Rodri Tanoto (陳曉陽) Profile picture
May 26, 2020 31 tweets 5 min read Read on X
Menurut saya, ini pernyataan kunci dari respons pemerintah selama ini, bahwa pemerintah hanya mengurus yang sakit, sedangkan aspek pencegahan, ada di masyarakat. Secara tidak langsung, pemerintah cuci tangan (no pun intended) dari tanggung jawabnya sesuai dengan WHO Charter.
Konstitusi WHO menyatakan bahwa negara wajib menjamin hak setiap warga negara atas kesehatan (health), bukan hanya layanan kesehatan (health care). Hal ini yang sering diabaikan oleh pemerintah, sehingga kesehatan hanya dipandang sempit menjadi penyediaan layanan kesehatan.
"Health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity." Dengan mengabaikan definisi ini, maka negara akan terjebak dalam memandang kesehatan sebagai sebuah aspek terisolir dari faktor sosial yang menyertainya.
Mengerucutkan pembahasan menjadi COVID-19, padahal, banyak sekali faktor yang mempengaruhi keberhasilan penanganan COVID-19 yang berada di tangan pemerintah, termasuk di dalamnya, mengubah perilaku masyarakat.
Para ahli promosi kesehatan sudah lama menyadari bahwa mengubah perilaku tidak semata-mata bicara soal propaganda, atau meningkatkan pengetahuan masyarakat. Banyak sekali aspek sosial yang mempengaruhi perilaku dari sebuah masyarakat, yang sebenarnya sudah harus dipahami.
Pelanggaran #DiRumahAja, misalnya, yang dilakukan oleh pekerja informal yang tidak bisa makan kalau tidak bekerja keluar rumah. Solusinya? Bansos yang tepat sasaran. Solusi supaya tepat sasaran? Data, data, data. Koordinasi data dengan pemda, LSM, semuanya.
Menajamkan perilaku mencuci tangan, misalnya. Saya pikir sudah banyak sekali contoh-contoh nyata yang ditampilkan oleh para aktivis dan antropolog, bahwa sebenarnya tradisi mencuci tangan itu sudah ada dalam setiap budaya di Indonesia.
Bagaimanapun juga, masyarakat Nusantara sudah hidup dalam iklim tropis sejak ribuan tahun yang lalu, dan adaptasi ekologis untuk bertahan hidup sudah ada terkait penyakit menular. Mengapa tidak ada ide-ide segar dari pemerintah untuk "menumpang" kearifan lokal tersebut?
Kalau zaman dahulu, Wayang Kulit bisa dipakai sebagai perantara propaganda cuci tangan untuk mencegah diare, mengapa zaman sekarang kita jadi kacang lupa akan kulitnya? Mengapa budget influencer2 tidak dipakai untuk mendesain media penyuluhan yang mudah dicerna?
Bagaimana dengan tradisi mudik? Tanpa membahas keterlambatan pemerintah menangani COVID-19 (Kasus 1, Maret 2020? Plis deh.), pemerintah harusnya sudah punya proyeksi dari Maret 2020 bagaimana mengatasi tradisi mudik, yang terjadi karena dua hal, silaturahmi, dan hilang pekerjaan.
Namun pemerintah hanya menambah keruwetan dengan meributkan definisi "Pulang Kampung" dan "Mudik". Penanganan perilaku masyarakat juga masih sangat militeristik, dengan penegakan hukuman tanpa ada pendekatan humanis sosial. Mulailah dengan bertanya, mengapa masyarakat gak patuh?
Menyingkir sesaat dari determinan sosial kesehatan, kita amati bagaimana sistem kesehatan kita difungsikan untuk mengatasi COVID-19. Bagaimana pemerintah pusat, dengan keterbatasannya dengan adanya desentralisasi kebijakan terkait kesehatan bekerja dengan daerah?
Ada enam aspek dari sistem kesehatan menurut WHO. Pertama, masalah pembiayaan. Sampai saat ini, dengan berbagai kebijakan yang ada, masih ada pemeriksaan COVID-19 yang dibayar out-of pocket oleh pasien.
Beberapa waktu lalu, saudara saya masuk RS dengan diagnosis Demam Dengue. Sebagai bagian dari skrining internal RS, dia dibebani biaya APD perhari dan biaya rapid test COVID-19. Bagaimana koordinasi pemerintah dengan RS sehingga hal ini bisa terjadi?
Saya tidak perlu membahas aspek kedua, yaitu suplai alat kesehatan. Aspek ketiga dan keempat, tenaga kesehatan dan layanan kesehatan. Alih-alih desentralisasi suplai, pemerintah malah membangun RS darurat Wisma Atlet dan Pulau Galang. Siapa yang bisa mengakses?
Keterlibatan pihak-pihak lain. Saya pikir sudah banyak yang membahas bagaimana lab-lab tersohor malah tidak pernah dilibatkan secara awal dalam melakukan pemeriksaan PCR. Belum lagi terkait keterlibatan peneliti untuk mengembangkan inovasi terkait penanganan COVID-19.
Ingat, inovasi itu tidak semata-mata bikin alat pemeriksaan baru yang murah dan canggih. Lihat saja Ghana yang memprakarsai pool-testing, sehingga bisa cost effective PCR-nya. Dan banyak lagi yang bisa dilakukan oleh peneliti Indonesia, asal diberikan ruang untuk bekerja.
Aspek kelima, sistem informasi kesehatan tidak transparan. Semua informasi tertutup satu pintu, sehingga tidak ada pihak ketiga yang dapat mengkritisi maupun memberikan usul. Bagaimana kurva kita yang sebenarnya (yang berdasarkan onset gejala awal, bukan tanggal hasil lab)?
Seberapa optimum pemeriksaaan kita? Tidak ada yang tahu, karena datanya tidak tahu. Dan yang terakhir, aspek keenam, adalah pemerintahan. Dengan kondisi desentralisasi begini, bagaimana koordinasi pemerintah pusat dengan daerah?
Bagaimana pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah daerah, agar data dan sarana prasarana dapat termanfaatkan dengan optimal? Kita tentu tidak lupa bagaimana Bupati Natuna marah besar karena Natuna tidak tahu menahu dijadikan tempat karantina. Itu hanya satu contoh kecil.
Jadi, pada akhirnya, penanganan COVID-19 itu berada di tangan pemerintah. Entah mengubah perilaku masyarakat, entah berkoordinasi dengan pemda dan pihak lain, apapun itu, dengan mengandalkan semua aspek multidisiplin.
Kesehatan bukan semata-mata ketersediaan layanan kesehatan. Health is more than just medicine or health care. COVID-19 menjadi sebuah alarm bangun bagi pemerintahan kesehatan Indonesia. Bagaimana kita harus berbenah?
N.B. Jangan lupa, ketidakacuhan masyarakat bisa jadi mencerminkan ketidakacuhan pemerintah juga pada awal COVID-19. "Lah, pemerintah aja tenang-tenang aja, ngapain gue panik?"
Lagi belajar soal Crisis and Emergency Risk Communication dari @coursera dan @EmoryRollins (coursera.org/learn/communic…). Ada enam prinsip dalam komunikasi krisis dan risiko kegawatdaruratan; kira-kira, bagaimana komunikasi dalam respons COVID-19 Indonesia?
Be First. Dalam kondisi krisis, orang percaya informasi pertama yang mereka dengar, sehingga sesegera mungkin berbagi informasi akurat sebelum hoaks beredar. Belum ada informasi terkini? Beritahukan apa yang sedang dan sudah dilakukan saat ini untuk membangun kepercayaan.
Be Right. Selalu berikan informasi yang benar, termasuk apa yang sudah diketahui, apa yang belum diketahui, dan apa yang sedang dilakukan untuk menjawab yang belum diketahui. Jika melakukan kesalahan, segera akui, karena orang lebih percaya kpd mereka yg tdk menutupi kesalahan.
Be Credible. Selalu jujur, termasuk tentang apa yang tidak diketahui, dan apa yang sedang dilakukan. Jika informasi berubah, langsung update. Percaya atau tidak, orang-orang akan merespons dengan baik semua bentuk kabar, termasuk kabar buruk, daripada tidak ada kabar sama sekali.
Express empathy. Posisikan diri pada kondisi mereka yang mengalami, namun tunjukkan pemahaman akan semua perasaan tersebut.
Promote Action. Tidak perlu action yang aneh-aneh, namun mengajak masyarakat melakukan sesuatu, sesederhana mencuci tangan dengan rajin, memberikan rasa pemberdayaan dan mengurangi stres bagi masyarakat.
Terakhir, Show Respect. Dengan menghormati berbagai budaya dari mereka yang sedang tertimpa musibah, komunikator dapat membantu mempertahankan harga diri dan tradisi mereka. Dengarkan semua keluhan, dan jangan abaikan pertanyaan apapun.
Jadi yang pertama. Berikan informasi benar. Berikan informasi jujur. Tunjukkan empati. Dukung aksi. Tunjukkan rasa hormat. Enam kunci penting dalam berkomunikasi di kondisi kegawatan.
Pesan yang benar di waktu yang benar oleh orang yang benar dapat menyelamatkan nyawa.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Rodri Tanoto (陳曉陽)

Rodri Tanoto (陳曉陽) Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @RodriChen

Jun 19, 2023
Jadi, saya punya dua anak. Sehingga saya (dan istri) memutuskan utk berhenti menambah populasi di permukaan bumi ini dan kami memutuskan untuk kontap. Kontrasepsi mantap alias permanen. Dan kami memutuskan bahwa saya akan d̷i̷k̷e̷b̷i̷r̷i̷ divasektomi.
And I will tell you why.
Saya akan cerita sbg k̷o̷r̷b̷a̷n̷ pasien, bukan dokter. Saya tdk akan cerita bhw menurut WHO, vasektomi jauh lebih efektif dibandingkan sebagian besar kontrasepsi, bahkan tubektomi, kontap pada perempuan. Atau vasektomi lebih cepat, lebih aman. Tidak.
who.int/news-room/fact…
Keputusan utk vasektomi itu cepat dan alasannya sederhana; tidak mungkin saya membiarkan istri yg sudah melahirkan dua anak, dan di antaranya memakai IUD, harus menjalani operasi berupa tubektomi, because I can't keep it in my pants (well, she's my wife, but still). So snip snip.
Read 13 tweets
Feb 28, 2023
Data menunjukkan bahwa jam sekolah yg ideal utk remaja adalah 08.30 pagi, dengan lama tidur 9-9.5 jam. Tidur yg kurang berakibat kpd gangguan emosi dan perilaku, meningkatkan risiko gangguan neurohormonal, meningkatkan perilaku berisiko, juga prestasi di sekolah.
Akibatnya, kebijakan yg memaksa kaum muda utk tdk cukup istirahat akan meningkatkan risiko depresi, obesitas, diabetes, hipertensi, imunitas lemah, s.d. risiko kecelakaan lalu lintas dan perkelahian. Juga menyebabkan penurunan kemampuan belajar di sekolah.
doi.org/10.1016/j.sleh…
Ya makanya tidur cepat biar cukup tidur! Tidak bisa begitu; data menunjukkan bahwa jam tubuh remaja memang berbeda dengan dewasa; remaja secara biopsikososial memang lebih aktif di malam hari.
doi.org/10.1016/j.sleh…
Read 5 tweets
Feb 27, 2023
Terlepas dari video terkait, "Mohon maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin," is a shitty way for Breaking Bad News, IMO, karena menempatkan dokter sebagai subjek utama, bukan pasien dan keluarga pasien. Wajar kalau dokter pesinetronan jadi meme.
Delete the first post karena katanya mirip dengan salah satu dokter beneran.
Kalau kamu--baik awam maupun koas--mau tahu seperti apa Breaking Bad News yg baik dan benar, ada yang namanya SPIKES; Setting up, Perception, Invitation, Knowledge, Empathy, Strategy/Summary. Lebih detilnya bisa ditonton di sini:
Read 5 tweets
Feb 5, 2023
Selamat Capgomeh! Capgomeh di Indonesia sering diramaikan dgn parade tatung; "dukun" yang bisa dirasuki dewa (atau setan, tergantung persepsi masing2) sehingga bisa melukai diri sendiri dan kebal senjata, dari silet lidah, tusuk pipi, jalan di bara, tanpa nyeri. Kok bisa?
Fenomena "tatung" tidak eksklusif Tionghoa dan Dayak, Hindu Tamil juga merayakan Thaipusam dgn ritual serupa, juga ada kuda kepang dari Jawa. Ada juga fenomena berserkergang & amok, di mana para warrior Odin dan Asia Tenggara berperang dalam battle trance; fearless, painless.
Kata kuncinya ada di "trance". Human brain is powerful; dgn ritual tertentu, bervariasi dr budaya satu ke yg lain, manusia bisa masuk dalam keadaan "trance", keadaan setengah sadar "terhipnotis" yang bisa menekan persepsi nyeri. Ya kalau mau percaya ada "yg masuk" juga gapapa.
Read 6 tweets
Dec 3, 2022
Ini salah kaprah. Stunting itu kurang gizi jangka panjang, terjadi di 1000 hari pertama kehidupan; hamil s.d. usia 2th. Gejala paling mencolok memang tinggi badan di bwh standar; namun dampak paling besar adalah kecerdasan. Stunting tidak bisa dicegah di usia sekolah. Tapi ....
Fokus penanganan anak stunting bukan mengejar tinggi badan, namun kecerdasan, dgn stimulasi adekuat dgn Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Yg penting lagi adalah stunting bukan ukuran klinis, per anak, di mana anak stunting perlu penanganan khusus, melainkan potret ....
Dari kondisi kesehatan masyarakat dan kemiskinan scr luas; keamanan pangan sehat, akses air bersih dan MCK layak, akses layanan kesehatan, lingkungan layak anak, bahkan kesetaraan gender dan kondisi ekopol.
who.int/publications/m…
Read 8 tweets
Dec 1, 2022
"KUPI II mengharamkan sunat perempuan; mengharamkan pemaksaan perkawinan pada perempuan, juga anak; mewajibkan perlindungan jiwa korban perkosaan pada USIA BERAPAPUN HAMIL dgn cara melanjutkan atau menghentikan kehamilan; juga mengharamkan perusakan lingkungan akibat sampah."
Sunat perempuan berbahaya bagi kesehatan tanpa ada manfaat medis sama sekali. Beberapa NGO juga menyorot sunat perempuan, "seringan" apapun, bersifat mengendalikan seksualitas perempuan, biar jadi "perempuan baik-baik". Bentuk penjajahan tubuh perempuan.
Berbagai pernyataan sikap pemerintah, organisasi nasional, dan organisasi internasional terkait penolakan terhadap sunat perempuan/Female Genital Mutilation:
kemenpppa.go.id/index.php/page…
kemenpppa.go.id/index.php/page…
who.int/publications/i…
Read 5 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(