Apa ciri-ciri hakiki esensial perkawinan dalam ajaran Gereja Katolik? Jawabannya: UNITAS dan INDISSOLUBILITAS. Bagaimana memahami dan menghidupinya?
Ikuti UTAS berikut....
1. Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) kanon 1056, Gereja mengajarkan dua ciri hakiki esensial perkawinan: unitas dan indissolubilitas. Disebut “ciri hakiki esensial” oleh karena hal itu sangat mendasar/pokok, tidak boleh tidak ada.
2. Maka, Gereja melalui kanon 1101 §2 menegaskan bahwa bila salah satu atau kedua (calon) suami-istri dengan kemauan dan tindakan positif mengecualikan (meniadakan, menolak) salah satu ciri hakiki esensial perkawinan, ia (mereka) melangsungkan perkawinan dengan tidak sah.
3. Santo Agustinus mengajarkan bahwa perkawinan sakramental mesti bersifat monogami (eksklusif, mutlak setia kepada hanya satu suami atau satu istri) dan indissolubilitas (bdk. J. Hendriks, Diritto Matrimoniale: 1999, 28).
4. Ciri hakiki esensial pertama: UNITAS. Unitas berarti kesatuan, menunjukkan sifat monogami perkawinan, yakni hanya antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Dengan demikian, Gereja menolak perkawinan poligami.
5. Sifat unitif dimaksudkan sebagai unsur yang menyatukan suami-istri secara lahir dan batin sampai mati. Sifat unitif ini pula mesti diarahkan pada sifat prokreatif, yakni keterbukaan suami-istri pada kelahiran anak sebagai anugerah Tuhan.
6. Kesatuan mesra suami dan istri menjadi satu daging: sejiwa seraga. Dalam Gaudium et Spes (GS) ditegaskan bahwa “Persatuan mesra itu, sebagai saling serah diri antara dua pribadi,
7. begitu pula kesejahteraan anak-anak, menuntut kesetiaan suami isteri yang sepenuhnya, dan menjadikan tidak terceraikannya kesatuan mereka mutlak perlu” (GS 48).
8. Pasangan suami-istri yang memahami, menerima dan menghidupi prinsip unitas perkawinan, akan memiliki komitmen terhadap cinta dan hubungan seksual yang dinyatakan dan dilakukan secara eksklusif hanya kepada pasangannya yang sah.
9. Ciri hakiki esensial kedua: INDISSOLUBILITAS. Indissolubilitas, yakni sifat tak-dapat diputuskan. Melalui ajaran indissolubilitas ini, gereja mengajarkan bahwa sekali perkawinan dilangsungkan dengan sah memiliki akibat tetap dan eksklusif.
10. Akibat tetap, dalam arti, ikatan perkawinan berlangsung seluruh hidup dan hanya berakhir pada kematian (Mat. 19: 6). Makna dari efek eksklusif, yakni ikatan perkawinan terjadi hanya antara suami dan istri.
11. Dalam arti, suami-istri setia kepada pasangannya, di mana dan kapan pun. Suami-istri tidak selingkuh: bagi istri tidak ada lagi pria idaman selain suaminya; begitu juga suami, tidak ada lagi perempuan idaman selain istrinya (bdk. Mgr. R. Rubiyatmoko: 2011, 21-22).
12. Bagaimana menghidupi UNITAS dan INDISSOLUBILITAS? Tentu pasutri banyak yang telah menghidupi dua ciri hakiki esensial perkawinan ini. Umumnya mereka mampu menghidupinya oleh karena mereka RELA BERKORBAN SATU SAMA LAIN, tetap setia dalam UNTUNG & MALANG, dalam sehat dan sakit.
13. Pasutri RELA BERKORBAN jika mereka terbiasa dlm kesadaran utk RENDAH HATI, tidak saling mendominasi tapi justru saling menjadi PENOLONG yg SEPADAN (bdk. Kej. 2: 18), & BERJUANG mendasari cinta mereka dengan CINTA KRISTUS kepada Gereja: cinta sehabis-habisnya (Ef. 5: 22-33).
14. Umat jagat raya Twitter 🤣 menutup utas ini, saya kutip nasihat Fransiskus dalam Gaudete et Exsultate (GE), no. 14: “Apakah Anda menikah? Jadilah suci dengan mengasihi, memberi perhatian kepada suami atau istri Anda sebagaimana dilakukan Kristus bagi GerejaNya […].......
15. Apakah Anda orangtua atau kakek-nenek? Jadilah kudus dengan mengajarkan dengan sabar anak atau cucu untuk mengikuti Yesus” .
16. Terberkatilah Anda. Anda memilih menikah, BERARTI Anda memilihnya menjadi sarana pengudusan Anda dan pasangan Anda! Tuhan senantiasa memberkati KELUARGA .
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Ada yang tanya: Romo, bagaimana peran umat Katolik dan Gereja Katolik dalam dunia politik? Ada yang mengatakan: jangan pakai identitas Katolik jika berkomentar tentang politik. Apakah benar demikian?
Jawabannya temukan dalam UTAS berikut.
1.Pertanyaan terakhir tidak benar. Perlu diluruskan. Jawabannya ada dalam Katekismus Gereja Katolik, Hukum Gereja dan juga dalam dokumen-dokumen Gereja.
2. Jika kita terlibat dalam politik, jangan sampai kita MENGHILANGKAN identitas kekatolikan kita. Justru karena kita “orang Katolik” maka kita memberikan kesaksian hidup sebagai umat Katolik yg terlibat dlm politik utk membela kebenaran, mempromosikan kebaikan bersama dan HAM.
1. Pada 18 Desember 2023, Dikasteri untuk Doktrin Iman (DDI) mengeluarkan Deklarasi “Fiducia Supplicans”. Deklarasi yang berisi 45 nomor ini telah disetujui oleh Paus Fransiskus. Dokumen ini membahas mengenai MAKNA PASTORAL dari pemberkatan.
2. Sebagai umat Katolik, kita perlu membaca isi utuh dari dokumen itu. Dengan demikian, kita bisa menyaring berbagai berita: mana yang benar, mana yang hoax dan mana tafsiran serta framing berita. Berikut poin-poin penting dari dokumen tersebut:
1.Setelah serangan bom saat berlangsung Misa Katolik di Filipina selatan yang menewaskan empat orang dan melukai lebih dari empat puluh orang, Paus Fransiskus mengatakan dia “dekat dengan keluarga, dengan umat” di wilayah tersebut.
2.Setelah mendaraskan doa Angelus mingguannya (3/12/2023), Paus Fransiskus berdoa bagi para korban serangan bom pada Misa Katolik di Filipina.
1. Childfree adalah keputusan SADAR untuk tidak mau memiliki anak. Jadi, childfree bukan TIDAK PUNYA ANAK, yang disebabkan oleh STERILITAS atau mandul. Bagaimana kita menanggapi CHILDFREE ini?
2. Sebelum membahasnya lebih jauh, saya menegaskan bahwa ajaran Gereja Katolik tidak semata-mata sebagai PENGETAHUAN, tetapi terutama sebagai KEYAKINAN yang perlu DIIMANI, DITERIMA, DIINTERNALISASI, dan DIWUJUDKAN dengan kerendahan hati.
Ada yg tanya: Romo, bagaimana pandangan Gereja terkait keputusan beberapa umat Katolik yg hanya menikah secara sipil utk menghindari bahwa ikatan perkawinan hanya terputus oleh kematian pasangan?
Bpk. NK dari Kota M
Berikut jawaban saya👇
Foto: pasutri Jemy Daeli & Ros Gulö
1. Bapak NK yang baik, terima kasih pertanyaan Anda. Sangat baik jika berhadapan dengan kasus-kasus khusus dan unik dari umat Katolik, kita tanggapi lebih sabar dan berusaha merangkul mereka.
2. Kita tidak justru menghakimi dan memandang semata-mata negatif hidup mereka (bdk. Amoris Laetitia/AL 294). Dalam menanggapi kasus-kasus perkawinan, Gereja perlu melihat dan menimbang berbagai penyebab atau pemicunya.
1. Tradisi mencium cincin Paus merupakan ungkapan penghormatan dan kesetiaan kepada Paus sebagai pengganti Petrus (kepala para Rasul), Wakil Kristus dan Gembala Gereja universal (bdk. Kan. 331). Mencium cincin Paus bisa juga bermakna sebagai kesetiaan dan cinta kepada Gereja.
2. Dalam tradisi Gereja Katolik, Paus otomatis menjadi Uskup Roma, dan Kepala Kolegium para Uskup. Ia memiliki kuasa penuh dan tertinggi dalam Gereja (Kan. 332).