anaknya sampe nangis2 gitu"
"Masak sih, anak kayak dia bisa nangis?" Tanyaku. "Potong nih kepala kalo aku boong. Masa masalah kayak gitu aja kamu tega ninggalin dia?" Ujar Sukidi.

"Aku dah gak tahan bacotnya bro" jawabku santai.

"Bacot apaan, bacotnya gak lebih rusak dari bacotmu." Ucapnya ketus
"Aku ngeliat kalian berdua itu sama, cuma beda kelamin doang. Pecicilan, urakan, rock n roll banget dah, gak punya malu, bacotnya asal ngejeplak. Totally sama" ujar Sukidi.

"Bro, aku tuh cuma selingkuhannya" jawabku menjelaskan.

"Dia udah putusin cowoknya demi kamu"
"Waktu dia beli testpack, dia mau mastiin dia gak hamil dg pacarnya. Abis itu dia putusin pacarnya, dia ngomong kalo ada orang yg lebih dia cintai. Lo goblok!" Ujar Sukidi sedikit emosi.

"Lagian apa yg Lo cari, ada di dia semuanya"
"Lo suka ngentot, dia juga. Lo suka bacot dia juga. Lo blak-blakan dia juga. Lo berlumuran dosa, dia sama. Lo udah ngentotin banyak cewek, dia sama jg kelakuannya." Jelas Sukidi.

Aku cuma diam, tersadar dg kebenaran ucapannya.

"Kalo kamu berpikir dia gak pantas buatmu, Kowe asu
Baru kali ini kulihat Sukidi emosi padaku. "Orang gak waras macam kalian, kalo udah bawa perasaan yg rusak bukan kalian tapi disekitar kalian" ucap Sukidi penuh makna.

Kukeluarkan HPku, kubaca satu persatu SMS dari Dessy.

Ada satu SMS yg membuat hatiku bergetar.
"Mas kalo aku bisa putar waktu, aku pengen balik ke masa lalu. Aku pengen jaga kesucianku untukmu. Kalo aku bisa merubah sifatku, aku ingin jadi yg kamu mau. Tapi aku tetap menerima mas saat ini, karena mas yg sekaranglah yg aku cintai"

Asu asu... Macam apa pula dia ngomong gini
Semuanya jadi aneh, gak sekalipun aku bilang sayang apalagi cinta padanya. Semua berdasarkan nafsu.

Pepatah Jawa mengatakan "Witing tresno jalaran kulino" bagiku yg realistis adalah "Witing Loro jalaran Selangkangan Mengo"

Aku terdiam, ketika Sukidi menawarkan sebatang rokok.
"Sudah, gak usah terlalu dipikirkan. Dia akan ngambil keputusan yg sama denganmu. Kalo kamu menjauh, dia jg akan menjauh. Kalo kamu kejar dia lagi, pasti dia mendekat. Yang penting sekarang, jangan ada sakit hati yg dipelihara, biar dia minta maaf atau kamu maafkan dia"
Ingin kutelpon Dessy saat itu jg, tapi kuurungkan niatku. Aku gak tahu harus ngomonga apa saat ini.

Pagi itu kutemani Sukidi kuliah. Kelas yg sama saat pertama aku bertemu Dessy. Kulirik kedalam kelas, dia ada didalam tampak ceria. Bercanda dg teman2nya, aku berlalu begitu saja.
Maret 2009

"Hai, apa kabar. Udah lupa sama aku yah?" SMS dari Yulia sore itu.

Aku terkejut, perasaan bahagia menyelimutiku. Sore itu kami saling berbalas chat, bercerita tentang kabar masing2. Tak ada yg berubah darinya.

Riang dan penuh semangat.
Lewat tengah malam, kuberanikan menelponnya. Seperti yg sering kami lakukan dulu. Kami ngobrol biasa saja, seperti tak pernah ada masalah diantara kami.

Kuberanikan mengucap rasa rinduku padanya. Ternyata diapun merasakan hal yg sama.

2 jam lebih kami saling bercerita.
Rutinitas dg Yulia kembali normal. Berkirim kabar lewat SMS, lalu menghabiskan tengah malam hingga pagi menjelang dg obrolan lewat telpon, seperti dulu sebelum kami putus.

Aku belum berani memintanya jadi pacarku lagi, setidak tidak dalam waktu dekat.

#GaNyangkaGue
Tak sekalipun Yulia mengungkit masalah kami waktu itu, aku pun jg tak ingin mengingatnya lagi.

Yulia setuju ketika aku ingin bertemu dengannya secepatnya. Kami sepakat Sabtu depan aku akan berkunjung ke kotanya.

Aku tak sabar menantikan hari itu tiba.

#GaNyangkaGue
Pagi itu aku ke kampus, Sukidi belum kelihatan batangnya. Sendirian saja aku duduk disudut taman. Ketika kulihat gadis cantik dg mata lebar yg menawan. Dia tersenyum padaku ketika tahu aku memperhatikannya sedari tadi.

Ketika dia beranjak dari tempat duduknya aku ikut berdiri.
Sengaja aku berjalan dibelakangnya. Sesekali dia menoleh, tapi masih tetap sibuk berjalan & ngobrol dg temannya. Terus saja aku buntuti hingga lantai 2 sebuah gedung hingga dia berhenti kemudian memandangku.

Aku berhenti kemudian membalas pandangannya.

#GaNyangkaGue Image
Dia malah tersenyum padaku. Kuberanikan memperkenalkan diriku, dia menyambut tanganku kemudia memperkenalkan dirinya. Namanya Puspa, mahasiswi akuntansi angkatan 2007.

Wajahnya bener2 sejuk, seperti Yulia. Dia tak menarik birahiku bergejolak, tapi ada sesuatu yg lebih menarik.
Aku masih duduk di tangga tempatku berkenalan dg Puspa. Dia sudah berlalu masuk keruang kelas.
Aku belum sempat minta nomornya.
Aku gak beranjak dari tempat itu, entah kenapa. Tapi aku merasa harus menunggu disitu. Kuhisap rokokku sambil menikmati pemandangan taman dari lantai 2.
Lebih dari sejam aku cuma duduk disitu, ketika kuliah dikelas sampingku berakhir. Mataku tak beralih dari pintu keluar, beberapa saat gadis itu keluar dg temannya tadi. Agak terkejut dia memandangku, kemudian tersenyum anggun.

Dia menghampiriku sendirian.

#GaNyangkaGue
"Kok masih disini, ada apa?" Tanyanya lembut, bagiku suaranya benar2 lebih indah dari nyanyian apapun.

"Aku lupa minta nomormu, siapa tahu besok kamu minta dijemput" jawabku.

Dia tertawa pelan, kemudian meminta ponselku dan menuliskan nomornya disana.

#GaNyangkaGue
Kalian pernah nonton film Lord of the ring, jadi Puspa ini dimataku kayak karakter Lady Arwen. Dia kayak bukan manusia, tapi Elf. Suaranya, gerakannya, senyumannya, cara dia berjalan sama persis kayak Arwen. Sempat beberapa kali aku ngeliat kakinya, aman masih napak tanah.
Paket SMS IM3 yg sehari 200sms ternyata gak cukup buat chat dg 2 mahkluk ini. Yulia & Puspa sama2 kayak bot Twitter. Kapan aja aku SMS, gak lama balasannya masuk. Gitu aja terus sampai gak ada kegiatan lain selain sms-an.

Mereka sama2 smart.

#GaNyangkaGue
Yulia cenderung suka bahasa yg realistis & awam, sedangkan Puspa bahasa2 yg puitis & simbolis.

Coba bayangkan balasannya ketuker, dan itu sering terjadi gak cuma sekali dua kali.

Ketika Yulia lg bahas nasi gandul dan Puspa bahas tentang Khalil Gibran. Otakku berasa diblender.
Akhirnya aku gak kuat, cukup seminggu aja kayak gitu. Mau ngisep rokok aja susah, gara2 HP gak berhenti berdering.

Aku ngomong ke Puspa untuk memahaminya butuh pendekatan verbal, karena text sangat mungkin terjadi multi tafsir. Dan kadang ambigu.

Anjir, alasanku kayak gak waras
Intinya udah deh, ngapain sms-an kan deket. Ngobrol langsung aja, biar gercep.

Awalnya ngobrol jg masih kurang nyambung maklum residu alkohol diotakku sudah masuk ambang batas membahayakan. Demi bisa ngimbangin ngobrol dg Puspa aku bela2in baca buku.

#GaNyangkaGue
Capek menjadi orang lain akhirnya aku menyerah, aku jadi aku sendiri yg biasanya. Nih cewek betah hidup di adegan film yak. Kayaknya tugasku untuk menyadarkannya bahwa dia bukan elf.

Sore itu aku ajak dia makan malam, udah jawabnya mau apa gak. Gak perlu ngutip dari buku.
Dia tersenyum, kemudian mengangguk. Tau gak panggilannya ke aku "Black Rose" entah apa maksudnya yg jelas aku iyain aja. Biar anak orang seneng, itung2 amal.

Jam 7 kujemput dia, kuajak makan diwarung manusia. Makan bebek goreng biar dia sadar enaknya makanan manusia.
Aku yg kata temen2ku kalo makan lemot, ini masih ada yg ngalahin loh.
Dia selesai makan setelah aku selesai habisin 2 batang rokok.

Fix ya, dia beneran bukan manusia.

Aku jelasin ke dia, kalo manusia kayak ginian tuh namanya nge-date. Biasanya abis ini pacaran. Eh dianya ketawa
Lalu aku bilang ke dia "Manusia kalo nembak lawan jenisnya cukup bilang Aku suka kamu, mau jadi pacarku gak, jawabannya cukup ya apa gak. Entah kalo bangsamu pake cara apa."

Puspa semakin terbahak dengerin penjelasanku.

Kemudian dia jawab "Aku butuh waktu untuk memikirkannya"
Semenjak dia jawab gitu aku dah gak berharap diterima. Toh kalopun jadian palingan tiap hari makan kertas bisa2 aku jadi gollum.

Beberapa hari kemudian Puspa SMS, pake puisi gitu. Aku balesnya singkat "Laper, maem yuk"

Siang itu kami makan siang bareng

#GaNyangkaGue
Habis makan dia ngomongin syarat2 yg udah mirip UUD, banyak bener pasalnya. Ini anak mungkin waktu kecil kepalanya kejedot meteor kali yak.

Gak ambil pusing aku mencoba menegaskan "Mau apa Gak?"

Dia jawab "Mau", disini aku ngerasa menyesal udah nembak dia.

#GaNyangkaGue
Sabtu itu matahari sudah tinggi ketika kupacu motorku menyusuri jalan menuju kota S. Aku bangun kesiangan karena semalam telponan dg Yulia sampe pagi.

Kupacu motorku di 60-70 km/jam, gak terlalu kencang, karena aku ngerasa kepalaku sedikit pening.

Hampir 2 jam aku tiba dikota S
Yulia udah duduk diteras depan kostnya bersama beberapa teman kost ketika aku tiba. Dia tersenyum kemudian menghampiriku "Makan yuk, kamu lama banget aku tungguin" ucapnya.

Aku lupa ngerubah nama Puspa dikontakku, aku baru sadar saat dia tiba2 telpon.
Untung aja Yulia gak sempet lihat. Cuman yg jadi masalah Puspa ga cuma sekali telepon, gak pake lama aku matiin deh telponnya.

Hari itu aku habiskan dengan Yulia, jalan ke mall. Mau nonton tapi kayaknya gak cukup waktunya, akhirnya main2 ke pantai dekat bandara.

#GaNyangkaGue
Ditepi pantai itu aku coba ngajakin Yulia balikan. Sebuah permintaan yg tak mudah katanya. Tapi lebih sulit lagi jika merasa diantara kami gak ada ikatan apa2. Setiap waktu saling memikirkan satu sama lain meski jarak yg memisahkan tak terbilang dekat.

Dia setuju balikan.....
Dengan satu syarat, kalo aku sudah ga kuat aku harus jujur. Syarat yg sama dengan yg diajukannya dulu saat pertama kami pacaran.

Aku memeluknya erat. Angin laut berhembus menyambut mentari yg beranjak tenggelam.

Selepas isya' aku pulang kekotaku. Meninggalkannya disini.
Jam 10 kurang aku sampai rumah, kuhidupkan telepon yg sedari tadi siang kumatikan. Ada puluhan SMS dari Puspa. Ternyata ortunya main kekostnya, dia pengen ngenalin aku ke ortunya.

Kucoba menelponnya, terdengar suaranya agak berat. Seperti menahan marah. "Kamu kemana aja"
Tanya Puspa penuh selidik. Kujawab sekenanya, main sama temen kepantai mau lihat Jack & Rose.

"Kamu serius gak sih sama aku, tadi Abah pengen ketemu kamu. Pengen tahu berapa surat yg sudah kamu hafal" ucapnya.

"Kamu tahu sendiri kan, syaratnya abah"
Jadi gini, Puspa pernah bilang aku harus banyak2 ngaji. Katanya salah satu syarat nikahin dia harus bisa khatam Quran dalam waktu sehari.

Coba bayangin aja, aku yg baca abata aja gak lancar dikasih syarat begitu. Mendingan sekalian aku disuruh loncat ke neraka.

#GaNyangkaGue
Lagian pacaran baru itungan hari, macem2 aja ketemuan sama calon mertua.

Aku bilang aja ke dia kalo belum siap ketemu ortunya. Puspa semakin sedikit bicara, aku tahu dia beneran marah. Puncaknya ketika dia menyudahi telepon "Udah ya, aku dah ngantuk. Luph you" ucapnya pelan.
Ga ada 2 menit telponku berdering lagi. "Tadi kok panggilan sibuk, abis telpon siapa?" Tanya Yulia penuh curiga. "Telpon Sukidi, ini baru nyampe. Males mau pulang pengen tidur dikost Sukidi" jawabku.

Tampaknya Yulia tak percaya, tapi entahlah setelah itu biasa aja nada bicaranya
Meskipun satu kampus, aku dan Puspa jarang banget ketemuan. Paling kalo ketemu jg bentar doang. Kalo gak pas makan malam kami jalan bareng.

Kebutuhan biologisku agak tersendat. Sebuah blunder punya 2 pacar yg modelnya sama. Sama2 baik untuk masa depan, tapi bukan untuk masa kini
Sampai akhirnya masalahku terselesaikan dengan hadirnya Frida. Anak angkatan 2007, perawakannya tinggi besar, badannya seksi, kulit bersih. Wajahnya standar, tapi kalo soal body nilainya A+.

Kami ketemu gak sengaja sih, kebetulan dia tetangga kampung Tomy temenku nongkrong.
Kami sempat beradu pandangan ketika dia ngobrol dg Tomy. "Tom, siapa tom. Masuk nih" ucapku padanya ketika Frida telah berlalu dari hadapan kami.

Dari Tomy aku dapat nomornya. Cewek yg keliatan pendiam, ternyata agresif di-sms. Yg aku tau, dia gak ngekost.
Kebetulan kami satu kelas Dimata kuliah kurikulum, pertama SMS iseng nanyain tugas gitu. Selanjutnya, korek2 informasi kayak biasanya.

Jadi Frida ini udah punya pacar, anak psikologi. Mereka pacaran sejak masuk kuliah, tapi kalo dengerin ceritanya mereka gak akur kayaknya.
Beberapa kali kami kuliah bareng, sudah agak akrab dan dekat. Hari itu terlihat dia agak kurang sehat.

Aku tanyain udah makan belum, dia jawab belum. Selesai kuliah aku ajakin makan dibelakang kampus, dia mau aja. Abis itu aku mau balik ke kost Sukidi. Frida aku anterin kampus.
"Kamu mau kemana, aku ikutan dong. Males kuliah nih" ucapnya.
Aku agak mikir, tapi yaudahlah. Kubawa dia ke kost Sukidi.

Dikost Sukidi bersiap berangkat kuliah, dia titip kunci ke aku sambil mengucapkan pesan yg sama setiap teman2nya bawa cewek ke kostnya.

Tak lama Sukidi pergi
Aku masih menghisap rokok ketika Frida rebahan dalam kamar. Kemudian dia memanggilku, memintaku menutup pintu.

Kemudian dia menangis sesenggukan sambil bercerita tentang cowoknya. Dia sebenarnya sudah gak suka dengannya. Tapi ada satu hal yg gak bisa membuatnya meninggalkannya.
Katanya pacarnya sudah merenggut kesuciannya, dia gak mau meninggalkan cowoknya sebelum cowoknya balikin kesuciannya.

What, dia pikir kesucian itu serbet. Bisa diambil terus dibalikin.

Kadang aku mikirnya gini, kenapa cewek sering digoblokin cowok? Ini salah satu jawabannya.
Dia duduk merapat kepadaku, menyandarkan kepalanya di bahuku. "Makasih ya, udah perhatian. Makasih jg udah ngasih makan."

Aku menoleh memandangnya kami bertatapan mata kemudian saling berkecup mesra. Dia memelukku, cumbuannya semakin memanas.

Seketika aku merebahkan badanku.
Frida menindih badanku, menghisap leherku dan meninggalkan beberapa cupang. Dia melepaskan bajunya sendiri, menyodorkan payudaranya kemukaku, dengan ganas kuhisap dadanya. Kulepaskan BHnya perlahan, Frida bangkit dan duduk diatas tubuhku. Tubuh moleknya terlihat menggoda.
Sejurus kemudian dia berdiri menyingkap rok panjangnya melepaskan celana dalam merah mudanya. Kemudian melolosi celanaku perlahan, menyingkapnya dan mengeluarkan Joni. Dia menciumi & menghisapnya pelan2 hingga benar2 tegang. Tampak jelas pengalamannya sudah sangat sarat.
Frida duduk diatasku, berusaha memasukkan Joni kedalam lubang kewanitaannya kemudian menggoyang pinggulnya. Makin lama makin cepat. Akupun mengikuti gerakannya. Wajahnya mulai memerah, putingnya semakin tegak, tubuhnya semakin panas.

Sepertinya tak lama lagi dia orgasme.
Tubuh Frida bergetar, nafasnya tersengal2. Gerakan pinggulnya mulai tak teratur. Tangannya menekan dadaku, menahan tubuhnya yg mulai lemas. Kemudian terkulai memelukku.

Kurebahkan badannya, berputar mengambil posisinya. Kini aku diatas, membuka pahanya lebar2.
Aku bertumpu pada kedua kakiku, menggoyangkan pinggulku pelan dan menekannya dalam2. Frida setengah tak sadarkan diri, dia hanya menutup mata dengan mulut menganga. Tangannya mencengkeram bantal, tubuhnya terasa hangat sekali.

Sekujur tubuhku terasa merinding, kupercepat gerakku
Kutarik Joni dari kemaluan Frida, melepaskan karet yg melekat padanya kemudian mengocoknya keras2. Membiarkan lendir kental menyembur ke dada Frida.

Aku tertidur disampingnya selama beberapa waktu. Mulai tersadar saat dia mengenakan satu persatu pakaian dalamnya.
Frida diam saja tanpa bicara, kemudian menatap mataku & tersenyum. Tampak kesulitan mengancingkan bra-nya, aku balikkan tubuhnya dan membantu mengancingkannya. Duduknya kini membelakangiku.

Kupeluk dia dari belakang, kucium lehernya. Tangannya menyentuh pipiku sambil berbisik.
"Udah Beib, besok lagi yah. Anterin aku balik kampus" pintanya.

Aku mengantarkannya ke kampus, sampai diparkiran dimana dia menitipkan motornya.

Kami berdua sepakat untuk tak memiliki status, Frida yg memintanya. Aku jg tak butuh status, dua pacar sudah cukup bagiku.
Hubunganku dg Puspa mulai menggantung, belum putus. Dia semakin sulit kutemui, sibuk dengan kuliah & tugas2nya. Kami mulai jarang berkirim pesan & saling telepon. Sebaliknya, hubunganku dg Yulia makin intim. Sesekali bahasan kami mulai menjurus kearah seksual.
Frida tahu aku sudah punya pacar, hal itu terjadi saat kami berbaring tanpa busana seusai bercinta ada telepon masuk dari Yulia. Aku tak mengangkatnya, membiarkan panggilan itu putus sendiri.

Frida memandangku kemudian berkata "Angkat teleponnya, jangan biarkan dia cemas"
Yulia tak mengulangi panggilannya, aku mengirim pesan padanya mengatakan sedang ada dikelas tak bisa mengangkat telponnya tadi.

Dari situlah Frida tahu hubungan LDRku. Tapi itu tak mempengaruhi kegiatan kami, dalam seminggu bisa 2-3 kali kami bertemu.
Aku tak pernah mengawali mengirim pesan padanya, sesuai permintaan Frida. Selalu saja dia yg SMS aku duluan, aku paham posisinya bisa saja sewaktu-waktu dia sedang bersama pacarnya.

SMS darinya selalu singkat, tak pernah ada bahasan menarik. Bahasanya to the point.
Sabtu pagi ini, Yulia mengunjungiku. Kujemput dia didepan kampus. Dia mengajakku masuk kedalam kampus, dia ingin jalan2 didalamnya. Aku tak kuasa menolak meski was2, sepertinya dia ingin bernostalgia dg kenangannya dikampus ini.

Aku parkirkan motorku diparkiran kampus.
Hari Sabtu jarang ada kuliah yg aktif, hanya sedikit mahasiswa beraktifitas didalam kampus hari itu.

Aku mengajak Yulia berjalan kekantin ketika sesosok yg kukenal berjalan bersama temannya, kami berpapasan. Dia tersenyum padaku, aku hanya diam. Tak berani membalas senyumnya.
Untung saja, sebelum menjemput Yulia aku tak lupa memblokir nomor Puspa. Bisa dipastikan setelah ini dia akan menelpon.

Dengan matanya sendiri dia melihatku berjalan dg gadis lain, mengacuhkannya.

Dari jendela kantin, aku melihat Puspa duduk diujung lorong seberang kantin.
Dia sepertinya sibuk dengan HPnya.
Pandanganku tak bisa lepas darinya, takut dia akan melangkah kemari.

Aku mengajak Yulia segera meninggalkan tempat itu setelah membelikannya minuman.

Ingin secepat mungkin pergi jauh dari tempat itu.
Kami berdua berjalan melewati fakultas hukum ke arah parkiran, kulakukan itu untuk menghindari Puspa. Aku takut jika bertemu lg dengannya akan jadi masalah.

Yulia tak sadar jika aku panik saat itu. Dia tetap ceria seperti biasanya.

Setelah keluar dari kampus, nafasku lebih lega
Hari itu aku tak mengantarkan Yulia ke kost Chika. Aku membawanya ke kamar Dani yg dari kemarin sudah mudik ke kampung halamannya. Dia menitipkan kunci kamar padaku, membiarkanku memakai kamarnya selama dia pulang kampung.

Kubiarkan Yulia beristirahat didalam kamar.
Aku berada diteras, bercengkerama dg Sukidi dan beberapa teman lainnya. Kucoba membuka blokir nomor Puspa, selang beberapa waktu beberapa SMS masuk. Di SMS awalnya dia cuma bertanya siapa gadis itu. Mungkin karena tak kunjung ada balasan dia mulai curiga.
Di SMS terakhir dengan bahasa yg sulit dimengerti dia bilang masih menaruh percaya padaku, tapi sepertinya kami berdua butuh break untuk sama2 introspeksi. Aku masih belum membalas satupun SMS-nya.

Kublokir lagi nomornya, kemudian menghapus semua sms-nya.
Hari itu cuaca panas2nya. Aku dan Yulia sepakat untuk jalan disore atau malam hari. Siang kami habiskan didalam kamar, bercanda berdua melepas rindu.

Kututup pintu kamar ketika aku melihatnya terkantuk2. Membiarkannya tertidur diatas kasur. Aku keluar kamar, duduk diteras.
Menyalakan sebatang rokok, kulihat Sukidi berada didalam kamarnya sedang sibuk dengan gitarnya.

Sebuah nomor tak dikenal masuk, aku enggan mengangkatnya. Panggilan berulang2 masuk dari nomor yg sama.

Aku berdiri berjalan ke kamar Sukidi, kemudian mengangkat teleponnya.
Benar saja, itu suara Puspa. Aku sudah tak punya alasan lagi, dia pasti sudah tahu aku memblokir nomornya.

Dia bertanya apa mauku, aku diam tak menjawabnya. Terdengar isakan tangisnya. Sudah tak ada gunanya jika aku berbohong, aku tahu dia sangat menyayangiku.
Dia mulai mempertanyakan siapa gadis yg bersamaku, yg menggandeng tanganku saat berpapasan dengannya. Dia juga bercerita melihat mataku yg lebih bahagia bersama gadis itu, mata yg berbeda ketika aku bersamanya.

Semua yg dia katakan benar, tak ada yg salah sama sekali.
Aku hanya diam mendengarkannya bicara panjang lebar. Mendengarkan semua harapannya yang mungkin takkan satupun bisa aku penuhi.

Aku tak sebaik yg dia harapkan, tapi aku jg tak ingin melepasnya.

Begitu jg dia tak ingin kehilanganku, meskipun tak bisa dipenuhinya semua inginku.
Kami sepakat untuk break dulu, dia mengakhiri panggilannya. Dari kejauhan kulihat pintu kamar tempat Yulia beristirahat perlahan terbuka. Dia keluar dari pintu itu dengan senyum menawannya. Menghapuskan kegalauan yg sedari tadi menggelayutiku.

Aku berjalan menghampirinya.
Malam itu aku jalan dg Yulia, keliling kota menyusuri jalan yg padat oleh aktifitas malam Minggu. Sampai distadion kami duduk di bangku taman yg ada disana. Bercengkerama beberapa waktu, kemudian memutuskan ke mall untuk makan.

Jam 10 kami pulang ke kost dengan perasaan bahagia.
Untuk pertama kalinya aku tidur dengannya disampingku. Tak ada apapun malam itu. Aku menahan semua nafsuku, hanya memeluknya. Sesekali kami berciuman tak lebih dari itu.

Bagiku, semua itu lebih dari cukup.

Pagi2 Yulia sudah bangun, dia telah bersiap mengemasi semua barangnya.
Aku mengantarkannya ke terminal, menanti bus yg akan membawa Yulia kekampung halamannya.

Dia mencium tanganku sebelum naik ke atas bus, melambaikan tangannya dari jendela tempat duduknya.

Saat itu, berat sekali rasanya. Tak ada yg lebih menyesakkan dari perpisahanku dgnya.
Aku meyakini perjuangan kami akan sampai ditujuan yg aku inginkan. Dengannya aku bahagia.

Pertemuan kami sebulan sekali terjadi, entah Yulia yg mengunjungiku atau aku yg berkunjung ke kotanya. Semua itu membuatku semakin dalam mencintainya.
September 2009

Masa kuliah semester baru sudah dimulai lagi. Banyak wajah2 yg asing berkeliaran diseputaran kampus, dari penampilannya aku tahu mereka mahasiswa2 baru.

Semester ini aku harus mengulang 5 mata kuliah semester 1. Iya, disemester ke-11 aku masih banyak ketinggalan
Aku jg sudah mulai menyusun skripsi, baru proposal yg disetujui. Selebihnya masih belum terpikirkan.

Setidaknya aku sudah berusaha menyelesaikan kuliahku, mengingat teman2ku sudah banyak yg berguguran putus kuliah karena terlalu nyaman berburu mangsa.
Siang itu aku berdiri didepan sebuah kelas. Menghisap sebatang rokok, menghabiskannya sambil menunggu. Ragu-ragu untuk masuk kedalam, karena takbada satupun wajah yg aku kenal.

Kubulatkan tekadku, melangkah masuk demi menyelesaikan kuliah yg dulu pernah kutempuh.
Aku duduk dibaris belakang, untuk menghindari kontak dg dosen yg bisa dipastikan mengenaliku sebagai mahasiswa semester tua.

Baris belakang masih kosong, mulai terisi ketika mahasiswa yg terlambat berdatangan mengisinya.

Disebelahku duduk seorang gadis dg beberapa temannya.
Gadis itu tak lebih tinggi dari Yulia. Mengenakan blus hitam dan celana jins ketat. Sesekali dia melirikku, mungkin merasa asing denganku.

Aku mengacungkan tanganku ketika dosen memberikan satu pertanyaan dan tak seorangpun bisa menjawab.

Semua mata dikelas itu memperhatikanku.
Ketika aku selesai menjawab dengan benar, dosen itu tertawa. Dia tahu aku semester lanjut, tapi tak mengatakannya.

Gadis disebelahku agak merapat padaku, kemudian bertanya "Mas, kamu kelas apa. Kok kita gak pernah ketemu?" Tanyanya penuh selidik.

"Kelas D" jawabku.

"Angkatan?"
Dia kembali bertanya, aku hanya tersenyum. Dia mengenalkan dirinya, namanya Dita. Dia berasal dari kota S, kota disebelah timur kotaku. Kami ngobrol banyak sekali. Berlanjut hingga didepan kelas setelah kuliah usai.

Awalnya aku tak menaruh rasa apa2, ketika dia meminta nomorku.
Setidaknya aku jd tak asing karena bertemu dengannya. Pikirku lumayan ada teman kuliah.

Hingga tak kusadari ternyata aku sekelas lg dengannya di ata kuliah semester 1 berikutnya.

Kami berjalan bersama menuju kelas, kami duduk berdua dibagian belakang, teman2nya yg tadi tak ikut
Mereka lebih memilih duduk didepan. Obrolan kami makin akrab. Dita anak kedua dari tiga bersaudara. Ayahnya bekerja sebagai pimpinan jawatan kereta api di kotanya. Kakaknya bekerja di bank BUMN dikotanya. Dia masih punya satu adik kecil yg baru menginjak kelas 4 SD.
Dia juga cerita kalo saat ini sedang LDR dg pacarnya, pengalaman pertama yg katanya sulit dijalani.

Aku tersenyum mendengarnya. Aku tak banyak bercerita tentangku. Bahkan aku tak mengatakan semester berapa aku sebenarnya.

Kuliah ditutup dengan pemberian tugas menyusun makalah.
Setiap kelompok berisi dua orang, Dita setuju satu kelompok denganku. Dia baru tahu angkatanku setelah aku menuliskan nomor induk mahasiswaku, "A 320 040 ***".

Usia kami terpaut 6 tahun. Aku seperti kakak baginya.

Kami janjian untuk mengerjakan makalah bersama.
Malam itu aku ke kost Dita. Kost yg sudah tak asing lagi bagiku, kost dimana dulu aku sering menjemput Putri untuk jalan bareng atau kuliah. Kutekan bel pintu, sejenak seorang gadis membukakan pintu. Gadis yg aku kenal, yg pernah mengisi hatiku.

Iya, dia Putri. Dia tersenyum
Wajahnya tak berubah, masih terlihat cantik. Pikiranku melayang terbayang ibunya, masihkah ibunya secantik 4 tahun yg lalu.

"Cari siapa, kirain kamu dah lulus" ucap Putri bertanya. "Belum non, masih ngulang banyak, Dita ada?"

Putri masuk kedalam kost memanggilkan Dita.
Malam itu Dita mengenakan hem flanel kotak2 warna merah dan celana jins hitam. Rambut panjangnya yg hitam lurus tergerai tanpa diikat. Sekilas mengingatkanku dg Yulia.

"Makan dulu yuk mas, nanti cari tempat ngerjainnya. Disini rame orang pacaran biasanya" ajaknya padaku.
Kami berdua berkendara kesebuah warung penyetan, memesan makanan kemudian menyantapnya. Tak lama kemudian kami bergegas menuju kost Sukidi. Hari itu Dani belum balik dari kampung halaman, maklum dia punya usaha dirumah, sering pulang pergi dari kost ke rumahnya tak tentu.
Aku mempersilakan Dita masuk ke kamar Dani. Kemudian menutup pintunya, dia mengeluarkan laptop dari dalam tasnya.

Waktu masih menunjukkan setengah 8. Aku menyusun tugas dengan mudah karena sudah beberapa kali ikut kuliah ini. Dengan cekatan Dita mengetiknya.
Gak lebih dari satu jam makalah 20 halaman tersebut selesai. Dita belum bergegas, sepertinya dia nyaman berada disini.

Dia memutar lagu romantis dari laptopnya kemudian duduk bersandar ditembok. Aku mendekatinya, mengajaknya berbincang. Hingga mata kami saling bertatapan.
Aku mengecup bibirnya, dia tak menolak. Lidahnya mulai bermain manja, menghisap bibirku dan menggigitnya pelan. Aku memeluk tubuh mungilnya, merebahkannya.
Kulepas kancing bajunya satu persatu, menampakkan bra warna ungu yg menopang buah dada mungilnya. Kami terus saling berpagut, payudaranya mulai mengencang. Kutarik lepas bra-nya, menghisap puting mungilnya membuat wajahnya memerah.

Tak butuh waktu lama untuk melepaskan celananya
Iya, baru hari ini aku bertemu dengannya. Pertama kali jg aku bersamanya, tapi seperti sepasang kekasih yg telah lama bercinta kami tak sadar melakukannya seketika.

Aku memasang pengaman dan mulai mengarahkan ke kemaluan Dita yg ditumbuhi bulu hitam lebat.

Kumasukkan perlahan.
Dia menjepit pinggulku dengan kedua kakinya, kugoyangkan pinggulku perlahan sambil terus kulumat bibirnya. Dia tampak menikmati sesekali mendesah dan merintih.

Goyangan pinggulku semakin lama semakin kencang membuatnya menggelinjang dan terengah-engah.
Tangan kanannya memelukku sedang tangan kirinya mencengkeram bantal kuat2. Liangnya begitu hangat dan rapat. Dia memelukku dengan kedua tangannya kemudian melenguh dan menggelinjang.

Tubuhnya bergetar, dia berbisik pelan "Mas, aku keluar". Terus kupacu goyanganku semakin keras.
Dia meronta-ronta. Kuangkat tubuhnya bersandar tembok, kugendong tubuh mungilnya, kakinya mengapit pinggulku. Sambil berdiri terus kugoyangkan pinggulku. Kujilati leher dan telinganya, keringat basah mengalir diantar tubuh kami. Dita mencengkeram tubuhku dg kuat.
Tubuhnya bergetar nafasnya memburu, diciuminya telingaku sambil berbisik "Mas aku keluar lagi". Kubanting tubuhnya kekasur dan terus bergoyang. Tak berapa lama dia merintih "Mas perih, kondomnya dah kering." Aku tersadar.

Malam itu entah kekuatan apa yg merasukiku.
Hampir sejam aku menyetubuhinya, hingga karet pengaman kehilangan daya lumasnya. Kutarik Joni dari kemaluan Dita, melepas pengaman yg sudah tidak nyaman. Sial, aku lupa tinggal sebiji doang yg kubawa, tak ada cadangan.

Tapi permainan belum usai, ah nanggung pikirku.
Kumasukkan lagi Joni keliang kemaluannya, menekuk kakinya keatas. Menghujam dalam-dalam. Dita merintih-rintih tak karuan "Mas, hampir keluar lagi. Terus mas" ucapnya tersengal-sengal. Kupercepat gerakan pinggulku hingga tak tertahan menyemburkan cairan semen kedalam kemaluannya.
Dita mendorong tubuhku, memandangku seakan tak percaya. Kemudian memelukku erat. Menciumi pipi dan leherku, aku membiarkan Joni tetap bersemayam didalam tubuhnya. Membiarkannya mengecil dan keluar dengan sendirinya.

Lelehan sperma mulai keluar dari kemaluannya.
Dengan sigap Dita membersihkan dengan tisu. Aku berdiri mengenakan celana kemudian kembali memeluknya. Dia tak henti2nya menciumku memelukku erat2. Sepertinya dia tak ingin malam ini lekas berlalu.

"Kamu mau bobok disini?" Tanyaku. Dia hanya mengangguk, kupeluk tubuhnya.
Malam itu kugauli dia tiga kali. Bahkan saat subuh menjelang kami masih saling menghela kemaluan kami. Mengadunya dengan hentakan2 dan menikmati sensasinya. Yang tak kusadari aku keluar didalam berulang2.

Pagi itu kuantarkan dia pulang ke kost jam 6 tepat.
Dia mencium bibirku sebelum berlalu kearah gerbang kost. Dia melemparkan senyum manisnya sebelum masuk dan menghilang dari pandanganku.
Pagi itu aku tak berangkat kekampus. Rasanya malas sekali beranjak dari tempat tidur. Waktu menunjukkan jam 9 lewat ketika kuputuskan bangun untuk membersihkan kamar Dani. Merapikannya dan membuatnya menjadi lebih bersih. Jam 11an Dani tiba, dia terkejut melihat kondisi kamarnya.
"Besok2 kalo mau pake kamar bilang ya bos, seminggu sekalian jg gak pa2 deh. Kamarku jadi wangi gini" ucapnya berseloroh. Dani memang tipe mahasiswa yg super sibuk, hanya sekedar membersihkan kamar saja dia tak sempat. Maklum selain kuliah dia jg berwirausaha.
Setelah mandi, aku duduk2 diteras depan kamar Dani. Mengobrol dengannya menikmati sebatang rokok, dia ngajakin ke kampus. Makan dikantin dan kemudian kuliah. Hari itu aku gak ada jadwal siang, setelah Dani meninggalkanku dikantin untuk kuliah aku cuma duduk2 didepan kantin.
Seorang gadis mendekat, duduk disampingku. Bertanya apa aku sudah makan, kemudian mengajakku beranjak dari tempat ini. Tapi aku menolak, capek kataku.
Frida mengernyitkan dahinya ketika melihat hari ini aku tampak tak bersemangat. "Kamu sakit?" tanyanya.
"Ayo kekost temenmu, biar aku kerokin kamu" ajaknya. "Gak usah, aku cuma belum tidur dari semalam" jawabku. Frida memesan teh panas untukku, sebenarnya hari ini kami gak janjian ketemu. Mungkin dia gak ada jam kuliah jg siang ini.

"Kamu gak main sama cowokmu?" tanyaku padanya.
"Lagi males, pengen main sama kamu" sambil tersenyum tersipu. Aku paham kemana arah tujuannya bicara, tapi hari itu aku benar2 malas. Rasa letih semalam begadang membuatku kehilangan nafsu. Frida berlalu setelah dia menerima telepon, mungkin dari cowoknya.
Serombongan mahasiswa lewat didepanku, salah satu dari mereka menghampiriku kemudian duduk disampingku. "Gak kuliah mas?" tanyanya membuka percakapan. "Capek" jawabku. "Kamu sih kebanyakan" ucapnya sambil tersenyum. "Udah makan?" tanyanya sambil memegang tanganku. "Udah barusan"
Kami ngobrol disitu lumayan lama. Terkadang gelak tawa menghiasi percakapan kami. Sesekali kami membahas pergumulan kami semalam, kemudian aku baru tersadar kalo semalam aku keluar didalam berkali2. Tak tampak diwajah Dita sedikitpun kecemasan.

"Ya kalo hamil nikah dong" ujarnya
"Maksudnya nikah sama pacarmu?" tanyaku. "Yaiyalah, sama siapa lagi" jawabnya. Agak lega ketika mendengar jawaban itu.

Kami berdua tak tahu hubungan apa yg kami jalani. Tak ada cemburu diantara kami, bahkan saat aku bilang "eh temenmu cantik ya udah punya pacar belum?"
Dita menjawab dengan lengkap, bahkan menawarkan nomor telponnya dan bersedia mengenalkannya. Padahal aku hanya bermaksud menggodanya. Okelah kalo memang cuma HTS. Toh setiap waktu kami bisa sama2 saling memuaskan.
Suatu malam ada nomor tak dikenal menelponku, suara laki2 yg tak dikenal. Dia mengancamku untuk menjauhi Dita. Dengan sombong dia bercerita kali dia yg sudah merenggut keperawanannya, aku ketawa. Iya, kenapa musti marah.

Aku cuma bilang, keperawanan gak penting bagiku.
Yang penting adalah seberapa besar kita membahagiakan pasangan kita. Gak cuma sekedar melampiaskan nafsu. Aku bisa membuatnya berkali2 orgasme dalam satu persenggamaan. Mungkin itu yg gak bisa kamu lakuin jelasku.

Pria itu semakin emosi, memaki & mengancamku.
"Biar Dita yg putuskan, aku yg harus menjauh atau dia yg mengakhiri hubungan kalian" jawabku memberikan solusi. Dia menutup telepon tiba2.

Sore itu aku ke kost Dita, dia meminta maaf atas kelakuan pacarnya. Didepanku dia putusin pacarnya saat itu jg.

Dia menyandarkan kepalanya.
Terlihat sangat bahagia.

Dita menyarankanku cari kost sendiri, dia siap membayar semua biayanya. Bahkan, dia memberikanku sebuah HP, yg hanya berisikan nomornya.

Malam itu jg aku cari kost. Daerah yg agak jauh dari kampus. Kostnya bebas, meskipun belum ada kamar mandi dalam.
Aku ngambil kamar paling depan, kamar dilantai 2 dekat dengan tangga naik. Biaya sewa bulanannya tergolong murah, 180rb perbulan. Dita mengeluarkan dompetnya membayar full untuk 6 bulan.

Aku cuma diam melihat tindakannya. Entah apa yg dipikirkan anak ini.
Malam itu setelah mengantarkan Dita balik ke kostnya aku meluncur ke kost Sukidi. Aku mengambil beberapa barangku yg kasih kutitipkan disana.

Oh iya, Sukidi belum tahu kalo aku menjalin asmara dg Dita, yg dia tahu aku sudah balikan dg Yulia.
Malam itu aku belum menggunakan kamarku, aku masih pulang kerumah. Entahlah, aneh rasanya tidur ditempat yg masih asing.

Sebenarnya jarak kampus dari rumahku tak lebih dari 5 km, makanya aku tak pernah berpikir untuk indekost.

Hal ini kulakukan semata2 mengikuti kemauan Dita.
Siang itu Dita menemaniku ke kost baru. Membantuku membersihkan kamarku, kemudian dia mengajakku ke toko elektronik yg tak jauh dari kampus. Dia membelikanku TV 14 inch sekaligus antenanya. Buat hiburan biar kamu gak suntuk katanya.

Aku mulai akrab dengan beberapa tetangga kos
Aku sering diajakin futsal, setelah mereka tahu kalo aku lumayan jago main futsal.

Setiap pagi Dita datang membangunkanku, tak lupa membawakan makanan untuk sarapan.

Setelah itu seringkali aku menemaninya kuliah, atau kadang kami bercinta hingga lupa waktu.
Tanpa sepengetahuan Dita beberapa kali aku memasukkan cewek lain ke kamar kost ku, termasuk Frida & Yulia. Tentu saja saat Dita sibuk kuliah atau pulang kampung.

Satu hal yg kutahu, di ATM Dita ada duit banyak bgt, lebih dari 20jt. Maklum ortunya kaya.
Dia gak pernah ambil pusing soal duit, seringkali membelikanku berbagai macam barang. Kaus, baju, sepatu dan macam2 barang lainnya.

Makan, nonton, sampai rokokku dia yg bayar. Kalo mau jujur, dia cewek idaman bgt.

Dita gak pernah minta apapun padaku.
Yang jelas, nafsu seksualnya tinggi banget. Gak liat waktu, kadang gak liat tempat juga. Tapi untungnya aku udah ada tempat kost sendiri, jadi gak perlu pusing cari tempat melampiaskannya.

Dita jg model cewek penurut, dia pernah kusuruh beli kondom diapotek depan kampus.
Aku aja yg cowok kadang malu, dengan santai dia nyelonong masuk kemudian nunjuk ke salah satu bungkus kondom dan berlalu begitu aja setelah membayarnya.

Kadang aku mikir, cewek ini kayaknya lebih siap berumah tangga. Mungkin dari segi finansial aku gak akan kekurangan.
Dia jg gak ribet & kebanyakan protes, cenderung penurut.

Lama2 aku ngerasa jatuh cinta padanya. Tapi masih bingung, takut kehilangan Yulia tentunya.

Tiga bulan berlalu dengan cepat, entah berapa ratus kali aku bercinta dg Dita. Puluhan gaya udah aku praktekkan dengannya.
Kadang aku merasa bosan, hanya saja gak enak untuk menolak ajakannya.

Bagaimanapun dia yg menghidupiku selama 3 bulan ini. Bahkan SPP kuliahku kemarin dia yg bayarin.

Aku sempat beberapa kali mengajaknya kerumah, mengenalkannya dg ibukku. Dia pintar mengambil hatinya.
Tapi ibukku lebih cocok dengan Yulia, yg lebih dulu kuperkenalkan pada ibuk. Katanya dia pilihan terbaik untukku.

Entah apa yg ibuk lihat dari mereka berdua, tapi aku percaya pada ibukku.
Sebentar lagi tahun baru menjelang. Aku sepakat menghabiskan malam tahun baru dg Yulia, kami berencana ke kota gudeg. Bermalam dirumah Sukidi kemudian jalan2 disepanjang Malioboro.

Dita jg punya rencana tahun baru denganku, tapi aku menolaknya.

#MutualanAjaDuluSiapaTauJodoh
Beralasan aku dan teman nongkrong ada acara di Jogja. Aku melihat wajahnya tampak kecewa, tapi aku lebih memilih Yulia. Karena rinduku sudah tak terbendung lagi.

Aku masih belum tahu, bagaimana cara mengelabui Dita jika nanti dia memaksa ikut.

#MutualanAjaDuluSiapaTauJodoh
Malam tahun baru jatuh dihari Kamis, rencananya Yulia akan ke kotaku siang hari kemudian melanjutkan perjalanan ke Jogja denganku sore harinya.

Rencana sudah kami susun matang.

Sukidi jg sudah menyiapkan semua keperluan kami sesampai dirumahnya.

#MutualanAjaDuluSiapaTauJodoh
3 hari sebelum hari H, aku sudah berusaha menghindari Dita. Sementara aku gak tidur dikost, bahkan gak nginjak kampus sama sekali. Dita seringkali SMS, kangen katanya. Tapi aku menyuruhnya bersabar, dengan alasan masih ada urusan dirumah.

Pernah dia bertanya apa aku ada yg lain.
Sepertinya dia merasa, kalo aku sedang menjauhinya. Bukan hal yg salah karena sesungguhnya memang itu yg sedang aku lakukan.

Berusaha lepas darinya, agar tak kehilangan sesuatu yg sungguh2 kucintai.

#MutualanAjaDuluSiapaTauJodoh
Tepat di hari Kamis, jam menunjukkan pukul 11 ketika Yulia tiba dikampusku. Aku sengaja menjemputnya di pertigaan depan kampus, dia naik motor barunya.

Kami meluncur ke kost Sukidi, sepanjang perjalanan aku tak melepas helm maupun maskerku.

Aku takut sewaktu2 Dita melihatku.
Yulia beristirahat dikamar Dani, rencananya jam 3 kami baru akan meluncur ke Jogja.

Tak lupa kublokir nomor Dita di HPku, HP pemberiannya kumasukkan dalam tas. Bodohnya tak kutinggalkan saja HP itu dirumah.

Jam 3 tepat kami berempat meluncur ke Jogja. Sukidi boncengin pacarnya.
Motor Yulia kutinggalkan dikost Sukidi, dia memboncengku.

Perjalanan sekitar 1,5 jam, jalanan padat merayap mungkin karena mendekati hari libur panjang.

Sesampainya dirumah Sukidi kami beristirahat, menunggu malam tiba. Selepas Maghrib kami berempat beranjak.
Putar2 disekeliling Jogja untuk cari makan. Bencana berawal disini. Ketika selesai makan, aku mencari2 dompetku yg tak berada dicelanaku.

Kami menyusuri jalan yg telah kami lalui, berharap menemukan dompetku. Malam tahun baru kali ini akan menjadi malam tahun baru terburukku.
Kami balik kerumah Sukidi, Yulia membantuku membongkar tas, karena dia mengira dompetku ada ditas. Namun naas, yg ditemukannya malah sebuah HP.

Dia bertanya padaku, HP siapa ini. Aku jawab, kayaknya punya adikku karena tas yg kubawa adalah kepunyaannya.

Yulia tak percaya.
Dia mengorek isi HP, membuka pesan masuk dan keluar. Hanya ada satu kontak, tololnya tak ada satupun smsku dg Dita yg kuhapus.

SMS ajakannya bercinta, SMS-nya tentang telat datang bulan ataupun SMS tentang kunjungannya kerumahku. Semuanya masih lengkap tak terkecuali.
Tangis Yulia pecah, dia lemparkan HP itu ke aku. Dia masuk kekamar yg rencananya kami pakai menginap, menguncinya dr dalam dan menangis meraung2.

Sukidi hanya memandangiku, dia mengajakku ke teras rumah. "Malam ini kayaknya kita gak usah keluar dulu" ucapnya sambil merokok.
Dari kejadian ini Sukidi tahu kalo ternyata aku menjalin hubungan dengan Dita. Setelah kujelaskan panjang lebar dia tampak menghela nafas kemudian berujar "Masalahmu berat, belajarlah menerima keadaan". Aku cuma terdiam, berusaha mencerna semua perkataannya.
Pagi2 buta kami kembali kekotaku, Sukidi masih menghabiskan liburannya dirumah dia & pacarnya gak ikut balik.

Sepanjang perjalanan Yulia cm diam tak bergeming, begitu juga ketika sampai dikost Sukidi. Matanya berkaca2, tanpa sepatah kata dia pergi begitu saja.
Tanpa kusadari semalam ketika didalam kamar Yulia menghubungi Dita. Entah kapan dia menghafal nomornya, tapi memang insting wanita tak bisa dibohongi.

HP pemberian Dita sudah hancur berantakan. Kubuka blokir nomornya diHPku. Beberapa pesannya masuk.

Dia gak marah, sama sekali.
Siang itu kutemui dia dikostnya, matanya memerah sepertinya semalaman menangis.

Dia duduk disampingku, memeluk lenganku erat2 seperti tak mau melepaskannya.

"Mas, aku gak mau pisah." Ucapnya merajuk. Aku hanya diam, menyulut sebatang rokok dan menghisapnya dalam2.
Kuceritakan padanya semua kisahku dg Yulia, dari awal hingga hari ini. Dia mendengarkan sambil terus terisak.

"Jadi mas beneran mau tinggalin aku untuk dia" Tanyanya lagi. Aku hanya mengangguk, padahal belum tentu Yulia akan menerimaku lg setelah kejadian ini.
"Mas, maafin aku. Semalam aku tahun baruan dg teman. Aku gak bilang sama mas." Ujarnya sesenggukan. Aku terkejut mendengarnya.

"Setelah tau mas pergi dg Yulia pikiranku kalut, aku ikut minum2 mas" tambahnya. "Maaf ya mas aku gak sadar semalam temanku nidurin aku" ucapnya.
Aku bergeser menjauh darinya, tak pernah aku merasa sehampa ini.

Aku pergi tanpa berpamitan, kutinggalkan kunci kamar kost ku ditangannya. Air matanya semakin berderai.

Kustarter motorku, sebelum pergi kuucapkan terima kasih padanya.
Kucoba berkali2 menghubungi Yulia, tapi tak ada tanggapan. Malam itu rasanya enggan untuk pulang. Masih ada uang pemberian ibunya Sukidi sebelum berangkat tadi pagi.

Aku meluncur ke toko mbak cantik, membeli sebotol besar Ciu Bekonang. Kutuju kost komat berharap mereka gak mudik
Kami menghabiskan malam itu berpesta, beberapa teman komat yg masih asing turut serta. Salah satunya Koko. Pemuda berasal dari kota S, tempat Yulia menempuh kuliah. Kami ngobrol akrab setelah tahu aku sering berkunjung ke kotanya.

Malam itu berbotol2 minuman kami tenggak.
Mencoba menghapuskan segala kepedihan dihatiku.

Benar kata mereka, apapun masalahnya Ciu Bekonang solusinya.
Selama dua bulan ini aku gak menyentuh wanita sama sekali. Mabuk-mabukan menjadi agenda rutin. Hingga tinggal kami bertiga yg bertahan Komat, Gombloh & aku. Hidup seperti koboi.

Gak ada lagi kesedihan yg kurasakan, tapi selalu ada ketakutan keluar dr sana. Takut kenangan2 itu.
Kenangan2 bersama Yulia yg selalu membayangiku. Menghantui dalam sadarku.

Ketika hal itu datang lagi, hanya Ciu yg mampu menghapusnya.
Siang itu aku beranikan diri mengirim SMS ke Yulia, sekedar bertanya kabar tentangnya.

Aku terkejut ketika ada balasan darinya.

Aku minta ijin menelponnya, tapi dia menolak. Aku tak memaksa, sudah cukup mendengar kabar tentangnya yg baik2 disana.
Kami masih sering berkirim SMS, meskipun tak sesering dulu. Satu waktu kuberanikan menelponnya, lewat tengah malam. Seperti biasa kulakukan dulu, tak kusangka dia mengangkatnya.

Dia bercerita panjang lebar tentang usahanya melupakan aku, tapi tetap tak bisa. Sulit katanya.
Mungkin hal itu jg yg menggerakkannya untuk memberiku kesempatan sekali lagi.

Aku tak mau buru2 kali ini, biar saja kami jalan sendiri2 dulu.

Kubiarkan dia melupakan kecewanya padaku.
Malam itu Yulia telepon, tak biasanya dia telepon jam segini. Menangis tersedu dia bercerita, motornya hilang ketika diparkirkan di depan kost. Dia begitu panik, kemudian berkeluh kesah bahwa akhir2 ini kesibukannya KKN membuatnya sangat membutuhkan motor.

Aku ikut bingung.
Kebetulan beberapa hari yg lalu Koko main kekost komat, katanya dia butuh tenaga untuk usahanya. Kerjaannya jadi front desk dioutlet clothingnya.

Singkat kata kuhubungi dia, dia menerimaku begitu saja. Terpaksa aku harus meninggalkan kuliahku, yang sudah masuk tahap skripsi.
Ketika aku katakan ke Yulia aku segera kerja didekatnya, dia tampak bahagia. Tujuanku simple, saat aku kerja motorku biar dipakainya. Jadi bisa meringankan kesibukannya waktu KKN.

Kujalani pekerjaan itu dengan senang hati, ya pengalaman pertamaku bekerja full time.
Gaji yg kuterima tidak besar, tapi tujuanku memang bukan itu. Dekat dengan Yulia saja aku sudah bahagia, meskipun hanya dimalam hari kami dapat bertemu.

Biasanya aku berangkat jam 8 pagi, menjemput Yulia dikostnya. Kemudian dia akan mengantarkanku keruko tempatku bekerja.
Biasanya sore menjelang Maghrib dia akan menjemputmu ditempat yg sama. Setelahnya kami menghabiskan waktu hingga gerbang kost tutup jam setengah 10.

Aku tidur dirumah yg disediakan Koko. Agak lumayan jauh, sekitar 10 km dari ruko tempatku bekerja.
Sebenarnya Yulia KKN tak begitu jauh dari kampusnya, sekitar 20km. Jadi dia tak perlu menginap dilokasi KKN. Tapi mobilitasnya sangat tinggi, melakukan penyuluhan kesehatan sesuai jurusannya.

Sebulan berlalu saat Yulia dibelikan motor yg baru. Tapi aku masih nyaman disana.
Jadi tak ada alasan untukku resign. Lagipula banyak ilmu yg kudapatkan dari bekerja ditempat itu.

KKN Yulia berakhir di bulan ketiga aku bekerja dikotanya. Semenjak itu kadang dia main keruko saat makan siang, membawakan makanan atau mengajakku makan diluar.
Diruko itu hanya ada 3 pegawai. Dedy mahasiswa yg parttime, dia datang jam 1 siang. Danang bagian marketing yg sering keluar untuk bertemu klien. Sedang aku bekerja difront office, kerjanya cuma duduk2 didepan komputer buka & kirim email, cek webiste dll. Kadang meeting dg tamu.
Dari Danang aku belajar banyak hal. Salah satunya desain, yg nantinya akan sangat bermanfaat untukku.

Dedy anaknya ramah, dia tergolong cerewet untuk ukuran cowok. Kebalikannya, Danang type orang yg gak ngomong kalo gak ditanyain. Tapi kalo liat cewek, dia jadi hyperaktif.
September 2010

Kuliah semester baru sudah dimulai, saat ini aku disemester 13. Skripsiku tinggal menyisakan bab 4 & 5 saat kutinggalkan. Ibukku sering menelpon, sekedar menanyakan kabar atau memintaku menyelesaikan kuliah. Awalnya aku masih punya banyak alasan.
Tapi semuanya jadi mentah ketika Yulia sudah memastikan wisuda dibulan Desember. Ya, selalu saja ibuku mengingatkanku kalo Yulia itu adik tingkatku selisih 3 tahun. Dia aja sudah mau lulus. Kalo dia sudah lulus bukankah aku harus siap2 meminangnya.

Betul jg kata ibuku.
Kuberanikan diri meminta resign. Koko menerimanya, dia jg bilang kalo sudah lulus & bingung mau kerja dimana dia siap menerimaku kembali dg tangan terbuka.

Aku mengucapkan banyak terima kasih atas semua bimbingannya.
Kembali ke aktivitas kampus kali ini aku lebih teliti & menyiapkan segala sesuatunya. Semester ini aku setidaknya harus menyelesaikan 7 mata kuliah sekaligus merampungkan skripsi.

Sudah tidak ada waktu lg untuk main2.
Senin & Selasa kuhabiskan waktuku mengikuti perkuliahan, Rabu hingga Sabtu kuhabiskan untuk mengerjakan skripsi & konsultasi dg dosen pembimbing. Kadang aku berada dikampus hingga malam.

Anehnya meskipun maru tahun ini rata2 cantik, tak ada satupun yg memikatku.
Ada yg unik dari kuliah semester ini, setidaknya ada dua mata kuliah yg diampu oleh teman seangkatanku. Mereka agak sungkan, tapi melihat semangatku mereka tampaknya bersimpati.

Bisa dibilang semester cuma di semester ini aku benar2 kuliah, gak cuma main2 seperti sebelumnya.
Sudah tak pernah lagi kusentuh alkohol barang setetes. Main cewek jg bisa dibilang nihil. Bahkan Sukidi sampai heran denganku, maklum dia jg belum kelar ngerjain proposal skripsi. Sebagai balas budiku aku membantunya dalam pengerjaan skripsi.

Teman2 nongkrong sudah habis.
Rata2 sudah wisuda tahun lalu atau paling lambat semester kemarin. Sebenarnya bukan hal yg membanggakan menyelesaikan kuliah hingga 6,5 tahun.

Tapi mengingat semua teman SMA-ku yg dulu masuk dijurusan ini tak satupun menyelesaikan kuliah aku jd sedikit tenang.
Saat pembagian KHS dibulan Desember, dari 7 mata kuliah yg kutempuh 6 diantaranya mendapat nilai A+, nilai yg sempurna. Begitu jg skripsiku.

Hanya satu mata kuliah aku dapat B+, dan itu mata kuliah yg diampu salah satu teman seangkatanku.

Sialan emang dia.
Setelah menyelesaikan administrasi dan semua syarat wisuda, aku memastikan diri wisuda dibulan April tahun depan.

Sabtu ini aku akan menghadiri wisuda Yulia di kota S. Untuk pertama kalinya bertemu orang tua & saudaranya.

Sebuah hal yg membanggakan mendampinginya wisuda.
Yulia diterima dibsebuah bank swasta di kota K, kota disebelah barat kampung halamannya.

Aku sadar jarak kami akan semakin jauh. Tapi sekarang aku bisa menemuinya dirumahnya, karena ortunya sudah merestui hubungan kami.

Setiap Sabtu sore aku berkunjung kerumahnya.
Seringkali menginap disana, tentu saja dikamar tamu yg sudah disediakan oleh ortunya. Bapaknya salah satu yg paling dekat denganku, tiap kali berada dirumahnya tak jarang kami mengobrol hingga larut malam. Bertemankan rokok dan secangkir kopi.

Bapak Yulia seorang pensiunan PNS.
Kedua kakak perempuan Yulia tinggal jauh dari ortunya. Yang pertama di Jakarta, yg kedua di Kebumen mereka mengikuti suami mereka masing2.

Bapaknya sempat berkata, kalo nanti kami sudah menikah beliau berharap kami tinggal disini saja.

Sebuah permintaan yg berat tentu saja.
Dengan wisuda maka berakhir sudah sepak terjangku dikampus ini.
Kuselesaikan lembaran penuh kisah luar biasa.

Sebuah universitas tak hanya memberikan selembar ijazah & titel dibelakang nama kita. Namun, disana kita bisa menemukan berbagai cerita tentang anak manusia.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with sedotan

sedotan Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(