Thread by @HafidzAlattas

Bu Yeti dan Tukang Rujak

Kemarin hujan mulai jam 9 pagi, seorang tukang rujak numpang berteduh di teras ruko saya (Yeti Haryati - penulis) .

Masih penuh gerobaknya, buah-buah tertata rapi. Kulihat beliau membuka buku kecil, rupanya Al Quran. Beliau tekun dgn Ndarus Qurannya.

Sampai jam 10 menjelang siang, hujan blm berhenti. Saya mulai risau karena sepi tak ada pembeli datang.

Saya keluar memberikan air minum. “Kalau musim hujan jualannya repot juga ya, Pak. Mana masih banyak banget”.

Beliau tersenyum, “Iya bu. Mudah-mudahan ada rejekinya," jwbnya.

“Aamiin,” kataku.

“Kalau gak abis gimana, Pak ?, ” tanyaku penasaran.

“Kalau gak abis ya resiko, Bu, kayak semangka, melon yang sudah kebuka ya saya kasih ke tetangga, mereka juga seneng drpda kebuang. Kayak bengkoang, jambu, mangga yg msh bagus bisa disimpan.

Mudah-mudahan aja dapet nilai sedekah,” katanya tersenyum.

“Kalau hujan terus sampai sore gimana, Pak?” tanyaku lagi.

“Alhamdulillah Bu.., berarti rejeki saya hari ini diizinkan banyak berdoa. Kan kalau hujan waktu mustajab buat berdoa, ” Katanya sambil tersenyum.

“Dikasih kesempatan berdoa juga rejeki, Bu…"

“Kalau gak dapet uang gimana, Pak?" tanyaku lagi.

“Berarti rejeki saya bersabar, Bu. Allah yg ngatur. Saya bergantung sm Dia. Apapun rejeki yg Allah kasih, ya saya syukuri aja. Alhamdulillah, saya jualan rujak blm pernah kelaparan.

“Pernah gak dpt uang sama sekali, tau-tau tetangga ngirim makanan. Kita hidup cari apa Bu, yg penting bisa makan biar ada tenaga buat ibadah dan usaha,” katanya sambil masukan mushf Quran ke kotak gerobak.

“Mumpung hujannya rintik, Bu.Saya bisa jalan. Makasih ya, Bu pamit dulu"

Saya terpana. Betapa malunya saya, penuh gelisah ketika hujan dtg, begitu khawatir materi tak didapat sampai mengabaikan nikmat di depan mata.

Saya jadi sadar bahwa hidayah, dpt beribadah, dpt bersyukur, bersabar adalah rejeki yg jauh lebih berharga drpd uang, harta dan jabatan.