"Apakah Injil kita orang Kristen itu asli? Atau sudah dipalsukan?"
Sebentar, sebentar. Di balik istilah "dipalsukan" ini ada pengandaian yang keliru mengenai posisi Kitab Suci dalam Kristianitas.🔖
-Utas Bulan Kitab Suci Nasional-
Sebelumnya, kalau Vatmin di sini menyebut istilah "Injil", itu maksudnya kitab atau tulisan Injil ya (ada empat, bagian dari Kitab Suci Perjanjian Baru), bukan "Injil" dalam pengertian luas ("kabar gembira").
Istilah "dipalsukan" mengandaikan Kitab Suci sebagai satu kitab/tulisan/rumusan kata-kata yang diturunkan Allah sebagai pewahyuan pokok pada manusia; yang kemudian diubah.
Konsep ini mungkin benar dalam suatu agama, tetapi keliru kalau diterapkan dalam Kristianitas.
Keliru? Jadi pewahyuan pokok Allah dalam agama Kristen itu apa kalau bukan Injil?
Dalam Kristianitas, Allah mewahyukan diri pada manusia secara penuh bukan dalam bentuk kitab, tulisan, atau kata-kata, tapi dalam wujud MANUSIA yang bernama
"YESUS KRISTUS".
Jadi, harus selalu diingat bahwa kita -orang Kristen- bukanlah "umat dari sebuah Kitab Suci", tetapi "umat dari seorang Pribadi", yaitu Yesus Kristus.
Orang Kristen berpatokan pada ajaran Kristus yang diwariskan oleh Gereja-Nya, termasuk dan terutama dalam keempat Injil.
Posisi Injil -juga kitab-kitab lain dalam Perjanjian Baru- sentral dan sangat penting dalam pengenalan akan Yesus.
Namun, Injil tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan Tradisi Gereja perdana. Tidak ada "Injil" yang terlepas dari Gereja (persekutuan murid-murid Kristus).
Jadi kalau ada ungkapan "Injil diturunkan melalui Yesus", ini salah kaprah.
Yang turun pada manusia bukanlah (kitab)Injil, tapi Yesus sendiri.
Injil ditulis oleh para penulis Injil dengan tuntunan Roh Kudus. Injil itu suci karena ambil bagian dalam kekudusan Kristus.
Maka bagi kita orang Kristen, tidaklah tabu untuk bertanya seperti:
"siapa penulis kitab ini?",
"ditulisnya sekitar tahun berapa?",
"kitab ini ditujukan untuk jemaat yang seperti apa?",
"konteks sosio-kulturalnya bagaimana?",
"kualitas bahasanya bagaimana?"
Pertanyaan-pertanyaan itu membantu kita semakin memahami konteks Injil, sehingga akhirnya semakin mengenali Yesus.
Injil sangat penting, tetapi untuk mengenali Yesus lebih mendalam, kita mesti menempatkan Injil dalam konteks tradisi Gereja-Nya.
Maka, pewahyuan Allah dalam wujud manusia ini TIDAK MUNGKIN DIPALSUKAN.
Yesus berkarya dan mengajar langsung, bahkan wafat di hadapan ribuan orang lho. Bagaimana mungkin memalsukan sesuatu yang dilihat dan didengarkan langsung oleh ribuan orang?
Sebagian dari ribuan orang itu adalah murid-murid Yesus.
Beberapa dari mereka kemudian menulis Injil serta kitab-kitab lain dalam Perjanjian Baru selama rentang abad pertama, setelah kenaikan Yesus.
Para penulis ini hidup sezaman dengan Yesus dan Para Rasul.
Komunitas Gereja perdana dan iman kepercayaan yang kuat terhadap Yesus sudah ada sebelum semua tulisan Perjanjian Baru ditulis.
Kisah iman ini sudah lebih dulu diwariskan dan diajarkan secara lisan sehingga banyak orang ketika itu sudah mengimani Yesus.
Keempat Injil dan surat-surat semuanya ditulis dalam kurun abad pertama Masehi.
Tulisan-tulisan itu ditulis untuk dan dibaca oleh jemaat perdana, yang kebanyakan pernah diajar langsung oleh Yesus dan Para Rasul.
Kalau isinya ngawur, jemaat mana yang mau menerima?
Ibaratnya, kalau 30-40 tahun lagi ada yang menulis bahwa Romo @ZuAndreas sejak muda rajin bertapa dan anti twitteran, pasti tulisannya dianggap ngawur.
Kenapa? Ya karena jemaat fanatiknya masih hidup dan bisa mengkonfirmasi kebenaran tulisan itu.😇
Keempat Injil ditujukan untuk jemaat-jemaat dengan latar belakang beragam, sehingga ada variasi penekanan dalam Injil-Injil itu.
Namun, fakta bahwa keempat Injil itu diterima luas oleh jemaat Kristen perdana adalah bukti sahih kebenaran isinya.
Apakah pada masa itu tidak ada tulisan-tulisan lain tentang Yesus selain yang ada di Kitab Suci?
Tentu saja!
Tapi, kalau melihat proses di atas, setidaknya ada 3 kriteria yang SEMUANYA harus dipenuhi agar sebuah tulisan diakui sebagai bagian dari Perjanjian Baru.
Ketiga kriteria itu (disebut kriteria kanonisasi) adalah: 1. Apostolisitas (ditulis oleh/kesaksian seorang Rasul; jadi mestinya dari abad pertama) 2. Ortodoksi (isinya selaras dengan keyakinan iman Gereja) 3. Universalitas (digunakan dan diakui oleh banyak komunitas Kristiani)
Jadi kalau dibilang Kitab Suci umat Kristen baru ditetapkan abad ke-4, itu bukan berarti waktu itu yang menetapkan Kitab Suci gresek-gresek tumpukan manuskrip lalu dipilah-pilah dengan sewenang-wenang sesuai kepentingan.
Nggak.
Tulisan-tulisan yang sekarang menjelma Perjanjian Baru itu sejak abad pertama sudah dipakai secara luas oleh jemaat-jemaat, cuma belum ada peresmian dari otoritas Gereja, sehingga pada abad ke-4 itu praktis cuma "meresmikan" tradisi yang sudah berjalan itu.
Pada abad ke-2 ada lumayan lho, tulisan-tulisan bagus yang sesuai ajaran Gereja dan digunakan oleh jemaat-jemaat (bahkan sampai sekarang menjadi bacaan rohani) tapi tidak masuk dalam Kitab Suci Perjanjian Baru.
Alasannya? Ya itu tadi, karena usia tulisannya kurang "tua".
Sebaliknya, kalau ada tulisan antah berantah yang tiba-tiba diklaim sebagai "Injil yang asli", padahal:
1) bukan dari abad pertama/murid Yesus, 2) nggak sesuai ajaran/keyakinan Gereja, 3) nggak dipakai oleh jemaat mana pun,
bertanyalah: "terus, ukurannya 'asli' apa?"
Dan karena Injil itu bagian dari tradisi Gereja, maka penafsirannya juga mesti mengacu pada ajaran Gereja. Tidak bisa orang sembarang mencomot ayat, ditafsirkan sesuka hati, lalu diajarkan.
Kalau tidak mengacu pada ajaran Yesus yang diwariskan Para Rasul, di mana kebenarannya?
Jadi jelas ya, posisi Injil dalam Kristianitas?
Semoga kita tidak latah menggunakan cara pandang suatu agama untuk menilai-mengukur agama lain.
Dan kalau masih ada yang komentar, "nggak hebat dong, tulisan Injilnya nggak langsung dari Tuhan?", kisahkan perumpamaan ini:
"Seorang penggemar sepak bola nonton pertandingan basket, lantas berkomentar, 'kok kena tangan terus sih? Payah semua. Wasitnya juga'"
Jadi, masalahnya ada di pemain basketnya, wasitnya, atau yang komentar?
Selamat membaca Injil dengan gembira dan penuh iman!😇😇
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Ambillah Tuhan dan terimalah seluruh kemerdekaanku, ingatanku, pikiranku dan segenap kehendakku, segala kepunyaan dan milikku.
Engkaulah yang memberikan, pada-Mu Tuhan kukembalikan.
Semua milikmu, pergunakanlah sekehendak-Mu.
(St. Ignatius Loyola)
Ya Tuhan, berilah aku rahmat agar dengan sepenuh hati aku menginginkan, mencari dan melaksanakan kehendak-Mu yang kudus.
Semoga entah sehat atau sakit, miskin atau kaya, dihormati atau dihina, aku memilih apa yang lebih membawaku bagi semakin besarnya kemuliaan nama-Mu.
Santo Ignatius, ketika tengah menjalani pemulihan akibat terluka dalam peperangan, engkau membayangkan ingin seperti Santo Dominikus dan Santo Fransiskus Asisi melakukan hal-hal yang mengagumkan untuk Tuhan.
Ajarilah kami bagaimana kami menggunakan imajinasi kami dengan bijak.
Hari ini kita merayakan Hari Raya Kelahiran St. Yohanes Pembaptis.
Setiap kali kita menyanyi dengan notasi, Do-Re-Mi-Fa-Sol-La-Si... sebenarnya kita mengingat St. Yohanes Pembaptis. Mengapa?
(UTAS)
Dalam liturgi Gereja, Cuma 3 (tiga) orang yang kelahirannya diperingati sebagai pesta atau hari raya: Tuhan Yesus sendiri, ibunya dan Yohanes Pembaptis.
Kelahiran Maria, Ibu Yesus ‘hanya’ dipestakan, dan bukan ‘di-hari rayakan’ pada tanggal 8 September.
Tentu saja sebenarnya kita tidak tahu persis kapan Yohanes Pembaptis lahir.
Tetapi berdasarkan informasi Injil kita tahu bahwa ketika Maria mengunjungi Elizabet setelah menerima berita dari Malaekat Gabriel, Elizabet sedang hamil enam bulan (Luk 1,36).
ROMO RICHARDUS SANDJAJA PR: ORANG SUCI DARI MUNTILAN
Kalau ada yang bertanya: adakah martir dari Gereja Indonesia? Maka, kami persilakan untuk menyimak orang suci ini: Romo Sandjaja (dibaca: Sanjoyo).
Ia dikenal sbg salah satu martir pertama dari pulau Jawa.
---utas---
Romo Sandjaja lahir di desa Sedan, Muntilan, 20 Mei 1914. Sehari setelahnya, ia dibaptis di Gereja St. Antonius Muntilan.
Kecerdasannya luar biasa. Di kelas VI 83 HIS, ia hafal isi kamus Koenen kecil dari A sampai Z. Ia dijuluki Lopend zakwoordeboek (kamus kecil yg berjalan).
Kardinal J. Darmojuwono pernah memberi keterangan mengenai Rm. Sandjaja:
"Ia orang yang tenang, ketawa juga tenang, menekuni buku-buku juga tenang. Semua yg dipelajari nampaknya terus tertanam dalam pikirannya. Kelihatannya jalannya lurus, tanpa belokan, tanpa lubang."