Kenapa tanahnya <100 m²?
Soalnya tanah segituan-lah yg paling mungkin dibeli "milenial kota" yg nggak pengen tinggal di apartemen.
Yuk mari berkhayal!
↓
Rumah ini lahannya ada di tanah hook. Luasnya 48m² dengan ukurang kavlingnya (kayaknya) 5 x 9,6 meter aja.
Lahannya terbatas, harus kena aturan GSB 1 m di sisi depan dan 1.5 m di sisi samping pula.
Solusinya? Bikin cantilever. Alhasil lahan ini tetep muat parkir satu mobil.
Virtual tour kita mulai dari sisi luar.
Bangunan ini terdiri atas dua lantai dengan bangunan yang mepet sama dinding tetangganya sehingga bagian dalam rumah kebagian cahaya dan angin dari depan dan samping.
Halaman depan terbagi atas dua bagian. Ada yang dipake buat akses utama dan parkir, ada yang dipakai untuk akses servis dari sisi dapur (kiri).
Emang sempit sih, tapi nggak sumpek.
Bukaannya cukup banyak, angin bisa masuk dari dua arah.
Entrance menuju area dalam.
Furniturnya emang muat sedikit aja sih, namanya juga rumah kecil.
Mungkin bisa diibaratkan kayak seluas unit apartemen 2BR, tapi masih napak tanah dan bisa tanam-tanam di halaman.
Foto dari dalam.
Di belakang dinding TV ada tangga menuju ke kamar tidur, sedangkan di sisi depan ada bagian perdapuran.
Berhubung lebarnya terbatas, area dapur (kompor, sink, prep area) dibuat dengan bentuk linear hingga sisi depan rumah.
Di luar dapur ini, juga ada halaman yang ketutupan dari depan. Bisa dipake buat area jemur pakaian, servis, dsb.
Sementara itu, lantai atas difungsikan untuk satu kamar tidur, kamar mandi, dan pantry.
Biar nggak sumpek dan dapet angin, setiap pintu bukaan di lantai atas juga dibuatkan balkon kecil di tiga arah, yaitu depan (1) dan samping (2).
Supaya lebih terasa luas, solusinya ya main warna dan pencahayaan.
Sebisa mungkin banyakin warna putih atau gradasi abu-abu biar nggak sumpek waktu di dalam.
Oh iya, jangan nyimpen banyak barang juga. Simpan dan gunakan barang di sudut-sudut yang bisa "ditutupi" dengan kabinet.
Doa penutup thread:
Mari sama-sama berjuang dan berdoa biar tabungannya berlipat, terus kebeli tanah sendiri dan bisa utak-atik rumah kayak gini.
Daripada 600 juta++ cuma kebeli apartemen "milenial" tipe studio 20 m² ye kan?
🏃♂️💨
BANDING-BANDINGKE CAPRES 2024
based on dokumen visi-misi
per 21 Oktober 2023
dari sudut pandang:
warga Bekasi anker Depok, single, under 30, ngeriset & ngajar, durung nduwe omah
-ulasan sekilas-
1. Tentang Perjabodetabekan
Visi-misi Anies-Imin nggak ada kata IKN, tapi nyebutin in general Jabodetabek mau diapain.
Visi-misi Ganjar-Mahfud nyebut IKN, tapi nggak disebut Jabodetabek setelahnya mau diapain.
Nggak ada yang bikin Provinsi Jabodetabek gitu? 🤔
2. Soal Perkotaan
Dua-duanya sensitif soal transit oriented development dan transportasi publik. Sayangnya kagak ada yang nulis "ESKALATOR DAN LIFT YANG TANGGUH, SELALU NYALA, DAN MEREK INTERNESYENEL"
Medan Merdeka emang ditetapkan sebagai cagar budaya. Tapi, apakah cobblestone-nya juga? Eits tunggu dulu.
Cobblestone Monas baru dipasang tahun 2000-an di era Bang Yos. Penggantian aspal jadi cobblestone ini justru nunjukin kalo perubahan di kawasan ini bisa dilakukan.
Apakah kalo udah jadi cagar budaya, lantas udah nggak bisa diapa-apain? Tetot kurang tepat.
Menjadikan sesuatu sebagai cagar budaya bukan berarti kita nge-freeze objek itu dan nggak boleh diapa-apain. Perubahan bisa dilakukan secara terbatas asal tidak merusak apa yang esensial.
Di UU No. 11 tahun 2010 ttg Cagar Budaya juga dibahas soal apa aja yang bisa dilakukan untuk melestarikan: 1. Pelindungan (Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, Pemugaran) 2. Pengembangan (Penelitian, Revitalisasi, Adaptasi) 3. Pemanfaatan
Bukan cuma melihat Jakarta sebagai kota tunggal, 1965 bahkan udah dipikirin kalo Jakarta "bengkak", nanti ngembangnya ke mana.
Ada poros Timur-Barat, ada juga ke selatan. Titik pancarnya 15 km dari Monas.
Namanya "Jakarta Metropolitan", tahun 72-73, barulah muncul Jabotabek.
Masterplannya diambil dari buku, masterplan keluaran Direktorat Tata Kota & Daerah 1965, yang mana nggak mungkin banget kalo BK nggak terlibat di dalamnya.