Asal-usul nama gudeg
[utas]
[utas]
Ceritanya berawal pada abad ke-16, saat Panembahan Senopati melakukan babat alas calon lokasi keraton Kasultanan Mataram. Namanya Alas Mentaok, saat ini lokasi tersebut menjadi daerah Kotagede.
Ngomong-ngomong, tau kan kenapa Panembahan Senopati alias Danang Sutawijaya mendapat "jatah" Alas Mentaok? Yap, sebagai hadiah karena berhasil mengalahkan Arya Penangsang.
Balik lagi ke cerita babat alas. Waktu itu para prajurit Panembahan Senopati menemukan di Alas Mentaok terdapat banyak pohon nangka dan pohon kelapa. Kalau buah nangka yang sudah mateng sih enak, kalau nangka muda mau diapakan?
Tercetuslah ide untuk memasak nangka muda (gori) dengan santan dari kelapa, ditambah gula aren dan bumbu-bumbu lainnya. Karena pasukannya banyak, masaknya pun tentu harus porsi besar dong. Dipakailah kuali besar untuk masak.
Karena kualinya besar, sendok untuk mengaduknya juga pasti besar, seperti dayung. Supaya merata, masakan itu harus diaduk, dengan gerakan memutar. Aktivitas itu dinamai "hangudeg" yang artinya mengaduk-aduk. Dari situ lah muncul nama "gudeg"
Lambat laun gudeg makin populer bukan hanya di kalangan prajurit atau pekerja, tapi juga disukai para raja. Gudeg juga disajikan saat menyambut tamu-tamu kerajaan.
Hingga Kasultanan Mataram pecah menjadi Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta, gudeg tetap menjadi makanan favorit. Hingga kini pun gudeg mudah ditemui di Djokdja dan Solo.
