Terlalu lama seorang NB duduk di kursi itu dan konon pengaruhnya bahkan lebih hebat dari para ketua yang dipilih oleh Presiden. Banyak sudah dari kita yang skeptis orang itu dapat ditendang dari posisi tersebut.
Terlalu kuat orang yang ada di belakangnya dan bahkan tangan Presiden pun diperkirakan tak punya jangkauan sampai di sana.
"KPK dilema Presiden Jokowi?"
Dulu, Presiden ke 4 Megawati Soekarno Putri harus mendirikan KPK karena anggapan bahwa Polisi dan Jaksa tak bersih. Penuh berlumuran debu dan lumpur hampir pada seluruh bagian tubuhnya akibat lama berkubang dalam kotor permainan Orde Baru.
Tak mungkin si kotor mengerti apa itu bersih. Lantas, pantaskah mereka yang tak mengerti diajak?
Dua lembaga dilebur menjadi satu dan KPK menjadi lembaga superbodi dalam ranah pemberantasan korupsi.
Kewenangan Polisi dalam penyidikan dan wewenang Jaksa dalam penuntutan diborong sekaligus. KPK dapat langsung menyidik, menangkap, menahan dan sekaligus menuntut siapa pun tanpa terkecuali.
Bukan masalah baik atau buruk bagi tegaknya hukum itu yang akan membuat kita senang, kadang justru penyelewengan pada lembaga super kuat ini yang harus kita waspadai.
Bahwa saat itu Megawati concern pada banyaknya uang negara yang lenyap padahal di sisi lain negara benar-benar dalam kondisi bangkrut akibat krisis ekonomi '87, maka pokok urgensi seharusnya adalah mengembalikan uang negara.
KPK dibiayai 100 harus mampu membawa hasil 1000 contohnya, layak menjadi pertimbangan bukan?
Faktanya, itu tidak pernah bisa berjalan. Negara justru "tombok" (merugi). Niat ingin mengambil kembali uang tercecer,
namun kemampuan mengumpulkan yg tercecer lebih sedikit dibanding uang keluarnya. Ongkos yg dipakai membiayainya jauh lebih besar dari kemampuannya bekerja.
.
.
Di sisi lain, dan justru tampak lebih berbahaya, KPK seringkali dikhawatirkan menjadi bagian dari politik kepentingan.
Kewenangannya dalam penyadapan yang tanpa batas menjadi momok menakutkan siapa pun.
Isu bahwa KPK semakin hari semakin beraliran kanan telah membuat banyak pihak waspada. Itu terlihat sejak seorang yang dianggap buron pada jaman Orba karena tak setuju dengan asas tunggal
Pancasila dan harus bersembunyi di Malaysia bersama buron kakap terories ABB yang telah dipenjara seumur hidup justru diangkat menjadi penasehat KPK.
AH menjabat sebagai penasehat KPK sejak 2005 hingga 2013 jaman SBY. Istilah polisi Taliban mulai muncul saat AH aktif di sana dan NB ditunjuk sebagai penyidik senior. Sejak keduanya berkolaborasi, warna KPK tak terlihat sama lagi.
KPK berkembang menjadi alat kepentingan politik orang-orang tertentu sepertinya bukan hanya hisapan jempol belaka . OTT sebagai senjata utamanya pun sepertinya benar-benar mampu membungkam siapa pun tak ramah pada mereka yang dekat dengan lembaga superbodi itu.
Isu miring betapa sepupu si penyidik senior yang menjadi Gubernur ajaib itu tak tersentuh bukan muncul dari satu dua orang saja, itu sudah menjadi isu nasional. Demikian pula ketika terkait kasus yang yang isunya juga melibatkan mereka yang dekat (BLBI), itu tak pernah tersentuh.
Revisi UU KPK tahun 2019 yang mendapat penolakan banyak pihak yang tak suka pada Pemerintahan Jokowi kini tampak membawa angin segar. NB yang kabarnya sangat sakti dan tak pernah tersentuh sepertinya akan segera terjungkal.
Penyidik yang terlalu kuat dan bahkan isunya lebih kuat dibanding para ketua KPK sendiri, sedang menanti hari.
.
.
NB yang tampak beraliran terlalu ke kanan kabarnya tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan sebagai salah satu syarat dapat diterima sebagai karyawan KPK.
Tampaknya, dia pun telah lupa bagaimana menjadi bagian dari bangsa Indonesia sehingga dalam tes tersebut dia tak lolos. Sangat mungkin, itu terjadi karena terlalu lama sudah dia merasa nyaman dengan kekananannya selama ini.
"Apakah dengan demikian harapan bahwa ajaib kelakuan sepupunya atas banyak kebijakan anehnya yang tak pernah tersentuh kini tak lagi berumur panjang?"
Tes wawasan kebangsaan hanya salah satu cara agar negara ini bersih dari perongrong Pancasila.
Ini soal pembersihan lembaga negara dari mereka yang tak tepat duduk di sana. Ini langkah pintar Presiden Jokowi terkait dengan revisi lembaga anti rasuah itu dan kemudian kontrol dapat kembali direbutnya.
Bahwa kinerja KPK akan kembali pada marwah lembaga itu pernah dibentuk, itu harapan semua pihak.
Bukan hanya Gubernur yang itu saja menjadi incaran, siapa pun pejabat negara yang selama ini terkesan menikmati perlindungan dari penyidik senior itu beserta para kroninya , seharusnya dilibas.
Bukan karena sebab suka atau tidak suka, sesuai atau tidak dengan SOP mereka sebagai pejabat negara, itu tupoksinya.
Para radikal yang bersembunyi dibalik agama perlahan dan namun pasti kini sudah dicomot satu persatu.
Rijiik sudah tak lagi bergigi demikian pula jagoannya si Munaroh yang tampak galau di hotel prodeo tanpa seorang pun teman.
HTI sudah dilarang, pun dengan FPI yang tak lagi mungkin dapat peténtang -peténténg bawa oarang.
NB yang sebentar lagi tak akan duduk dengan digdaya di sana, jelas akan membuat peta kekuatan para pembenci Jokowi timpang.
KPK sebagai lembaga superbodi dan kemarin benar adanya sempat diisi oleh orang super kuat dari titipan orang yang lebih kuat lagi,
adalah senjata ampuh bagi perlawanan pada mereka yang tak sealiran. KPK tanpa NB dan kelompoknya, masih akan tetap superbodi, namun dengan isi di dalamnya adalah orang dengan integritas super pada Pancasila. Tentu ini cerita yang berbeda.
Terbebasnya KPK dari kelompok yang sering disebut dengan polisi Taliban tersebut tentu akan membuat KPK berubah. Dia diharapkan akan menjadi lembaga antirasuah seperti bu Megawati dulu pernah berangan-angan.
Bukankah ide masif pembubaran KPK belakangan ini karena sebab di dalam lembaga itu ada kelompok yang sulit tersentuh dan sakti?
Desakan bagi pembubarannya sangat mungkin tak lagi akan kita dengar. Menurut kabar, mereka yang tak lolos tes TWK dan ada nama NB di dalamnya, akan mulai efektif pada 1 Juni nanti.
Sementara KPK kini justru harus kembali digarap karena tampak loyo, Kepolisian dan Kejaksaan yang dulu pada jaman bu Mega terkesan terimbas lumpur Orde Baru, kini kinerjanya sudah luar biasa.
Tindak pidana korupsi yang ditangani kedua lembaga itu sudah melampaui besaran KPK yang didirikan khusus untuk jenis kejahatan tersebut.
Dalam waktu dekat, bukan 1atau 2 lembaga tampak pincang bekerja, akan ada 3 lembaga sangat sehat sekaligus yang akan mengejar para koruptor di mana pun mereka berada.
Masih berpikir pak Jokowi kaleng-kaleng?
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
SRI MULYANI DAN BASUKI HADI MEMANG DUA TANDUK JOKOWI
.
.
.
Basuki Hadimuljono dan Sri Mulyani sepakat untuk menunda waktu pemberlakuan Tapera.
“Dari kapan ke kapan?”
Dari tahun 2027 ke waktu yang belum beliau sebut.
“Emang pak Jokowi ingin Tapera itu diberlakukan lebih cepat?”
Dalam PP terbaru, PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020, beliau bicara terkait iuran wajib. Jokowi memberlakukan iuran wajib Tapera bagi pegawai negeri maupun pegawai swasta.
Harus diingat, PP itu lahir karena perintah konstitusi. Presiden wajib mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) setelah DPR mengesahkan sebuah UU, dalam hal ini UU No 4 tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
Para wakil rakyatlah yang menggagas, mendiskusikan, mengesahkan UU itu dan lalu konstitusi mengharuskan Presiden membuat PP nya.
Dan Jokowi melalui PP terbaru tersebut tidak bicara atau merubah jangka waktu. Itu masih sama dengan isi PP lama, PP Nomor 21 tahun 2020 yakni 7 tahun atau tahun 2027.
Bantèng perkasa jelas adalah Jokowi. Dia memporak porandakan kemapanan tanpa teriak jumawa. Konon hanya dengan kerja, kerja dan kerja, tiba - tiba dia melampaui ekspektasi banyak pihak.
Sama seperti bantèng seharusnya, Jokowi pun bersenjatakan dua tanduknya, BASUKI dan Sri Mulyani.
Ketika kita bicara duet dua orang ini, ribuan kilometer jalan sebagai urat nadi sebuah bangunan ekonomi negara dengan puluhan bandara serta puluhan pelabuhan dan ribuan infrastruktur dalam bentuk lain terbangun melayani publik plus dengan fiskal terjaga adalah bukti tak terbantahkan.
Luar biasanya, sebagai orang yang sudah dianggap pahlawan, keduanya tak bicara politik, pun posisi. Tak bicara pilkada apalagi pilpres untuk karir dirinya. Berdua, mereka bekerja profesional hanya pada tupoksinya saja. Basuki bertempur di ranah eksekusi, Sri Mulyani menyediakan semua pelurunya sambil tetap menjaga ruang fiskal yang ada.
Sebagian besar dari kita pernah sangat berharap bahwa UU Perampasan Aset Koruptor benar bisa diberlakukan. Tapi harapan itu pupus saat hampir semua fraksi di DPR tak beranjak ingin membuat tuntas RUU tersebut.
Kita marah pada perilaku banyak pejabat negara ini yang tanpa malu - malu maling duit negara. Lebih lagi, kita muak dengan aturan hukum yang ada manakala si pejabat divonis penjara tapi justru masih dapat perlakuan istimewa di penjara.
Mereka seolah adalah adalah kaum istimewa negeri ini. Mereka jelas bukan bagian dari kita manakala diksi rakyat kita gunakan. Mereka bukan kita dan maka kita sepakat bila RUU Perampasan Aset Koruptor itu diundangkan.
Namun ketika kita bicara tentang sibuk aparat bea cukai yang belakangan ini rajin pungut pajak atas barang bawaan kita dari luar negeri, kita marah. Kita tak sepakat dengan perlakuan mereka pada banyak saudara kita. Kita marah karena bisa jadi kitalah suatu saat nanti adalah si korban.
“Tapi bukankah aparat itu belakangan ini benar keterlaluan?”
Sesekali kita pantas menggunakan angle berbeda. Kita lihat dari sudut yang tak banyak dibicarakan orang terutama sudut pandang orang - orang yang sedang merasa dirugikan.
Tak ada salahnya sesekali kita sedikit melambung dan melihat dari sudut yang sulit dimana justru keributan belakangan ini adalah bias perlawanan para pengemplang pajak yang selama ini sukses bermain dengan oknum bea cukai itu sendiri. Para pelaku jastip misalnya.
JANGANKAN INDONESIA YANG SANGAT KAYA DENGAN RAGAM BUDAYANYA| bahkan Arab Saudi negeri berlimpah minyak saja kini melirik industri pariwisata. Ada potensi devisa sangat besar yang sedang ingin mereka rebut.
Ga tanggung - tanggung, pada sektor ini mereka mentargetkan kontribusi sekitar 10 persen dari GDP pada tahun 2030 dan menerima 100 juta wisatawan per tahun dan menyediakan satu juta pekerjaan.
Tak seperti bangsa kita yang sangat kaya dengan budayanya, mereka membangun konsep wisata mewah.
Beberapa proyek pariwisata ambisius itu diantaranya adalah kota futuristik Neom di Provinsi Tabuk, barat laut negara yang menghadap Mesir di seberang Laut Merah.
BUDIMAN SUDJATMIKO, DIA PASTI ADALAH SIAPA - SIAPA
.
.
.
Kalau saat ini dia benderang berada di sisi sebelah Ganjar misalnya, 100 persen pasti gak ada kisah bulian padanya. Seratus persen ga ada ungkit mengungkit dosa - dosanya yang benar - benar sangat sulit dicari.
Budiman terlalu lurus. Bisa dibilang dia satu dari sejuta politisi kita yang idealis dan maka tetap miskin tanpa data deretan mobil mewah di garasinya.
Dan lalu, ketika korupsi sebagai penyakit paling lumrah yang selalu diidap oleh banyak politisi kita tak pernah bisa menjangkitinya, dia dikuliti soal kemiskinannya. Hutang - hutang pribadinya menarik hati dan minat para pencari dan pencatat dosa.
Berharap Budiman playing victim terhadap pemecatannya, percayalah itu tidak akan pernah terjadi. Budiman jauh dari sifat itu. Sejarah mencatatnya..
Berbeda dengan banyak politisi yang langsung berungkap marah ketika dipecat, dia justru dengan santun mengucapkan terimakasih telah bersama partai sekian puluh tahun.
Terhadap pemecatannya, Budiman hanya akan menjadi semakin besar. Sejarah juga sudah mencatatnya.
Ingat heroik kisah kudatuli 1996 di markas PDI Diponegoro 56? Dia dihabisi oleh rezim Orde Baru karena cita - citanya akan demokrasi. Butuh Jakarta harus dibakar oleh penguasa hanya untuk menghentikan langkahnya menuntut demokrasi itu.