10 Nov 1971. Pesawat Vickers Viscount milik Merpati Nusantara jatuh ke lautan Hindia, sesaat sebelum tiba di Tabing, Padang.
69 orang meninggal dalam kecelakaan pesawat komersil Indonesia pertama yang terjadi di laut ini. Pilot sempat mengirim sinyal bahaya akibat cuaca buruk.
Pesawat bernama Sabang ini sedianya akan melayani rute mingguan Jakarta-Kuala Lumpur dg pemberhentian di Padang, Medan, dan Penang.
Meninggalkan lapangan terbang Kemayoran pukul 07.00 pagi, ia dilaporkan hilang sekira 7 menit sebelum dijadwalkan mendarat di Padang pukul 09.25.
Selang 2 hari, serpihan pesawat dan baju ditemukan di sekitar pulau Katangkatang, 60-an mil dari Padang. Jasad 62 penumpang dan 7 awak kapal tak pernah dijumpai.
Usai penemuan inilah pemerintah merilis informasi sinyal bahaya yang diterima petugas lalu lintas udara di Palembang.
Minimnya penyelidikan jatuhnya pesawat milik Merpati Nusantara ini sempat membuat kalang kabut dunia penerbangan nasional. Banyak orang was-was terbang.
Sementara pemerintah merasa sudah maksimal, terlebih usai santunan sebesar 500 ribu/korban dibayarkan.
Otten resmi jadi dokter paruh 1910 – sembari mengasisteni ahli bakteriologi Leiden, Prof. van Calcar.
Sementara itu di seberang lautan kasus sampar pertama ditemui di Malang. Saat wabah meluas, Otten memutuskan mundur kerja dan berlayar ke Jawa, Mei 1911.
Tiba di Batavia Oktober 1911, Otten bergerilya mengunjungi desa-desa yang terjangkit sampar di Malang.
9 bulan di lapangan, Otten pulang untuk kuliah doktoral. Studinya menemukan peran kutu tikus sebagai pembawa bakteri sampar. Dg gelar baru, Otten mengejar karirnya di Hindia.
Vaksinasi, kemungkinan, cacar di Batavia circa 1910. Arsip Leiden University Library.
Menurut DH Ooms (1922), orang awam saat itu umumnya tahu bahwa "orang jang disoentik tjatjar, terlindoenglah maréka dari pada penjakit tjatjar, atau meskipoen diserang, tetapi tiada keras..."
Apakah masa itu pro-kontra vaksin juga sudah ada? Sudah, tentu saja. Penolakan muncul terutama dari kelompok agama.
Sebagian orang Kristen misal beranggapan vaksin menodai kesucian manusia. Ada juga orang Islam yang meyakini disuntik vaksin bisa membuatnya murtad.
Itu sebabnya, tenaga lokal dilibatkan sebanyak-banyaknya dalam proses vaksinasi, terutama untuk memberikan penerangan.
Dinas Kesehatan Rakyat juga merilis iklan-iklan yang menonjolkan citra bahwa suntik vaksin bukanlah proses yang menyusahkan.
Meski 2020 bukan tahun yang mudah buat kita semua, kami gembira karena masih cukup waras untuk tetap berbagi potret dan cerita.
Terima kasih untuk semua yang membaca. Moga twit-twit kami bisa jadi pemantik keinginan untuk kembali mengkaji dan melihat sejarah lebih dekat. 🙏
Karena pandemi, akses ke perpustakaan dan layanan konsultasi arsip amat terbatas. Kami banyak menyelongkar dan membagikan kembali tulisan lama. Dibandingkan tahun lalu twit kami juga lebih pendek, kebanyakan tak lebih dari 3 bagian.
Jakarta penghujung 1945 dari balik lensa fotografer majalah Life, John Florea.
Pesepeda dan bocah-bocah di Rijswijkstraat, atau yang dinamai Yamato Basi Minari Doori oleh penguasa Jepang dan kelak diubah jadi jalan Majapahit.
Dulunya ini Kini begini
Amat berbeda karena bangunannya dibongkari. Berjendela tinggi di sudut kiri itu gedung Harmonie, dirobohkan demi perluasan jalan dan lahan parkir Sekretariat Negara, Maret 1985. Pun rumah farmasi Rathkamp di kanan, dibongkar setelah 1966. Arsip Leiden University Library, ca 1930.
Kita pun masih bisa lihat rel trem di jalan. Zaman kolonial, jalan tsb dilewati lin Senen-Tanah Abang-Harmonie yang pada 1950 dipecah dua: Tanah Abang-Harmonie-Pasar Ikan dan Senen-Tanah Abang.
Soal trem yang kelak digusur 1958-62 pernah kita obrolkan di:
Susah melewatkan Natal tanpa menyebut orang yang dieksekusi bangsanya sendiri ini, 6 hari sebelum Natal 1948 di Ngalihan. Tanpa diadili, dituduh dalang peristiwa Madiun. Dg Injil di tangan, ia menyanyi Indonesia Raya, sesaat sebelum peluru menerjang. Amir Sjarifuddin Harahap 🥀.
Baginya Natal adalah pengantar pesan. Natal 1942 misal, Amir mengingatkan umat Kristen agar tak saja giat ibadah. Namun juga ikut berdiri di masyarakat yang sedang bergolak, seperti saat Musa memerdekakan bangsa Israel.
Juga Natal 1947, yang ternyata jadi Natal terakhirnya. Amir, saat itu perdana menteri, menghabiskan masa jelang Natal untuk negosiasi dg Belanda – kelak melahirkan perjanjian Renville. Sebagai sesama Kristen, konfrontasi Belanda atas kemerdekaan Indonesia amat mengganggu Amir.
Datu raja Luwu, We Kambo Daeng Risompa, difoto oleh etnolog Albert Grubauer di Palopo 1911.
Sementara di banyak tempat kepemimpinan perempuan masih tabu, ceritanya berbeda di wilayah selatan Sulawesi – tahun itu saja setidaknya ada 9 perempuan yang memegang kendali pemerintahan.
Adat yang memungkinkan perempuan bertahta ini bisa ditelusuri hingga berabad sebelumnya. Awal abad 16 misal ada We Banri Gau di Bone dan Karaeng Tumanurung di Gowa.
Tradisi inilah yang bertahan, bahkan setelah kontrak-kontrak politik dg Hindia Belanda kelal diteken.
Selain We Kambo di Luwu, pada 1911 di selatan Sulawesi juga berkuasa:
I Tjoma, Batulappa
I Boea Bara, Kassa
I Pantjaitana Aroe Pantjana, Tanette
Siti Saenab Aroe Lapadjoeng, Soppeng
I Latta, Pambawang
Andi Simatana, Malusetasi
We Tanri, Rappang
Pantjaitana Boenga Wali E, Enrekang