Suatu hari PBNU mengadakan sebuah acara di Surabaya, mengundang duta-duta besar negara sahabat, dan pelayanannya pun VVIP. Lebih-lebih KH. Sahal Mahfudz, sebagai Ra'is Aam PBNU, tentu bisa mendapatkan pelayanan yang lebih.
Di Kota Pahlawan ini, Mbah Sahal -sapaan mulianya, selama dua hari bermalam di sebuah hotel berbintang. Tapi, ketika panitia acara ingin membayar kamar hotel yang ditempati Kyai Sahal, beliau bilang:
"Ndak usah, aku jek duwe duet dewe," (Tidak, saya masih punya uang sendiri), sambil berjalan ke kasir. Panitia pun masih merayu Kyai Sahal agar mau dibayari oleh panitia. Mbah Kyai Sahal tetap bilang "Ndak usah" sambil beliau mengeluarkan uang dari tasnya.
Setelah itu panitia masih berkata: "Mana bon-nya yai, biar kami ganti." Mbah Sahal dawuh: "Ndak usah, aku moh nganggo duite NU. Aku gowo duetku dewe ae. Nek NU iku urip-urip NU, ojo sepisan-pisan golek urip nok NU
." (Tidak, saya tidak mau menggunakan duitnya NU. Saya pakai uang saya sendiri saja. Di NU itu harus menghidupi NU, jangan sekali-kali mencari hidup di NU).
Sifat Mbah Kyai Sahal patut kita contoh. Beliau benar-benar tulus, ikhlas mengabdi untuk NU.
Padahal sekelas Ra'is Aam seperti Mbah Sahal tentu mudah sekali bagi beliau untuk mendapat fasilitas dari NU.
Al-Faatihah
In Frame: KH. Ahmad Sahal Mahfudz & KH. Muslim Rifa'i Imampuro (Mbah Liem)
Repost NU Channel
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
"Kisah Habib Mundzir Mencium Tangan Preman Tanjung Priok"
Dikisahkan oleh Habib Mundzir di suatu daerah Tanjung Priuk Jakarta Utara tempat yang sangat rawan dengan kriminal, pernah ada seorang preman yang hobinya mabuk, sering menyiksa bahkan tak segan-segan membunuh orang.
Ia adalah bos preman yang konon kebal dan menguasai ilmu-ilmu kejahatan.
Suatu ketika ada pemuda sekitar wilayah tersebut ingin mengadakan majelis, namun takut pada preman kejam itu. Lantas ia mengadu pada Habib Mundzir.
Habib Mundzir mendatangi rumahnya, lalu mengucapkan salam, tapi ia tidak menjawab. Ia hanya mendelik dengan bengis sambil melihat Habib Mundzir dari atas kebawah, seraya berkata, “Mau apa kamu!”
KH.M. Arwani Amin atau Mbah Arwani dikenal sebagai ulama yang ‘alim ‘allamah.
Disamping itu, beliau juga dikenal oleh masyarakat luas sebagai sosok ulama besar yang lembut dan rendah hati.
Kemuliaan akhlak dan ketawadhuan beliau tidak hanya diakui oleh masyarakat biasa, bahkan para ulama hingga wali-wali Allah pun mengakuinya.
Setiap tamu yang sowan ke rumahnya diterimanya dengan sangat baik oleh beliau, baik tamu itu berasal dari kalangan biasa, ulama, ataupun pejabat negara. Sangking hormatnya beliau kepada tamu, beliau sendiri yang menyuguhkan jajanan/hidangan ke para tamu satu persatu.
*KENAPA HABIB LUTHFI BIN YAHYA FANATIK KEPADA NU? INI JAWABANNYA*
*Oleh: Maulana Habib Luthfi bin Yahya*
Dulu saya sering duduk di rumahnya Kyai Abdul Fattah, untuk mengaji. Di situ ada seorang wali, namanya Kyai Irfan Kertijayan.
Kyai Irfan adalah sosok yang nampak hapal keseluruhan kitab Ihya Ulumiddin, karena kecintaannya yang mendalam pada kitab tersebut. Setiap kali ketemu saya beliau pasti memandangi dan lalu menangis. Di situ ada Kyai Abdul Fattah dan Kyai Abdul Adzim.
Lama-kelamaan akhirnya beliau bertanya, “Bib, saya mau bertanya. Cara dan gaya berpakaian Anda kok sukanya sarung putih, baju dan kopyah putih, persis guru saya.”
"Ngger iki Jagad taline wis pedot.
Iki wayah kucing do kerah. Rerebutan balung.
Yen pengen Selamet. Mulo sing akeh te'e ndungo, ben tentrem Dunyone.
Syarate GULO KLOPO JANUR KUNING."
___
Maknane kurang lebih:
Wong sak niki, tepo slero wis ora ono.
Konco (sejati) wis logko.
Konco iku ngancani dewe nak nembe apes.
Jaman sak niki, sambung rakete ati meh ora ono.
Saiki konco sesuk musuhan.
Saiki musuhan sesuk kancanan.
Gulo klopo niku.
Nduwe urat sing manis. Lego karo sopo wae. Rak usah mikir pie wong iku, sing penting niti awak'e dewe jejeg teteg nggondeli Allah Ta'ala.
Lintas Ziarah dan Bertawassul di KH. Nur Muhammad Magelang
Sekilas Sejarah
KH. Nur Muhammad Ngadiwongso dulu adalah Ulama sakti yang menjadi guru Pangeran Diponegoro sekaligus patih di Magelang.
KH. Nur Muhammad juga terkenal penyebar agama islam di wilayah Salaman, Kabupaten Magelang. Makamnya banyakdikunjungi peziarah dari luar daerah hingga luar Jawa.
Karomahnya
1. Pertemuan KH. Nur Muhammad dan Mbah Dalhar saat Berhaji
Kiai Ahmad Dalhar, Watucongol, Muntilan, Magelang suatu saat melakukan rangkaian ibadah haji. Ia bertemu dengan seorang lelaki yang sebelumnya belum pernah bertemu sama sekali.
Gus Baha : "Jangan terlalu membesar-besarkan hal yang berpotensi membuat orang biasa jadi susah menjalankan syariat Islam".
“Hindarilah omongan seperti misalnya saat bulan ramadhan: "Rugi, ramadhan hanya setahun sekali kok gak sholat tarawih di masjid berjama'ah."
Itu namanya tak menghargai perasaan orang.
“Di luar sana itu, ada satpam, penjaga toko, tukang ojek, tukang parkir, dan banyak pekerja di malam hari yang mungkin menangis di dalam hati. Mereka juga ingin tarawih, tapi apa daya mereka sedang bekerja.”
“Tarawih itu sunah. Sementara mencari nafkah itu wajib. Menghindari diri dari kemiskinan secara ekonomi supaya tidak menjadi beban orang lain, itu hal yang paling utama".