"Keluarga, Tempat Pengampunan", demikian Paus Fransiskus berulang-ulang menyemangati keluarga-keluarga di seluruh dunia. Penggalan kalimat itu merupakan terjemahan dari "FAMIGLIA, LUOGO DI PERDONO". Apa kata Paus Fransiskus mengenai keluarga dan pengampunan? Ikuti UTAS berikut.
1.Tak ada keluarga sempurna. Kita tak punya orang tua yang sempurna. Kitapun tidaklah sempurna. Anda tak menikahi pribadi yang sempurna. Kita tak punya anak-anak yang sempurna. Kita mengeluh tentang orang lain.
2. Kita pernah dikecewakan dan mengecewakan orang lain. Oleh karena itu, tak ada perkawinan yang sehat atau keluarga yang sehat tanpa melakukan pengampunan.
3. Pengampunan sangat penting bagi kesehatan emosional dan kelangsungan hidup spiritual kita. Tanpa pengampunan, keluarga menjadi tempat konflik dan direduksi menjadi tempat saling menghakimi.
4. Tanpa pengampunan, keluarga menjadi sakit. Pengampunan adalah pemulihan jiwa, pembersihan pikiran dan pembebasan hati. Siapapun yang tak mampu mengampuni tak memiliki kedamaian dalam jiwanya dan tak memiliki kesatuan dengan Allah.
5. Rasa sakit hati ibarat racun yang meracuni dan membunuh. Memelihara rasa sakit hati merupakan tindakan merusak diri sendiri. Suatu tindakan yang melukai diri sendiri. Mereka yang tak memaafkan menjadi sakit secara fisik, mental dan spiritual.
6. Oleh karena itu, keluarga perlu menjadi tempat kehidupan dan bukan tempat kematian. Keluarga hendaknya menjadi tempat penyembuhan dan bukan tempat penyakit spiritual. Keluarga hendaknya menjadi tempat pengampunan dan bukan mencari-cari kesalahan.
7. Walau rasa sakit hati mengakibatkan kesedihan, walau rasa sakit hati mengakibatkan penyakit jiwa, akan tetapi, pengampunan membawa suka cita.
****
Nasihat-nasihat Bapa Paus Fransiskus ini, saya terjemahkan dari bahasa Italia. Tuhan memberkati keluarga.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Ada yang tanya: Romo, bagaimana peran umat Katolik dan Gereja Katolik dalam dunia politik? Ada yang mengatakan: jangan pakai identitas Katolik jika berkomentar tentang politik. Apakah benar demikian?
Jawabannya temukan dalam UTAS berikut.
1.Pertanyaan terakhir tidak benar. Perlu diluruskan. Jawabannya ada dalam Katekismus Gereja Katolik, Hukum Gereja dan juga dalam dokumen-dokumen Gereja.
2. Jika kita terlibat dalam politik, jangan sampai kita MENGHILANGKAN identitas kekatolikan kita. Justru karena kita “orang Katolik” maka kita memberikan kesaksian hidup sebagai umat Katolik yg terlibat dlm politik utk membela kebenaran, mempromosikan kebaikan bersama dan HAM.
1. Pada 18 Desember 2023, Dikasteri untuk Doktrin Iman (DDI) mengeluarkan Deklarasi “Fiducia Supplicans”. Deklarasi yang berisi 45 nomor ini telah disetujui oleh Paus Fransiskus. Dokumen ini membahas mengenai MAKNA PASTORAL dari pemberkatan.
2. Sebagai umat Katolik, kita perlu membaca isi utuh dari dokumen itu. Dengan demikian, kita bisa menyaring berbagai berita: mana yang benar, mana yang hoax dan mana tafsiran serta framing berita. Berikut poin-poin penting dari dokumen tersebut:
1.Setelah serangan bom saat berlangsung Misa Katolik di Filipina selatan yang menewaskan empat orang dan melukai lebih dari empat puluh orang, Paus Fransiskus mengatakan dia “dekat dengan keluarga, dengan umat” di wilayah tersebut.
2.Setelah mendaraskan doa Angelus mingguannya (3/12/2023), Paus Fransiskus berdoa bagi para korban serangan bom pada Misa Katolik di Filipina.
1. Childfree adalah keputusan SADAR untuk tidak mau memiliki anak. Jadi, childfree bukan TIDAK PUNYA ANAK, yang disebabkan oleh STERILITAS atau mandul. Bagaimana kita menanggapi CHILDFREE ini?
2. Sebelum membahasnya lebih jauh, saya menegaskan bahwa ajaran Gereja Katolik tidak semata-mata sebagai PENGETAHUAN, tetapi terutama sebagai KEYAKINAN yang perlu DIIMANI, DITERIMA, DIINTERNALISASI, dan DIWUJUDKAN dengan kerendahan hati.
Ada yg tanya: Romo, bagaimana pandangan Gereja terkait keputusan beberapa umat Katolik yg hanya menikah secara sipil utk menghindari bahwa ikatan perkawinan hanya terputus oleh kematian pasangan?
Bpk. NK dari Kota M
Berikut jawaban saya👇
Foto: pasutri Jemy Daeli & Ros Gulö
1. Bapak NK yang baik, terima kasih pertanyaan Anda. Sangat baik jika berhadapan dengan kasus-kasus khusus dan unik dari umat Katolik, kita tanggapi lebih sabar dan berusaha merangkul mereka.
2. Kita tidak justru menghakimi dan memandang semata-mata negatif hidup mereka (bdk. Amoris Laetitia/AL 294). Dalam menanggapi kasus-kasus perkawinan, Gereja perlu melihat dan menimbang berbagai penyebab atau pemicunya.
1. Tradisi mencium cincin Paus merupakan ungkapan penghormatan dan kesetiaan kepada Paus sebagai pengganti Petrus (kepala para Rasul), Wakil Kristus dan Gembala Gereja universal (bdk. Kan. 331). Mencium cincin Paus bisa juga bermakna sebagai kesetiaan dan cinta kepada Gereja.
2. Dalam tradisi Gereja Katolik, Paus otomatis menjadi Uskup Roma, dan Kepala Kolegium para Uskup. Ia memiliki kuasa penuh dan tertinggi dalam Gereja (Kan. 332).