Jadi Desember lalu saya kedatangan kawan saya dari Jogja namanya Rama (nama saya samarkan). Rama memberi kabar jika lusa ia akan main ke Semarang. Rama ke Semarang bareng 3 kawannya dan menginap di salah satu rumah kerabat temannya dan Rama menyempatkan ngopi sebentar dengan saya
Singkat cerita Rama tiba di Semarang dan menelfon saya "Ntar malaman aku ke kampusmu sendiri" ucap Rama. Kurang lebih menunggu hingga 22.30 akhirnya Rama tiba di kampusku diantar temannya. "Kemana aja lu lama bener" tanya saya, "Tadi diajak muter-muter temenku dulu" jawab Rama.
"Lalu temenmu dmn skrg ?" tanya saya
"Mereka masih Bertahan disana, aku balik dulu kesini" jawab Rama
Disitu saya ajak Rama ke sekret ormawa kampus. Disitu kami ngobrol, ngopi, ngudud dah sepuasnya hingga tengah malam (Rama doang yg ngudud saya mah engga doyan).
Oiya, saat itu saya ajak kawan saya Fiki (nama saya samarkan) untuk menemani saya menjamu Rama. "Mau keliling Semarang tengah malam ngga ?" tanya saya ke Rama. "Mau kemana ?" jawab Rama bingung. "Udah ayok ikut aja aku kasih liat Semarang di malam hari" jawab saya.
Saat kurang lebih jam 00.00 saya, Rama dan Fiki berangkat. Kami bertiga keliling semarang tengah malam. Saat itu kami muter-muter aja di jalanan Semarang, hingga akhirnya saya mengarahkan ke area stasiun Poncol. "Tau gadis matik gak Ram?" tanya saya, "Apaan tuh ?" jawab Rama
Saya hanya tertawa mendengar jawabannya. Sesampainya di jalan stasiun poncol banyak tuh cewe-cewe ngemper di pinggir jalan pake motor matik. Saya dan Fiki menyalakan lampi sen ke kiri, "Nih milih" seru saya ke Rama. "Dipilih bang" ucap Fiki menambahi ucapan saya
"Apaan nih, ngga mau gua gila lu. Aku udah kelebihan dosa malah lu bawa kesini" ucap Rama. Saya dan Fiki hanya tertawa mendengarnya. Singkat cerita kami melanjutkan ke kota lama, kami tiba disana jam 01.30 berhenti tepat di depan gereja blenduk.
Kami foto-foto sebentar sebelum akhirnya saya mengajak Rama ke tempat "Rumah Akar" yg tak kalah terkenal di kota lama. Letaknya di salah satu gang tidak jauh dari gereja blenduk. Setibanya disana kami parkir motor tepat di bibir gang,
disitu yg saya lihat hanya ada 3 orang foto-foto sebelum akhirnya pergi. Jadi disitu sekarang posisi hanya ada kami bertiga saya,Fiki dan Rama. Saat kami jalan ke dalam gang suasananya pengap sedikit panas, padahal malam itu dingin. Tapi kami mah enjoy aja ngga mikir yg aneh-aneh
Di dalam gang area rumah akar penerangannya ngga terang banget, yg ada hanya lampu yg design nya lampu-lampu kuno dan warnanya kuning jadi remang-remang suasananya menambah kesan seram jika ada yg mengunjunginya malam-malam.
"Serem ya" ucap Rama. "Udah jangan ngomong gitu" ucap saya mengingatkan. "Dibalik jendela itu ada apanya ?" tanya Rama menunjuk jendela di sebelah akar-akar. "Bangunan ini udah lama banget ngga kepake, udah banyak tanaman liar yg tumbuh didalem, intip aja" jawab saya.
Tapi Rama ngga berani saat saya menyuruhnya melihat sendiri diantara jendela tsb. Akhirnya kami bertiga foto-foto di dekat akar-akar sana. Setelah foto kami ngobrol-ngobrol di bangku tidak jauh dari akar-akar itu. Tiba-tiba dengan terkejut saya mendengar suara perempuan tertawa
dari dalam jendela, suaranya mirip banget sama suara kuntilanak yg saya tonton di film-film. "Anjir apaan tuh" ucap saya, lalu saya tanya ke Fiki dan Rama mereka mendengarnya atau tidak. Dan ternyata mereka berdua juga mendengarnya
dan sialnya lagi-lagi suara perempuan itu terdengar lagi dan Rama langsung lari paling depan meninggalkan saya dan Fiki. "Pulang aja yok pulang" ajak Rama ke saya dan Fiki. Sempat bertahan sebentar memperhatikan keadaan, akhirnya Saya dan Fiki menyusul Rama ke motor.
Saya yg masih penasaran akhirnya melihat ke arah akar-akar itu dan terkejutnya saya ternyata ada perempuan nongkrong dong diatas akar-akar itu pakai pakaian besar seperti gamis atau jubah warnanya putih dan rambutnya panjang terurai menutupi wajahnya.
"Anjir kuntilanak beneran" Pikir saya dalam hati. Saya langsung menyusul Fiki dan Rama dan kami bertiga langsung pergi dari area sana. Setelah berpikir akhirnya kami bertiga memutuskan pulang dan tidak melanjutkan perjalanan malam kami.
Di sepanjang jalan pulang kami saling bertanya-tanya tentang apa yg kami dengar dan lihat tadi. "Tadi kuntilanak ya ?" tanya Rama. "Kayanya sih iya" jawab saya. Akhirnya saya dan Fiki mengantarkan Rama ke rumah temannya. Rama masih ngga percaya dgn apa yg dijumpainya tadi
Menurut informasi yg saya cari. Bangunan yg ada di rumah akar ini dulunya milik NV Dagblad de Locomotief, koran berbahasa Belanda tertua di Semarang. Pada masa perebutan Irian Barat, tempat tsb terpaksa direbut dan diambil alih grup Tempo.
Bangunan tersebut juga dimanfaatkan sebagai markas koran Suluh Marhaen. Namun ternyata hal itu tidak bertahan lama dan mangkraklah bangunan itu. Dalam captionnya, Johanes juga menceritakan jika kawasan rumah akar berubah menjadi kumuh tak terawat seperti sekarang
Selain itu, area tersebut menjadi tempat adu ayam dan jual beli khusus untuk ayam aduan pada siang hari. Sampai beberapa tahun yang lalu adu ayam pun dipindah di belakang kompleks Johar.
Beberapa minggu kemudian saya kesana lagi di jam yg sama dengan kawan saya tapi alhamdulilah saya tidak menemukan hal-hal menakutkan seperti apa yg saya temui saat saya kesana dengan Rama dan Fiki.
Mungkin bisa jadi mbak-mbaknya sudah mengenali saya hehe
Dia terduduk ketakutan sambil menangis di depan kamarnya, ia mencoba menutupi wajahnya dengan lutut dan kedua tangannya. Dalam takutnya, ia terus berkata "Aku tidak mau Mati"
@bacahorror @IDN_Horor @ceritaht
Selamat malam! Setelah 3 minggu, akhirnya saya bisa kembali menulis lagi 😁 Mohon maaf ya
Untuk part-part sebelumnya bisa lebih dulu dibaca di sini.
“Hallo, Mas Wahyu! Aku ada cerita, yang mungkin bisa untuk diceritakan. Cerita kelam, yang mungkin akan terus teringat entah sampai kapan, karena saat itu aku hampir mati” Ucap seseorang pria yang aku kenal melalui seorang kawan.
Saya menyebut pria ini dengan nama “Santo” . Usianya sekarang baru menginjak kepala tiga, dan saat kejadian kelam ini terjadi, Santo masih berusia 21 tahun dan sedang menjalani semester akhirnya sebagai seorang mahasiswa.
Sosok dibalik tanah ini mulai memperlihatkan eksistensinya. Tubuhnya setinggi langit-langit rumah, wajahnya mengerikan dengan empat taring yang tumbuh di dua rahang mulutnya.
“Paman Sapto, Na. Panggil saja pamanku dengan itu.”
“Di mana tempat tinggal, Paman? Kami sudah kedinginan.” Tanya Sanjaya.
“Di sana, tapi, rumah yang akan kalian tempati nanti tidak di rumah paman. Tempat untuk kalian sudah disediakan oleh juragan.” Tutur paman Sapto sebelum menuntun sepeda untanya mengarahkan Sanjaya dan Kelana.
Mereka ada dimana-mana, mengintai hampir setiap malam. Pengabdian KKN yg diperkirakan lancar, ternyata malah akan merenggut nyawa mereka satu-persatu setelah kutukan desa tempatnya KKN kembali muncul setelah puluhan tahun menghilang
@bacahorror @IDN_Horor
Detik demi detik berputar, tanpa terasa satu persatu dari mereka datang lalu memperkenalkan dirinya masing-masing. Pertemuan itu, akan mereka gunakan untuk membahas susunan tugas serta program bersama yang akan mereka bawa saat terjun di desa.
Namun, sudah tiga puluh menit berlalu sejak orang terakhir datang, ada satu orang yang belum juga terlihat wujudnya. Dia adalah Maya. Bahkan, sejak komunikasi melalui grup whatsapp, Maya pun belum sama sekali merespon.