Thread by @Ayang_Utriza

Artikel ilmiah @BurhanMuhtadi & @MarcusMietzner ttg "Mitos Toleransi NU" harus ditanggapi scr ilmiah, bukan dg sikap menolak. Anggap saja itu sbg kritik bagi NU agar lebih mawas diri tidak terlena dg politik dg tetap fokus pd dakwah, pendidikan, kesehatan, & aksi2 kemanusiaan. 👇

Masjid, musholla, lembaga pendidikan, kalangan akar rumput, masyarakat perkotaan, kampus umum, LAZNAS (Rumah Zakat, ACT, DD, dll.), dll.: semua ini digarap oleh gerakan TARBIYYAH dari Ikhwanul Muslimin yg skrg sudah memiliki dua partai: PKS & Partai GELORA.

Ke depan, NU akan semakin tergerus dg politisasi agama ala Ikhwanul Muslimin PKS & GELORA. Lihat sj 20 tahun dari sekarang.

Jd, artikel yg mengkritik NU justru harus dihargai dlm rangka membuka mata bhw politisasi agama oleh gerakan TARBIYYAH hrs ditanggapi dg langkah cerdas NU!

Siapa yg menguasai pengajian di BUMN & Kementerian itu? Mereka adalah para dai/ustaz dari Salafi-Wahabi, HTI, atau Tarbiyyah/Ikhwanul Muslimin.

Siapa yg menguasai LAZNAS (selain punya NU & Muhammadiyyah)? Semua isinya itu orang-orang Tarbiyyah/Ikhwanul Muslimin (PKS & GELORA).

Siapa yg mengisi ceramah di televisi & radio? Dai/ustaz Salafi-Wahabi, HTI, atau Tarbiyyah/Ikhwanul Muslimin!

Ayo, kita berlomba dalam kebaikan. Tampilkan yang terbaik, biarkan pasar yang memilih.

Yuk, kita buka mata, lalu tingkatkan SDM kita.
Raih beasiswa LPDP ke LN. Belajar!

Jk mau tahu artikelnya, ya baca. Apa yang saya tulis di atas bukan isi artikel tsb., tapi lebih pada soal sikap menanggapi kritik & temuan data penelitian yg menunjukkan sikap tidak toleran masyarakat akar rumput NU. Ya, anggap saja ini sbg ladang jihad mendidik umat.

Pelajaran lain yg bisa diambil dari artikel tersebut adalah masih adanya jurang antara wacana yang berkembang & dikembangkan di kalangan pengurus & ulama (baca elit) dengan masyarakat akar rumput NU. Ini pekerjaan rumah tersendiri.