My Authors
Read all threads
[MEREKA ADA DI SETIAP RUMAH!]
Part Ending!

_A Thread_

#16kepribadian #Ramadhan #HariBukuSedunia
Karena lelah sedari perjalanan jauh, keluarga kami pun langsung tidur di kamar masing-masing dengan begitu nyenyaknya. Di dalam kamar, aku masih bingung dengan perkataan ayah tadi.
Meskipun begitu, aku juga harus segera ikut tidur karena waktu istirahatku masih sangat kurang. Kini keluargaku sudah kembali berada di rumah, aku berharap dapat tidur dengan lebih tenang saat itu.
Dari luar teras, terdengar suara cekikikan perempuan, lalu berganti dengan senandung seperti yang terkadang kudengar. Karena sudah cukup terbiasa mendengar suara tersebut, aku pun mengabaikannya dan tertidur nyenyak subuh itu.
Aku bangun menjelang siang. Ibu dan kakak sudah tidak ada di rumah karena sedang mencari rumah bapak Adi (nama samaran), bapak tua yang menemani aku dan kakakku bersama isterinya dulu ketika ada insiden kipas sate terbang di rumah.
Aku mencari ayah yang masih libur kerja hari itu. Kutemuinya di ruang tamu, ia sedang menonton TV. “Yah, aku mau tanya,” ujarku membuka percakapan. Kusinggung lagi makhluk mistis yang kulihat di lorong tengah malam tadi, juga maksud dari komentarnya yang membuatku bingung.
“Bagaimana sosok yang kamu lihat waktu itu?” tanya ayah. Aku menjelaskannya sesuai dengan apa yang aku lihat waktu itu. “Ayah pernah melihatnya juga?” tanyaku. Beliau mengangguk.
Ayah bercerita bahwa pada suatu tengah malam di bulan lalu, ia belum juga bisa tidur sementara ibu dan adik laki-lakiku sudah lama terlelap. Karena acara TV sudah tidak ada yang menarik, ia pun mematikannya lalu rebahan sambil menatap langit-langit kamar dengan pikiran kosong.
Dialihkannya pandangan ke dalam kamar mandi yang pintunya sedang terbuka saat itu. Tidak ada yang menarik sampai pandangan matanya tertahan pada lubang ventilasi di dalam kamar mandi tersebut.
Bagian belakang dari kamar mandi adalah ruang makan. Dari lubang ventilasi tersebut, dapat diketahui bahwa lampu di ruang makan sedang menyala. Sebenarnya tidak ada yang aneh, bila saja cahaya lampu yang sedang dilihatnya dari lubang ventilasi itu tidak tiba-tiba padam.
Ayah pikir, mungkin lampunya rusak dan memang sudah harus diganti karena cahayanya pun kini sudah tak seterang waktu ia pertama kali memasangnya. Namun tiba-tiba, cahaya lampu kembali terlihat dari lubang ventilasi di dalam kamar mandi dan kembali padam tak lama kemudian.
Ayah yang kebingungan, terus memperhatikan lubang itu. Lubang-lubang itu cukup besar dengan kawat nyamuk tipis yang melapisinya. Ketika lampu di ruang makan kembali menyala.
Ayah yang sedang memperhatikan lubang itu pun terperanjat karena pasalnya saat itu terlihat sosok bayangan hitam berupa kepala yang sedang mengintip ke dalam kamar lalu pergi dari balik lubang ventilasi tersebut.
Ayah yang sebenarnya sangat penakut ini memutuskan untuk mengecek ke dapur sambil membawa sapu ijuk dari dalam kamar. Dibukanya perlahan pintu kamar dan didapatinya lampu ruang makan masih dalam keadaan menyala.
Dengan mengendap-endap, ayah berjalan menuju tembok dengan lubang ventilasi kamar mandi yang berada di ruang makan. Ditengokkan kepalanya ke segala penjuru, namun ayah tidak menemukan sosok yang ia lihat dari dalam kamarnya tadi.
Ia terus berjalan ke arah dapur, menuju ke area tempat parkir motor. Namun begitu tepat melintas di depan lorong yang terdapat di area dapur, ayah mendengar suara seperti orang yang sedang memanggilnya dengan bisikan.
“PSSST!” Ia berhenti seketika. Ketika ia menoleh ke arah sumber suara di pojok lorong, ayah melihat juga sosok bayangan hitam sama seperti yang aku lihat tengah malam itu, sedang melambai-lambaikan tangannya ke arah ayah.
Ia yg ketakutan langsung melemparkan sapu yg dipegangnya ke arah makhluk itu dan sosok misterius itu pun menghilang. Ayah mengancam, jika makhluk ghaib itu masih berani mengganggu ia dan keluarganya, ayah takkan segan2 untuk meminta bantuan ‘orang pintar’ untuk membinasakannya.
Ancaman ayah tengah malam itu hanya dibalas dengan bunyi gayung yg jatuh di dalam kamar mandi. Sekembalinya ayah ke dalam kamar, ia masuk ke dalam kamar mandi untuk mengembalikan gayung ke tempatnya semula lalu menutup pintu kamar mandi dan berusaha untuk dapat segera tertidur.
Paginya, ayah memberitahukan hal ini pada ibu dan mereka setuju untuk merahasiakan hal tersebut dari anak-anaknya agar kami tidak ketakutan. Sore itu, akhirnya ibu pulang bersama kakak. “Tidak bisa hari ini,” kata ibu kepada ayah.
Rupanya ibu telah menceritakan semua fenomena ghaib yg terjadi dikeluarga kami ke pak Adi. Beliau berjanji akan membantu keluarga kami namun meminta waktu paling tidak 2 hari untuk mengumpulkan beberapa personil yg akan membantunya di ritual pengusiran makhluk ghaib nantinya.
Esok malamnya, seorang teman datang ke rumah untuk meminta copy mp3 dari komputerku. Kupersilahkan ia masuk dan menuju kamarku melalui ruang makan.
Oh iya, walau ada 3 pintu depan di rumahku yang mengarah ke teras, salah satunya termasuk pintu di kamarku, namun hanya 1 saja yang sebenarnya difungsikan, yaitu pintu di tengah rumah yang menuju ke ruang tamu.
Pintu depan di bagian paling kiri rumahku yang bersebelahan dengan tangga luar yang menuju ke area jemuran tidak pernah dibuka sejak awal kami pindah karena lubang kuncinya rusak sehingga pintu amat susah dibuka.
Begitu pula pintu di kamarku yang menuju teras hanya pernah dibuka 2 atau 3 kali sebelum akhirnya kunci tersangkut di dalam lubang kunci dan tidak bisa digerakkan sama sekali.
Temanku berjalan di depan, sementara aku mengikutinya dari belakang. Begitu memasuki area ruang makan, “DUGG!” Tiba-tiba aku terjatuh karena tersandung sesuatu. Kuperhatikan lantai dan sekitarnya, tak kulihat ada benda apapun di sana.
Aku bingung karena tadi jelas2 kakiku merasa menubruk sesuatu hingga terjatuh. “Lah, kenapa jatuh?” tanya temanku keheranan. Ingin jawab “tersandung” tapi takut dikira mengada2 karena aku berjalan melewati rute yang sama dengannya, akhirnya aku bilang kalau tadi kakiku terkilir.
Sesampainya di kamar, aku kembali dibingungkan sewaktu melihat pintu kamarku yg menuju teras rumah kini sudah dalam keadaan terbuka, walau tidak begitu lebar. Kunci masih menggantung di lubangnya. “Ini bisa masuk dari sini, kenapa tadi muter lewat belakang?” tanya temanku.
Karena enggan membuatnya takut dan aku juga bingung menjawabnya saat itu, aku hanya berkata, “Oh iya, maaf. Aku lupa.” Padahal, pintu itu sudah tidak pernah aku buka selama berminggu-minggu karena kuncinya tersangkut di dalam lubang.
Selesai mendapatkan apa yang diinginkannya, temanku pulang dengan keluar melalui pintu yang langsung menuju teras rumah. Aku mengantarkannya sampai pintu pagar lalu kembali masuk ke dalam kamar melalui pintu yang sama.
Ketika kembali berada di dalam kamar, kemudian aku menutup pintu dan menguncinya dengan begitu mudah. Ketika aku mencoba untuk kembali membukanya, kunci pintu kamar itu tidak mau bergerak sedikit pun seperti biasanya. Aku merinding.
Orang rumah pun kebingungan sewaktu aku menceritakan hal ini.Esok sore harinya selepas Maghrib, pak Adi bersama 2 orang rekannya yang terlihat lebih muda, datang ke rumah kami.
Ketiganya hanya mengenakan pakaian biasa, kemeja putih dengan celana panjang hitam, di tangan salah seorang di antaranya membawa botol mineral berisi air putih setengah penuh. Hari itu mereka berniat untuk melakukan pengusiran makhluk halus yang mengganggu di rumah kami.
Aku mempersilakannya untuk masuk dan duduk di kursi, namun mereka semua lebih memilih untuk duduk bersila di lantai. Kusuguhkan makanan kecil dan air putih. Sedangkan anggota keluargaku terlihat sedang duduk di atas kursi yg menghadap ke arah pak Adi dan kawanannya.
Malam itu, ayah belum pulang dari tempat kerjanya. Di rumah hanya ada ibu dan para anaknya. Pak Adi meminta agar pintu depan ditutup, kakak-ku pun segera menutupnya.
“Selama saya di sini, harap semuanya terus membaca doa di dalam hati dan jangan pernah mengosongkan pikiran. Jangan bengong!” suruh bapak tua itu pada keluarga kami. Degup jantungku pun memacu lebih cepat mendengar perkataannya itu.
Sebelum ritual dimulai, pak Adi meminta kami untuk menunjukkan di lokasi mana saja kejadian mistis pernah muncul. Kami mengantarnya ke beberapa bagian rumah sambil menjelaskan dalam kengerian.
Sepanjang melihat isi rumah, bapak itu hanya terus mengangguk2an kepalanya sambil pandangan matanya merayap ke sudut lain yg tidak sedang kami jelaskan. Sesekali, ia memberi salam dan mencipratkan air yg telah didoakan dari botol mineral yg dibawanya ke berbagai sudut ruangan.
Di ruang makan dekat tangga, sesuatu di lantai menarik perhatian pak Adi. Ia membungkukkan badan, membaca doa, memunguti sesuatu lalu memasukannya ke dalam kantong celana. Sesuatu itu tak dapat kami lihat dengan mata telanjang.
Usai hal tersebut, kami semua kembali ke ruang tamu dan duduk di tempat semula. Sebenarnya aku khawatir pada adik laki-lakiku yang masih SD saat itu. Ia duduk tepat di antara ibu dan kakak-ku sambil terlihat begitu ketakutan.
Pak Adi melafalkan doa-doa. Kedua rekannya juga melakukan hal yang sama. Setelah mereka selesai, pak Adi bertanya kepada kami semua, “Ada yang berani mencoba agar mata bathinnya dibuka?”
Kami semua langsung menolak, kecuali adik laki-lakiku. Kelihatannya ia masih terlalu kecil untuk tahu apa itu mata bathin. Ketika mata bathin dibuka berarti seseorang tersebut akan memiliki mata ketiga. Ini bukan arti mata secara harafiah.
Dengan mata ketiga, orang akan mampu melihat berbagai sosok makhluk halus di sekitarnya yang tidak dapat dilihat menggunakan mata biasa. Jika tidak memiliki keberanian yang cukup tinggi, maka orang itu dapat histeris dan jatuh pingsan.
Bukan tidak mungkin akan meninggalkan trauma walau mata bathin sudah kembali ditutup sekalipun. Tiba2 ibuku berkata, “Boleh deh, pak.” Namun setelah diyakinkan kembali oleh pak Adi bahwa pembukaan mata bathin bukanlah hanya untuk sekedar iseng2, ibu kembali mengurungkan niatnya.
Ritual pun dimulai, pak Adi kembali melafalkan doa dan memberi salam pada para makhluk halus di rumah itu. Ia terlibat pembicaraan yang terlihat seperti percakapan satu arah oleh kami. Tiba-tiba, salah seorang rekannya kesurupan.
Ia menggelepar di lantai, rekan lainnya memegangi tubuh pemuda itu. Kami semua ketakutan, terutama adikku yang nampaknya sudah mulai ingin menangis. Pemuda yang kesurupan itu diposisikan untuk kembali duduk, kepalanya menunduk lesu.
Badannya bergerak pelan ke depan dan belakang. Sesaat kemudian, ia menengadahkan kepalanya untuk menatap kami secara acak sambil meringis.
“Siapa yang suruh kamu masuk?! Panggil raja kalian!” hardik pak Adi pada pemuda yang tengah kesurupan itu. “Keluar kamu!” katanya lagi sambil menekan bahu pemuda itu dan membacakan doa terhadapnya.
Pemuda tadi langsung terkulai lemas dan kembali sadar perlahan-lahan setelah didoakan. “Yang tadi itu siluman monyet yang suka ambil barang di rumah ini, saya akan panggil pemimpinnya.”
Aku menelan ludah. Nampaknya anggota keluargaku yang lain juga melakukan hal yang sama. Tiba-tiba pemuda yang sama tadi kembali kesurupan. Sewaktu pemuda yang lain memegangi tubuhnya, ia memberontak sehingga susah untuk dikontrol.
“Biarkan saja,” suruh pak Adi. Pemuda kesurupan itu pun duduk tanpa ada seorang pun yang memeganginya, kepalanya mendongak ke arah langit-langit. “Siapa nama kamu?” Makhluk ghaib di dalam tubuh pemuda itu tak menjawab.
“Siapa yang kirim kamu ke sini?” tanya pak Adi lagi dengan nada tegas. Badan pemuda itu bergerak ke depan dan ke belakang, sementara tangan kanannya mengepal dan dipukul-pukulkannya perlahan ke bagian paha. “Kamu dengar pertanyaan saya?! Sekarang jawab!”
Pemuda itu hanya menggeram dalam posisi tubuh yang sama. “Kamu mau main-main sama saya?!” Pak Adi membacakan doa dan pemuda tadi menggeram lebih keras, namun kali ini kepalanya perlahan menunduk.
Ketika doa terus dibacakan, akhirnya makhluk tersebut bersuara. Suaranya besar dan terdengar serak, ia menyebutkan nama sang pengirim juga meminta pak Adi untuk segera menghentikan doanya. Keluarga kami kebingungan karena nama tersebut terdengar begitu asing di telinga.
“Bawa semua anak buahmu dan pergi dari rumah ini! Kalau tidak, saya tidak segan-segan untuk membinasakan kamu!” ancamnya. “Tidak, saya cuma kiriman,” jawab sang pemuda yang kerasukan sambil bertingkah setengah kebingungan.
Karena makhluk ghaib itu keras kepala, pak Adi kembali membacakan doa. “Panas! Panasss! Hentikan atau orang ini mati!” Tanpa mempedulikan ancaman makhluk ghaib tersebut, pak Adi terus melanjutkan bacaan doanya.
Pemuda itu terus mengerang kesakitan sambil menggelepar-gelepar hebat, rekannya yang lain langsung memegangi tubuhnya. Tak lama kemudian, pemuda tersebut kembali terkulai lemas. Adik laki-lakiku langsung menangis menyaksikan peristiwa yang menakutkan baginya itu.
Namun ternyata, tak butuh waktu lama untuk menghentikan tangisannya. Seketika itu juga, makhluk ghaib yang lain kembali merasuki tubuh pemuda itu. Ia kembali bangkit duduk dan tertawa cekikikan dengan suara mirip perempuan.
Walau rambut pemuda itu pendek, namun gerakan tangannya seperti sedang menyisir rambut panjang yang lurus terjuntai hingga ke dadanya. Tangan kanannya seolah tengah memegang sebuah sisir yang terus disapukan ke rambut panjangnya yang tak terlihat.
Sementara tangan kirinya sibuk mengelus rambut tiap kali baru disisir. Kepalanya sedikit miring ke kanan namun terus menunduk sambil tak hentinya menyisir rambut. Makhluk ghaib itu menggoyang-goyangkan tubuh pemuda tersebut ke kiri dan ke kanan penuh manja.
Dan saat itu aku melihat kalau tingkahnya benar-benar gemulai bak perempuan sejati. Pak Adi memberi salam dan menanyakan nama makhluk tersebut. Ia memberitahukan namanya, “Ayu.”
“Kuntilanak ini sedang malu-malu. Ada yang dia suka dari antara kalian,” pak Adi memberitahu kami, yang tentunya hal itu langsung membuat kami semua bergidik. “Silakan tunjuk siapa yang sebenarnya kamu suka di rumah ini,” suruh pak Adi.
Makhluk ghaib bisa menyukai manusia? Aku baru tahu saat itu. Dengan penuh harap bercampur cemas, aku berdoa supaya ia tidak menunjukku. Perlahan namun pasti, tangan kanan pemuda itu terangkat dan jari telunjuknya mengarah tepat ke arah adik laki-lakiku.
Hal itulah yang membuat adikku langsung berhenti menangis dan diam seribu bahasa. Padahal kukira hal tersebut justru akan membuat tangisannya bertambah besar.
“Aku cantik, tidak?” tanya Kuntilanak tersebut dengan genit sambil tetap menunduk dan kembali menyisir rambutnya yang sepertinya sangat panjang. Tiba-tiba kepala pemuda itu terangkat dan melotot ke arahku, “Tapi aku tidak suka dia!” Jantungku terasa langsung ingin copot saat itu.
Di dalam hati aku terus berdoa dengan perasaan yang campur aduk. “Kenapa kamu membencinya?” tanya pak Adi. “Pokoknya tidak suka! Suatu saat akan aku celakai dia!” ancam makhluk itu terhadapku. “Kalau kamu berani, berarti kamu mencari masalah dengan saya,” pak Adi mengancam balik.
Dengan sigap, ia langsung melafalkan bacaan doa untuk menghukum makhluk ghaib tersebut. Namun bukannya ketakutan, pemuda yang sedang dirasuki Kuntilanak tersebut malah melafalkan balik bacaan doa pak Adi lalu tertawa cekikikan. Kami jadi makin ketakutan.
Aku sudah terlanjur menaruh banyak harapan pada bapak tua yang sedang ditertawakan oleh makhluk ghaib tersebut. Dicipratkannya air yang telah didoakan ke muka pemuda tersebut lalu pak Adi berdiri dan memegangi kening sang pemuda.
Sementara rekannya yang lain memegangi tubuh pemuda kerasukan yang mulai memberontak ke sana – ke mari. Dibacakannya doa yang lain dan pemuda itu kini mulai meronta-ronta. “Ampuun, ampuuun. Aku akan pergii.., ampuuun..” makhluk ghaib tersebut memelas.
Pak Adi tidak percaya begitu saja. Ia meminta Kuntilanak itu untuk bersumpah dan mengancam akan membinasakannya jika makhluk tersebut ingkar. Sesudahnya, pemuda itu terkulai lemas dan doa dilafalkan untuk membuatnya kembali tersadar.
Pemuda tersebut disuruh minum banyak air putih untuk mengembalikan kondisi tubuhnya yang sudah cukup lemah saat itu. “Sudah aman,” kata pak Adi kepada kami sambil membenahi diri. Sepertinya prosesi telah selesai.
Anggota keluarga kami saling berpandangan satu sama lain, antara percaya atau tidak dengan perkataan bapak tua itu barusan. “Hanya dua makhluk tadi?” tanyaku dalam hati. Namun sepertinya pak Adi dapat membaca kegelisahan hati kami kala itu.
“Sebenarnya masih ada beberapa makhluk ghaib lagi di rumah ini. Tapi sebaiknya mereka tidak diusir karena mereka juga sebenarnya tidak mengganggu,” pak Adi memberitahu kami. “Di dekat pojokan sana, ada 1.
Wujudnya kakek-kakek, tapi ‘dia’ tidak pernah mengganggu. Malah suka menasehati makhluk ghaib lainnya agar tidak mengganggu keluarga kalian. ‘Dia’ memang sengaja ditempatkan di sana oleh penghuni rumah terdahulu untuk menjaga rumah”.
Kata pak Adi sambil menunjuk ke arah tumpukan kardus di depan kamar mandi luar.
“Dia kagum sama keberanian mbak ini dan suka menyapanya,” tambahnya sambil mengarahkan tangannya ke arahku.
DEG!! Entah kenapa, aku langsung teringat insiden kipas sate terbang dan hantu bayi di atas jok motor yang lokasi kejadiannya persis di dekat spot yang ditunjuk oleh pak Adi itu.
Atau mungkin ketukan di pintu selama ini juga merupakan salah satu bentuk sapaan-‘nya’ kepadaku? Oh, sosok yg kujumpai di lorong dapur, kemungkinan besar juga makhluk ghaib yg dimaksud. Namun bisa saja semua perkiraanku itu salah. Ingin bertanya, tapi aku terlalu takut saat itu.
“Ada lagi, di dekat tempat jemuran di lantai atas. Genderuwo. Tapi tidak mengganggu kalau tidak diganggu.” Aku dan ibu langsung saling berpandangan. Nampaknya beliau juga masih ingat kejadian aneh sewaktu aku menemaninya menjemur pakaian pada malam hari.
“Kuntilanak yang tadi saya usir, sukanya menyisir rambut sambil menyanyi di depan teras tiap malam untuk membuat adik kecil ini tertarik sama ‘dia’. Tapi karena kayaknya mbak ini suka berdoa tiap malam, Kuntilanak tadi merasa terganggu”.
Aku mulai paham dari perkataan Kuntilanak tadi yg tidak menyukaiku. “Yg siluman monyet tadi?” tanya ibuku. “Rajanya sudah saya bakar, pasukannya juga sudah kembali pada pengirimnya. Ada saudara yg benci sama keluarga kalian, itu mereka yang kirim pakai jasa dukun,” jawab pak Adi.
“Kalau sering ada barang yang hilang, ya itu ulah para siluman monyet itu,” tambahnya lagi. Kami berbincang-bincang perihal berbagai kejadian mistis di rumah itu dan bagaimana seharusnya kami bertindak agar dijauhkan dari gangguan ghaib.
Pak Adi menyarankan agar lampu di setiap kamar mandi dan dapur jangan dimatikan sepanjang malam karena biasanya di sanalah tempat favorit para makhluk ghaib berkumpul tiap malam. Juga jangan sampai terbujuk tipu muslihat karena ‘mereka’ sangat licik.
Akhirnya setelah bercakap2 cukup lama, pak Adi dan kawanannya pamit pulang. Ibu menyelipkan sejumlah uang ke genggaman tangan bapak tua itu ketika bersalaman sebagai bentuk rasa terimakasih. Pak Adi juga berpesan agar kami jangan pernah sungkan jika sewaktu2 butuh bantuanya lagi.
Kami pun mengantar mereka hingga pintu pagar sambil tak henti-hentinya berterimakasih. Sesaat sebelum mereka beranjak pergi, pak Adi berkata pelan kepada ibu.
“Oh iya, bu. Di dalam sana masih ada 1 makhluk lagi yang tidak saya sebut dan tidak akan saya bahas. ‘Dia’ tidak membahayakan, tapi saya sarankan keluarga ibu untuk mencari tempat tinggal lain yang lebih baik dari rumah ini.”
Mendengar pernyataannya itu, aku kembali bertanya-tanya. Tapi berulang kali pak Adi meyakinkan kami bahwa rumah itu sudah aman. Sepulangnya mereka, kami semua kembali masuk ke dalam rumah dan duduk bersama di ruang tamu.
Semua wajah nampak begitu lega, berharap bahwa semua cobaan keluarga kami kini sudah benar2 berakhir. Beberapa lama kemudian, ayah pulang. Kami menceritakan semuanya dan ayah nampak begitu puas dengan berita yg baru saja ia dengar tersebut. Malam itu, aku tertidur sangat pulas.
Selama beberapa hari ke depan setelah ritual tersebut, tidak ada lagi hal aneh yang kujumpai di rumah. Semua tampak begitu normal dan wajar. Bahkan sampai aku pun merasa aneh dengan segala kewajaran tersebut.
Tak pernah lagi kudengar senandung suara perempuan pada malam hari yang tiba-tiba berubah menjadi tangisan di depan teras ataupun munculnya kelebatan bayangan hitam yang mengganggu pandangan. Sepertinya perkataan pak Adi benar, rumahku kini sudah ‘bersih’.
Paling tidak kepercayaanku tersebut bertahan hingga malam itu, tatkala ketukan di pintu kini mulai kembali terdengar. Tak hanya di pintu kamar tidurku, melainkan kini juga pintu kamar tidur orang tuaku menjadi lebih sering diketuk dari sebelumnya.
Memang tidak membahayakan, namun cukup mengganggu, paling tidak menurutku. Mungkin makhluk ghaib inilah yang dimaksud oleh pak Adi sesaat sebelum ia pulang ke rumahnya malam itu.
Aku juga sebenarnya tidak yakin, hanya menduga-duga. Namun secara keseluruhan, para makhluk ghaib penunggu asli di rumah itu sudah tidak lagi terlalu berusaha untuk menunjukkan eksistensinya. Beberapa bulan kemudian, adikku lulus SMU dari sekolahnya.
Mengingat kini ibuku pun tengah hamil muda, akhirnya keluargaku memutuskan untuk pindah dari rumah yang kami kontrak tersebut dan meninggalkan segala pengalaman pahit di dalamnya. Adikku yang masih SD pun terpaksa harus pindah sekolah karenanya.
Kami pindah lumayan jauh dari kompleks sebelumnya untuk mencoba menikmati hidup baru nan tentram seperti yang selama ini kami idam-idamkan walau baru saat itu dapat segera diwujudkan. Ya, kami juga berhak hidup nyaman seperti orang-orang lain.
Segala kejadian mistis yang pernah kami alami di rumah tersebut, memberikan pengalaman menarik untuk diceritakan ke banyak orang. Walau memang ada harga yang harus dibayar untuk itu semua.
Pindah dari rumah angker sebelumnya, kami menempati rumah baru milik seorang dokter. Awalnya kami berniat untuk membeli rumah ini namun setelah tahu bahwa rumah tersebut bekas rumah praktek bidan yg telah digunakan selama bertahun2 lalu dibiarkan kosong selama beberapa saat.
kami memutuskan untuk kontrak selama 1 tahun terlebih dahulu. Memasuki ruang tamu, nuansa bekas tempat praktek rumah bersalin jelas terlihat. Ruang tamu di rumahku dulunya adalah ruang tunggu pasien.
sedangkan kamar tidur orang tuaku yg cukup luas itu dulunya adalah ruang praktek bersalin dengan sebuah wastafel pada salah satu sudut ruangannya. Pemandangan yg cukup aneh untuk sebuah kamar tidur.
Jika dilihat lebih seksama, bagian rumah lainnya juga tidak seperti bagian rumah pada umumnya. Misalnya saja, 2 buah kamar mandi yang saling membelakangi namun dengan 1 bak air berbagi. Tapi itu semua tidaklah terlalu menjadi masalah bagi kami.
Di luar kenyataan, bahwa kami sesungguhnya menyadari jika tidak setiap proses persalinan itu akan melahirkan manusia baru, mungkin saja sebaliknya. Aku mendapatkan sebuah kamar di dekat dapur, berseberangan dengan kamar tidur orang tuaku yang baru.
Sementara kakak dan adik perempuanku menempati kedua kamar di lantai 2, sama seperti ketika masih di rumah kami yang sebelumnya. Adik laki-lakiku kembali tidur bersama kedua orang tuaku. Kamar orang tuaku adalah ruangan terluas di dalam rumah itu.
Bulan pertama kami menempati rumah ini, tak pernah ada satu pun keganjilan yang terjadi. Kecuali ketika aku mengajak seorang teman perempuanku untuk menginap di rumah. Menjelang tidur, aku memadamkan lampu agar kami dapat tertidur dengan lebih lelap.
Beberapa saat ketika aku hampir tertidur, tiba-tiba temanku melompat bangun dari tidurnya kemudian duduk terdiam dengan nafas tersengal-sengal. Aku yang ikut kaget pun langsung terperanjat bangun.
Kutanyai ada apa, katanya dia mendengar ada sebuah teriakan sangat kencang tepat di samping telinganya. Jika memang teriakan itu kencang, tentu aku juga mendengarnya saat itu. Aku berusaha menenangkannya dan meyakinkan kalau itu hanyalah perasaan dia saja.
Akhirnya ia pun mau kembali mencoba tidur. Dan ketika aku hendak kembali tertidur, tiba-tiba kini gantian aku yg melompat bangun dari tidur. Sungguh, ada suara teriakan seorang laki-laki dewasa yg begitu kencang tepat di samping telinga, seolah sedang meneriaki-ku untuk bangun.
“HOOII!!” Kira-kira begitu suaranya. Keringat dingin langsung mengucur dari seluruh tubuhku. Aku kembali menyalakan lampu dan melihat temanku ternyata juga masih belum tidur, ia menatapku dan berkata, “Kenapa? Dengar juga?” Aku mengangguk.
“Mungkin salam perkenalan dari ‘mereka’ untuk kamu,” katanya lagi dengan nada mengejek. Akhirnya malam itu kami tertidur dengan lampu yang dibiarkan terus menyala hingga pagi. Itulah pengalaman mistis pertamaku di rumah ini.
Kisah berikutnya bukan aku yang mengalami. Pada suatu hari menjelang subuh, adik laki-lakiku pergi ke kamar mandi karena ingin buang air kecil. Ketika hendak masuk ke dalam salah satu kamar mandinya yang berada di depan.
ia melihat ada sebuah kepala seorang perempuan sedang menunduk yang muncul dari kamar mandi bagian belakang. Dilihatnya, rambut hitam perempuan itu panjang terurai ke bawah dan menutupi wajahnya yang terus tertunduk.
Lalu kepala tersebut kembali ditarik ke dalam kamar mandi. Adikku mengira kalau itu adalah ibu yang sedang keramas di kamar mandi bagian belakang karena tercium juga aroma harum yang katanya mirip shampoo.
Ketika sedang buang air kecil, dipanggil-panggilnyalah sosok perempuan tadi yang dikiranya sebagai ibu namun tidak pernah ada balasan dari kamar mandi bagian belakang. Selesai buang air kecil, ia segera mengecek kamar mandi bagian belakang namun tidak ada seorang pun di sana.
Sesaat kemudian, ia mendengar ada suara tepuk tangan dan suara tawa terkikih-kikih. Karena ketakutan, ia pun langsung berlari ke dalam kamar dan ternyata ibuku sedang tertidur lelap.
Sampai saat ini, adik laki-lakiku tersebut menjadi orang yang sangat penakut di rumah karena kejadian tersebut. Bahkan ia akan langsung lari ketakutan jika aku mengerjainya dengan menepuk tangan secara sembunyi-sembunyi.
Di rumah ini pula, ibu melahirkan adik laki-laki keduaku. Sewaktu ia masih balita dulu, pernah pada suatu malam, suhu tubuhnya tiba-tiba memanas tinggi dan ia menjadi sangat rewel karenanya. Diberi susu, ia menolak. Diberi mainan, dijatuhkannya.
Yang terus dilakukannya hanyalah menangis berjam-jam sambil berkata, “Ne.. nee.. nee” Digendong di dalam kamar, ia terus saja menangis keras dan membuat frustasi kedua orang tuaku. Akhirnya ibu dan ayah hendak membawa adikku ke klinik 24 jam pada malam itu.
Begitu baru sampai teras depan rumah, adik kecilku itu berhenti menangis. Raut wajahnya kini malah berubah ceria sambil terus menyimpulkan senyum bahagia. Orang tuaku mengira bahwa keadaan telah membaik dan memutuskan untuk membawa masuk adik kembali ke dalam rumah.
Namun sekembalinya di dalam rumah, ia kembali rewel dan menangis keras tanpa henti. Bingung, orang tuaku pun kembali membawa adikku keluar untuk mengantarkannya ke klinik. Namun lagi-lagi begitu sampai teras, tangisannya berhenti.
Ia terus menggeliat di dalam gendongan dan berusaha untuk turun. Ibu yang kebingungan pun menurunkannya ke lantai dan ia terlihat begitu bahagia.
Walau jalannya masih belum lancar, kaki kecilnya melangkah dengan begitu riang sambil tangannya terus dituntun oleh ibuku hingga mendekat ke sebuah pohon jambu yang tinggi besar di dalam teras rumahku.
“Ne.. nee.. neee..” ucapnya riang sambil menengadahkan kepalanya ke atas pohon dengan penuh senyum. Kami semua yang berada di teras saat itu pun ikut menengadahkan kepala ke atas pohon dan alangkah terkejutnya kami malam itu.
“Bawa masuk! Cepat, bawa Rian (nama samaran) masuk ke dalam!” suruh ayah cepat sambil sibuk mencari sesuatu. Ibu langsung menarik tubuh adikku dan membawanya ke dalam rumah, mungkin karena kaget, ia kembali menangis ketika digendong secara paksa saat itu.
Kakakku berteriak sewaktu melihat apa yang sedang berada di atas pohon jambu malam itu sehingga beberapa petugas ronda yang sedang berkumpul di warung depan mulai berdatangan.
Ayahku menyambitkan sendal berulang kali ke atas pohon ketika dilihatnya sosok nenek-nenek sedang tersenyum lebar dan bersandar pada salah satu dahan. Aku juga melihat penampakan itu, sesaat sebelum ‘ia’ menghilang pada sambitan sendal yang kesekian kalinya.
Pakaian yang dikenakan adalah baju tradisional seperti seorang mbok Jamu, lengkap dengan sanggulnya. Sesaat setelah sosok itu menghilang, seorang petugas ronda di depan rumah berteriak, “Oi, kuntilanak, tuh!” Makhluk itu terbang dari satu pohon ke pohon lainnya.
Meski sudah dikejar, namun makhluk itu berhasil lenyap bersama gelapnya malam. Di dalam rumah, adikku juga sudah berhenti menangis dan suhu tubuhnya kembali normal.
Keesokan paginya, pohon jambu itu dipangkas habis-habisan karena takut dijadikan tempat ‘bertengger’ makhluk ghaib itu lagi. Namun kini, pohon tersebut sudah kembali tumbuh tinggi lebat di dalam teras rumahku.
Demikianlah beberapa kisah mistis yang pernah kualami di rumah yang saat ini masih kutinggali. Sebenarnya masih ada beberapa kejadian mistis lagi yang ingin kuceritakan namun sepertinya tidak akan pernah ada habisnya jika semuanya harus kutulis di sini.
Walaupun pernah terjadi beberapa kejadian mistis, nyatanya aku beserta keluarga masih tinggal di rumah ini selama bertahun-tahun dengan cukup nyaman dan status rumah pun kini sudah menjadi milik keluarga kami.
Intinya, di rumah manapun itu pasti ada ‘penunggu’-nya, entah itu di kamar tidur kalian, di dapur kalian, ataupun di gudang rumah kalian. Terlepas dari ‘mereka’ usil atau tidak, sebaiknya kita tidak perlu takut atau mereka justru akan semakin berani pada kita.
Dan jika mereka tidak usil, janganlah pula kita mencari masalah dengan mereka. Kita dan mereka hidup dalam dunia yang berbeda namun berdampingan. Walau tak dapat dilihat, mereka sebenarnya tetap ada di sekitar kita.
Keselarasan itulah yang harus kita jaga. Perkuat iman, niscaya mereka takkan pernah mengganggu kita. Amin.

Sumber (novelajualkomik)
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with A Thread

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!