My Authors
Read all threads
- SEBUAH UTAS -

Dari kejadian nyata 30 hari tinggal seorang diri di rumah kost dengan berbagai "gangguan" hampir setiap malam.

Bantu RT dan tinggalin jejak ya, besok malam aku mulai bercerita di thread ini.
Foto hanya ilustrasi semata, karena ini cerita tahun 2013, rumah di bukit kecil dekat dengan sungai serayu di Banjarnegara.
Oke baik cek ombak dulu, mana nih bantu share RT yaaaa
Cerita ini bermula saat aku memutuskan untuk mencari kerja pada 2013 silam, bermodalkan niat dan fisik yg gak good looking akhirnya temanku Wan menawarkan pekerjaan di daerah Banjarnegara.
Bawaanku tak berat,hanya baju dan sedikit kenangan pahit mengiringi jalanku menuju kota yang lekat dengan wisata dieng ini, 2 jam lebih dari kota asal sampailah di alun-alun Banjarnegara untuk rehat makan.
"Masih jauh wan?" Tanyaku.
"Nggak bar, nanti kita langsung cari kost ya,duitmu ada kan buat kost?"
Jawab Wan penasaran.
Tampang dan dompetku saat itu memang sedang akur mirisnya, dengan jurus melasku aku menjawab.
"Uangmu dl wan nanti gajian tak bayar hhe"
"Oalah yo wes" balas Wan singkat.
(Oalah yaudah)
Ternyata lumayan juga dari alun-alun sampai akhirnya ada warga yg menunjukan rumah yg menerima kost-kostan dekat dengan tempat kerjaku nanti. Oh iya aku kerja bareng Wan di usaha peternakan ayam potong milik keluarganya.
Ketukan pertama pintu rumah cukup untuk penghuni rumah membukakan pintunya dan terlihat sosok ibu yg sudah tua terlihat dari kerutan wajahnya mempersilakan kami buat duduk, seperti sudah tahu kalau kami adalah calon penghuni rumah kostan ibu ini.
Namanya Bu Sum, raut mukanya sangat ramah menerima kami sebagai tamunya.
"Cari kosan mas?" Tanya Bu Sum.
"Nggih bu.. yg kosong ada brp kamar?"
"Semua lagi kosong kok mas, mau dua kamar?"
"Iya bu.." Kompak kami menjawab.
"Bentar ibu bikin teh dulu ya"
"Oh iya makasih bu.." jawab kami
Bu Sum melipir ke dapur membuatkan kami dalgona coffee, eh teh anget maksudnya.
"Wan rumahnya kecil gini kamar kostnya yg mana to?" Tanyaku penasaran memperhatikan rumah bu kost yg aku yakini hanya memiliki dua kamar tidur.
"Ndak paham aku, tanya aja nanti"
Mataku kemudian berhenti melirik seisi rumah setelah bu Sum datang membawakan dua cangkir teh hangat.
"Minum dulu mas, kalau kost ada 5 kamar, yg dua sekat kayu bukan tembok permanen, sewa 150rb per bulan satu kamar gpp kalau mau berdua" bu Sum melanjutkan.
Murah sekali pikir kami, rasa penasaranku makin besar, dimana letak kamar itu?
" Kamarnya yg mana ya buk..?" Tanyaku.
Bu sum tersenyum dan berdiri dari duduknya.
"Rumah kost ibuk bukan disini tapi jalan keatas lagi 200 meteran, ibu anter sekarang biar tahu ya"
Kami berjalan kaki ke arah rumah kost itu, sampai tiba di jalan setapak dengan tapak batu kali di kebun yang lebih terlihat seperti bukit kecil dengan rumah tua yg cukup besar, ya itulah rumah kost bu sum, yg seperti sengaja memisahkan diri dari gerombolan rumah warga dibawahnya.
"Ini kebun ibuk, ditanami biar ijo, rumahnya kayak gini mas, lihat dulu aja dalamnya"
Setelah sedikit mendaki sampailah kami di depan rumah tua bu sum, tidak terlalu terawat, tapi masih layak untuk ditinggali orang gak punya duit kayak aku.
"Ini dalamnya, kamarnya pilih aja, ada dapur di belakang sebelah kamar no 5, gimana mas?" Bu sum menawarkan.
"Gmn wan? dua kamar yo murah, cocok kan?" Bisikku pelan pada wan untuk memastikan.
"Ya okelah, udah capek jg cari yg murah" jawab wan.
Bu sum terus tersenyum dan akhirnya kami mengiyakan untuk tinggal di rumah tua ini.
Kami bergegas turun kembali ke rumah Bu Sum, motor selalu dititipkan di garasi rumah bu kos, hanya kunci gerbang bu Sum dan kunci rumah tua itu yg diberikan.
HARI KE 1

Halaman depan dipenuhi tumbuhan dan pohon pisang sampai jambu, jalan setapak untuk turun ke rumah warga hanya ditandai batu batu sungai serayu yang tidak jauh dari rumah ini, suara sungai jg terdengar, hari itu juga kami bersihkan seisi rumah dan sedikit tumbuhan liar.
Tak terasa senja datang, lagu peradaban berdendang, eh ngga gitu maksudnya azan maghrib berkumandang.
Wan sedang serius menerima telepon dari entah siapa, aku memutuskan untuk lebih dulu mandi.
"Bar, aku diterima kerja di sekolah di Bawang, sebulan dikasih kost deket sana dulu, aku nggak jd kerja sama bapakku, kamu gpp sendirian to?" teriak wan dari balik pintu kamar mandi.
"Gpp wan, terus kpn mulainya?" Jawabku.
"Aku abis isya balik dulu ke karangkobar, ngambil berkasku bar.."
"Lah terus gak nginep dulu disini? Langsung pulang dulu?" Jawabku setelah keluar dari kamar mandi.
"Dadakan og bar.. "
"Yowes Wan rejekimu iku"
(Yasuda Wan Rejekimu itu)
Wan pulang dengan motor dan tas bajunya, aku lapar dan memutuskan untuk turun ke bawah mencari makan malam, sesampainya di kamar kost, aku mematikan lampu tengah, dan mengunci kamar untuk tidur.
Mataku mulai kupaksa terpejam istirahat tapi kupingku merasa terganggu, pukul 10 malam aku mendengar suara nafas berat, seperti nafas yang lelah atau mungkin nafas orang sakit.
Jarak rumah tetangga paling dekat sekitar ada 100 meter, suara itu masih terdengar teratur, kalaupun suara ngorok? Orang macam apa yg ngoroknya kayak toa masjid?
Semakin ku cari suara itu seperti ada di kamar no 1, ku dekatkan kupingku di pintu kamarku no 5. Dan suara itu terdengar..

"Hhhhhhhhrrrr" "hhhhhrrrr"
Pikiranku mulai menerka-nerka penasaran, mulai samar tapi cukup lama, sampai suara itu berhenti dan hilang dan sekembalinya berselimut aku sampai tak sadar tertidur pulas malam itu.
Lanjut! :((
HARI KE 2

Kerja di hari pertama, aku menaiki motorku dan bergegas ke peternakan ayam usaha milik orang tua Wan, harapanku hari ini Wan bekerja bersamaku tapi Wan sudah dapat pekerjaan yang dia impikan dari awal ya daripada mengurusi bau ayam di peternakan kan pikirku.
Jam pulang kerjaku tepat sebelum maghrib untuk sampai rumah kost, jadi setiap pulang ke kost yang aku lihat ya rumah tua besar yang masih gelap sebagai tempat tinggal ternyamanku saat itu, ingin mengeluh tapi sadar aku miskin.
Sebelum masuk rumah aku harus memutar kran air di halaman rumah, kemudian harus mematikan kembali esok harinya sebelum berangkat kerja, itulah satu-satunya peraturan dari bu Sum selaku pemilik rumah kost ini.
Menyalakan lampu ruang tengah, melepas pakaian dan kemudian bergegas ke kamar mandi, baru seperempat ember kecil air tiba-tiba kran mati, dengan handuk yg kuikatkan di tubuh aku berjalan ke luar rumah memastikan aku sudah memutar kran halaman rumah dengan benar.
Sampai halaman depan kran yg bersebelahan dengan pohon jambu itu ku cek kembali, aku jongkok dan bingung kenapa kran memutar off perasaanku td aku sudah putar ke arah On. Sekeliling pemandangan hanya pohon pisang,kelapa dan sedikit pohon singkong yg ditanam ibu kost.
Kuputar kembali kran itu lalu ku berdiri bergegas melanjutkan mandi, baru satu langkah aku merasa ada yg mengawasi dari balik batang besar pohon pisang yg sedang berbuah, ku lihat seksama tidak tampak apapun, aku melanjutkan langkahku.
Tiga langkah lagi ku menginjak teras rumah, tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki cepat, aku berdiam sejenak memastikan tapi semakin lama diam langkah itu semakin menghampiri dan..
Terdengar sangat jelas itu langkah kaki seperti dari balik pohon pisang
Sontak kulanjutkan masuk rumah kost dan menutup dengan sedikit membanting pintu tanpa membalikan badanku, suara apa itu pikirku, kemudian suara itu hilang seketika setibaku di dalam rumah.
Di dalam rumah aku teralihkan dengan suara ember yg sudah penuh dengan air, ku lanjutkan mandiku dan kemudian tidur di hari keduaku di rumah kost tua ini, sesekali suara tikus terdengar dari genting rumah ini.
HARI KE 3

Aktifitasku masih sama, aku mulai bersiap bekerja dengan keadaan penasaran dengan suara langkah semalam, langkah menyeret itu ku cek kebenarannya, mungkin ada bekas tapaknya tapi di sekitar pohon pisang tidak ada tanda apapun, heran aku.
Aku lanjut agak malaman ya, perutku lapar hmm :/
Setibaku dari kerja aku memarkirkan motorku di garasi rumah Bu Sum, kemudian lekas berjalan kaki kembali ke kost, belum jauh Bu Sum memanggilku, satu kresek kecil jajanan pasar diberikannya untukku makan, oh baiknya pikirku senang.
Jalan setapak ke atas rumah kost terlihat ada yang asing, susunan batu seperti bertambah, tapi laparku mengacuhkan rasa penasaranku lagi, ku nyalakan kran dan hari itu berlalu begitu saja.
HARI KE 7

Hari ke 4 sampai 6 tidak ada apapun yang terjadi semua berjalan lancar, sampai aku sadar bajuku sudah habis, aku harus mencucinya tapi karena masih malas aku bekerja memakai baju kemarin, hmmm bau tai ayam.
Sepulang bekerja hari itu aku mampir dahulu ke warung untuk membeli tali rafia, ku ikatkan pada pohon jambu dan kelapa akhirnya aku bisa menjemur pakaianku nanti, aku tidur dan kusetel alarm saat subuh tiba.
HARI KE 8

Alarm azan subuh bunyi dari hapeku yg miskin fitur, aku terbangun dan bergegas shalat, selepas itu aku mencuci beberapa pakaianku dan kemudian langsung menjemurnya di tali yang kuikatkan malam lalu.
Ku jemur satu persatu pakaianku, pagi itu masih gelap, suara sungai terdengar dan tiba-tiba badanku terasa panas dibagian leher sampai punggungku.
Tapi seketika berangsung hilang dan aku kembali ke dalam rumah.

Aku menyapu kamar sampai ruang tengah, saat aku hampir membuka pintu, tiba-tiba dari jendela ruang tengah aku melihat sesuatu yg berayun.
Berayun di tali jemuran, kain putih panjang yang berayun seolah angin ada, siapa yang ikut menjemur subuh-subuh pakaian yg terlihat seperti mukena itu? Melihat itu aku lari ke dalam kamarku.
Aku merinding, pikiran mulai kacau, aku paksa tidur sebentar tapi susah, sampai sinar matahari mulai terlihat dan aku bergegas mandi untuk pergi bekerja.
Pikiranku masih ingin percaya kalau subuh tadi hanya mukena yg dititipkan warga saja tapi setelah pintu rumah ku buka, kain itu sudah tidak ada, pakaianku jg masih basah, entahlah sosok apa yang kulihat tadi..
1000 likes lanjut hari berikutnya sampai beneran ditampakin wujud, ngetiknya gemeteran asli, bantuin dong share 🙏
Sebenarnya mau lanjut sekarang tapi kepala masih pusing dan mual, demi apapun ini, sabar yah, thank you dukungannya🙏
Sebelum lanjut nanti malam, aku titip jajanan Bu Sum, larisin ya.
Hari ini pekerjaanku tidak terlalu banyak, bosku menyuruhku untuk pulang lebih awal tepatnya pukul 2 siang, tidak berpikir lama ku bergegas pergi, kali ini perutku minta diisi, dengan motorku yang sudah minta diservice aku pergi ke pusat kota.
Tepat di kedai bakso favorit warga Banjarnegara aku memarkirkan kendaraanku, aku pesan satu mangkok dan es teh manis, ponselku berdering , mamaku menelepon.
"Assalamualaikum mas"
"Walaikumsalam mak,,"
Kami berbincang saling bertanya kabar, ku tanyakan masakan mama apa kala itu, kemudian mamaku seolah tahu aku sedang 'terganggu'
"Mas, akeh ndonga, aja ngelawan ger ana sing ganggu,aja tukaran, sabar bae mama dongakna selamet " ucap mamaku lirih khawatir.
(Mas, banyak doa, jangan ngelawan kalau ada yg ganggu,jgn berantem,sabar aja mama doakan selamat)
"Iya mak,amiin" jawabku singkat.
Semangkuk bakso yg datang menghampiri mengakhiri percakapanku,bakso Banjarnegara di kedai ini enak sekali, ingin pesan lagi tapi aku gak mau besok berakhir lapar dan ngemil kerikil, akhirnya ku urungkan niatku dan kembali ke kost, duitku entek su.
Pukul 4 sore aku sudah sampai di kamar kost, kost kamar nomor 5,kamar kost dengan ukuran paling kecil tapi paling dekat dengan dapur dan toilet, untuk sendiri di rumah ini,kamar no 5 adalah suatu privilege bagiku.
Lelahh,kenyang,rebahan dan mendengarkan radio dari ponselku adalah cara terbaik untuk cepat tidur, yap..aku tertidur pulas sore itu dalam keadaan belum ganti baju dan mandi.
Malam itu sunyi sekali, bahkan hewan malam tidak terdengar sama sekali, entahlah hanya suara angin malam dan mungkin dengkurku.
Sampai tiba-tiba suara lain ikut hadir dalam satu sunyi yang benar hening malam itu.
"Srekkk sreekkkk"

suara sapu lidi di ruang tengah sedikit membangunkan tidurku, aneh padahal headset masih menancap di kuping, eh tapi kenapa suara radio mati dan bisa-bisanya terbangun karena suara janggal itu.
"Sreeek sreeeek sreeeek" suara itu berhenti. Kulihat jam dinding dengan gambar mawar merah yang ku pasangkan di dinding menunjukan pukul 18.40 malam.
"Kelalen aku maghriban" ( lupa aku maghriban)
Dengan cepat aku ke halaman depan menyalakan kran dan shalat.
Terasa seperti tengah malam, bukan tidur soreku seperti sunyi yang diciptakan agar aku lupa dan terlena dalam tidur, entahlah aku juga lapar.
Malam semakin larut, jam 10 aku masih belum bisa tidur, mungkin tidur soreku cukup untuk mataku melek sampai subuh datang, ku coba terus terpejam dan aku menyerah. Ku buka pintu kamar dan duduk di kursi plastik satu-satunya di ruang tengah.
Ku memandangi seisi rumah,kamar 1 dan 2 adalah kamar yg cukup besar, kamar 3 dan 4 adalah satu kamar yg disekat dinding partisi kayu, sedang kamarku no 5 diujung bersebelahan dengan toilet dan dapur, kurasa kamarku itu bukan kamar privilege tapi kamar pembantu.
Jam 11 malam suhu mulai terasa dingin, mataku masih awet tidak mengantuk, air mataku mengandung formalin sepertinya, selain bermain game gajelas, aku jg sesekali chat dengan beberapa kenalanku di FB, sebagian kenalanku ini bekerja di PT.Mencari cinta sejati
Sungguh gabut malam itu, sampai tiba-tiba lampu ruang tengah berkedip seperti mau mati, pikirku mungkin tombolnya kurang dalam kupencet, saat beranjak dari kursi tiba-tiba belakang leherku dingin sekali, seperti habis ditiup, dan "blepp" lampu ruang tengah mati.
Pandanganku kabur, gelap, ku ambilnya ponselku dari saku dan kunyalakan senter ponsel,
ku sorot ke atas lampu tidak ada apapun..

ku sorot ke arah kamar 1,2 tidak ada apapun..

ku sorot kamar no 3,4,5 tidak ada apapun...
Tidak ada apapun..

Tidak ada apapun..
Sampai dibalik gorden pink bermotif bangau mataku melihat ada seperti sosok yang diam tidak bergerak, rambutnya panjang, cahaya dari lampu warga di halaman rumah membuatku bisa melihat sedikit bayangan hitam itu, kuperhatikan lagi dan lagi..
"Blep"

Lampu kembali menyala, sosok itu hilang, bayangan pohon jambu kah itu tadi? Entahlah, badanku gemetar, ku matikan senter ponselku, ku kembali ke kamar dan persetan dengan mata yg masih segar, aku berselimut, memejamkan mata dan tak sadar aku tertidur.
HARI KE 9

"Met Paghi..." Dering notifikasi ponselku berbunyi, ucapan pagi dari gebetan memang suka bikin senyum sendiri.
Tapi maaf aku masih dalam keadaan takut, kutelpon Wan saja dulu hari itu.
"Wan iki kosan rak bener, ndasmu aku diganggui teros og"
(Wan ini kosan gak bener, anjir aku digangguin terus kok" nadaku kesal.
"Lah batirmu akeh dadine"
(Lah temenmu banyak jdnya")
balas Wan meledek
"Koe adoh nang banjar rep golek duit fokus duit,aku ngerti koe susah
(Kamu jauh ke banjar mau cr duit fokus duit,aku tahu km lg susah)
Kamarku nang karangkobar kosong, pindahlah kalo gak betah disitu" Wan membuatku terdiam.
Moh,uadoh,gajiku entek bensin tok kuwi bolak balik" ( gamau, gajiku habis bensi aja itu bolak balik) jawabku kesal.

"Yowis, disitu ajalah, aku berangkat kerja dlu bar assalamualaikum" Wan mematikan ponselnya
"Walaikumsalam"
"Belum salam balik woy" kesal aku.
Akupun mandi dan mencari sarapan, mendoan dengan bumbu pecel, cukup mengganjal sampai siang nanti.
Hmm ada yang suka mendoan campur bumbu pecel?
Semakin hari uangku semakin menipis apalagi Wan yang tadinya kupikir bakal bisa menghemat pengeluaranku malah sudah dapat pekerjaan lain yang dia incar lama, anak kost menunggu gaji pertama memang sesuatu rasanya.
Sepulang bekerja seperti biasa motorku kuparkirkan di dalam garasi rumah Bu Sum, karena tiba-tiba aku ingin buang air kecil aku mengetuk pintu rumah Bu Sum.
"Tok tok..Assalamualaikum"
Bu Sum belum juga membuka pintunya, sikap badanku menahan kencing sudah seperti jamet joget dinding badinding oh dinding badinding.
"Walaikumsalam mas baro, ada apa mas" tanya Bu Sum tersenyum.
"Maaf boleh pinjam toiletnya bu.." pinta aku dengan senyum menahan hasrat ini.
"Boleh dibelakang belok kiri mas.."
Ku berjalan cepat dan menutup pintu kamar mandinya sebelum kecelakaan terjadi.
Lega rasanya, saat kubuka pintu kamar mandi, aku seperti mencium bunga-bunga yang cukup wangi, gak mungkin badanku, badanku sudah bau tai ayam, tapi karena buru-buru aku cepat berjalan keluar dan terlihat Bu Sum sudah menunggu sambil membawa kresek hitam.
"Mas ini kue pasar, dimakan ya" Ucap Bu Sum ramah sekali.
Bahagianya dalam hati karena ibu Sum ini termasuk bu kost idaman buat penghuni misqin sepertiku sekarang.
Gerimis datang aku cepat berjalan dan berlari sedikit untuk cepat sampai rumah kost, saat aku sampai di halaman rumah, tak sengaja aku melihat kue apem dan gethuk yang sama seperti ku bawa sekarang ada dibawah pohon jambu.
Kok ada yang membuang kue Bu Sum, padahal aku makan selalu enak, mungkin bisa juga memang terjatuh dan enggan untuk diambil lagi,mungkin.
Gerimis menjadi hujan, hujan menjadi kesepian begitulah mirisnya aku malam itu, selesai mandi aku dikejutkan dengan kebocoran dari genting ruang tengah yang cukup deras.
"Astaga, ada aja cobaan orang ganteng" ucapku dalam hati.
Kuambil ember di kamar mandi dan ku tadahkan untuk menampung air hujan yg masuk ke ruang tengah, setelah penuh ku buang di halaman depan bergantian dengan ember cat tidak terpakai.
Hujan berhenti, tangan pegal, badan remuk.
2 jam hujan malam itu membuat genangan halaman rumah yang memang masih tanah cukup banyak, lelahku hari ini membuatku mengantuk, aku kembali ke kamar dan mendapati kasurku basah dari air yg mengalir dari tembok.
"Uasu, turu nang ndi aku"
(Anjing, tidur dmana aku)
Lupa menyalakan lampu kamar untuk memastikan keadaan adalah salah satu penyesalan malam itu.
Tikar gulung yg sudah ada di sudut ruangan ku gelar, hmmm lumayanlah walau banyak stretchmark, guling yang aman dari air hujan kupakai menjadi bantal. Aku memilih tidur di ruang tengah yang sudah kubersihkan.
Suara sisa air dari genting dan suara nyamuk gak tahu diri mengiringi malamku untuk istirahat, malam pertama aku tidur di ruang tengah, makin tenang pikiranku makin teringat sosok hitam semalam dibalik gorden, sengaja aku membalikan badan dari jendela depan.
Padahal lelah sekali, remuk sekali badan tapi pikiranku membuatku makin susah untuk tidur, kadang kupikirkan hal lain yang lebih menarik seperti jadi orang kaya, sarapan pizza dan sebagainya, dan akhirnya aku sering menguap, mataku berair, aku beranjak lelap.
"Tikk" suara tetesan hujan mengantarkanku dalam tidur yang lebih dalam, semakin dalam sampai mulai samar terdengar dan
"ZZEEET" badanku susah digerakkan, mataku terbuka, mulutku terkunci, aku ketindihan!.
Kubacakan ayat-ayat alquran dalam hati, ku coba terus menggerakan badan dan susah! Aku mulai mencoba tenang, badanku seperti kesetrum, dari kepala sampai kaki berpindah-pindah getarannya dan setelah itu..
Aku mendengar suara perempuan, bukan,bukan ini suara seorang ibu yang bernyanyi, suaranya merdu mendayu tapi hanya terdengar dari belakang badanku.
Dulu saat kecil aku sudah terbiasa dengan rep rep atau ketindih ini, ibuku bilang jangan takut banyakin doa, jangan paksa badan bergerak,rileks dan tenang.
Aku coba, aku praktekan, sementara suara nyanyian jawa itu mulai hilang, badan mulai bisa digerakan sampai pada getaran kaki hilang, dan aku masih terus berdoa sampai aku tertidur lagi.
HARI KE 14

Badanku sakit, gorden yang semalam tertutup terbuka lebar pagi itu, entah apa yang aku lihat kalau badanku menghadap jendela dan aku ketindih seperti semalam?

Hari ke 10 sampai 13 aku memilih menginap di mess Wan yang terletak di Bawang.
Di mess Wan aku masih ketindih pada hari ke 12 tetapi aku cepat sadar karena Wan langsung nabok kepalaku, di hari 10 sampai 13 ini aku merasa boros bensin dan kebetulan ada Wan disitu.
"Wan, minjem duit kamu lagilah, bokek aku, bensinku abis" terang gamblang pintaku ke Wan.
" 35 rb ajalah yo, aku gak ada lagi" Wan menjawab.
"Minta bapakmu loh banyak duitnya" sindir aku.
"Cocotmu, Bapakku seng sugih udu aku" (mulutmu, bapakku yg kaya bukan aku)
Setelah itu aku beranjak pergi bekerja dari Bawang ke tempat kerjaku yang lumayan jauh jaraknya, berdoa semoga rumah tua Bu Sum itu banyak hal aneh karena belum renovasi, setelah ini aku berharap tidurku nyaman, dan kaya raya.
Kelanjutan hari ke 14 ini aku tweet tengah malam atau mungkin besok yah. Mau istirahat sebentar, boleh ya?
Gerimis sepanjang perjalanan menemaniku hari itu, hari sabtu dan kebetulan aku minta libur dua hari minggu sampai senin untuk bertemu temanku dari cilacap yang rencananya akan kuajak bersama Wan ke Rakit masih daerah Banjarnegara.
Di Rakit kami akan menginap di rumah kakek Wan yang rencananya akan kami jadikan tempat untuk bakar-bakaran ikan dan ayam.

"Tof, kamu sama cewekmu jadi ke sini?"
Percakapanku bersama Tofa lewat ponsel menemani makan siangku saat break bekerja.
"Jadi bar, aku bawa apa?" Tanya Tofa
"Beruang Tof, yo ikan, cilacap kan dekat sama laut, gmn kamu ini" kesalku menjawabnya.
"Ikan lele po?"
"Nduasmu atos Tof Tof, ngmg karo koe dadi emosi aku, serah iwak pitik gawa bae"
(Tof tof,ngmg sama kamu jadi emosi aku, terserah iwak pitik bawa aja)
"Yowes bar tak kabari maning ngko"
(Yasudah bar aku kabari lagi nanti)
Jawab Tofa
Tofa ini temanku di kota Cilacap yang tampangnya memang idaman kaum wanita tapi otaknya gak ada,kopong!.(kosong) Tapi ceweknya cantik-cantik, aku kalah, hatiku malah kopong.
Aku pulang ke rumah kost kembali dan memang betul sudah diperbaiki, bahkan kasur dan selimutku sudah dimasukan dalam keadaan kering di ruang tengah, baiknya ibu kostku, walau rumahnya tak sebaik Bu Sum.
Hujan besar dan petir menghantuiku malam itu, tapi beruntung tidak ada kebocoran lagi hanya tetesan air kecil yang masuk dari sela genting yang kurang rapat, anggap saja percikan itu humidifier kamarku.
Hujan masih deras sampai aku mengantuk, kuletakan ponselku dan mulai mencoba tidur, walaupun niatku begadang karena besok libur tapi dengan berbagai kejadian itu rasanya tidur jadi hal menyenangkan.
Mataku mulai terpejam, rasanya nikmat sekali mendengar suara hujan di genting dan angin yang kencang bertiup membuat dedaunan saling berbisik bertabrakan, instrumen indah malam itu yang mengantar tidurku sangat cepat.
"Tteeettttt, ttteettttt" ponselku bergetar di meja kayu, aku terbangun dan mulai mengecek siapa yang menelponku, kubuka ponsel dan terlihat jam menunjukan pukul 03.00, tidurku terganggu dengan 13 panggilan tak terjawab dari Tofa temanku. Penasaran aku telepon balik Tofa.
Tidak menjawab, padahal baru semenit dia menelponku terakhir, karena malas juga dan masih mengantuk aku memutuskan untuk kembali tidur.
Tapi tidak semudah itu fulgoso, ternyata kebelet pipis setelah bangun pagi itu memang menyebalkan, kubuka pintu kamar lebar-lebar dan dengan cepat aku berjalan beranjak ke toilet, untung dekat.
Belum habis air hibahan dari tubuhku untuk bumi ini aku dikagetkan dengan suara pintu kamarku yang terdengar jelas seperti dimainkan.
Aku bergegas menyelesaikan rutinitasku di toilet dan langsung mengecek apapun itu yang terjadi di kamarku, aku takut kalau itu maling atau hewan seperti tikus dan lainnya.
Saat aku melihatnya pintunya masih dalam keadaan terbuka seperti saat tadi aku baru beranjak, tidak ada yang berubah, ku langkahkan kakiku pelan menuju kamar dan....
"Tttttteeetttt , ttteeeeettttt" ponselku bergetar di meja

"Astaghfirullah kaget" ucapku spontan.
Tofa kembali menelponku dan kemudian aku angkat setelah mengeringkan tanganku yang basah dengan handuk.

"Halo Tof..."
Tidak ada jawaban tapi detik telepon berjalan yang menandakan kami tersambung.
"Tof??!! Toff halooo" nadaku sedikit ku keraskan.
Tidak ada jawaban sampe akhirnya.

Muncul suara tangisan, tangisan yang tiba-tiba dari saluran telepon itu.
"Tofff???"
Tangisan malah semakin dalam,ditambah dengan sesenggukan dan misterius.
"Toff woy budeg ya malah nangis Tofff???"
Masih terdiam...
Kemudian beberapa saat kemudian tangisan itu berhenti,hening dan 5 menit sudah detik durasi kami terhubung.

Hanya suara sinyal seakan berdengung, ku tunggu suara tofa tanpa ku tanya lagi, kami saling berdiam dalam jalur yang sama.
Kemudian...
"Astagfirullahhh Astaghfirullaaahh..."
Aku mengucap astagfirullah karena terkaget mendengar teriakan dan tangisan keras yang memekakan telingaku.

"Huaa wadon asuu" Tofa tiba-tiba menjawab setelah lama.
"Cocotmu loh, kaget aku, dienteni malah ngmg karo nangis"
(kaget aku, ditungguin baru ngmg sambil nangis) ucapku.
"Tak tinggal nguyuh bar.. aku putus bar karo Leni.."
(Tak tinggal kencing bar..aku putus sama leni) Jawab Tofa dengan tangis yang mulai mereda.
"Lah bisane?? Kok bs putus Tof?" Tanyaku penasaran.
"Besok aku cerita langsung disitu, stress aku" Balas Tofa.
"Yowes, sabar ya Tof.."
"Yo bar, besok tak kabari kalau otw"
"Sip Tof"
Akhirnya kami mengakhiri telepon pagi buta itu.
Jam sudah menunjukan pukul setengah 4 pagi, karena sudah jam tanggung akhirnya aku mengeluarkan beberapa pakaianku untuk direndam, sembari menunggu aku membuka facebook.
Cucianku sudah siap, aku akan menjemur beberapa pakaianku di halaman depan rumah seperti biasa, langkahku sekarang semakin pelan, takut dengan beberapa hari lalu aku seperti melihat sosok hitam.
Pintu mulai kubuka pelan, angin dingin tiba-tiba berhembus lumayan kencang masuk ke dalam rumah, aku tidak melihat sesuatu yang aneh subuh ini, kecuali kemudian aku tidak sadar setelah melihat kembali apa yang aku bingungkan sebelumnya.
Ada pakaian putih yang dijemur panjang dan lumayan tebal, aku beranikan diri untuk mendekat karena ya memang kain itu juga mengambil ruang kosong tali jemuranku, untung pakaianku tidak banyak jadi aku tidak perlu menggesernya.
Aku menjemur kemeja dan celana panjangku, satu kemeja batik aku jemur dan jepit, dua celana panjang aku jemur dan jepit, satu kemeja kerja aku jemur dan jepit, dan sisa satu lagi kemeja hitamku, saat aku menunduk mengambil kemeja terakhirku dari ember, kemudian aku berdiri dan...
"Loh,tadi ruangan tali jemuran ini msh bs buat dua kemeja knp skrg satu kemeja aja tidak cukup" gumamku dalam hati.
Dengan terpaksa aku menggeser kain putih itu ke sebelah kanan tanpa menghiraukan rasa penasaranku tadi, saat tangan kananku memegang kain itu tiba-tiba.
"Anjrit, ngapain dijemur kalau masih lengket" kesalku dalam hati.

Kain putih itu memang lengket, seperti direndam berhari-hari dan tidak diperas langsung dijemur, baunya juga seperti tanah liat. Kemudian ku urungkan niatku menggesernya lagi.
Selesai aku menjemur aku kembali ke dalam rumah saat aku tutup pintu rumah, angin dingin kembali masuk tertiup, aku kuncikan pintu dan bersiap untuk shalat subuh.
Adzan subuh terdengar kemudian aku bergegas dan kemudian berniat kembali tidur sampai siang karena sore nanti aku dan temanku berniat ke desa Rakit untuk bakar-bakaran.
Kulepas sarungku dan kemudian menguap setelah tubuhku menyentuh kasur dan bantal, belum juga tidur aku mendengar rintik hujan yang mulai membesar dan deras. Ya hujan disaat aku baru saja menjemur pakaianku.
Aku bergegas berlari untuk menyelamatkan cucianku di halaman depan rumah, saat aku membuka kunci pintu rumah dan menariknya rasanya seperti ada yang menahannya dari luar, aku kunci kembali dan membukanya karena mungkin error pikirku.
Ternyata benar bisa membuka tapi kemudian saat pintu terbuka setengah, aku menyesal membukanya.

Sangat menyesal, karena dihadapanku sekarang...
Bukan sosok hitam, bukan suara ibu menyanyi sendu, bukan, bukan aku tiba-tiba ketindih,

Tapi aku melihat kain putih yang tadi kupegang...
kini mempunyai rambut panjang yang membelakangiku, tak ada wajah,tangan,kaki, berayun di tali seperti terkena angin.
Aku diam sebentar seperti badanku seolah kaku,mataku seperti dipaksa melototi sesuatu itu di depan,

Mengayun
Rambutnya menyapu tanah
Mengayun
Terus tanpa hentinya.
Beberapa detik sampai aku lari tanpa menutup pintu rumah kost itu.

"Astagfirulloh" entah berapa kali kuucapkan sampai matahari muncul dan tertidur dalam balutan selimutku yang melindungiku pagi buta itu.
Aku mandi dulu ya .. badanku lengket. Malam masih panjang, tenang ada lanjutannya setelah mandiku...
Ponselku terus bergetar, badanku berkeringat, bau badanku juga sudah tidak enak, aku terbangun dalam keadaan basah berkeringat, cuaca siang ini sungguh menyiksaku.
Badanku masih merinding dibuatnya karena semalam, tapi gerahnya Banjarnegara siang ini benar-benar bikin aku gak nyaman di dalam kamar, aku beranjak melepas bajuku dan melihat notifikasi ponselku, ada chat dan miscall dari Tofa dan Wan.
"Tangi bar wes awan, sida ora??" (Bangun bar udah siang, jadi nggak?)
Tofa dalam chatnya

Aku menelpon Tofa dan ternyata mereka sudah berada di rumah Kakek Wan di Rakit lebih dulu, aku langsung memutuskan untuk mandi dan pergi menyusul.
Selepas bersiap-siap aku mengunci kamarku dan berjalan ke rumah Bu Sum untuk mengambil motorku yang memang diparkirkan di sana, belum juga sampai daun pintu rumah kost aku melihat kursi plastik di ruang tengah terdapat piring dengan corak bunga penuh dengan jajanan pasar.
Ku dekati dan memang makanan segar, pintu rumah kost juga dalam keadaan tertutup, padahal kejadian subuh tadi tidak kupikirkan untuk menutupnya, karena lapar aku memakan beberapa jajanan itu dan sisanya kumasukan tas untuk bekal di Rakit.
Pintu depan rumah kubuka dan memang kain semalam tidak ada, seolah sudah tidak kaget lagi saat mengeceknya, hanya pakaianku yang kotor mengering meninggalkan noda tanah karena semalam kehujanan.
Sepanjang perjalanan panas terik menemani, sawah yang terisi air dan beberapa sungai kecil menjadi pemandangan indah dalam perjalananku ke desa Rakit. Beberapa kali ponsel disakuku bergetar dan aku yakin itu dari Wan dan Tofa yang memastikanku sudah jalan atau belum.
Sesampainya di Rumah kakek Wan aku langsung disambut oleh Tofa yang sedang merokok dan ngopi di teras rumah, sedangkan Wan sedang berbincang dengan teman kecilnya...
Lastri yang tinggal desa ini dan dulu sempat aku sukai, cantik dan putih manis, tapi karena sepertinya Lastri suka dekat dengan Wan, niatku ku gebet pudar.
"Udah belanja buat nanti malem bro bro?" Sapaku setelah memarkirkan motor bebekku.
"Sudah dari tadi bar, mulai sore juga kan" Wan menjawab.
"Ciee Lastri, ada Wan ada Lastri" ledek aku kemudian.
"Sampluk sendalku Bar, pengen?" (Lempar sendalku nih,mau?) Kesal Lastri padaku.
Kami banyak mengobrol sore itu, tapi Tofa yang baru saja putus dengan pacarnya memilih sering diam bermain dengan hapenya, kalau tidak kutanya jarang bertanya dulu, cepat move on broTof!.
Malam hari ini cerah tidak hujan seperti hari-hari sebelumnya, kami sibuk menyiapkan beberapa batu bata yang disusun menjadi pawon, alat panggang untuk membakar ayam dan ikan yang sudah dibumbui.
Lastri makin cantik, kadang kulirik sedikit walau matanya sering melihat Wan, Tofa menyiapkan arang yang memang banyak disimpan di rumah kakek Wan ini, kakek Wan tidak banyak berinteraksi selain mendengarkan radio saluran jawa bersama kopi hitamnya di ruang tv.
"Tof, hapemu ada musik apa puterlah biar gak krik banget" pinta Wan pada Tofa
"Gak banyak, bentar"
Kemudian playlist galau Tofa menenami kami dan bernyanyi malam itu bersama-sama.
Malam mulai larut, obrolan mulai habis, ingin aku bercerita tentang apa yang terjadi semalam tapi ku urungkan niatku karena aku lebih ingin melupakan kejadian itu, tetapi Lastri lebih dulu menyindirnya.
"Bar, kamu katanya suka diliatin dikosan, liatin apa gitu?" Tanya Lastri
"Yaa suara suara aneh, ketindihan gitulah Tri" jawabku singkat ingin menyudahi.
"Oalah serem.." ucap lastri.
Makanan kami sudah siap, wangi ikan bakar membuang perutku berbunyi terus, kemudian kami membawanya ke teras rumah untuk kemudian bersantap.
Setelah kami siap bersantap, Wan menanyakan satu hal yang terasa kurang.
"Tofa dmana,dah laper gini" tanya Wan pada kami.
Oh iya saat kami sibuk membakar ikan dan ayam aku tidak sadar Tofa kemana.
"Tadi ke arah wc, mules kayaknya" Lastri menjawab.
"Lama banget ke wc, tak samperin dulu" Wan kemudian berdiri.
"Aku wae aku juga pengen pipis" aku berdiri dan memang memilih daripada canggung berdua di keheningan malam bersama Lastri didepanku.
Jalan kaki menuju WC di rumah kakek Wan ini cukup jauh, karena wcnya terletak bersebelahan dengan sumur, harus melewati empang lele dan juga sedikit kebon yang dipenuhi pohon pisang dan pohon jati.
Aku berjalan dan sampailah di depan sumur, pintu wc memang tertutup tapi seperti tidak ada aktivitas di dalamnya, aku teriak memanggilnya
"Tof, buruan laper nih ditungguin, Tof"
Tidak ada jawaban dari kamar mandi, beberapa panggilanku tidak terjawab dan aku memilih balik badan dan kembali untuk makan, yah laparku tak tertahankan malam itu.
Suara sandal jepitku yang menginjak kerikil jalan kecil menuju sumur terdengar karena sunyinya malam sampai akhirnya aku mendengar seperti suara batu kecil yang masuk ke dalam sumur.
"Plung.."
Aku membalikan badanku dan mencari tahu mungkin Tofa sedang jahil.

Wan pasti banyak cerita tentang aku yang sering digangguin, ah tapi ini bukan di rumah tua itu.
"Tofa,, suwe temeen" (Tofa lama sekali)
Teriakku.
Ku panggil lagi tidak menjawab, ku cari dalam kegelapan beberapa lama juga tidak ada sahutan balik dari Tofa atau melihat keberadaan dia..

Sampai jantungku berdegup kencang dengan apa yang aku lihat dari balik tembok pembatas sumur dan kebun pisang.
Wajahnya pekat hitam, matanya merah, terbungkus kain putih dan berdiri di balik tembok hanya kepala sampai leher yang terlihat, aku mematung, sosok itu terdiam, terbungkus dan terikat kain kotor

Ya itu pocong.
"Astagfirullah" aku teriak dan berlari, sandal jepitku lepas satu dan tak kuhiraukan, nafasku terengah-engah, kemudian Wan, Lastri dan Tofa berdiri menyaksikanku seperti orang ketakutan.
"Lah ada apa bar?" Tanya Wan
"Asu, koe tak samper malah nang kene" (anjing,kamu tak samperin malah disini)
Umpatku depan Tofa
"Aku udah balik kok dr toilet kata Wan kamu pipis dulu" balas Tofa buatku bingung.
"Serius Tof, tadi aku samperin di wc kamu kemana?" Kataku dengan nada marah.
"Aku dari wc og, kamu gak ada aku liat.." jawab Tofa
"Lah aku kira gantian ke wc" Wan menimpal

"Bentar-bentar, kamu lihat pocong yo bar?" Tanya Lastri dengan muka tidak kaget.
Ceritanya dilanjut besok ya yang penasaran mau skripsian dulu, besok janji bakal lebih banyak, follow IG aku jg dong , makasih udah baca terus.
Okelah besok niat selesaikan cerita ini, doakan enak alurnya dibaca, pengen kelarin cuma emg banyak yg gak bs dilewatin.

yang belum love RT threadnya bantuin napa hehe.
Salam kenal, aku Lastri

ilustrasi oleh: @billy_berlian17
Ada sedikit rasa penasaran terhadap Lastri kenapa dia tahu aku dikejutkan oleh sosok pocong itu, aku juga sempat lupa sudah hari ke 15 aku bercerita.

Mungkin beginilah sosok yang hampir mirip dengan yang kulihat. ilustrasi saja kok. Sudah yakin mau dilanjutkan?
Kami bertiga saling memandang bingung dengan ucapan Lastri, kemudian aku mengambil air putih kemasan kecil dan meminumnya sampai habis.
"Makan dulu udah dingin ini, abis makan aku mau ngomong sama km bar" Lastri meneruskan ucapannya.
Mataku terus mengawasi keadaan sekitar, mereka bertiga makan dengan lahap dan saling bercanda, aku makan dengan keadaan ketakutan, kenapa aku terus ya? Ada yang sudah tahu? Entahlah pikirku.
"Oh iya aku lupa bawa jajan tadi siang, Wan maaf tasku disebelahmu"
Aku meminta Wan mengambilkan tasku yang berada disampingnya.
"Lohh kok basi, bau basi tasku,lengket banget kuenya" ucapku heran saat membuka tas yang berisikan beberapa jajan pasar tadi siang.
"Ya udah malam begini baru dibuka, basilah bar" Celetuk Wan membalas.
"Emang kue bolu,lapis gini ga sampek sehari basi to?" Tanyaku balik.
"Gak tahu sih" jawab Wan
Ku buang sisa jajan yang tak ku makan habis, dan melanjutkan makan malamku.
"Aku tidur di kamar depan ya" Lastri mulai membereskan beberapa piring kotor dan ditumpuknya, kemudian kami bergegas bersiap untuk tidur selepas obrolan singkat setelah makan.
Aku,Wan dan Tofa tidur di ruang tv, beralaskan karpet tebal dan bantal aku masih memikirkan sosok yang tadi aku lihat, semakin kupikirkan semakin merinding aku dibuatnya, kemudian aku mulai mengobrol pelan dengan Wan.
"Tofa meneng bae tumben, siki wis mapan turu" (Tofa diem aja tumben,sekarang udah rebahan tidur)
kataku melihat Tofa sudah membelakangi kami dan tertidur.
"Bar jgn kbykn melamun, gampang masuk nanti" Wan mengalihkan.
"Lah jd keinget lagi kan ..asu koe wan" kataku kesal
"Tahu gak bar kata kakekku kalau orang yang tiba-tiba banyak liat jin atau hal gaib dari dimensi lain itu biasanya bisa baca karakter atau hati orang lain loh.." Wan melanjutkan cakapnya dalam sunyinya malam itu
"Maksudnya Wan?" Timpal aku bingung.
"Km bisa baca perasaan Lastri ke aku nggak? hehe" Wan melanjutkan.
"Mbohh Wan!" Balasku kecut.
Perbincangan-perbincangan unfaedah kami bicarakan sampai rasa mengantuk datang dan akhirnya Wan lebih dulu tertidur dan aku menyusul tidur kemudian.
Malam semakin larut, pukul dua pagi sudah semakin terasa dingin, jendela kayu rumah kakek Wan kadang berbunyi karena tiupan angin malam itu, untung selimut dan jaket tebal membantuku nyaman dalam tidur, sampai akhirnya tiba-tiba ada tangan yang menepuk-nepuk bahuku.
"Bar.... Bar...." Suara lirih dari wanita terdengar dari kuping kiriku.
Tepukan itu semakin kencang, tidurku mulai terganggu, mataku mulai melihat dari samarnya malam itu ketika lampu ruang tv dimatikan.
Kemudian pelan-pelan aku melihat ke belakang siapa yang membisikan telingaku dan menepuk-nepuk bahuku, aku menoleh pelan dan yang kulihat adalah sosok wanita yang sudah sering aku lihat sebelumnya.
"Iya Tri, ada apa sih.." Lastri membangunkanku pelan dan aku mulai mengangkat badanku untuk duduk memperhatikan, mataku masih berat, sampai akhirnya aku sadar aku orang yang bangun terakhir di ruang tv itu.
Mataku mulai kembali fokus, aku melihat Wan sedang merokok di pintu ruang tv yang sudah terbuka, aku masih bingung dengan keadaan pagi buta itu, kenapa aku harus bangun padahal tidurku saja belum cukup.
"Kalian berdua ngapain masih melek jam segini? Abis ngapain bangunin aku juga..ganggu wae" ucapku pelan, angin dingin mulai menusuk sela jaketku.
"Yang masih tidur yo kamu sendiri bar" balas Wan setelah membuang puntung rokoknya yang masih menyala
"Tofa nang ndi?" (Tofa dmana?)
Aku baru sadar karena saat melihat tempat tidurnya Tofa kosong.
"Ilang bar.." Lastri menjawab
"Bali?" (Pulang) Tanyaku lagi
"Motore yo esih nang ngarep" (motornya ya masih di depan) Wan memotong.
Tofa memang sudah terlihat aneh seharian ini, tapi ya mungkin karena masih dalam fase putus cinta sama pacarnya Leni, oh iya Leni ini pacar Tofa dari SMP, kalau sampai Tofa stress ya wajar buatku.
"Wan bawa senter kita cari ajalah khawatir aku.." Lastri mulai memakai sandal japitnya.
"Sandalku ketinggalan satu di deket sumur tadi.. " ucap aku.
"Bentar tak ambilin.." Lastri langsung berjalan ke arah sumur tanpa ragu.
"Tutup pintunya bar.." Wan menyuruhku ketika aku terakhir memakai sandalku untuk ikut mereka mencari Tofa.
Kami mencari dalam kegelapan dan bermodalkan satu senter, kami tidak memanggil Tofa karena tidak ingin membangunkan siapapun malam itu.
Kami mencari dalam diam dan berbicara pelan, sampailah kami di sumur dan wc yang sangat membuatku merinding mengingat penampakan kepala pocong malam itu, aku melihat tidak ada apapun, Tofa juga belum terlihat.
Iseng saja aku mengingat suara batu yang jatuh ke sumur tadi malam, saat aku cek tanpa memberi tahu Lastri dan Wan yang sedang fokus berdua bersama dan aku tak suka, aku memberanikan diri melihat ke bawah sumur yang cukup tinggi itu.
Mataku sedikit ku sipitkan dan pelan pelan aku memberanikan diri melihat ke dalam sumur itu dan setelah ku membuka mata.
"Anjir anjir..innalillahi..." ucapku pelan.

Aku kaget.
Aku kira apa ternyata hanya pantulan sinar bulan dalam hitamnya air saat malam, mungkin memang aku saja yang sudah parnoan, ya gimana lagi melihat kepala pocong tadi malam sudah sangat mengganggu pikiranku.
"Kebon kebon.." Lastri memandu kami berjalan ke kebun pisang dan jati yang ada setelah empang lele milik kakek Wan. Kami menelusuri tanah basah dan daun daun pisang tua yang sudah jatuh di tanah.
Menyusuri kebun yang lumayan luas ini kalau sendirian sudah pasti aku mati lemas, pohon jati tinggi, pohon pisang berderet, sawah diujung yang luas, kurang seram apalagi.
"Tofa..tofa itu.." Lastri berbisik pada kami.

kami melihat dari kejauhan Tofa sedang mematung di pohon pisang paling ujung dekat sawah, kami mempercepat langkah untuk memastikan, sampai kami tiba di sebelah pohon pisang itu dan memanglah itu Tofa.
Aku menyentuh pundaknya, tiba-tiba
"Zrettttt" tanganku seperti kesetrum sampai badanku, dingin sekali rasanya.. kemudian tak lama aku tertawa dengan mulut menganga seperti ada yang masuk dalam tubuhku.
"Hhhhheeaahhhhaaaahaa"
Tak lama sensasi itu hilang dan hanya beberapa detik saja, dan Tofa yang tadinya mematung sekarang sadar.
"Lah kok malah ketawa bar?" Tanya Wan.
"Gak ngerti aku.." jawabku bingung.
"Rokokmu masih wan?" Tofa meminta rokok pada Wan kemudian berjalan pergi kembali ke rumah.
"Biarin dulu" Lastri berbisik pada kami mengikuti Tofa berjalan dari belakang.
Badanku terasa panas sekarang, seperti ada yang memperhatikan di sekitar tetapi sampai pada Tofa membuka pintu rumah aku tidak melihat apapun sepanjang perjalanan.
Kemudian Lastri memilih ke dapur, dan membuatkan Tofa kopi hitam, Tofa yang sudah duduk di kursi jati depan tv meminumnya sambil menghabiskan sisa rokoknya dan memijat sendiri sela jari-jarinya.
"Ketemu wujud opo tadi Tof?" Tanya Lastri
"Leni.." jawab Tofa singkat
Tidak banyak percakapan yang terjadi setelah itu, Lastri juga langsung kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidurnya, aku masih terjaga sampai pagi dan memutar radio milik kakek Wan sambil makan kacang sangrai bersama Wan.
"Besok aku balik karangkobar bar, bareng?" Wan menawarkan.
"Asik makan enak yo nang gon mu" (asik makan enak ya di tempatmu) aku mengiyakan.
"Yo pasti" jawab Wan.
Pagi hari datang kami sudah membereskan segala macam peralatan yang kami gunakan semalam, dan kami bersiap untuk pulang.
HARI KE 16

Aku pergi menaiki motorku menuju ke rumah kost untuk mengambil beberapa baju kemudian kami melanjutkan pergi ke rumah orang tua Wan.
"Kamu kok bisa ambil libur padahal belum lama kerjanya"
"Aku bolos" jawab Wan singkat
Enak juga ya terlahir dari orang tua banyak duit pikirku, aku aja rela ketemu demit mulu yang penting punya kerjaan.
Sebelum ke rumah orang tua Wan, aku diajaknya dulu mampir ke rumah temannya, kami bermain PS sampai lupa waktu, dan akhirnya melanjutkan perjalanan kami pukul 9 malam dengan kondisi hujan. Untung ada dua jas hujan.
Kami bergantian menyetir dan kondisi jalan memang gelap, kami melewati hutan menuju desa karangkobar, desa yang mungkin adalah salah satu puncak dingin Banjarnegara, sampai setengah perjalanan hanya dingin menemani perjalanan kami,tidak ada hujan disini.
Kanan kiri hanya hutan dan pepohonan besar yang nampak dalam gelap, aku mulai terasa mengantuk beberapa kali aku menguap, Wan tetap memacu kendaraannya untuk cepat sampai di rumah.
Tiba-tiba hujan deras datang lagi,kami sudah saling berdiam, hujan juga menyusahkanku mengobrol bersama Wan, sampai akhirnya kami melintas satu jalan yang Wan ceritakan angker, tetapi aku belum pernah melihat apapun saat itu sepanjang aku ke desa karkob.
Lima menit kemudian badanku mulai terasa panas yang aneh, tapi cuma sebentar kurasakan, rasa kantukku hilang dan memilih memandangi pepohonan rindang sekitar jalan menanjak sampai entah kapan lamanya kami menajak.
Saat di belokkan tiba-tiba aku melihat kain putih persis seperti yang kulihat di tali jemuran di rumah tua Bu Sum, hanya saja kain ini sepintas menutupi seperti kayu penanda, karena Wan sedang memacu cepat aku melewatkan begitu saja menghiraukan apa yang kulihat.
Tapi tidak hanya itu saja, bulu kudukku sekarang merinding, leherku dingin, aku memegang leherku dan menggosoknya pelan sampai tiba-tiba apa yang aku lihat diatas pohon mengejutkanku.
"Astaghfirullah" ucapku dalam hati.
Kain itu kini berwujud, duduk di ranting pohon besar, mungkin pohon paling besar sepanjang jalan, seperti menatapku dengan muka merahnya,mukanya yang merah menyala, kainnya tak asing, aku menutup mataku dan berdoa.Wan masih mengendarai motor seperti biasa.
Sampai akhirnya kami sampai di desa itu,desa ramai dan padat, tapi sudah sepi aktivitas jam sekarang, kami memarkirkan motor di rumah mewah orang tua Wan, kemudian aku mandi air panas dan makan.
"Wan tadi aku lihat kuntilanak di pohon" bisik aku pelan.

"Kamu ditanya Lastri dinasihati Lastri yo diem mulu kemarin pas di rakit, si Tofa cerewetin kamu yo sama aja didiemin"
Wan kesal mengalihkan.

Aku bingung
"Gmn maksudnya Wan" tanyaku bingung.
"Gak ada ilmuku buat jelasin, tanya Lastri nanti.." Tambah Wan membuatku makin bingung.
Malam itu aku dipenuhi kebingungan, Lastri dan Tofa menasihatiku tapi aku diam?

Kemudian aku tidur karena besok pagi harus kembali ke kost, lelah sekali bolak-balik sebenarnya.
HARI KE 20

4 Hari aku tidur di kost ini, suara apalagi yang ku dengar? Hampir sama seperti apa yang aku dengar sebelumnya, lemparan batu ke genting, pintu yang dimainkan dan kadang samar suara gamelan dari malam yang hujan.
Oh iya 3 hari maksudku, Aku seperti sudah terbiasa dan lebih merasa akrab dengan keadaan. Sebentar lagi gajian pertamaku muncul, aku tak sabar.
Selesai aku menjemur pakaian kotorku, jam 5 pagi tiba-tiba bu Sum menelponku, tumben sekali pikirku.
"Mas Bar, kemarin pas mas Bar pergi ada empat orang lihat kostan katanya mau nempatin kamar yang satu sama dua, nanti kenalan aja ya mas" info Bu Sum ini seperti rejeki bagiku.
Akhirnya aku bisa nobar hantu bareng pikirku
"Kunci kamar semua ibu gantung di depan kamar no 1 mas, tolong cekin ada yang rusak gak ya mas.. ibu lagi kondangan di wonosobo" Bu sum melanjutkan.
"Nggih bu.." jawab aku.
Aku kemudian bergegas menyapu ruang tengah,mengepelnya dan mengecek satu persatu kamar yang akan ditempati calon teman kostku yang baru, seperti sudah tahu rumah tua ini berhantu aku ingin menyulapnya seperti hotel bintang 5 walau tidak mungkin.
Kamar no 1 ternyata banyak kerak yang kulihat, tanah tanah dari debu yang mengumpul juga sudah tebal, akhirnya aku sikat dan bersihkan seluruh kamarnya saat itu juga, gpp aku harus punya teman agar bertahan di sini lebih lama pikirku.
Jam menunjukan waktunya aku pergi bekerja, aku bergegas mandi lagi karena sangat berkeringat selepas bersih-bersih, semoga pulang nanti aku sudah ada teman di rumah tua itu.
Perjalanan pulang aku sempatkan membeli banyak gorengan untuk dimakan dan menyuap hehe perkenalan agar teman baruku betah melihat aku yang baik hehe, saat itu perasaanku senang sekali saat berjalan ke kostan. Gendeng aku..
Aku kunci gerbang rumah bu Sum, kemudian berjalan ke rumah kost yang sekarang sudah bersih cemerlang so klin santai berkatku
Sampai halaman depan rumah aku tidak mendapati rumah kost itu ramai, bahkan kran air belum diputar on, lampu teras dan tengah belum menyala, apa mereka belum datang yah? Aku melanjutkan langkahku sampai pintu rumah kost.
"aduhh sat!" Aku tersandung batu batu yang masih basah di depan rumah, dan kok bisa aku gak sadar, seperti batu dari sungai serayu.
"Dug dug dug" suara seperti memaku kayu terdengar olehku dari luar rumah, suara itu berasal dari kamar nomor satu, mungkinkah itu teman teman baruku? Aku membuka pintu rumah
"Kok malah dikunci, gak dianggep ya aku?"
dan kemudian melihat pintu kamar no 1 terbuka.
"mbah..?" Ucapku setelah melihat kakek tua yang sedang memaku tempat kasur kayu yang kurasa masih dalam keadaan baik saat aku cek tadi pagi.
"Nggih mas...uhuk" kakek itu menjawab lirih dan batuk, aku menyalakan lampu kamar 1 dan ruang tengah agar kakek bisa bekerja lebih mudah.
"Mbah ini gorengan di kursi nggih, saya tinggal mandi dulu.." ucapku
"Nggih..." Jawab kakek masih berjibaku dengan pekerjaannya.
Aku melangkah ke kamar mandi sambil berpikir mungkin memang aku gak sadar rusak dan bu sum sengaja memanggil tukang untuk membetulkan tempat kasur itu. Aku mandi sambil bernyanyi sedikit untuk merefresh lelahku bekerja dan beberes seharian.
"Uhuuk..uhukkk uhukk"

"duggg duggg dugg"
Batuk yang keras sekali dengan suara kayu dipaku terdengar sampai kamar mandi, aku guyur kepalaku untuk membersihkan sisa shampoo dan kemudian dengan balutan handuk aku berjalan cepat menghampiri kakek, saat aku sampai.
Kakek itu hilang tanpa suara
"Kok udah pulang, cepet banget" pikirku, aku tidak merasa terlalu berpikir aneh saat itu karena yang kulihat sekarang memang manusia.
Jam 9 sudah aku menunggu untuk seseorang mengetuk pintu, yang aku tunggu tak kunjung datang sampai akhirnya ponselku berdering, ada sms masuk, dari Bu Sum.
Dari: Bu Sum Kost

Assalamualaikum mas Baro,Maaf lupa ngabarin, anak yang mau ngekost nggak jadi katanya...
Besok kuncinya bawa ya kalau ambil motor...
Bangsat, udah gitu aja yang aku rasakan saat itu
"Uhukk..uhukk.." suara batuk samar terdengar lagi dari kamar nomor 1, aku menghiraukan dan memilih tidur dalam keadaan kesal.
HARI KE 25

Aktifitasku monoton, aku seperti biasa berjalan kaki menuju tempat kerja, sebelumnya aku mematikan dulu kran di halaman rumah.
"Siapa yg ngopi di kebon orang tapi gak diminum, gabut banget" sindirku setelah melihat kopi hitam di gelas plastik dekat dengan pohon jambu.
Aku mengambil motorku dari garasi bu sum,kuletakan kunci kost lain di garasi kemudian aku mencium wangi bunga yang cukup tajam, daripada aku ketahuan bu sum seperti memperhatikan rumahnya dengan pandangan lain aku lekas cepat pergi bekerja.
Diperjalanan Lastri terus menelponku, aku meminggirkan motorku sebentar untuk menerima panggilan itu.
"Halo Tri?"
"Balik kerja jam brp? Aku Wan sama Tofa nginep kostmu ya..gak usah nolak jawab ae jam berapa"
"Sebelum maghrib aku udah di kostan kok" kataku
"Yowes, tak tunggu"
Antara senang dan bingung jadi satu, aku kemudian melanjutkan perjalananku untuk pergi ke tempat kerja.
Sepulang bekerja aku sudah melihat temanku dari kejauhan,Lastri,Wan dan Tofa menungguku, tumben sekali mereka, padahal apa yang bisa diharapkan dari kost rumah tua.
Selepas aku mandi, kami duduk di tikar yang sempat menemaniku tidur di ruang tengah, kami mengobrol seperti biasa, suasana hening yang biasa aku rasakan pecah menjadi ramai sekali, seisi ruangan sekarang gantian mendengarkan kami tertawa dengan obrolan unfaedahnya.
Sampai tiba-tiba kami disuruh Lastri duduk saling berhadapan, aku dan Lastri saling berhadapan, aku canggung,aku malu, aku seneng hehe
"Tahu ngga kalau ghoib itu ada, jin menyerupai untuk mengganggu itu ada, kamu bar, dari jam setengah 9 tadi bercerita, kita yang mendengar komentarnya bercanda, sekarang coba pikir dalam-dalam" Lastri memulai obrolan yang membingungkan.
"Sekarang semua aku minta diam, dengerin aku, kalian punya kuping? Dengar baik-baik, pejamkan mata kalian sekarang ...

Berdengung?" Tambah lastri
" Jam berapa sekarang Tof?"
" 10.15 mbak lastri" jawab tof pelan
"Aku sekarang gak cuma ngobrol sama kamu bar, tofa,wan tapi aku ngobrol sama seisi rumah ini yang mungkin memperhatikan, semua yang tahu aku ngomong ini sekarang"

"Jam 12 kita mulai coba ya bar, gpp?" Lastri meminta yang aku tidak tahu

"Iya tri.."
Lastri adalah sosok teman kecil Wan yang sangat mencintai budaya dan kesenian, dia juga aktif mengikuti ebeg (kuda lumping) kenthongan, dan banyak lagi, jadi untuk hal mistis itu adalah hal biasa untuk dia. Terlebih kakek Wan sudah menganggap Lastri sebagai anak sendiri.
"Jam 11.30 wae.. pokoke jangan buka mata sampai ada yg masuk" lastri melanjutkan

"Mulai yo.."

"Tofa ceritamu omongna saiki,gak usah ada komentar,gak usah buka mata"

"Tof mulai.." pinta lastri
Tofa mulai bercerita,kami semua menutup mata,bersila dan berhadapan.
"Nang rakit aku petukan karo baro nang ngarep wc tapi baro ngadeg meneng nang sumur ora obah"
(di desa rakit aku jumpa sama baro di depan wc tapi baro berdiri diem di sumur gak gerak) cerita tofa membuatku takut
"Aku konkon kabeh meneng ora cerita karo koe,soale koe wis bisa sadar dewe" (aku suruh semua diem gak cerita sama kamu bar,soalnya kamu sudah bisa sadar sendiri)
lastri melanjutkan.
"Koe direprep nang messku bawang kowe suwe sadare" (kamu ditindih di messku di bawang kamu lama sadarnya)
"Nang rakit mbahku karo lastri sing buang ghoib nang ragamu" (Di rakit kakekku sama Lastri yang buang ghoin di tubuhmu) Wan menambahkan
Aku terdiam, kami masih dalam mata tertutup, dengungan di kuping kami makin keras.
"Ngggggggggg"
Jadi bukan Tofa yang menghilang di wc rakit itu tapi aku yang dibawa ke alam lain?.
"Koe bar wis digawa sampe gak iso bedakno ndi alam ghoib ndi alam nyata, sadare kang awakmu dewe" (kamu bar udah dibawa sampe gak bisa bedain mana alam ghoib mana alam nyata,sadar dari kamu sendiri) lastri memberikan nasihat yang sekarang aku pahami.
""Brakkk""

Pintu kamar kosanku seperti terbanting, aku tetap memejamkan mata, Tofa membuka matanya

"Asu kaget" teriak Tofa.
Kami semua membuka mata mendengar Tofa.
Lastri kesurupan dengan mata tertutup.
"Bojoku ojo digowo... Aku betah karo masee.. " lastri samar berbicara.

Tofa berdiri kebingungan, Wan memegang lastri, aku panik.
"Cekelo sikile.." Wan memintaku
Kemudian terulang kembali aku seperti tersetrum saat memegang Tofa di kebun rakit dan hilang sensasi itu begitu saja.
Lastri membuka mata dan meminta minum air putih.
Lastri cuma berbisik ke kami setelah sadar dalam suasana yang sudah sangat aneh bagiku malam itu.

"Iki proses perjodohan..." (Ini proses perjodohan)
Malam itu kami tidak tidur, Wan menelpon kakeknya yang mungkin sudah tertidur.

Kami tertidur di ruang tengah bersama, aku sekarang tidak membalikan badanku menghindari jendela rumah.

Sampai akhirnya ada bayangan hitam di depan halamam rumah. Aku melihatnya sendiri..
Sial niatnya tidak tertidur tapi Tofa ngorok, Wan pules, Kami berjejer sampai tiba-tiba tangan Lastri menepuk bahuku setelah aku memilih tengkurap.

Tidak ada kata kata dari lastri hanya tepukan tiga kali.
Aku bangun lebih dulu, subuh sudah datang , mereka ikut bangun kemudian wan berbisik padaku.
"Bar, besok gajianmu?" Wan bertanya padaku.
"Iya wan, utangku tak balikin kok santai" balasku
"Gak usah, utangku ikhlas cari kosan lagi gpp mahal bar, gak usah dsni lagi" Wan meminta.
"Gak bilang gitu aku jg mau pulang aja wan, cuma aku ga enak sama bapakmu gmn?" Balasku
"Aku yg ngmg sama bapakku nanti" tambah wan membuatku tenang.
"Suwun loh" balasku senang.
Lastri balik dengan Wan, aku masih tetap gak suka tapi saat itu aku lebih khawatir sama Lastri, tapi sebelum pulang lastri juga memastikan aku tak perlu khawatir
"Gpp bar, aku di sanggar ya biasa jadi media, cuma tetep gak bs ilangin sendiri" lastri sebelum izin pulang dgn wan.
Tofa menawarkan diri untuk tinggal sampai aku pergi dari rumah tua ini, tapi subuh aku mendengar dia sedang sering tersenyum dengan Leni di sambungan telepon.
"Dah janjian sama Leni?" Tanyaku
"Udah bar tp gpp tak disini dulu"
"Gak usah tof, gpp kok, bentar lagi juga balik" aku menolak
"Masih lama...gpp aku pengangguran og,kan bsk kamu gajian bar hehe" balas Tofa.
"Ya terserah kamu Tof, cari sarapan yok lapar aku, ikut kerjaanku aja nanti ya gausah di rumah sendirian"
"Sipp" Tofa membalas.
HARI KE 30

Aku sudah gajian beberapa hari lalu, hatiku riang, gangguan tidak lagi muncul saat malam tiba, sampai di subuh terakhirku di rumah kost tua ini aku bangun untuk menjemur bajuku.
Tofa yang masih tertidur saat ku bangunkan untuk shalat subuh, karena dia sudah baik mau menemaniku, aku mencuci pakaian satu-satunya dia, tapi tidak dengan sempaknya.
Subuh itu langit cerah tidak hujan, aku menjemur beberapa pakaian di tali jemuran yang biasa kupakai, sebelum kemeja terakhirku ku jemur aku mendengar suara aneh dari balik kebun kecil yang sudah tertutup pohon singkong lebat.
Seperti bunyi batu yang dilempar ke batu lainnya, aku mendekati memeriksanya, kemudian aku melihat anak kecil bermain batu sungai yang masih basah.
"Mamakmu mana? Baru mandi kok kabur..sekolah bentar lagi le" tanyaku
Aku sempat menyentuh bajunya yang basah, bajunya lengket sekali,seperti baju rendaman berhari-hari, kemudian dalam diam anak kecil itu membawa batunya menuruni bukit kecil rumah ini ke arah sungai.
Aku tidak mengikutinya seperti sudah sadar dengan batu-batuan yang sering aku jumpai di halaman rumah di awal-awal aku tinggal di rumah tua ini atau penanda tapak tangga tanah ke rumah ini.
Anak kecil berlari dan menghilang ditepi sungai serayu, aku kembali ke dalam rumah dan membangunkan Tofa untuk cerita hal ini, Tofa mendengarnya kemudian cuek dan tidur lagi, aku memilih bermain ponsel.
Jam 10 pagi kami sudah membawa barang kami dan berjalan menuju rumah bu Sum, sebelum pamit aku harus menyerahkan kunci kost, kami mengetuk pintu rumah bu sum, tumben sekali lama kami ketuk tidak ada jawaban.
Saat aku mulai mengeluarkan motor dari garasi, pintu rumah bu sum terbuka, wanita cantik menyapa kami, Tofa berbisik bisik
"Ayune ora eram bar" (cantiknya gak wajar bar)
"Ssst" balasku.
"Mbak ini kunci kostan kemarin sudah izin sms ke ibuk tapi ibuk minta di kostan sampe tgl 31, maaf gak bisa mbak sampein ya, soalnya udah ngga kerja" kataku menjelaskan.
"Iya mas kenapa gak sampe tgl 31 biar sebulan pas" mbak dengan wangi yang tak asing buatku membalas
"Hehe buru buru mbak, Bu Sum ga di rumah?" Tanyaku balik.
"Ibu sakit"
Kemudian kami izin pamit dan pergi ke Purwokerto untuk meninggalkan Banjarnegara.
"Loh aku bakal betah kalo mbak cantik tadi ngekost juga loh,anaknya bu sum po?" Tanya Tofa dalam perjalanan kami menuju kota mendoan.

"Baru liat juga aku Tof" balasku
"Harumnya keinget terus loh waduh bar bar" Tofa membalas.
Sesampainya di rumah orang tuaku, Tofa langsung pamit untuk pulang ke Cilacap menjemput Leni.
Aku mengambil ponselku dari saku dan menerima pesan dari Wan.
Dari: Wan Banjarnegara

Bar, Lastri demam, kamu dah pulang kan? Jangan nginep sehari lagi di rumah kost itu,titik.
Kirim: Wan Banjarnegara

Iyo wan aku sudah di rumah ortuku, suwun ya ngerepotin, Lastri gmn? aku jenguk sama Tofa po besok?
Dari: Wan Banjarnegara

Gak usah Bar, kamu di rumah dulu jangan ke Banjar dulu.
Kemudian aku menceritakan kenapa aku keluar bekerja dari sana pada ibuku,
Beberapa bulan ke depan aku masih suka ketindih dan diganggu hal kecil tapi berangsur hilang.
Bahkan saat ibuku ketindih dan aku ke kamarnya aku terbanting ke lantai sebelum sampai pintu kamar ibuku.
Tapi tidak sampai disitu sampai aku bertemu juru kunci gunung slamet dan benar-benar dianggap keluarga oleh penunggu Gunung Slamet setelah aku mandi kembang selepas maghrib.

END
Kalau masih bingung sama sesuatu hal bisa baca dari awal, masalah nanya disitu itu siapa sebenarnya asumsi sendiri silakan mengarah kmana, aku jg tidak cari tahu lagi setelahnya :)

Pamit undur diri silakan berdiskusi.
Lastri sudah sembuh kok demam aja barengan sama bu sum sakitnya, anak bu sum siapa itu sama bu sum gak tahu.

Yang aku tangkap itu rumah ada yg bikin perjodohan buat aku mgkn atau buat siapa gak bs pastiin.
Sajen dll yang narok aku simpen aja mengarahnya ke siapa, kalau diawal ngikutin tahu kan ke mana arahnya? Gak mau sebut nama.
Tanya jawab aja yang mungkin udah paham dan tahu, terima kasih sebelumnya udah sabar diceritain.

Kalau aku sering bikin thread horror gini setuju gak?
30 hari aku di kost itu begitu ya, selepasnya kami masih diganggu beberapa hari, aku beberapa bulan,ibuku sesekali.

Untuk mandi di gunung slamet itu aku gak sengaja ketemu juru kunci yg bilang kalau aku disukai sama penunggu dan mau jagain. Nanti kalau mau dibikin thread sendiri
Salam dari Rumah Tua Bu Sum

Pindah wattpad atau banyakin sudut pandang wan,tofa,lastri dalam bentuk buku ya?

ilustrasi: @billy_berlian17
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Panggil Bar

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!