Kemenangannya dalam pilpres 2014 yang lalu dimaknai sebagai merebut ruang kerja, bukan kekuasaan. Kerja, kerja dan kerja tiba-tiba menjadi ajakan pertamanya pada semua menterinya, dan mereka terseok lunglai kehabisan nafas.
Kita memang kaya dengan politisi. Negeri kita penuh sesak dengan orang pandai berbicara, apalagi tentang surga. Sumber daya manusia kita dibidang itu memang luar biasa hebat.
Disisi lain, negeri kita sangat subur. Alam milik kita berlimpah ruah dengan kekayaan yang tak dimiliki oleh bangsa lain. Gemah ripah loh jinawi.
Pernahkah terpikir seandainya mentalitas Jepang atau Korea Selatan misalnya yang tinggal dan memiliki bumi gemah ripah loh jinawi ini? Dunia pasti dalam genggaman.
Etos mereka, tak perlu diragukan lagi. Mereka begitu bangga dengan budaya dan cara hidup nenek moyang mereka. Mereka bangga dan bertahan dengan cara hidup leluhur dan berdamai dengan tanah pertiwinya. Tanah tumpah darahnya.
Mereka membungkuk kepada siapapun demi hormat kepada tradisinya. Mereka tahu siapa mereka.
Dan tiba-tiba kita disadarkan bahwa hal yang sama pun pernah kita miliki. Kita disadarkan akan hal itu ketika seorang santun dan pekerja keras yang masih
begitu setia dan terikat dengan tradisi nenek moyangnya hadir ditengah kita.
.
.
Dia membungkuk hormat kepada siapapun. Dia memberi jalan dan menuntun orang yang lebih tua darinya. Dia memayungi siapapun yang ada disampingnya ketika panas dan hujan.
Santun, dan selalu berusaha melayani.
Dia, "boso" demi menghormati lawan bicaranya seperti yang diajarkan ibunya. Dia, Presiden kita hari ini.
Etos kerjanya, tanyakan saja kepada Sri Mulyani atau Basuki sang tukang bikin jalan dan jembatan itu.
Semua menterinya dibuat kalang kabut dengan caranya bekerja yang tak pernah lelah.
.
.
Menjadi presiden adalah menjadi pelayan, kini menemukan kebenarannya. Pada sosok seperti ini pula, konsep tentang kasta Satriya pada era nenek moyang kita dulu disyaratkan.
Satriya adalah tentang pemimpin, tentang eksekutif di masa kini yang bekerja demi kepentingan rakyat banyak. Status Satriya dinilai bukan karena kepintarannya semata, namun juga pada kemampuan memimpin dan terutama pada akhlak yang menyertainya.
Dia harus seorang pekerja keras dan mampu memotivasi bawahannya. Dia tak diperbolehkan bekerja demi penghasilan. Semua kebutuhannya sudah dipenuhi oleh negara.
Semua pernah terjadi dan itu dicatat dalam sejarah kita. Dalam kitab Kalingga Dharmasastra, kitab yang setara dengan
KUHP kita dimasa kini yang telah dipakai sebagai aturan pada kerajaan Kalingga tahun 648.
.
.
Adakah satriya semacam ini masih ada banyak diantara kita?
Itulah makanya sulit sekali Presiden mendapat menteri yang bagus. Itulah makanya reshuffle ramai harus dilakukan.
Paradigma "menjabat" sudah berubah jauh. Menjabat adalah tentang bekerja dan melayani.
.
.
"Mungkinkah?"
Tidak! Dunia sudah berubah. Manusia yang tinggal di dalamnya pun sudah berubah. Cari yang mendekatinya pun sulit.
Semua sudah tentang pamrih. Demikianlah politik kita kini diarahkan.
Ketika dia menjadikan dirinya sebagai contoh, tak satupun orang di belakangnya mampu mengatur ritme itu. Semua tertinggal dan semua mengeluh "capai".
Ketika dia tak mengambil selisih dari belanjaan yang ada, semua orang mengeluh bukan itu maksud mereka ingin menjabat.
Jokowi orang benar yang kini menjadi aneh, karena produk yang seperti itu sudah tidak lagi keluar. Sudah diganti dengan budaya asing dimana kita pun menikmatinya dengan mata berbinar takjub.
Maka, berharap mendapatkan pembantu yang menyerupai dirinya, sia-sia akan didapat.
Sungguh...,cercaan dan makian terhadap kinerja para pembantunya tak akan pernah berhenti bila acuannya adalah Jokowi.
Sekali lagi, Jokowi adalah produk aneh dimasa kini. Dia adalah sisa produk masa lalu, dimana sebagian dari kita menyebutnya dengan "ndeso",
dan sebagian lagi, tak sesuai dengan ajaran agama.
.
.
Berkah atau bencana? Bagi saya, dia adalah berkah tak ternilai.
.
.
.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
SRI MULYANI DAN BASUKI HADI MEMANG DUA TANDUK JOKOWI
.
.
.
Basuki Hadimuljono dan Sri Mulyani sepakat untuk menunda waktu pemberlakuan Tapera.
“Dari kapan ke kapan?”
Dari tahun 2027 ke waktu yang belum beliau sebut.
“Emang pak Jokowi ingin Tapera itu diberlakukan lebih cepat?”
Dalam PP terbaru, PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020, beliau bicara terkait iuran wajib. Jokowi memberlakukan iuran wajib Tapera bagi pegawai negeri maupun pegawai swasta.
Harus diingat, PP itu lahir karena perintah konstitusi. Presiden wajib mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) setelah DPR mengesahkan sebuah UU, dalam hal ini UU No 4 tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
Para wakil rakyatlah yang menggagas, mendiskusikan, mengesahkan UU itu dan lalu konstitusi mengharuskan Presiden membuat PP nya.
Dan Jokowi melalui PP terbaru tersebut tidak bicara atau merubah jangka waktu. Itu masih sama dengan isi PP lama, PP Nomor 21 tahun 2020 yakni 7 tahun atau tahun 2027.
Bantèng perkasa jelas adalah Jokowi. Dia memporak porandakan kemapanan tanpa teriak jumawa. Konon hanya dengan kerja, kerja dan kerja, tiba - tiba dia melampaui ekspektasi banyak pihak.
Sama seperti bantèng seharusnya, Jokowi pun bersenjatakan dua tanduknya, BASUKI dan Sri Mulyani.
Ketika kita bicara duet dua orang ini, ribuan kilometer jalan sebagai urat nadi sebuah bangunan ekonomi negara dengan puluhan bandara serta puluhan pelabuhan dan ribuan infrastruktur dalam bentuk lain terbangun melayani publik plus dengan fiskal terjaga adalah bukti tak terbantahkan.
Luar biasanya, sebagai orang yang sudah dianggap pahlawan, keduanya tak bicara politik, pun posisi. Tak bicara pilkada apalagi pilpres untuk karir dirinya. Berdua, mereka bekerja profesional hanya pada tupoksinya saja. Basuki bertempur di ranah eksekusi, Sri Mulyani menyediakan semua pelurunya sambil tetap menjaga ruang fiskal yang ada.
Sebagian besar dari kita pernah sangat berharap bahwa UU Perampasan Aset Koruptor benar bisa diberlakukan. Tapi harapan itu pupus saat hampir semua fraksi di DPR tak beranjak ingin membuat tuntas RUU tersebut.
Kita marah pada perilaku banyak pejabat negara ini yang tanpa malu - malu maling duit negara. Lebih lagi, kita muak dengan aturan hukum yang ada manakala si pejabat divonis penjara tapi justru masih dapat perlakuan istimewa di penjara.
Mereka seolah adalah adalah kaum istimewa negeri ini. Mereka jelas bukan bagian dari kita manakala diksi rakyat kita gunakan. Mereka bukan kita dan maka kita sepakat bila RUU Perampasan Aset Koruptor itu diundangkan.
Namun ketika kita bicara tentang sibuk aparat bea cukai yang belakangan ini rajin pungut pajak atas barang bawaan kita dari luar negeri, kita marah. Kita tak sepakat dengan perlakuan mereka pada banyak saudara kita. Kita marah karena bisa jadi kitalah suatu saat nanti adalah si korban.
“Tapi bukankah aparat itu belakangan ini benar keterlaluan?”
Sesekali kita pantas menggunakan angle berbeda. Kita lihat dari sudut yang tak banyak dibicarakan orang terutama sudut pandang orang - orang yang sedang merasa dirugikan.
Tak ada salahnya sesekali kita sedikit melambung dan melihat dari sudut yang sulit dimana justru keributan belakangan ini adalah bias perlawanan para pengemplang pajak yang selama ini sukses bermain dengan oknum bea cukai itu sendiri. Para pelaku jastip misalnya.
JANGANKAN INDONESIA YANG SANGAT KAYA DENGAN RAGAM BUDAYANYA| bahkan Arab Saudi negeri berlimpah minyak saja kini melirik industri pariwisata. Ada potensi devisa sangat besar yang sedang ingin mereka rebut.
Ga tanggung - tanggung, pada sektor ini mereka mentargetkan kontribusi sekitar 10 persen dari GDP pada tahun 2030 dan menerima 100 juta wisatawan per tahun dan menyediakan satu juta pekerjaan.
Tak seperti bangsa kita yang sangat kaya dengan budayanya, mereka membangun konsep wisata mewah.
Beberapa proyek pariwisata ambisius itu diantaranya adalah kota futuristik Neom di Provinsi Tabuk, barat laut negara yang menghadap Mesir di seberang Laut Merah.
BUDIMAN SUDJATMIKO, DIA PASTI ADALAH SIAPA - SIAPA
.
.
.
Kalau saat ini dia benderang berada di sisi sebelah Ganjar misalnya, 100 persen pasti gak ada kisah bulian padanya. Seratus persen ga ada ungkit mengungkit dosa - dosanya yang benar - benar sangat sulit dicari.
Budiman terlalu lurus. Bisa dibilang dia satu dari sejuta politisi kita yang idealis dan maka tetap miskin tanpa data deretan mobil mewah di garasinya.
Dan lalu, ketika korupsi sebagai penyakit paling lumrah yang selalu diidap oleh banyak politisi kita tak pernah bisa menjangkitinya, dia dikuliti soal kemiskinannya. Hutang - hutang pribadinya menarik hati dan minat para pencari dan pencatat dosa.
Berharap Budiman playing victim terhadap pemecatannya, percayalah itu tidak akan pernah terjadi. Budiman jauh dari sifat itu. Sejarah mencatatnya..
Berbeda dengan banyak politisi yang langsung berungkap marah ketika dipecat, dia justru dengan santun mengucapkan terimakasih telah bersama partai sekian puluh tahun.
Terhadap pemecatannya, Budiman hanya akan menjadi semakin besar. Sejarah juga sudah mencatatnya.
Ingat heroik kisah kudatuli 1996 di markas PDI Diponegoro 56? Dia dihabisi oleh rezim Orde Baru karena cita - citanya akan demokrasi. Butuh Jakarta harus dibakar oleh penguasa hanya untuk menghentikan langkahnya menuntut demokrasi itu.