Hai, kembali lagi dengan pengalaman saya, Eva. Mungkin pembaca sudah banyak mengetahui tentang saya melalui cerita terror santet.. Kini, mari kita mulai cerita ini dgn flashback ke masa lalu dulu ya, masa kecil saya, saat saya belum mengerti apa-apa.
Masih terbayang jelas sampai saat ini, meskipun sudah lewat 20 tahun lebih, tapi karena benar-benar membekas, detail tentang kejadian ini terus terngiang ngiang di ingatan saya, bahkan hingga saya dewasa.
Cerita ini mungkin bukan cerita yang paling menyeramkan yg pernah saya alami, kalian tidak akan menemukan cerita detail penampakan seram seperti cerita horor pada umumnya, tapi yang jelas cerita flashback ini adalah awal dari semuanya bagi saya..
Sesuatu yang memulai semuanya sehingga saya mengalami apa yg sudah saya ceritakan di judul cerita saya yg lampau Teror Santet, Teror Kota Pelajar dan KKN..
****
Saat itu, sekitar bulan juli tahun 1992, usia saya 6 tahun dan hari itu adalah hari pertama kali saya bersekolah di Sekolah Dasar, orang tua saya memasukkan saya ke sebuah SD islam swasta dibilangan Jakarta Selatan.
Mama saya menggandeng tangan saya menuju ruang kelas, cukup ramai suasana sekolah saat itu, karena banyak anak murid baru juga yang diantar oleh orang tuanya dihari pertama sekolah, parkiran mobil penuh oleh mobil-mobil orang tua murid.
"Ini kelas kamu ya va" kata mama ketika kami sampai di depan pintu sebuah ruangan kelas, dan menuntun saya untuk masuk ke dalam.
Ketika di dalam, saya memperhatikan ruangan kelas yang cukup besar dengan meja dan kursi kayu tersusun rapi dalam 3 baris,
masing-masing baris berjejer rapat 2 meja dan 2 kursi. Mama membaca papan pengumuman pembagian kursi yang tertempel di blackboard (iya, tahun 1992 itu masih trendingnya sekolah pakai kapur ya) untuk mencari tempat duduk saya.
Sambil menunggu mama membaca pengumuman, saya mengedarkan pandangan kesekeliling ruangan, disana sudah ada beberapa anak-anak yang duduk di meja masing-masing, ada yang sendiri dan ibunya berdiri diluar sambil memperhatikan di jendela,-
-ada yang duduk ditemani ibunya sambil becanda dan ada juga yang sambil merengek karena takut ditinggal. Dan saat itu saya melihat seorang anak perempuan duduk di kursi pojok belakang sebelah kiri sendirian..
dia memakai seragam seperti kami, kemeja tangan pendek warna putih dan rok selutut warna hijau, tapi dia menggunakan berego (jilbab bertali belakang) warna putih, sesuatu yang tidak wajar saat itu,
karena meskipun SD islam, tapi pada masa itu penggunaan baju muslim untuk seragam sekolah bukan hal lumrah (atau tidak dibolehkan ya? saya lupa) jadi dengan berego putihnya dia jelas terlihat berbeda dari yang lain.
Ntah karena beregonya atau apa, pandangan saya selalu tertuju kearah anak perempuan itu. Bagi saya, saat itu dia anak yang cantik, kulitnya putih mendekati pucat, dan dia tersenyum sambil melambaikan tangannya kearah saya, saya membalas senyum dan lambaian tangannya.
"Wah, kamu sudah dapat teman baru ya? Nanti ajak kenalan ya pas istirahat, sekarang kita cari tempat duduk kamu dulu ya" kata mama saya sambil menuntun saya kearah meja saya.
Posisi meja saya ternyata di tengah-tengah baris kedua, posisi saya yang meja sebelah kanan, teman sebangku saya sudah menempati posisi meja yang kiri, seorang anak lelaki keturunan arab dengan perawakan kecil dan rambut keriting kiwil-kiwil macam mie.
"Ayo dek, kenalan dulu, siapa ini namanya?" Tanya mama saya membuka omongan sama teman sebangku saya.
"Sammy" jawab teman sebangku saya malu-malu sambil menjabat tangan saya.
"Eva" jawab saya.
"Sammy berteman sama eva yaa.." kata mama saya yang dijawab anggukan oleh Sammy.
"mamanya kemana nak?" Tanya mama saya lagi.
Sammy menunjuk keluar, dijendela berdiri seorang wanita cantik yg mirip dengan sammy dan melambai2 kearah kami, "aduh hebat, sammy berani ya sendiri" kata mama saya memuji, "eva, mama tinggal ya, mama tunggu diluar ya, eva berani kan?"
Saya mengangguk ragu-ragu, mau bilang ga berani tapi gengsi karena teman sebangku saya aja berani masa saya engga, maklum lah anak kecil umur segitu, sama lingkungan baru pasti merasa canggung, gugup, grogi pokoknya perasaan campur aduk, tapi mau ngakuin gengsinya udah gede.
Mama mengusap kepala saya, lalu berjalan keluar ruangan kelas, saya hanya bisa memandang punggung mama saya yang berjalan menjauh, rasanya pengen nangis, tapi malu. Tapi lalu sammy mengajak ngobrol saya, obrolan khas anak-anak dan perlahan rasa grogi dan takut mulai hilang
Saat saya mengobrol dgn sammy, sesekali mata saya menangkap sosok anak perempuan berberego yang duduk dikursi paling pojok itu, jarak dari kursi saya ke kursi dia sekitar 2 kursi kebelakang, otomatis ketika saya mengobrol menghadap sammy, pasti arah pandang saya bisa kearah dia,
dan setiap padangan saya dia, anak perempuan berberego itu pasti sedang melihat kearah saya dan tersenyum kearah saya.
Akhirnya bel berbunyi, sepertinya itu tanda masuk sekolah, ada seorang guru yang masuk ke dalam ruangan, lalu mengarahkan kami untuk berbaris di lapangan. Saya dan sammy berdiri dari kursi dan berjalan beriringan mengikuti petunjuk ibu guru.
Saat saya hendak keluar ruangan, entah mengapa saya reflek menengok kebelakang. Anak perempuan berberego itu masih duduk di pojokan, masih melihat kearah saya dan masih memasang senyum manisnya. Kenapa dia tidak ikut berbaris?
Ketika melewati ibu guru, saya menarik ujung baju ibu guru dan berkata, "ibu guru, kenapa dia ga ikut baris?" Sambil menunjuk kearah anak perempuan berego tersebut.
Ibu guru melihat kearah saya menunjuk, sekilas saya melihat jidatnya seperti berkerut, tapi lalu dia tersenyum, "iya nanti menyusul ya, sekarang kamu baris dulu sama teman-teman ya, kita upacara dulu yuk"
Saya mengangguk, sekali lagi menengok kearah anak perempuan berberogo itu yg masih duduk diam ditempat yg sama dan masih tetap tersenyum melihat kearah saya, lalu saya membalikkan badan dan bergabung dgn teman2 yg lain, krn saya pikir pasti ibu guru akan segera mengarahkan dia.
Saat upacara berlangsung, saya berbaris di bagian depan karena seperti biasa, susunan barisan berdasarkan tinggi badan dan dari kecil ampe gede ukuran tinggi saya termasuk yaah.. Segitu deh..
Waktu itu saya tidak melihat si anak perempuan berberego, mungkin dia baris dibagian paling belakang, pikir saya.
**
Kelar upacara, kami masuk ke ruangan kelas dalam bentuk barisan, barisan yg sama saat upacara dan saat kami masuk kelas, saya melihat anak perempuan berberogo itu sudah duduk di tempatnya, padahal posisi saya di barisan paling depan,
kalau dia udah masuk duluan berarti dia lebih depan dari saya dong, atau jgn² dia ga ikut upacara?
Tapi saya tidak ada kesempatan untuk menanyakan itu, ibu guru langsung meminta kami utk duduk di tempat masing2 dan kegiatan belajar mengajar dimulai, diawali dgn perkenalan siswa.
Jujur aja, saya penasaran dengan anak perempuan berberego ini, entah kenapa saya pengen banget kenalan sama dia, dan saya menanti saat giliran anak perempuan berberego itu memperkenalkan diri.
Satu persatu siswa memperkenalkan diri, termasuk saya, dan karena anak perempuan berberego itu duduk paling belakang dan pojok, sudah pasti dia akan masuk urutan belakang.
Hingga akhirnya tiba giliran anak perempuan itu, tapi saat itu juga ibu guru menyudahi sesi perkenalan..
saya kaget, kok dia ga dapet giliran dan langsung reflek menengok kebelakang, kearah tempat dia duduk, tapi ternyata dia ga ada disana, apa dia ke wc? Tapi kapan? Pengen tanya sama ibu guru, tapi takut.
Akhirnya saya berbisik ke sammy, "yang anak perempuan duduk dipojok ke wc ya? Kok ga ada ya?" Sammy melihat kearah kursi yang saya tunjuk, tempat anak perempuan berberego itu duduk, lalu dia menatap bingung kearah saya dan mengangkat bahunya tanda tidak tau.
Saya diam dan kembali duduk manis, mendengarkan ibu guru bicara di depan kelas. Tapi entah kenapa, sepanjang kegiatan belajar mengajar berlangsung, saya merasa seperti diawasi dari belakang, seperti ada yang ngeliatin saya dengan seksama dari belakang, lebih tepatnya..
...dari arah kursi anak perempuan berberego itu, sesekali saya melirik kesana, tapi kursi itu masih kosong.
setelah beberapa kali menengok dan mendapati kursi kosong, saat ditengah jam belajar, kembali saya merasa seperti diawasi dan diliatin secara intens dari arah kursi itu,
langsung saya menengok kearah sana dan dia ada, anak perempuan berberego itu ada, duduk dengan posisi yang sama, menatap saya sambil tersenyum lebar.
Kapan dia kembali dari WC??
Saya bahkan tidak melihat dia keluar dan masuk kelas...
***
Hari itu saya pulang tanpa ada kesempatan berkenalan ataupun ngobrol dengan anak perempuan berberego tadi.
Saat mama saya menjemput dan menunggu di depan pintu kelas sambil melambai, sekilas saya melirik kearah kursi si anak perempuan itu.. dia masih duduk disana, dan masih tersenyum kearah saya, senyum yang sama..
saya lalu melihat ke arah jendela kelas tempat para ortu menunggu utk menjemput, tapi sepertinya dia tidak bereaksi ke salah satu dari ortu2 itu. Biasanya anak kecil hari pertama sekolah kalau dijemput akan excited, tapi kayanya dia datar aja dan tetap tenang duduk ditempatnya.
"Eva, ayo cepat, habis ini kita harus jemput kakak bella, nanti kita telat." Kata mama saya dan saya langsung berlari kecil kearah pintu kelas dan memeluk mama saya.
Mama menuntun berjalan kearah parkiran mobil, saat sudah menaiki mobil dan mobil sudah berjalan, barulah obrolan khas ibu anak yang menanyakan kegiatan sekolah dimulai.
"Eva udah dapat banyak teman?" Tanya mama saya
"Iya udah" jawab saya mengangguk senang
"Ada berapa temannya?" Tanya mama saya
Saya berpikir sejenak, "pokoknya sekelas ma"
Mama saya tertawa mendengar jawaban saya.
"Tapi ma, ada satu yang aku ga tau namanya" tiba-tiba saya teringat si anak perempuan berberego
"Oh iya? Kenapa?" Tanya mama saya.
"Waktu ibu guru ngajak kenalan satu-satu, dia ga ada." Jawab saya
"Loh emang kemana?" Tanya mama saya.
"Ga tau ma, pas aku liat kekursinya dia udah ga ada dikursi, pas mau pulang baru ada" jawab saya.
"Emang yang mana anaknya?" Tanya mama saya lagi.
"Yang pakai kerudung ada talinya ma" jawab saya dan saya yakin mama saya pasti mengenali, karena hanya ada dia satu-satunya yang menggunakan berego.
Mama saya menatap saya bingung, "kerudung ada talinya? Berego maksud kamu?" Tanya mama saya
Saya mengangguk, "iya ma, yang kaya aku pake kalau ngaji"
Mama kembali menatap saya bingung, "ada ya yang pakai berego?" Bisiknya pelan hampir tidak terdengar, tapi saat itu nalar anak kecil saya tidak menangkap maksud bisikan mama, saya hanya mengangguk mengiyakan sekali lagi.
"Duduknya dimana dia va?" Tanya mama lagi.
"Dipojok ma, sebelah kiri aku, paling belakang."Jawab saya.
Mama diam, menatap saya, lalu dia menghembuskan napas, dan membelai kepala saya.
Tidak ada tanggapan apa2 dari mama saya atas jawaban saya, ia tampak fokus menyetir mobilnya.
"Eva mau makan apa nanti?" Tanya mama saya akhirnya setelah diam beberapa saat.
"Ayam kecap!!" Jawab saya senang sambil menyebut menu kesukaan saya.
Mama tersenyum mendengar jawab saya, saat itu saya belum bisa mendeteksi apa-apa dari raut wajah mama saya,
yang saya tau mama hanya tersenyum, andaikan saat itu saya sudah bisa membaca raut muka, mungkin saya bisa melihat kalau senyum diwajah mama saya bukanlah senyum senang, tapi senyum menutupi kebingungan, kekhawatiran dan kegelisahan...
Sejak hari pertama sekolah, saya belum ada kesempatan untuk ngobrol dan berkenalan sama anak perempuan berberego yang duduk di kursi pojok itu, karena 3 hari pertama sekolah hanya sampai jam 9 aja, mungkin judulnya masa penyesuaian ya.
Sampai akhirnya hari ke 4 sekolah, hari itu jam olahraga, semua siswa sudah pakai baju olahraga dari rumah, hanya dia yang tetap memakai seragam putih hijau dan tentu saja berego putihnya, mungkin salah jadwal baju seragam, pikir saya saat itu dan tidak terlalu ambil pusing.
Selesai ikrar pagi di lapangan upacara, kami masuk kelas untuk berdoa pagi, dan sama halnya dengan 3 hari sebelumnya, saya tidak melihat dia di barisan, tapi saat masuk kelas dia selalu sudah ada didalam kelas, duduk manis, menatap kearah saya dan tersenyum lebar.
Setelah berdoa pagi, para siswa diarahkan ke lapangan olahraga oleh guru olahraga, tapi anak perempuan itu tidak bergeming, dia tetap dikursinya, tidak ikut serta keluar kelas. Sebelum berolahraga, pak guru olahraga mengabsen siswa satu persatu.
"Oh jadi ada 1 yang izin yaa" gumam pak guru waktu selesai mengabsen.
Oh.. mungkin anak perempuan berberego itu memang izin tidak olahraga, gitu pikir saya. Tapi yang saya tidak tau, memang hari itu ada 1 siswa yang absen tidak masuk, tapi itu bukan anak perempuan berberogo ini.
Ditengah kegiatan olahraga, tiba-tiba saya kebelet pipis, lalu segera saya izin ke pak guru, setelah mendapat izin saya bergegas lari ke kamar mandi.
Oh iya bangunan sekolah saya berbentuk letter L ya posisi kelas saya ada dilantai dasar, diujung dekat pintu masuk gedung, sementara WCnya ada di ujung satunya lagi, jadi seandainya mau ke WC pasti akan melewati ruang kelas saya dulu.
Sambil berlari kecil, saya melirik sekilas ke dalam ruang kelas saat melewatinya, dan anak perempuan berberego itu tidak ada disana. Saya ga terlalu ambil pusing, saya langsung lari tancap gas ke arah WC karena udah kebelet banget.
Selesai dari WC, saya kembali ke lapangan olahraga, saat itu di depan kelas ada anak perempuan berberego berdiri di depan pintu, menatap kearah saya sambil tersenyum lebar, senyum khas yang selalu dia lempar ke saya.
Saya berhenti berjalan dan memutuskan untuk menyapa, selama ini tidak ada kesempatan untuk berkenalan, toh dia teman sekelas saya juga, dan entah kenapa saya ingin sekali mengenal dia, mungkin penasaran, mungkin karena penampilannya dengan berego yang tidak lazim untuk masa itu,
mungkin karena kami selama ini beradu pandang dan dia selalu tersenyum lebar kearah saya.
"Kamu kok ga olahraga?" Tanya saya.
Dia tersenyum dan menggeleng, "aku ga bisa olahraga." Jawabnya, suaranya kecil dan lembut, mungkin lebih kearah imut, kaya anak kecil jepang di anime.
Saya memperhatikan wajahnya.. iya ga salah lagi, dia masuk kategori yang biasa kalian sebut anak cantik, anak gemesin dan lain sebagainya, tapi dia pucat, kulitnya putih hampir tidak berwarna, sampai urat-urat nadi halus dipipinya terlihat samar, bibirnya juga pucat pasi.
"kamu sakit?" Saya mengambil kesimpulan setelah mempelajari wajahnya.
Dia tersenyum dan mengangguk.
"Kamu sakit apa?" Tanya saya lagi.
Lagi-lagi dia hanya tersenyum.
"Kok kamu sakit malah senyum-senyum sih?" Tanya saya lagi, karena diotak anak kecil saya waktu itu, kalau sakit itu ga bisa bangun dari tidur dan pasti rewel nangis-nangis, tapi dia malah senyum-senyum kaya kesenengan.
"Yah pokoknya sakit, aku ga dibolehin olahraga" jawabnya lagi sambil kembali tersenyum..
"Ooh.." saya menanggapi singkat, ga tau harus ngomong apa lagi, karena dilogika saya saat itu kalau ga dibolehin olahraga berarti sakit berat, karena kalau saya sakit, pasti mama nyuruh--
--tiduran di kamar dan ga dibolehin main sepeda diluar sama teman-teman.
"Nama kamu siapa?" Tanya saya lagi.
Dia tersenyum, ntah kenapa saya merasa senyumnya kini lebih lebar dari biasanya, "Ria" jawabnya singkat.
Akhirnya saya tau namanya dan saatnya saya mengenalkan diri, "oh kamu Ria, namaku.... "
"Eva kan?" Tiba-tiba dia memotong omongan saya, masih dengan muka tersenyumnya.
"Iya, kok kamu tau?" Saya bingung karena saya ga pernah berkenalan dengan dia dan saat sesi perkenalanpun juga dia ga ada, lalu saya juga ga pernah liat dia ngobrol atau bergaul dengan teman kelas yang lain.
"Karena aku selalu mendengarkan, ibu guru dan anak-anak lain dikelas manggil kamu Eva." Jawabnya dengan bibir terkulum senyum yang lebih lebar lagi.
Ntah kenapa saat itu ada perasaan aneh yang saya rasakan..
tengkuk saya terasa seperti ada angin dingin berhembus, tapi saya tidak bisa menjelaskan itu apa, hanya aneh saja melihat senyum Ria kali ini, dan rasanya saya ingin menjauh dari dia.. saat itu saya merasa takut atau tertekan karena melihat mukanya yg pucat dgn senyum sumringah.
"Kamu nanti dicariin pak guru" katanya Ria lagi.
"Oh iya, nanti kita ngobrol lagi ya." Kata saya
"Iya, nanti kita ngobrol lagi, aku selalu ada disini kok, ga pernah kemana-mana" katanya dan sekali lagi senyum lebar itu mengembang dibibirnya.
Saya diam, perasaan aneh yang saya rasakan tadi kembali merayap, tanpa menanggapi omongan Ria, saya membalikkan badan dan berlari kearah pintu keluar gedung menuju lapangan olahraga, rasanya saat itu saya benar-benar ingin menjauh dari Ria.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Setelah memotong kemaluan korban hidup hidup dan menampung d4rahnya untuk diminum, pelaku memut1l4si dan menjual daging korban dengan kedok daging sapi. Salah satu pembelinya bahkan sudah mengonsumsinya sebagai olahan rendang hati.
a thread
M. Delfi adalah seorang pemuda yang tinggal bersama ayahnya, Basri Tanjung, di Kabupaten Siak, Riau. Sehari hari, ia bekerja serabutan. Terkadang ia membantu ayahnya berjualan sate, kadang mengambil upah sebagai buruh bangunan.
Hingga akhirnya ia menjadi karyawan sebuah usaha isi ulang galon. Saat usianya masih sangat muda, 19 tahun, pada Februari 2013 ia menikah dengan Dita yang juga berumur sama dengannya. Namun pernikahan ini kandas hanya 8 bulan setelahnya tanpa sempat memiliki keturunan.
JURNALIS YANG DIANIAYA HINGGA CACAT PERMANEN PASCA BONGKAR KEGIATAN PERDAGANGAN KAYU ILEGAL DI KALIMANTAN.
a thread
Abi Kusno Nachran, merupakan seorang pria kelahiran Pangkalan Bun tahun 1941. Ia berprofesi sebagai jurnalis untuk Tabloid Lintas Khatulistiwa, sebuah surat kabar lokal di Kalimantan.
Tulisan tulisan Abi Kusno sering menyentil para oligarki dan mafia mafia dibalik pembabatan serta penjualan kayu ilegal dari hutan di Kalimantan. Tidak hanya menulis, ia kerap melaporkan hasil temuannya kepada aparat untuk diusut.
Apa jadinya kalau kalian pergi ke sebuah warung soto lamongan, membeli sebungkus soto ayam dan memakannya lalu tiba tiba kalian diberitau kalau warung soto tersebut baru saja digrebek polisi karena menghidangkan soto dengan daging manusia?..
Ya, ini bukan potongan adegan film, namun kejadian nyata kasus yang sangat menggemparkan pada masanya : kasus Benget Situmorang dan soto dari daging istrinya.
Tidak ada lagi yang bisa dilakukan, para relawan hanya bisa menemani Omayra menuju kematiannya setelah tersangkut dan terendam air selama 60 jam.
a thread
Pada 13 November 1985, Gunung berapi Nevado del Ruiz di Kolombia meletus. Meskipun tanda tandanya sudah terdeteksi, pemerintah setempat gagal melakukan evakuasi dan berakibat pada jatuhnya ribuan korban.
Kota Armero, salah satu daerah paling terdampak, bahkan kehilangan 20 ribu dari total 29 ribu penduduknya. Mereka umumnya tewas akibat banjir lahar yg menerjang kota. Salah satu korban di daerah itu adalah keluarga Omayra Sanchez Garzon, seorang gadis berusia 13 tahun.
Cerita kali ini gw dapetin dari saudara yg kerja di proyek salah satu pulau. Nama pulaunya mungkin kita simpen dulu ya, meskipun kisah ini mungkin beberapa dari kalian udah tau. Di lokasi tempat dia kerja, beberapa bulan terakhir ada kasus yg booming dan memakan banyak korban.
Gangguannya cukup parah, sampai harus ada ‘pembersihan’ dari hal hal mistis agar para pekerja bisa aman di pulau itu.
Info yang beredar, karena gangguan mistis, ada pekerja yang jari tangannya kepotong dan ada yang kejatuhan potongan pohon yang lagi diangkat crane.