ADA BUDIMAN DI BUKIT ALGORITMA
.
.
.
.
RIDWAN KAMIL TERSEDAK
.
.
.
.
"Kenapa Silicon Valley sukses? Saya kasih tahu, karena di sana (AS) ada kumpulan universitas berdekatan dengan kumpulan industri, berkumpul dengan finansial institusi".
Demikian Ridwan Kamil menjawab pertanyaan wartawan terkait heboh Bukit Algoritma yang digadang akan mengikuti sukses pola kerja Silicon Valley.
Lebih lanjut dia mengatakan, "Kalau tiga poin tadi tidak hadir dalam satu titik, yang namanya istilah Silicon Valley itu hanya 'gimmick-branding' saja,"
Sementara 3 syarat menurut kang Emil adlh integrasi antara universitas, industri, dan lembaga finansial. Itu harus terpenuhi.
"Adakah 3 kriteria yang disebut kang Emil itu telah dan akan dipenuhi oleh Bukit Algoritma sehingga bisa meniru jejak Silicon Valley di AS itu?"
Bukan hanya 3, bahkan hal ke 4 yakni insentif pajak bagi industri strategis seperti itu sudah dipikirkan sejak awal.
Status Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dikejar sehingga dapat memperoleh berbagai insentif fiskal dari pemerintah. Itu adalah apa yang sedang dikerjakan oleh para pendiri BUKIT ALGORITMA.
"Kebetulan salah satu investor kami ada yang sudah ketemu dengan Pak Bahlil (Kepala BKPM) dan akan mendapatkan insentif perpajakannya," tandas Budiman Ketua Pelaksana Kiniku Bintang Raya KSO sosok di balik berdirinya Bukit Algoritma di Sukabumi Jawa Barat.
Tiga syarat yang menurut kang Emil meliputi integrasi antara universitas, industri, dan lembaga finansial, sejatinya adalah tentang sejarah Silicon Valley yang juga merupakan sebutan untuk wilayah di Santa Clara Valley yang berada di bagian selatan Bay Area, San Fransisco lahir.
Sebagai acuan sederhana, Stanford adalah universitasnya, Hewlett Packard dan Shockley Semiconductor adalah perusahaan pertamanya dan persaingan dengan Uni Soviet adalah sebab dukungan dana dari negara hadir telah membuat Silicon Valley eksis.
Bila hari ini Ikon "FAANG" yakni 5 Big Tech Facebook, Amazon, Apple, Netflix dan Google begitu kuat pada perdagangan dalam indeks saham teknologi Nasdaq, itu adalah panen AS akibat benar kebijakan yang ditempuhnya di masa lalu pada pendirian silicon valley.
Dan itu adalah salah satu akibat baik ingin kita ikuti dengan dihadirkannya Bukit Algoritma.
Entah kebetulan atau apa, Bukit Algoritma pada tahap awal pembangunan yang mendapat dukungan dana dari investor asing maupun lokal sebesar 18 triliun rupiah dibangun pada luasan area 350 hektar, demikian pula Silicon Valley.
Pada 1952, dua tokoh Stanford bernama Terman dan Sterling memutuskan untuk menggunakan bagian dari kampus besar Stanford untuk membuat pusat bisnis.
Mereka mendedikasikan 350 hektare lahan bagi proyek tersebut.
Mereka menawarkan space kepada tenant-tenant, perusahaan besar, dengan janji bahwa mereka akan memiliki akses ke lab Stanford, dan beberapa pemikir terbaik dalam bisnis ini.
Demikian Pula dalam sistem pendidikan, secara radikal kurikulum akademis Stanford yang memprioritaskan program mutakhir dalam fisika, teknik, dan sains, dan menciptakan Laboratorium Elektronik Stanford di rubah.
Hewlett-Packard dan Varian Associates termasuk di antara penyewa pertama, dengan perusahaan mapan seperti Kodak dan General Electric segera menyusul. Pada 1957.
Kawasan bisnis itu pun dipenuhi para tenant besar, dan lahir adanya budaya baru yakni interaksi berkelanjutan antara bisnis dan kampus.
Perusahaan rintisan menggunakan lab, dan mahasiswa Stanford didorong untuk magang dengan perusahaan di dalamnya.
Suka tak suka, ini memupuk jiwa inovasi teknologi di perusahaan, dan membuat mahasiswa Stanford sadar akan masalah dunia nyata yang harus mereka selesaikan.
Stanford segera menjadi salah satu penerima terbesar dana penelitian federal.
Di sana peran kunci Stanford dalam menciptakan teknologi seperti pengacak sinyal untuk militer yang sangat dibutuhkan saat itu dihasilkan.
"Ada ga Universitas pada Bukit Algoritma tersebut?"
Kawasan yang akan menyediakan ruang tumbuh kembang bagi pembangunan sumberdaya manusia yang berkelanjutan, adalah kemutlakan tak boleh ditawar. Atas hal tersebut, itu pun sudah masuk dalam perencanaan. Pada Bukit Algoritma, 3 Universitas mendapat prioritas.
"Untuk membentuk ekosistem itu kami menghibahkan lahan hampir seluas 100 hektar. Untuk ITB 25 hektar, 25 hektar untuk Unpad dan 25 hektar untuk IPB.
Langkah awal kami ambil merupakan suatu komitmen kami selaku pemilik lahan, PT Bintang Raya bersama Pemkab Sukabumi dan Pemprov Jabar," kata Dhanny Handoko selaku Direktur Utama PT Bintang Raya Lestari.
.
.
Tak butuh jarak waktu yang panjang, sambutan dari Lido mega proyek milik Harry Tanoe pun mulai terdengar.
"Tapi kenapa kang Emil sebagai Gubernur Jabar di mana itu adalah wilayahnya, terdengar kurang semangat?"
Angka APBD Jabar 2021 adalah 44.3 triliun rupiah dan investasi pada Bukit Algoritma hampir setengahnya yakni 18 triliun dan itu baru pada tahap awal atau untuk jangka waktu 3 tahun, seharusnya itu jumlah yang sangat besar.
Dulu, Presiden Soekarno demi mandiri bangsa ini pernah menggelontorkan dana bagi pintar anak bangsa dan mengirim ribuan siswa kita ke luar negeri. Justru dinikmati oleh asing karena mereka tak boleh pulang oleh Soeharto. Negeri ini langsung miskin orang pintar.
Tahun 80-an, Soeharto melalui Habibie dengan program BPPT nya melakukan hal yang sama. Pintar dan jenius anak bangsa ini mampu mendapat beasiswa dalam banyak bidang.
Sayang, sarjana ilmu nuklir dan banyak kepandaian terkini mereka dapatkan tak termanfaatkan dengan baik hanya karena negara tak tahu harus menaruh mereka di mana. Kita tak punya ladang dengan tanaman seperti itu.
Kini, lahan bagi kita berdiskusi dan berdebat dalam kemajuan teknologi baik teknologi pertanian, big data, Internet of Things hingga kuantum teknologi sedang dibuatkan. Di sana, ekosistem semacam itu disandingkan dengan bagaimana kita membuat aplikasi terterap sedang dirintis.
Itu seperti kita bicara tentang berkebun di mana lahan, air, bibit, pupuk, pekerja, insinyur, pemodal hingga pasar di mana kita menjual produk akhir ada dan tersedia dalam satu kawasan. Itu adalah asa kita ingin diwujudkan.
Seharusnya, pak Gubernur cukup ajak ngobrol Budiman Sudjatmiko sebagai salah satu pihak dari investor demi maju daerahnya. Daerahnyalah sebagai penerima keuntungan pertama dan terbesar. Itu seharusnya membuat dia senang.
Ada investor masuk, ada pemecah problem bagi tingkat pengangguran pada wilayahnya, PAD yang meningkat hingga pintar warganya karena daerahnya menjadi rujukan bagi logika berdiskusi dan mendapat tempat.
"Mungkinkah karena faktor politis di mana Budiman sangat mungkin akan terkérék namanya bagi pilpres 2024 yang juga sedang dibidik oleh pak Gubernur?"
"Gimmick Branding" sebagai pilihan diksi Ridwan Kamil memang tampak tendensius ke arah itu. Paling tidak, kita sedang diajak untuk berpikir bahwa Budiman Sudjatmiko lagi cari panggung demi event tersebut.
Atas panggung apa? Pasti terkait pilpres 2024 nanti.
Kualitas pantas tidaknya seseorang menjadi pemimpin, salah satunya dapat diukur dari kemampuannya mengalahkan pesaing. Semakin hebat pesaing hadir, semakin hebat hasil akhir didapat.
Seharusnya, bukan tentang itu kita takut dan maka kita menghindar apalagi mendorong lawan mundur sebelum dia berungkap ingin maju.
Demikian pula dengan pak Gubernur Jabar. Seharusnya dia bagian dari orang hebat.
Seharusnya, ini juga bukan karena Budiman harus ditakuti akan menjadi pesaingnya maka komentarnya yang terdengar tendensius terdengar.
Benarkah?
Sepertinya, Ini hanya soal komunikasi. Seharusnya Ini akan selesai saat mereka berdua bertemu, dan kapan itu terjadi, pasti akan ada saat tepat. Tak ada yang harus kita reka-reka atas peristiwa orang memberi komentar.
Atas hadirnya beberapa Universitas yang dirujuk, sangat mungkin Unpad akan ditunjuk sebagai mitra Agro Health Ecopark, sedangkan ITB ditunjuk sebagai mitra ITB NBIC atau Nanotechnology, Biotechnology, Information Technology dan Cognitive Science, Innovation Park.
"Yakin ini bukan bisnis cari untung?"
“Pertama, ini yang kelihatan infrastrukturnya, tapi sebenarnya pembangunan SDM sudah dari 2018. Saya kumpulan 200-an orang inovator dan periset,” kata Budiman.
Bagaimana Bukit Algoritma akan memberi kontribusi bagi negara ini, itu juga tergantung pada cara kita memaknainya. Melihat masa depan sebagai peluang dan maka harus kita persiapkan atau masa depan adalah ketakutan?
Saya memaknainya sebagai peluang. Pak Ridwan Kamil pun pasti demikian. Pun banyak dari kita yang senang akan hadirnya Bukit Algoritma sebagai silicon valleynya Indonesia.
Itu layak kita sambut dengan optimis. Di sana, di Bukit Algoritma itu, masa depan bangsa ini sedang akan dibuat makin tegas. Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah arah kita menuju.
Secangkir kopi disertai camilan khas Bandung akan terasa nikmat pada pertemuan kedua anak bangsa yang hebat ini, saat bertukar mimpi INDONESIA HEBAT MASA DEPAN.
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
SRI MULYANI DAN BASUKI HADI MEMANG DUA TANDUK JOKOWI
.
.
.
Basuki Hadimuljono dan Sri Mulyani sepakat untuk menunda waktu pemberlakuan Tapera.
“Dari kapan ke kapan?”
Dari tahun 2027 ke waktu yang belum beliau sebut.
“Emang pak Jokowi ingin Tapera itu diberlakukan lebih cepat?”
Dalam PP terbaru, PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020, beliau bicara terkait iuran wajib. Jokowi memberlakukan iuran wajib Tapera bagi pegawai negeri maupun pegawai swasta.
Harus diingat, PP itu lahir karena perintah konstitusi. Presiden wajib mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) setelah DPR mengesahkan sebuah UU, dalam hal ini UU No 4 tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
Para wakil rakyatlah yang menggagas, mendiskusikan, mengesahkan UU itu dan lalu konstitusi mengharuskan Presiden membuat PP nya.
Dan Jokowi melalui PP terbaru tersebut tidak bicara atau merubah jangka waktu. Itu masih sama dengan isi PP lama, PP Nomor 21 tahun 2020 yakni 7 tahun atau tahun 2027.
Bantèng perkasa jelas adalah Jokowi. Dia memporak porandakan kemapanan tanpa teriak jumawa. Konon hanya dengan kerja, kerja dan kerja, tiba - tiba dia melampaui ekspektasi banyak pihak.
Sama seperti bantèng seharusnya, Jokowi pun bersenjatakan dua tanduknya, BASUKI dan Sri Mulyani.
Ketika kita bicara duet dua orang ini, ribuan kilometer jalan sebagai urat nadi sebuah bangunan ekonomi negara dengan puluhan bandara serta puluhan pelabuhan dan ribuan infrastruktur dalam bentuk lain terbangun melayani publik plus dengan fiskal terjaga adalah bukti tak terbantahkan.
Luar biasanya, sebagai orang yang sudah dianggap pahlawan, keduanya tak bicara politik, pun posisi. Tak bicara pilkada apalagi pilpres untuk karir dirinya. Berdua, mereka bekerja profesional hanya pada tupoksinya saja. Basuki bertempur di ranah eksekusi, Sri Mulyani menyediakan semua pelurunya sambil tetap menjaga ruang fiskal yang ada.
Sebagian besar dari kita pernah sangat berharap bahwa UU Perampasan Aset Koruptor benar bisa diberlakukan. Tapi harapan itu pupus saat hampir semua fraksi di DPR tak beranjak ingin membuat tuntas RUU tersebut.
Kita marah pada perilaku banyak pejabat negara ini yang tanpa malu - malu maling duit negara. Lebih lagi, kita muak dengan aturan hukum yang ada manakala si pejabat divonis penjara tapi justru masih dapat perlakuan istimewa di penjara.
Mereka seolah adalah adalah kaum istimewa negeri ini. Mereka jelas bukan bagian dari kita manakala diksi rakyat kita gunakan. Mereka bukan kita dan maka kita sepakat bila RUU Perampasan Aset Koruptor itu diundangkan.
Namun ketika kita bicara tentang sibuk aparat bea cukai yang belakangan ini rajin pungut pajak atas barang bawaan kita dari luar negeri, kita marah. Kita tak sepakat dengan perlakuan mereka pada banyak saudara kita. Kita marah karena bisa jadi kitalah suatu saat nanti adalah si korban.
“Tapi bukankah aparat itu belakangan ini benar keterlaluan?”
Sesekali kita pantas menggunakan angle berbeda. Kita lihat dari sudut yang tak banyak dibicarakan orang terutama sudut pandang orang - orang yang sedang merasa dirugikan.
Tak ada salahnya sesekali kita sedikit melambung dan melihat dari sudut yang sulit dimana justru keributan belakangan ini adalah bias perlawanan para pengemplang pajak yang selama ini sukses bermain dengan oknum bea cukai itu sendiri. Para pelaku jastip misalnya.
JANGANKAN INDONESIA YANG SANGAT KAYA DENGAN RAGAM BUDAYANYA| bahkan Arab Saudi negeri berlimpah minyak saja kini melirik industri pariwisata. Ada potensi devisa sangat besar yang sedang ingin mereka rebut.
Ga tanggung - tanggung, pada sektor ini mereka mentargetkan kontribusi sekitar 10 persen dari GDP pada tahun 2030 dan menerima 100 juta wisatawan per tahun dan menyediakan satu juta pekerjaan.
Tak seperti bangsa kita yang sangat kaya dengan budayanya, mereka membangun konsep wisata mewah.
Beberapa proyek pariwisata ambisius itu diantaranya adalah kota futuristik Neom di Provinsi Tabuk, barat laut negara yang menghadap Mesir di seberang Laut Merah.
BUDIMAN SUDJATMIKO, DIA PASTI ADALAH SIAPA - SIAPA
.
.
.
Kalau saat ini dia benderang berada di sisi sebelah Ganjar misalnya, 100 persen pasti gak ada kisah bulian padanya. Seratus persen ga ada ungkit mengungkit dosa - dosanya yang benar - benar sangat sulit dicari.
Budiman terlalu lurus. Bisa dibilang dia satu dari sejuta politisi kita yang idealis dan maka tetap miskin tanpa data deretan mobil mewah di garasinya.
Dan lalu, ketika korupsi sebagai penyakit paling lumrah yang selalu diidap oleh banyak politisi kita tak pernah bisa menjangkitinya, dia dikuliti soal kemiskinannya. Hutang - hutang pribadinya menarik hati dan minat para pencari dan pencatat dosa.
Berharap Budiman playing victim terhadap pemecatannya, percayalah itu tidak akan pernah terjadi. Budiman jauh dari sifat itu. Sejarah mencatatnya..
Berbeda dengan banyak politisi yang langsung berungkap marah ketika dipecat, dia justru dengan santun mengucapkan terimakasih telah bersama partai sekian puluh tahun.
Terhadap pemecatannya, Budiman hanya akan menjadi semakin besar. Sejarah juga sudah mencatatnya.
Ingat heroik kisah kudatuli 1996 di markas PDI Diponegoro 56? Dia dihabisi oleh rezim Orde Baru karena cita - citanya akan demokrasi. Butuh Jakarta harus dibakar oleh penguasa hanya untuk menghentikan langkahnya menuntut demokrasi itu.