Karena Arab-Muslim menjajah Persia yang kala itu negara-superpower pusat-IPTEK, "memaksa" penduduknya masuk Islam, lalu mengklaim seluruh IPTEK Persia adalah karya Islam.
Emang ada ilmuwan dari Mekah-Madinah, kota-pusat agama Islam?
Sebelum dijajah oleh Arab, wilayah Persia berada di puncak peradaban dunia di dalam naungan Kekaisaran Sasaniyah.
Bahkan sebelum Qur'an rilis, Persia udah punya "Universitas Gundishapur", pusat IPTEK internasional umat manusia di zaman itu. Ilmuwan seluruh dunia ngumpul di situ.
Serangan pertama dari Muslim-Arab terjadi tahun 633. Tujuannya tentunya untuk mencaplok wilayah dan menguasai peradaban Persia, sekaligus menyebarkan Islam. Iya, betul: Mirip konsep "Gold, Glory, Gospel".
Serangan awal-awal dilakukan ke wilayah Sasaniyah yang dekat wilayah Arab.
Sasaniyah kalah. Mungkin karena anggaran militernya rendah atau nggak fokus melindungi wilayah-selatan.
Faktor lain? Jenderal Muslim yang menyerang Sasaniyah (Al-Muthanna ibn Haritha, ranking SSS ultra-rare) punya strategi kayak ninja. Serang dadakan, jarah hartanya, lalu kabur.
Perlu diingat, di masa itu, orang Arab banyak yang profesinya begal. Suku-suku saling menjarah harta dan ternak. Literally "Clash of Clans". Udah kayak anak kecil di lapangan perang layangan.
Perhatikan bahwa saling-jarah tidak dianggap sebagai kriminal—melainkan sebagai budaya.
I think, you miss the point. Coba deh lihat riwayat hidup para ilmuwan muslim.
Apakah mereka brilian karena pernah syahadat, atau karena mereka tinggal dan belajar di kota/wilayah yang, sebelum dimasuki Islam pun, sudah menjadi metropolitan pusat peradaban dan pengetahuan dunia?
Kenapa Muslim hobi membanggakan "Zaman Keemasan Islam", padahal udah mati 1000 tahun lalu?
Karena umat Islam lagi minder. Kesulitan mencari hal yang bisa dibanggakan. Asal ada ilmuwan pernah syahadat, diklaim sebagai "pencapaian Islam". Padahal ya siapa tau orangnya nggak solat.
Kembali ke sejarah perang. Ringkasnya Muslim-Arab berhasil merampok desa-desa selatan Sasaniyah, lalu kabur sebelum tentara-nasional Sasaniyah datang. Dilakukan berkali-kali.
Abu Bakar, presiden umat Muslim saat itu, mikir, "Daripada ngerampok kecil-kecilan, jajah aja sekalian."
Perlu diingat juga bahwa, walau bangsa Arab-Muslim relatif tertinggal di aspek saintek, mereka brilian dalam peperangan dan taktik militer.
Istilahnya kalau skirmish, dari Sasaniyah baru selesai bangun War Factory, sementara dari kubu Khilafah udah kedengeran, "Kirov reporting!"
Berdasar catatan, Khalid (commander level SSS Ultra-Rare) mengumpulkan 18.000 Muslim, lalu berangkat ke Sasaniyah.
Tiba di Sasaniyah Selatan, dia mengirim pesan, "Bismillahirrohmanirrohim, kami ingin wilayah ini di bawah kuasa Islam. Kalau tidak masuk Islam mati kalian semuaaa!"
Singkat cerita, Arab menang. Seluruh wilayah Sasaniyah, beserta gedung, karya arsitektur, perpustakaan, universitas, juga segala produk budaya Sasaniyah pindah ke bawah kekuasaan Arab-Muslim.
Terjadilah Islamisasi. Dimulai dari penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara.
Gini lho konsepnya: "Zaman Keemasan Islam" terjadi di atas wilayah bekas non-Muslim yang memang udah maju-banget sebelum penduduknya pindah ke Islam.
Supaya "Zaman Keemasan Islam" muncul lagi di masa ini, caranya ya kirimkan para pendakwah Islam ke area Silicon Valley, misalnya.
Coba cek perkembangan wilayah kekuasaan Khilafah. Ada tiga era: #A0594E (Muhammad) #EF8F70 (Rasyidin) #F9D07D (Umayyah)
Tokoh-tokoh yang dibanggakan sebagai "Zaman Keemasan Islam" itu banyaknya dari area #EF8F70, yang emang bekas Sasaniyah, superpower-internasional di zaman itu.
Pada minta sumber selain Wikiped ya? Berikut adalah sumber dari Ibnu Khaldun, seorang sosiolog, filsuf, dan sejarawan. Beliau Arab-Muslim dari abad ke-14.
Karyanya, "Muqaddimah", itu semacam Wikipedia sosiologi di masa itu. Salah satu yang dia bahas adalah interaksi Persia-Arab.
Berdasar Ibnu Khaldun, bangsa Arab itu barbar dan terbelakang. Sifat alaminya suka ngerampok. Mata pencahariannya ngambilin punya orang.
Ketika bangsa Arab naik jadi penguasa sebuah wilayah, peradaban wilayah itu hancur. Selalu jadi kolaps. Salah satu contohnya peradaban Persia.
Orang Arab, di masa itu, susah banget buat kompak. Gara-gara ada Islam aja mereka kompak.
Waktu orang-orang Arab kala itu mengambil alih kekuasaan sebuah negara, kekayaan negara-jajahan itu [yang diproduksi oleh non-Arab] diambilin. Negara yang penguasanya Arab akan kacau balau.
Di "Muqaddimah" bab 6, subbab 18, Ibnu Khaldun membandingkan antara cara Persia (hijau), Yunani (biru), dan Islam (kuning) dalam memperlakukan ilmu pengetahuan.
Ini poin paling penting dalam memahami apa hubungan Islam dengan sains dan ilmu pengetahuan di abad ke-7 umat manusia.
Konon orang Yunani itu dapat ilmu pengetahuannya dari Persia [yang waktu itu ibukotanya di Babilonia].
Tahun 330 Sebelum-Masehi (900 tahun sebelum Qur'an rilis), raja Yunani-Macedonia, Alexander Agung, mengalahkan Persia dan ngambil buku-buku Persia buat dipelajari orang Yunani.
Sementara Khalifah kedua, Umar bin Khattab (634–644), setelah menantang Persia dan menang atas Persia, ketemu buku-buku sains—yang jumlahnya jauh lebih banyak ketimbang yang ditemuin Alexander—malah nyuruh buku-bukunya dibuang dan dibakar.
Itu bedanya kubu Persia dan kubu Islam.
Kata Ibnu Khaldun, ilmuwan Muslim itu banyaknya orang Persia, bukan orang Arab—walau Islam agama Arab dan pendirinya orang Arab.
Yang jadi ahli bahasa Arab juga orang-orang Persia. Cuma orang Persianya yang bikin tulisan-tulisan ilmiah. Orang Arab waktu itu nganggep rendah ilmu.
Kalau sainsnya berasal dari orang Persia, kenapa literatur pengetahuan ditulis dalam bahasa Arab, bukan bahasa Persia [yang sebenarnya beda jauh dari bahasa Arab]?
Karena para penguasa Arab memaksa bahasa Arab menjadi bahasa-resmi dan bahasa-formal di seluruh wilayah jajahannya.
Kembali ke pertanyaan: "Mengapa Dahulu Islam Berjaya di Bidang Sains?"
Karena lambang-lambang Islam dan bahasa-Arab berhasil "numpang beken" di atas pencapaian-intelektual dan kemajuan bangsa Persia-Zoroaster, yang memang sudah ribuan tahun jadi pusat-pembelajaran internasional.
Catatan dari "Muqaddimah" cukup menggambarkan seberapa jauh bedanya peradaban Arab-Muslim versus peradaban Persia-Zoroaster.
Di Arab abad ke-7, Mekah yang dianggap sebagai "kota besar" bangsa Arab itu tingkat peradabannya mungkin cuma setara sebuah komplek perumnas di Indonesia.
Sementara itu, peradaban Babilonia (Persia Kuno), seribu tahun sebelum lahirnya Muhammad, terletak 1500 km di timur-laut Mekah, sudah mencapai kompleksitas yang tinggi.
Di masanya, Babilonia adalah kota terbesar umat manusia. Jelas Mekah nggak ada apa-apanya dibanding Babilonia.
Di "Muqaddimah"[1], Ibnu Khaldun mencatat orang Arab-Muslim yang menjajah Persia tidak punya kemampuan teknik-sipil, arsitektur, maupun perencanaan-kota. Bikin bangunan, dikit-dikit ambruk.
Beda sama orang Persia yang pengalamannya udah ribuan tahun.
Seberapa jauh jarak-intelektual bangsa Arab dan bangsa Persia?
Seorang khalifah bilang, "Selama Persia berkuasa 1000 tahun, sehari pun nggak butuh bangsa Arab. Sementara, orang Arab udah satu-dua abad berkuasa, ditinggal satu jam aja sama orang Persia, nggak bisa ngapa-ngapain."
(Tretnya dijeda dulu Gaes soalnya lagi libur Lebaran. Buat yang emang meniatkan buat ibadah puasa, semoga amal ibadahnya diterima oleh YBS.)
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Besties, ini penipuan ya. Persepsi atas kekayaan dan status-sosioekonomi itu bukan berdasar baju maupun aksesoris, melainkan: 1. Kulit-wajah mulus 2. Gigi rata-dan-putih 3. Rambut kepala/wajah lebat dan rapi
Ingin tampil berkelas? Habiskan puluhan/ratusan juta rupiah untuk tadi.
Ada konsep "tes litmus"—pertanyaan paling-sederhana untuk mengetahui benar-tidaknya sebuah fenomena kompleks. Ini contoh tes-litmus untuk tahu apakah seseorang high-maintenance: 1) harga sunscreen 2) sesering apa pakai gayung 3) setahun terakhir pakai WC umum paling jorok di mana
Tabir-surya itu unsur paling esensial dari perawatan kulit, setelah sabun dan air bersih. Yang merawat penampilan pasti peduli sunscreen.
Kualitas unsur-perawatan lain (mis. toner, serum, krim-mata, krim-malam, sleeping mask, facial) bisa diperkirakan dari harga/merek sunscreen.
Pagi ini, asam lambung Kepala Kepolisian naik lagi. Belum habis keresahannya atas skandal pembunuhan bintara, kini ia perlu memberi tanggapan atas penggunaan alat pemusnah-massal ala Nazi.
Ia masuk ke ruang pribadinya yang remang dan kedap suara—berteriak, "ANAK BUAH GUOBLOOOK!"
Sesudah menghirup sedikit bubuk penenang agar amarahnya mereda, ia merapikan bajunya dan membasuh mukanya. "Apa yang perlu diucapkan di depan wartawan?" pikirnya.
Beberapa jam kemudian, di depan kamera dan lampu sorot, ia berbicara tenang, "Semuanya sudah sesuai prosedur-tetap."
Begitu kembali di ruang kerjanya, ia meminta ajudan untuk memberinya ruang sendirian. Lalu, lewat ponsel anti-sadap, ia menelepon rekannya dari industri persenjataan.
"Moshi-moshi," suara dari seberang jaringan terdengar, "Iya gue denger beritanya. SAR-2 kaliber 38 mm. Standar."
If nobody is left behind, then nobody moves forward. Pendidikan Indonesia tertinggal karena pola pikir bahwa, "Harus menunggu semua-daerah siap sebelum memajukan sistem-nasional."
Mirip dengan sentimen, "Untuk apa mendanai LPDP 120 triliun, sementara 3 juta penduduk buta huruf?"
Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) sama sekali tidak menentukan kelulusan siswa.
ANBK dilakukan untuk mengetahui dan memetakan kualitas sekolah per-wilayah. Hasil dari ANBK akan dipublikasikan dan bisa dilihat semua orang di situs Rapor Pendidikan: pusmendik.kemdikbud.go.id/profil_pendidi…
Selama ini tidak ada standar-nasional untuk mengetahui kualitas sekolah di daerah-daerah.
Mendikbud sama sekali tidak punya data terkini soal bagus-tidaknya kualitas sekolah, karena pendidikan termasuk ranah Otonomi Daerah dan dikelola oleh Dinas Pendidikan daerah masing-masing.
Men and women cheat for different reasons. Men tend to cheat because they're not proud of their current spouse. Women tend to cheat because they're emotionally-distant with their current spouse.
A good approach is to ask your spouse monthly: "Are you happy in this relationship?"
Popular media consumption also shapes the expectation-gap between men and women. Girls are bombarded with songs and stories that say, "Find a soulmate then live happily ever after."
This is less prevalent in boys' culture. The expectation of "happy ever after" is little to none.
Justru tujuan nanyain rutin "apakah kamu bahagia" itu adalah salah satu cara ngasih tau ke pasangan bahwa tersedia ruang diskusi dan negosiasi kalau memang sedang tidak bahagia.
Pasangan mungkin akan butuh beberapa hari bahkan minggu untuk merumuskan "penyebab ketidakbahagiaan".
Ini keliru ya, Besties. Penggunaan kata sapaan itu perlu menggunakan huruf-awal kapital.
Acuannya adalah EYD V[1], bagian "Huruf Kapital", butir nomor 9 juncto butir nomor 23 tentang jabatan, kepangkatan, serta ungkapan yang digunakan sebagai sapaan.
Selain itu penulisan "kan" sebagai bentuk singkat dari "bukan" perlu tanda apostrof (tanda penyingkat) di depannya. Misal: "Kamu 'kan yang makan kueku?"
Acuannya bisa dilihat pada pranala yang sama[2], bagian "Tanda Baca", subbagian "Tanda Apostrof".
Semua twitku yang menyingkat "bukan" menjadi "kan" menggunakan apostrof di depan kata "kan". Twit di bawah ini contohnya.
Jangan lupa untuk menyerap penulisan "thread" sebagai "tret" dan bukan "trit", karena pengucapan "thread" dalam bahasa Inggris adalah /THred/, bukan /THrit/.
Besties, inilah kenapa saya tidak menyarankan mengambil PhD di ilmu sosial non-ekonomi.
Kamu akan menjadi orang dengan "sense of entitlement" (rasa keberhakan) yang tinggi; namun, keterampilanmu tidak berguna di dunia nyata. Kamu akan cenderung terus-menerus menyalahkan keadaan.