Sbg perantau dr Sumut ke Jakarta, bny culture shock yg gue alami. Mulai dari yg standar; kereta itu motor, motor itu mobil, sampai dengan pipet bukanlah sedotan. Tp culture shock plg berat yg gue alami adalah, jeng jeng jeng, martabak telor.
Di Sumut, martabak telor itu chapati diselimuti telur dikocok bawang daun & kentang, dimakan dgn siraman kuah kari India yang kental.
Nah bayangkan seberapa kagetnya gue melihat tukang martabak di Jakarta ngelempar-lempar kulit martabak selebar ubin, terus diisi daging dan telor.
Sejak shock therapy itu, gak ada yg namanya gue kangen masakan tertentu, aplg kangen masakan Indonesia pas gue di UK. Lah martabak telor yg gue tahu aja kaga bisa dicari di Jakarta. Belum lagi pas PTT di Maluku Utara; bakwan aja isinya kangkung, bukan kol. Enak sih, tp kan ....
Jadi gue gak pernah ngalamin stereotype kangen masakan Indonesia pas di luar negeri. Apalagi, masakan Indonesia di luar negeri itu, well, sbnrnya rasa Jowo. Restoran Indo itu isinya pasti cuma bakso, gado-gado, siomay, soto ayam, ayam goreng, ayam bakar, dst dst. Blm harganya.
Buat gue, rasa rumah itu BPK, lomok2, masakan Minang, atau Chinese food. Gak pernah gue kangen bakso atau gado-gado; dan Chinese food di Chinatown London, well, tidak menarik. Sgt berbeda stylenya dgn Chinese food di Indo.
Gue cm 1x makan Chinese food di Eropa, di Kutná Hora, Ceko krn istri ngidam nasi setelah Eurotrip sebulan. Namanya jalan-jalan, gak mungkin bawa rice cooker dan beras yekan. Dan astagadragon, itu kagak ada enak-enaknya.
Btw, di London ada beras jg, tenang wahai calon perantau.
Tapi legenda bahwa Indomie di Eropa itu kurang enak itu bener. Di UK itu, Indomie biasanya diimpor dari Nigeria atau Mesir, yg pernah gue lihat di Chinatown atau ethnic food shop. Jadi gak heran kalau jastip Indomie dan bumbu Indofood itu bisa bikin mahasiswa mendadak kaya.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Jadi, saya punya dua anak. Sehingga saya (dan istri) memutuskan utk berhenti menambah populasi di permukaan bumi ini dan kami memutuskan untuk kontap. Kontrasepsi mantap alias permanen. Dan kami memutuskan bahwa saya akan d̷i̷k̷e̷b̷i̷r̷i̷ divasektomi.
And I will tell you why.
Saya akan cerita sbg k̷o̷r̷b̷a̷n̷ pasien, bukan dokter. Saya tdk akan cerita bhw menurut WHO, vasektomi jauh lebih efektif dibandingkan sebagian besar kontrasepsi, bahkan tubektomi, kontap pada perempuan. Atau vasektomi lebih cepat, lebih aman. Tidak. who.int/news-room/fact…
Keputusan utk vasektomi itu cepat dan alasannya sederhana; tidak mungkin saya membiarkan istri yg sudah melahirkan dua anak, dan di antaranya memakai IUD, harus menjalani operasi berupa tubektomi, because I can't keep it in my pants (well, she's my wife, but still). So snip snip.
Data menunjukkan bahwa jam sekolah yg ideal utk remaja adalah 08.30 pagi, dengan lama tidur 9-9.5 jam. Tidur yg kurang berakibat kpd gangguan emosi dan perilaku, meningkatkan risiko gangguan neurohormonal, meningkatkan perilaku berisiko, juga prestasi di sekolah.
Akibatnya, kebijakan yg memaksa kaum muda utk tdk cukup istirahat akan meningkatkan risiko depresi, obesitas, diabetes, hipertensi, imunitas lemah, s.d. risiko kecelakaan lalu lintas dan perkelahian. Juga menyebabkan penurunan kemampuan belajar di sekolah. doi.org/10.1016/j.sleh…
Ya makanya tidur cepat biar cukup tidur! Tidak bisa begitu; data menunjukkan bahwa jam tubuh remaja memang berbeda dengan dewasa; remaja secara biopsikososial memang lebih aktif di malam hari. doi.org/10.1016/j.sleh…
Terlepas dari video terkait, "Mohon maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin," is a shitty way for Breaking Bad News, IMO, karena menempatkan dokter sebagai subjek utama, bukan pasien dan keluarga pasien. Wajar kalau dokter pesinetronan jadi meme.
Delete the first post karena katanya mirip dengan salah satu dokter beneran.
Kalau kamu--baik awam maupun koas--mau tahu seperti apa Breaking Bad News yg baik dan benar, ada yang namanya SPIKES; Setting up, Perception, Invitation, Knowledge, Empathy, Strategy/Summary. Lebih detilnya bisa ditonton di sini:
Selamat Capgomeh! Capgomeh di Indonesia sering diramaikan dgn parade tatung; "dukun" yang bisa dirasuki dewa (atau setan, tergantung persepsi masing2) sehingga bisa melukai diri sendiri dan kebal senjata, dari silet lidah, tusuk pipi, jalan di bara, tanpa nyeri. Kok bisa?
Fenomena "tatung" tidak eksklusif Tionghoa dan Dayak, Hindu Tamil juga merayakan Thaipusam dgn ritual serupa, juga ada kuda kepang dari Jawa. Ada juga fenomena berserkergang & amok, di mana para warrior Odin dan Asia Tenggara berperang dalam battle trance; fearless, painless.
Kata kuncinya ada di "trance". Human brain is powerful; dgn ritual tertentu, bervariasi dr budaya satu ke yg lain, manusia bisa masuk dalam keadaan "trance", keadaan setengah sadar "terhipnotis" yang bisa menekan persepsi nyeri. Ya kalau mau percaya ada "yg masuk" juga gapapa.
Ini salah kaprah. Stunting itu kurang gizi jangka panjang, terjadi di 1000 hari pertama kehidupan; hamil s.d. usia 2th. Gejala paling mencolok memang tinggi badan di bwh standar; namun dampak paling besar adalah kecerdasan. Stunting tidak bisa dicegah di usia sekolah. Tapi ....
Fokus penanganan anak stunting bukan mengejar tinggi badan, namun kecerdasan, dgn stimulasi adekuat dgn Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Yg penting lagi adalah stunting bukan ukuran klinis, per anak, di mana anak stunting perlu penanganan khusus, melainkan potret ....
Dari kondisi kesehatan masyarakat dan kemiskinan scr luas; keamanan pangan sehat, akses air bersih dan MCK layak, akses layanan kesehatan, lingkungan layak anak, bahkan kesetaraan gender dan kondisi ekopol. who.int/publications/m…
"KUPI II mengharamkan sunat perempuan; mengharamkan pemaksaan perkawinan pada perempuan, juga anak; mewajibkan perlindungan jiwa korban perkosaan pada USIA BERAPAPUN HAMIL dgn cara melanjutkan atau menghentikan kehamilan; juga mengharamkan perusakan lingkungan akibat sampah."
Sunat perempuan berbahaya bagi kesehatan tanpa ada manfaat medis sama sekali. Beberapa NGO juga menyorot sunat perempuan, "seringan" apapun, bersifat mengendalikan seksualitas perempuan, biar jadi "perempuan baik-baik". Bentuk penjajahan tubuh perempuan.