JeroPoint Profile picture
Sep 12, 2021 175 tweets 21 min read Read on X
-A Thread-

Belasan makhluk ghaib, Genderuwo setinggi atap, misteri siluman hingga petunjuk dari sosok 'kakek kepala buntung' meneror kerja kami di kantor baru.

"Elisa, Rama, sblm resign kasusnya sama; mereka tertusuk sisik dulu, ujungnya kelar!" -Arif

@bacahorror #bacahorror Image
-RUMAH SISIK-

Sebuah judul yg mewakili kisah dari kawanan kerja Arif.
Semalaman kami berbincang di telepon, saya putuskan angkat kisah ini karena ini merupakan pengalaman mistis yg luar biasa!

Saya bagikan kisahnya malam ini.
Apakah saya akan melakukan ritual atau sekedar residual energi untuk mengulik kisah ini?

Semua tergantung kalian yang ikut menyimak nanti malam, bila setuju maka akan saya lakukan.
Disclaimer;

Segala bentuk nama serta lokasi dalam kisah ini disamarkan demi melindungi hak privacy dari narasumber dan pihak lain yang ada dalam cerita. Untuk itu, bagi kalian yang menyadari segala bentuk ‘clue’ dalam cerita ini harap menyimpannya untuk diri sendiri saja.
Karena berdasarkan kesaksian narasumber tunggal, maka utas ini akan saya bawakan dalam sudut pandang (POV) orang pertama .

Langsung saja, Kisah ini ditulis berdasarkan pengalaman Arif dan kawan-kawan.

Mari kita mulai,
Namaku Arif, bekerja di salah satu perusahan digital Marketing sekaligus percetakan (printing) di Bandung.

Semula, kantorku berdomisili di Kota Bandung, tempatnya di sekitaran daerah Lengkong, sebelum akhirnya baru-baru ini kami berpindah ke wilayah Bandung Timur.
Yang kutahu perpindahan kantor kami dilakukan karena habis masa sewa gedung dan atasan kami memilih berpindah ke lokasi yang sebetulnya cukup jauh dari tempat kantor sebelumnya di lengkong.
Sangat disayangkan, selain karena konsumen printing (percetakan) di tempat itu sudah ramai oleh pelanggan tetap, kami juga sudah merasa nyaman dengan tempat itu; banyak makanan dan kenangan, hehe.
Berbeda dengan kantor kami sebelumnya yg notabene-nya berada di pusat kota, kantor kami yg sekarang cenderung terletak di pelosok Bandung Timur, sepanjang jalan desa menuju kantor masih ditemui sawah lapang hingga kebun-kebun.
Kala malam, jalanannya masih gelap minim penerangan
Kantor baru kami berbentuk rumah bangunan lama dengan tembok-tembok kokoh namun langit-langit rumahnya kebanyakan sudah keropos.

Hari pertama berkantor, kami justru disuruh atasan kerja bakti. Tempat ini sangat kotor karena sudah bertahun-tahun dibiarkan kosong
bau ruangannya juga aneh, sulit dijelaskan. aromanya seperti bau rumah kosong bercampur aroma lapuk kayu dan karat.
Debu-debu yg tak kasat mata juga sangat mengaggung pernapasan. Juga cat putih kusam yang menambah suasana terasa tidak enak.
butuh tenaga ekstra dan waktu sampai tiga hari untuk membuat bangunan ini setidaknya layak untuk di gunakan sebagai tempat kerja.

perihal nyaman, kami berpikir 'ah, nanti lama-lama juga terbiasa'.
Tidak ada yang aneh saat hari-hari pertama kami bekerja bakti membersihkan tempat tersebut. Memang sih, kami semua sepakat beres-beres hanya sampai jam kerja selesai (Pukul 17.00) selebihnya belum ada yang berani ditempat itu sampai malam.

Setiap pulang, pasti selalu serentak
Sampai pada hari ke-4 pekerjaan sudah sangat menumpuk setelah tiga hari tak tersentuh.
Khususnya untuk divisiku, minggu ini kami ada deadline propose strategi marketing plan ke client.
Jadi mau nggak mau , lembur adalah satu-satunya pilihan yg disepakti bersama oleh satu divisi
Hari itu aku datang paling awal. Aku bertugas standby sejak pagi buta menunggu Pak Junadi untuk mendapatkan approval dan menerima arahan yang mana kemudian diteruskan ke tim sebagai to do list pekerjaan.
Sekitar pukul 6 pagi aku sudah membuka gerbang kantor. Maklum saja, sejak kepindahan ke sini kami belum mendapatkan satpam baru pengganti Pak Nanang yang memutuskan berhenti bekerja dengan alasan jarak yg terlalu jauh membuat gajinya terasa tidak sepadan alias 'habis diongkos'.
Suasana pagi di sana sangat dingin dan sepi, jarak ke rumah penduduk dibatasi oleh bidangan sawah. Aku manaruh tas di ruang kerjaku yang terletak di bagian belakang rumah ini. Ruang kerja divisiku berhadapan langsung dengan halaman taman belakang yang luas--
sakin luasnya, terdapat empat pendopo (saung) di sana yg difungsikan sebagai ruang rapat outdoor sekaligus menjadi tempat mengambil jeda mencari inspirasi kerja

Pagi itu, daripada sendirian di ruangan yg masih sepi, aku lebih memilih merokok di salah satu pendopo halaman blakang
Merokok dan menikmati secangkir kopi adalah cara terbaik menikmati pagi, tetapi tidak pada hari itu.

Baru tiga hisapan pertama, aku melihat kursi goyang di pendopo sebrang bergerak. Seksama aku perhatikan memang seperti ada yg duduk di sana.
Posisi kursi goyang itu membelakangiku jadi aku tak melihatnya cukup jelas.

Aku coba mendekat dan benar saja, perempuan berambut panjang sedang duduk di kursi goyang itu. Aku datang menghampiri, ternyata itu adalah Elisa, rekan satu divisi ku.
"Sa, tumben amat datang pagi?" sapaku.
Elisa masih santai duduk di kursi itu membelakangiku.

"Pak Junadi belum datang ni" lanjutku basa-basi.
Elisa masih tak menjawab.
Aku melanjutkan hisapan rokokku, tak lama ponselku bergetar. Aku melihat pesan text dari WA Grup:

'Arga: Bukain gerbang, urang sama elisa di depan.'

Seketika aku melongo, melihat sosok dihadapanku semakin menggoyangkan kursi itu kencang tak wajar.
Aku merinding hebat, aku teringat tadi ketika aku masuk memang aku mengunci lagi gerbang dan gak mungkin ada yg bisa masuk lagi tanpa kunci dariku.
Logikaku menyentak, dan nyaliku menciut.
Tanpa pikir panjang aku langsung berbalik arah dan lari ke depan.
Di depan sudah ada Arga dan Elisa yang berboncengan motor. Aku membuka-kan gerbang itu dengan tergesa.

"Pagi-pagi dingin gini, kok maneh keringatan, rif? Abis ngapain maneh? Col* ya?" celetukan Arga membuatku kesal.
"Jangan ke dalam dulu deh, mending kita ngopi di depan dulu yuk, udah dengerin urang, jangan nolak, nanti urang ceritakeun." ucapku memaksa.

Mereka yang masih terheran-heran akhirnya menuruti.
Aku menceritakan kejadian barusan ke Arga dan Elisa tetapi mereka malah tak percaya.
Ceritaku malah dislewengkan menjadi 'jokes' yang menurutku sama sekali tak lucu.

"Percaya sama urang, tempat ini gak beres." ujarku.

"ya maklum lah rif, namanya juga rumah lama kosong, kita aja belum terbiasa." ucap elisa.
Aku mencoba mengabaikan kejadian pagi tadi karena tidak ingin merusak mood kerja tim. Hari itu kami fokus mengejar deadline dan sebagaimana yang diprediksikan, pekerjaan kali ini membutuhkan waktu lembur.

Hari lembur pertama, siapa sangka juga menjadi awal mula petaka--
Pukul 17.00 jam pulang kantor. Kami ambil jeda rehat sejenak. Pada jam pulang anak-anak selalu ramai dan riuh tak bedanya anak sekolah dengar suara bel pulang.

“Kalian serius pada lembur nginep di kantor?” ujar uzi.
“Ya gmna lagi” balasku.
“semangat deh, nanti ditunggu testimoninya ya, haha” Ledek uzi disambut oleh tawa anak-anak.

Mereka bubar kantor dengan cepat, aku pergi ke pendopo untuk merokok. Seketika aku teringat dengan kejadian pagi tadi yang rasanya sosok itu benar-benar nyata.
Arga menghampiriku, dia bertanya memastikan posisi dimana aku melihat sosok Wanita mirip elisa itu. Aku menunjuk ke kursi goyang di pendopo sebrang yang posisinya tidak berubah sejak pagi tadi.
“Urang percaya sama maneh, Cuma urang gakmau anak-anak yang lain panik. Nanti malam ada 2 cewek (elisa sama hana) kalau bisa perhatiin mereka, apalagi si hana itu sensitif orangnya” ujar arga, dia merupakan tim leader divisi kami .
Oiya, total yang menginap lembur ada 5 orang: Aku, Arga, Oga, Elisa dan Hani. Kami semua sudah sedia persiapan lembur menginap, apalagi para cewek-cewek mereka seperti bawa banyak pakaian dan cemilan seperti orang mau camping.
Malam hari, kantor ini sudah sepi dan gelap. Beberapa spot ruangan belum dipasangkan lampu. Sensasi berada di rumah tua-nya sungguh terasa kala malam.

“Gila boy, ini sih lembur rasa uji nyali” Cetus Oga

“ssstt, udah ah jangan ngomong sembarangan!” ucap Arga.
Pukul 20.00 Oga tanpa segan-segan memutuskan untuk mandi karena merasa suntuk katanya.
Setelah mandi cukup lama hampir satu jam Oga baru balik ke ruangan dengan celotehan heboh dia menuduh kami mengerjai dia dengan mamainkan saklar lampu.
“gak lucu tau gak mainin lampu kamar mandi, nanti koslet tau rasa” oceh Oga.

Kami semua saling menoleh satu sama lain , kita menjelaskan bahwa sedari tadi kami ber-empat tidak keluar dari ruangan ini.--
-- Oga tidak percaya karena dia merasa mendengar suara langkah kaki saat dia berteriak memanggil nama aku dan arga.

“Gak lucu sumpah becandanya, terus siapa tadi yang matiin air ane? Parah sih orang lagi sampo-an.” Lanjutnya.
“Ga, mesin air ada dimana aja kita gaktau, boro-boro mau ngerjain ente!” timpalku.

Kemudian suasana hening, Oga mulai melunak dan percaya setelah melihat ekspresi kami semua benar-benar serius.
Akhirnya Arga mengakhiri perdebatan dan mengalihkan ketegangan dengan mentraktir kami makan malam yang dipesan via Ojek Online.

Kami pun lanjut bekerja sembari menunggu makanan tiba.
Rasanya udara di sini terasa dingin menembus ke kulitku, tetapi sebaliknya, keringat menetes deras di kening Oga. Dia juga terus menggaruk-garuk kulitnya karena merasa gatal.
Oga yang mengeluh kegerahan memutuskan untuk bekerja di pendopo halaman belakang, biar dapat angin sekalian bisa udud (merokok) katanya. Tak ada yang menahan, Oga pun keluar membawa laptopnya.
'BRAKKK!!'

Suara ketikan keyboard dari tiap-tiap laptop terhenti begitu mendengar seperti suara kardus besar terjatuh dari ruang tengah.

“paling Oga, gak bisa diam.” Celetuk Hana.
Tak lama berselang, terdengar suara langkah kaki berlari-lari di ruang tengah.
Kami menatap satu sama lain, sesungguhnya kami tak yakin kali ini ulah Oga karena suara langkah kaki itu cukup ramai, sperti suara anak-anak sedang bermain lari-larian lalu menjatuhkan beberapa barang.
Mendengar hal tersebut, kami hanya saling menatap. Tak ada satu pun dari kami yang berani berbicara membahas soal suara-suara tadi. Hana dan Elisa merapatkan kursi mereka satu sama lain menjadi lebih berdempetan.

“udah, lanjut kerja aja” ucap Arga.
Suara langkah lari-lari itu kini berpadu dengan suara anak kecil tertawa riang .

“hahahaha , hihihihi”
suara itu terdengar jelas menggema.

Kami semua terdiam. “mau urang periksa ?” tawarku.
-- “Jangan udah, semua disini aja lanjut fokus kerja.” Balas Arga.

Aku pun menyetujui, lagipula sebenarnya kalau pun harus memeriksa ke depan , aku tidak mungkin sendiri. Minimal memanggil Oga untuk ikut menemani.
Suasana malam itu benar-benar mendadak gak enak bgt. Hana pun mulai mengeluh merasa punggungnya berat. Dia terus menerus mengusap tengkuk lehernya.

Aku merasa dari sini, situasi makin tidak beres--
'TOK-TOK-TOK!'

Pintu ruang kerja kami terketuk keras, semua menatap satu arah ke pintu.

"TOK-TOK-TOK-TOK-TOK!" ketukan-nya semakin keras dan bertempo cepat.

Arga bangun dari kursinya, dia berjalan perlahan ke arah pintu.
sekali lagi Arga menoleh kepada kami yang menyaksikannya dengan wajah tegang dari kursi masing-masing.

Kulihat Arga menarik napas panjang, kemudian membuka pintu dalam sekali sentakan.

Kita semua terbelalak melihat Oga bermandikan keringat dan tubuhnya gemetar--
"Oga!" kami semua kaget.

Nampak bentol-bentol memerah sangat banyak di kulit Oga, napasnya terengap-engap, Oga seperi orang yang ingin bersuara namun gagap dan tertahan,

"Air cepat air" teriak Arga,
Elisa dengan sigap memberikan satu gelas air mineral--
Air itu diminum Oga dalam sekali tegukan,

Napas Oga masih terengah-engah seperti orang habis lari marathon.

"Oga, maneh tenang, tarik napas..." Arga menenangkan.

Setelah napasnya lebih teratur, Arga menggiring Oga untuk duduk di kursi--
Kemudian satu pertanyaan dari mulut arga keluar mewakili semua kepala;

"Kenapa?"

Oga menjulurkan tangan padaku isyarat meminta satu gelas air lagi. Aku ambilkan , dia meminumnya lagi-lagi dalam satu kali teguk.
"Elisa, Jujur sama aku, tadi kamu ke belakang gak?" tanya Oga .

Elisa menjawab dengan menggeleng.
"Nggak ga, dari tadi kita semua gak ada yang keluar ruangan ini" timpal aku.

"Kan, sesuai dugaanku" Balas Oga, dia mengusap-usap dadanya sendiri. kami semua menatapnya tegang.
"Tadi urang ngeliat elisa di kursi goyang pendopo pojok. Urang panggil gak nyaut, urang deketin juga gak nengok. di ajak ngobrol diam aja..." Oga memulai cerita, jadi begini --
karena penasaran Oga menghampiri Elisa yang terduduk di kursi goyang, namun Elisa tetap tidak menjawab ketika di sapa.
posisi kursi itu membelakangi Oga tiba-tiba bergerak mengayun, lama-lama ayunannya semakin kencang tidak wajar.
Oga mundur beberapa langkah setelah mendengar Elisa yang terayun kecang dikursi justru malah ketawa aneh.
Ketika berbalik badan ingin berlari, langkahnya terhenti dan tubuhnya mematung ketika melihat penampakan --
-- di lorong toilet yang terletak persis di hadapannya berdiri tegap makhluk hitam setinggi atap lorong sampai kepala makhluk itu agak merunduk karena terlalu tinggi , badannya besar berbulu lebat. Matanya merah, menatap tajam ke arah Oga--
Dirinya ingin berteriak namun lidahnya mendadak kelu dan lehernya menyempit seperti ada yang mencekik. sekujur tubuhnya semakin gatal dan mulai nampak jelas benjolan-benjolan merah menyebar di permukaan kulit Oga.
Wanita berwujud elisa di belakang Oga tertawa semakin keras. Terdengar suara langkah menyeret dari arah belakang mendekatinya. Oga sulit menoleh, tubuhnya benar-benar mematung, namun bisa dia pastikan langkah itu bersumber dari wanita berwujud elisa yang mulai mendekatinya.
"Astagfirullahaladzim" dalam batin Oga menyebut kuat.
Dia mengumpulkan sisa-sisa keberanian dan tenaganya untuk menggerakan tubuh dan berlari sekencang-kencangnya menuju ke ruang kerja tempat rekan-rekannya berada--
Sepanjang langkahnya menuju ruangan, Oga tidak bisa berteriak. Lehernya terasa semakin menyempit bahkan dada Oga mulai terasa sesak.

Dia mengetuk keras pintu ruangan, setelah beberapa saat diabaikan, beruntung Arga segera membuka-kan pintu.
Satu tepukan dari Arga ke punggung Oga seolah membuka jalur napasnya hingga Oga terbatuk-batuk kemudian di beri Air.

"Urang udah mulai curiga kalau itu bukan Elisa pas dia mengayun kursinya cepet banget dan ketawanya pokoknya bukan elisa banget." Oga menutup ceritanya
"Badan ente kenapa jadi pada bentol-bentol gitu, ga?" tanyaku.

"Teuing (gatau), dari pas mandi tadi langsung gatal terus jadi pada begini" Oga menunjukan bentolan di sekujur kulit tangannya.

Para Wanita refleks menutup matanya karena ngilu, bentolan itu menjalar banyak sekali
'Hi-hi-hi-hi'

Terdengar suara wanita tertawa menggema dari arah halaman belakang.
Kami semua sontak saling menatap tegang.

"Duh pasti si cewek yg nyamar jd elisa tadi tuh" celetuk Oga dengan suara gemetar.

Seketika bulu-buluku meremang, nampak Hana memegang erat lengan elisa
Kami semua merinding hebat, Oga bahkan merapatkan Kursinya ke Arga.

"gimana ini gais" suara oga gemetar ketakutan.
Aku pun bingung, perasaan takut campur cemas seketika menyergap. Suasana diruangan menjadi mencekam tak karuan.
Tak satupun dari kami (kecuali hana) yang pernah mengalami kejadian mistis seperti ini. Kalau Hana, jangan ditanya. Dia termasuk orang sensitif, seringkali izin kantor sakit alasannya karena habis kerasukan.

Keberadaan hana justru salah satu yang paling mengkhawatirkan saat ini
Wanita itu tak henti tertawa, kali ini suaranya terdengar semakin dekat berikut tertangkap telinga suara langkah kaki menyeret.

Kami semua menduga mahkhluk itu sepertinya mendekat ke ruangan kita dari arah halaman belakang--
Kami semua hening dalam ketakutan, sama-sama menyimak suara misterius yang menebar acaman itu.

Suasana ruangan menjadi panas, keringatku menetes deras dari kening.

"aduh gais, ini gak beres ni, aku udah lemes banget." hana mulai merengek ketakutan.
Suara tawa itu menjadi semakin nyaring, derap langkah menyeret pun terdengar semakin mendekat. Jantungku berdebar lebih cepat dari biasanya, cemas menanti apa yang berikutnya terjadi.

Hana menangis ketakutan, Arga pun mematung seperti menemui jalan Buntu--
-- 'DAK!!'
Lampu Bohlam LED 15 Watt yang baru kemarin kupasang seketika meledak.

Ruangan kami gelap total.

Kami semua terkejut, dan Suara jeritan panik pun pecah.

"KELUAR!" komando Arga disusul oleh lari seribu langkah menuju ruang tengah--
-- satu-satunya ruangan yang menurut kami paling aman. Selain arahnya menjauh dari halaman belakang, juga letaknya yang dekat dengan pintu utama. Meskipun lari ke luar rumah juga belum tentu jadi solusi.
Suara wanita itu berhenti. Kami menghela napas lega. Badan kami melemas, kaki-kaki gemetar, tubuh kami semua bersandar ke sofa.

Hawa masih terasa panas, bajuku sudah lepek oleh keringat.
"aku shalat dulu" ucap Arga.

Dia menjadi orang pertama yang mengambil inisiatif. Arga shalat di salah satu ruangan dekat ruang tengah yang memang dialihfungsikan sementara menjadi tempat shalat.
Sayangnya, sajadahnya baru ada satu, jadi kami harus shalat bergantian
sampai tiba giliranku shalat.
Aku mengambil wudhu di kamar mandi dalam ruangan.
Ruangan ini lampunya sudah redup, jadi agak remang-remang gitu.

Aku berupaya mengumpulkan sisa-sisa keberanian dan mengusir segala pikiran negatif yang menyelimutiku.
Baru saja takbir pertama, aku merasa dibelakangku ada sosok lain yang mengikuti gerakan shalatku.

Kala itu benar-benar menganggu konsentrasiku, aku berpikir kalau pun itu Oga yang memaksakan untuk shalat bareng harusnya dia menepuk pundakku untuk memulai jama'ah--
Ketika sujud rakaat pertama, jemari kakiku merasa menyentuh sesuatu.

Aku mengeraskan suara takbir mencoba mengusai kendali berani dalam diri.--
Sampai pada ketika aku bangun sujud rakaat kedua, betapa terkejutnya aku kala melihat dihadapanku sosok wanita berwajah gosong mengenakan mukena yang mengikut gerakan shalat di hadapanku.

Jadi kami shalat berhadap-hadapan, bisa dibayangkan?
tubuhku lemas gemetar, terduduk diantara dua sujud. Sosok itu persis sekitar 2-3 langkah di depanku. dia mengikuti gerakan shalatku namun membelakangi kiblat (menghadap ke arahku).

Nampak jelas wajah gosong tanpa bola mata hitam (putih semua), Aku kehilangan fokus--
aku sempat mematung beberapa saat, dalam hati terus mengucap istighfar. Pikiranku menemui jalan buntu, entah mengapa aku memutuskan untuk meneruskan shalat,

Aku lanjutkan sujud,
sosok itu juga sujud mengikutiku, kurasakan kini ujung kepala kami saling bersentuhan--
"Allahuakbar" Takbirku

"Allahuakbar" sosok dihadapanku ikut mengucapkan takbir.

Sumpah! jika mengingat momen itu, aku masih merinding dan lemas sampai sekarang.
Kala itu rasanya bukan lagi ingin teriak, tapi ingin nangis.

Aku coba lanjutkan shalat dengan mata terpejam--
Di rakaat terakhir aku merasa sosok itu sudah tidak ada, namun aku belum berani membuka mata.
Sampai pada mengucap salam, mataku terbelalak, refleksku berteriak begitu melihat wajah sosok itu muncul di sisi kiri ketika aku tengok salam.

“AAAA!!!”
Aku lari sekencang mungkin ke ruang tengah,
Semua mata tertuju padaku.

“Ente kenapa?” tanya Oga mewakili
“itu ada..” aku menjawab dengan tergagap.

Mereka memprotes menganggap aku bercanda disituasi genting.
“Kalian pada lihat sendiri aja deh sana!” kesalku
Arga berjalan ke ruang shalat memeriksa, namun dia tidak menemukan apa pun.

Dengan napas yg tersengal-sengal aku menceritakan kepada mereka perihal apa yang aku alami barusan.

“Arif gak bohong, mereka ada. Meraka gak suka sama kita di sini.” Celetuk Hana.
Pukul 20.30, waktu terasa bergerak lambat. Berhubung lampu di ruang kerja kami mati, maka kami memutuskan untuk bekerja di ruang tengah. Entah mengapa, kami merasa lebih aman di sana.
Secara bergerombol kami memindahkan perlengkapan kerja kami ke ruang tengah kemudian Menyusun sekedarnya asal nyaman.
Tidak ada gangguan berarti setelahnya, sampai aku memperhatikan bentolan di badan oga semakin besar dan menjalar merambat ke bagian kulit lainnya. Sudah dipastikan itu rasanya gatal sekali karena sedari tadi Oga tak henti mengeluh dan menggaruk-garuk --
-- Satu botol minyak kayu putih milik elisa sudah habis dipakainya namun bentolan itu justru nampak semakin menyerbak.
“Ok fix, ini ane mesti mandi lagi” ujar Oga,

sejak tadi sebetulnya dia sudah mencetuskan ingin mandi lagi tapi tak kunjung dilakukan sampai saat ini dia sudah tidak tahan lagi.
Oga meminta aku menemani, aku menoleh ke arah arga, tapi dia langsung menolak dengan alasan kalau para lelaki pergi semua, nggak ada yang jaga cewek-cewek—sebuah alasan yang tak bisa kubantah lagi.
Aku ingat kala itu sekitar pukul 23.00 aku menemani Oga mandi lagi di toilet kantor yang terletak di pojok belakang sisi kanan bangunan.
--Untuk menuju toilet, kami harus lebih dulu melewati lorong sempit yang gelap karena memang belum semua titik spot di bangunan ini sudah terpasang lampu.
Suasana melewati lorong terasa mencekam setelah kami mengalami beberapa kejadian mistis secara beruntun tadi. Kedua kaki-ku seolah selalu siaga memasang kuda-kuda untuk lari bila terjadi hal yang tidak beres lagi.
“jangan kemana-mana, tunggu sini, ane mandi cepet.” Ucap Oga.

“Iyaudah, buruan!” balasku.
Aku menunggu tepat didepan pintu toilet. Pandanganku menghadap lurus ke lorong, kadang kala aku mengalihkan pandangan ke langit-langit ruangan. Sampai sosok elisa berdiri di ujung lorong menatap ke arahku.
‘Elisa?’ pikirku.
“Sa! Kunaon?” teriaku menyapa.

Elisa tak menjawab tetapi tangannya melambai seraya memberi isyarat untukku menghampirinya. Tanpa berpikir Panjang, aku pun menghampiri Elisa.
Elisa berjalan ke arah tangga, dia naik ke lantai dua.

“Sa, ngapain? Di atas kan masih kosong” ucapku.
Elisa menatapku tersenyum.

Penasaran, aku pun mengikutinya di belakang, tetapi elisa tak mengatakan apa pun. Setibanya di lantai dua , elisa berjalan ke arah balkon yang menghadap ke halaman belakang.
Di lantai dua ini benar-benar gelap banget, karena memang tidak ada satu lampu pun yang terpasang. Bau-nya pun sangat tidak enak, bahkan kala itu aku mengendus bau bangkai namun coba untuk tidak ku hiraukan.

Aku menyalakan flash ponsel untuk membantu penerangan.
“Sa, tungguin!” ucapku,

Elisa terus berjalan tanpa menungguku. Sedangkan aku berjalan pelan dengan penuh kehati-hatian, masih banyak barang rongsok yang tertimbun di sini, aku takut menginjak sesuatu yang berbahaya.
Elisa berdiri di ujung bibir balkon yang belum memiliki railing pembatas. Berikutnya yang dilakukan elisa membuat mataku terbelalak. Aku sangat terkejut, Elisa menengok ke arahku, tersenyum, lalu –

MELOMPAT!.
“ELISA!” refleksku berteriak ketika melihat dia terjun bebas.

Celling banguanan ini cukup tinggi, kemungkinan untuk mati tentu ada, apalagi bila dia membentur batu-batu alam yang ada di halaman belakang.
Aku mempercepat langkahku,
kakiku lemas, tubuhku gemetar begitu dari atas melihat Elisa secara jelas telungkup tak sadarkan diri dengan kepala bercucuran darah.

Aku benar-benar syok kala itu--
Aku mengumpulkan sisa-sisa tenaga lalu bergerak secepatnya turun ke bawah.

Napasku tersengal-sengal, aku panik tak terkontrol membuat badanku basah bermandikan keringat. Aku menuruni anak tangga melingkar, hingga sampai bawah langkahku terhenti oleh suara tak asing-

"rif!"
“Rif? Maneh kenapa?” Dari ruang tengah elisa berdiri tegak menyapaku.

Tubuhku mematung kaku, aku syok dan juga bingung-

“Rif? Kenapa tadi teriak manggil?” ucap Elisa sekali lagi.
Aku berjalan ke ruang tengah masih dalam perasaan panik setengah mati, aku menjelaskan kejadian yang aku alami diatas dengan tergagap dan napas tersengal.

Arga memintaku untuk tenang, Hana memberikanku segelas air.
Sedangkan elisa, dia terdiam seribu tanya.
'kenapa aku?'
Elisa menjatuhkan sandarannya ke sofa “Aw!” refleks dia menjulurkan jari telunjuk kanannya—

Berdarah.

“Ini bukan jarum, tapi kayak duri mirip sisik ikan” ucap hana
Elisa tertusuk duri mirip sisik ikan yang tertancap di Sofa, tak sengaja tertekan olehnya.
Darah dari jari telunjuknya tak henti mengalir deras berwarna merah pekat.

‘Dari mana sisik ikan bisa ada di sofa ini?’ pikirku
“BRAK!!” Terdengar suara orang terjatuh dari lorong.

OGA!
Kami semua serentak menyusul Oga ke toilet. Semua mata terbelalak begitu melihat tubuh Oga terkapar pingsan di lorong depan pintu toilet. Anehnya, sekujur baju Oga lepek oleh Air.

Aku dan Arga menggotong Oga yang bobotnya cukup berat ke ruang tengah, lalu kami rebahkan di Sofa.
Tak lama, Oga tersadar, raut wajahnya langsung berubah panik, mulanya dia menyalahkanku yang meninggalkannya, kami berdebat singkat namun dilerai oleh Arga.

Kemudian, Oga menceritakan apa yang dialaminya barusan,

"Jadi begini --"
--------------------------------
[!!!] Sebelum lanjut, saya mau mengajak teman-teman untuk berbagi.
Rumah dalam cerita ini sudah lama kosong, sejak ditinggalkan oleh kantor Arif (terakhir). Pak maman, adalah bapak tua yang menunggu lokasi rumah
Tubuhnya yg renta membuat Pak Maman tidak memiliki pilihan untuk bekerja selain menunggu rumah tua kosong yang digaji tak seberapa oleh sang pemilik.
Pekan Depan, dengan berbaik hati pak maman mengizinkan saya untuk melakukan syuting ekspedisi di rumah ini, namun ada keluh yang menyayat hati ketika pak maman bercerita bahwa gaji sukarelanya sudah lebih dari tiga bulan tidak turun.
Saat ini kedua anaknya yang baru masuk SMP dan SD membutuhkan biaya untuk membeli perlengkapan dan seragam sekolah.

Untuk itu saya mengajak teman-teman untuk menyisihkan sedikit rezekinya untuk membantu pak maman melalui link berikut:

saweria.co/JeroPoint
Seluruh donasi yang terkumpul dalam satu minggu ini akan saya serahkan ke pak maman dan saya dokumentasikan pada pekan depan tepat dihari saya ekspedisi.

Yukk berbagi untuk Pak Maman :)

klik link : saweria.co/JeroPoint

------------------------------------------------------
“Ane gaktau kenapa, sejak mandi pas magrib, badan ane rasanya gatel banget—bentol bentolnya juga makin banyak sampai sekarang. Cuma pas tadi mandi tiap ane guyur badan, gatel-gatelnya itu ilang kalau kena air. Pas mandi, pintu kamar mandi ane ada yang ngetok-ngetok, keras banget.
Ane pikir itu Arif. Kesel, ane buka pintu sedikit terus ngelongok keluar tapi gak ada siapa-siapa.

Ane mulai merinding, ane buru-buru beresin mandi, tiba-tiba ada yang ngetok lagi—keras banget ngetoknya kayak orang mau dobrak pintu.
Ane udah selesai mandi, tapi gak berani buat keluar, Ane panggil-panggil Arif, mulanya gak ada yang sahut, tapi tiba-tiba ane denger suara arif,

“Iya?” itu jelas banget ane denger suara Arif yang nyahut.
Ane keluar dong, tapi yang ane lihat di lorong kamar mandi itu malah sosok makhluk berbulu, tinggi besar sampai kepalanya agak nunduk mentok ke atap lorong. Kedua matanya mela nyala, serem banget.
Makhluk itu tiba-tiba lari kayak binatang buas mau nyergap ane sampai jatuh ke belakang , dari situ tiba-tiba gelap aja, ane udah gak inget apa-apa lagi. Gaktau juga gimana bisa badan ane basah lepek gini,-
- padahal posisinya pas disergap itu ane udah keluar kamar mandi—ya walaupun masih diujung pintunya. “ Arif menutup ceritanya, nampak jelas kedua tangannya masih gemetar.
Situasi makin malam, makin gak beres. Mulanya oga mencetuskan untuk pulang saja, namun situasi jalanan yang gelap, serta terror yang nyata dikhawatirkan saat ini kami sedang ketempelan,--
-- justru bahaya di luar bila kami memaksakan untuk pulang, apalagi kondisi badan juga cukup kerasa lelah. bersama-sama menunggu pagi sepertinya adalah satu-satunya pilihan yang bijak.
Kami berunding, menerka-nerka mencoba membaca situasi yang terjadi saat ini. Hana yang memiliki kelebihan kepekaan terhadap hal mistis mengutarakan bahwa ‘mereka’ yang ada di sini, tidak suka dengan keberadaan kita.
Entah apa alasan pastinya, namun hana menduga ada prilaku sompral yang dilakukan salah satu dari kami selama masa awal-awal kepindahan ke sini sehingga membuat ‘mereka’ marah.
Kami merunut kembali kejadian demi kejadian aneh yang dialami, mulai dari pagi tadi aku melihat sosok yang menyerupai Elisa di kursi goyang halaman belakang, hingga terakhir aku melihat sosok yang sama—menjelma elisa melompat jatuh dari lantai dua.
Arga menyimpulkan bahwa saat ini Elisa lah yang menjadi target sasaran dari ‘Mereka’
Arga meminta Aku dan Oga untuk perketat pengawasan dan tidak lengah terhadap Elisa selama sisa malam ini demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Berikutnya, untuk mengalihkan perhatian, kami lanjut bekerja meski tidak dapat dipungkiri bahwa pikiran masing-masing dari kami masih terjerembab di rentetan kejadian diluar nalar yang menimpa hari ini,--
serta kekhawatiran-khawatiran yang berujung cemas atas apa yang akan terjadi selanjutnya menyelimut kami. Mencoba meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja itulah yang saat ini kami upayakan demi menjaga situasi tetap kondusif.
“TOK-TOK-TOK!” seketika pintu utama tergedor.

“TOK-TOK-TOK!” tergedor sekali lagi.

Kami semua hanya saling menatap satu sama lain. Setelah apa yang terjadi, bunyi suara pintu terketuk menjadi momok menakutkan saat ini bagi kami.
“TOK-TOK-TOK!” Ketukan berikutnya lebih keras.

Oga jelas sudah tidak berani untuk membuka pintu, Aku mengajak Arga untuk memeriksa bersama.
Pintu itu masih terus terketuk, nyaliku seketika menciut, aku berusaha sekuat tenaga mempersiapkan diri menyambut kemungkinan terburuk yang ada dipikiranku terjadi.
Aku berada satu langkah di belakang Arga, ada perasaan getir yang kulihat melintas di raut wajah Arga yang sesekali menoleh ke belakang.
Arga membuka pintu dengan cepat dalam satu tarikan napas, berikutnya kami semua ikut menghela napas lega begitu mengetahui ternyata itu adalah Ojek Online yang mengantarkan makanan yang kami pesan sebelumnya.
Dua kotak roti bakar dan martabak menjadi pengingat perut yang ternyata lapar. Kami menyantap bersama diruang tengah, Oga mulai kembali dengan keahliannya memecah suasana yang hening.
Setelah itu, Arga mempersilahkan kami untuk tidur, tapi aku lihat dia terus melanjutkan menuntaskan kerjaan seorang diri, jadi aku yang merasa tidak bisa tidur memutuskan untuk menemani Arga bekerja.
Sekitar pukul 03.30 dini hari; Oga, hana, dan Elisa sudah terlelap di Sofa. Sedangkan Aku dan Arga masih terjaga, sepanjang waktu berjalan kami mendengar suara derap langkah kaki seperti anak-anak sedang berlari-lari di lantai dua,
sesekali terdengar suara benda terjatuh, namun Aku dan Arga memutuskan untuk tidak memperdulikannya selagi mereka tidak menganggu kami secara langsung.
Elisa terbangun, dia membangunkan hana untuk minta ditemani ke toilet.

Begitu mereka beranjak bangun, Argak menyelak “han, biar urang sama Arif aja yang nemenin. Maneh di sini aja gapapa sama Oga.”
Arga nampak khawatir membiarkan dua orang wanita ke toilet tanpa ditemani. Tanpa mikir Panjang, aku meng-iya-kan maksud ucapan Arga. Kami menemani elisa ke toilet.

Kami menunggu persis di depan pintu toilet, tak lama elisa keluar dengan raut wajah panik.
“kenapa?” tanyaku

“tadi aja suara cewek yang ketawa di samping telinga aku” Elisa gemetar ketakutan, napasnya berderu cepat.

“udah-udah, jangan lama-lama di sini, ayuk balik.” Potong Arga.
Sesampainya di ruang tengah, suasana lagi-lagi mulai terasa gak enak. Aku memperhatikan hana duduk mendekap kedua kakinya sambil menatap satu arah ke arah lantai dua.

“han, gapapa?” tanyaku, tetapi hana tak menjawab.
Dia tak bergeming, pandangannya menetap ke arah lantai dua seperti sedang menanti sesuatu yang akan datang dari sana.

“Han?” tegurku sekali lagi, namun hana tetap tak menjawab.
Aku menatap Arga memberikan isyarat, sungguh, saat itu aku sudah merasa ada yang tak beres dengan hana. Tetapi Arga justru merespon dengan mimik gerak mulut yang kubaca; “Udah biarin aja.”

Benar saja, tak selang berapa lama, Hana tertawa sendiri. suara tawa-nya terdengar aneh
Suara tawa itu terdengar asing, meski kutahu itu suara hana. Dia menyeringai lebar, pandangannya masih menatap ke arah atas.
Semakin lama, tawa hana semakin keras melengking sampai Oga terbangun, Elisa mulai ketakutan, dia menjauhi hana dan menepi ke belakangku.

“Ya allah, ini kenapa lagi?” Oga mulai panik.
Hana tak henti tertawa melengking, aku bisa memastikan kala itu sudah bukan lagi Hana—

Dia Kesurupan.
Hana berhenti tertawa, dia menoleh ke arah kami yang dibelakangnya. Aku melihat dimatanya sudah tidak ada bola mata hitam (putih semua)

“MATI!” sentak Hana,
kemudian raga hana berlari dan melompat-lompat seperti kera (monyet) menuju ke halaman belakang, sontak kami semua menyusul mengejar Hana.
Hana tak terkendali, dia berlari sangat cepat sembari tertawa melengking kemudian dia naik manjat ke salah satu pohon besar di halaman belakang.
Kami semua kehabisan akal, Elisa menangis ketakutan, Disitu aku menduga mungkin saja makhluk di sini sengaja membuat kami fokus pada Elisa hingga lengah terhadap Hana.

“MANEH SAHA ANJING! JANGAN GANGGU TEMAN AING!” Bentak ku,
Aku benar-benar frustasi, Hana justru malah tertawa melengking dari atas pohon. Kulihat Arga tak henti merapalkan ayat-ayat doa.

“Sa, coba bantu kontak anak-anak di grup yang masih bangun, telponin, minta bantuan suruh pada ke sini” pinta Arga pada Elisa.
Elisa sibuk dengan ponselnya, namun tak ada satu pun yang menjawab panggilan. Sinyal pun menjadi buruk.
Oga seketika berteriak, --
-- kulihat kedua matanya terbelalak seperti melihat sesuatu yang akan menghampirinya, perlahan oga melangkah mundur. Namun aku tak melihat apa pun dari arah pandang Oga.
“AAAAA!!!” Teriak Oga

Tubuh oga seketika seperti terdorong cepat ke belakang dan jatuh ke kolam ikan.
Aku buru-buru menghampirinya dan membantu Oga keluar dari kolam ikan yang membuatnya basah kuyup
Oga terbatuk-batuk, dengan histeris Oga menjelaskan bahwa dia disergap dan dicekik oleh makhluk hitam besar yang tadi menyerangkan ditoilet. Hana dari atas pohon tak henti tertawa sembari sesekali dia berpindah dari ranting satu ke ranting yang lebih tinggi.
Kami semua hilang akal, Elisa terus menangis histeris ketakutan sampai terjongkok menutup telinganya. Arga pun hanya berdiri mematung sembari merapal doa-doa atau mantera yang tak kudengar. Sampai kami terselamatkan oleh adzan subuh yang berkumandang
Seketikan tubuh hana melemas, dan dia terjatuh ke bawah, untung saja Oga sempat menahan tubuhnya jadi tidak langsung jatuh ke tanah.

Buru-buru kami bergegas ke ruang tengah, dan membaring Hana di Sofa.
Hari mulai terang, aku baru benar-benar bisa bernapas lega begitu melihat sinar matahari yang menyorot. Masing-masing dari kami merasa sangat syok.
Hana terbangun, dia tidak menyadari apa yang dialaminya selain merasa sekujur badannya remuk , kepalanya sakti, serta luka-luka baret yang menggores kulitnya.
Hari itu juga, kami menjelaskan ke pimpinan terkait apa yang kami alami semalam.

Luka-luka Hana , bentol-bentol di tubuh Oga, serta duri yang menusuk di jari Elisa ialah bukti nyatanya bahwa kami tidak mengada-ada.
Saat itu diputuskan bahwa kantor akan segera mengadakan syukuran dan mengundang tokoh masyarakat serta pemuka agama sekitar.
----------------

Saya (penulis) akan merangkum apa yang terjadi selanjutnya, acara syukuran tidak berlangsung mulus, terjadi kesurupan masal beruntung mereka dibantu oleh pak ustad yang diundang untuk mengatasi situasi tersebut.
Pak ustad sempat menghimbau ke pimpinan perusahaan Arif untuk sebaiknya pindah saja. Namun hal itu tidak dilakukan.
Sejak tertusuk duri mirip sisik ikan, elisa sakit, demam tinggi tak kunjung sembuh meski sudah berobat ke dokter, alhasil justru elisa sembuh oleh ‘orang pintar’ yang mengatakan bahwa dia ketempelan.
Hal serupa di alami oleh Rama, rekan kerja dari divisi produksi yang tertusuk duri saat hari syukuran. Rama justru lebih parah, dia terus kesurupan tak terkendali selama hampir satu bulan.
Tiga bulan berlangsung, terror terus terjadi berujung pada banyaknya karyawan yang memutuskan resign termasuk, Elisa dan Rama.
Kisah ini akan terlalu Panjang bila saya tuliskan di thread, termasuk kejadian terror sosok makhluk kakek-kakek kepala buntung yang penampakannya sembari menggenggam kepalanya lalu digelindingkan,--
--- serta latar belakang dari belasan makhluk mengapa bisa menempati atau lebih tepatnya terjebak di rumah tersebut.
Saya akan lanjutkan cerita lengkapnya setelah saya merampung riset dan ekspedisi ke rumah tersebut yang videonya dapat kalian nantikan di Youtube saya,

Link Youtube :
Setuju untuk cerita ini dilanjutkan? …

Bila setuju, saya ingin mengajak kalian berbagi lewat donasi membantu meringankan beban Pak Maman (penjaga rumah tersebut) sebagaimana yang saya sebutkan di atas.

Berkat pak maman, saya berhasil diizinkan untuk melakukan ekspedisi dan riset lebih lanjut secara langsung di lokasi kejadian sehingga saya dapat menulis bahkan nantinya melanjutkan cerita ini.
Ekspedisi akan dilakukan pekan depan, saya akan ajak kalian mengenal Pak Maman, seorang pria paruh baya yang diutus menjaga rumah tersebut, beliau juga saksi mata dari fenomena ghaib yang terjadi
Jadi mari kita balas kebaikan Pak maman dengan menyisihkan sedikit rezeki kita untuk membantu beliau dan anak-anaknya.

Link Donasi: saweria.co/JeroPoint

Terima kasih orang baik .
Seperti biasa, satu kalimat penutup dari saya;

Mereka ada. Hidup berdampingan dan beriringan.
Namun jangan sampai bersinggungan.
"Jangan memulai apa yang tidak bisa diakhiri”

Doakan semua rencana dilancarkan dan tunggu chapter selanjutnya dari kisah Arif, dkk di "Rumah Sisik".

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with JeroPoint

JeroPoint Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @JeroPoint

Feb 12
“Mereka me-ruqyahku, tapi aku tidak melihat mereka mengeluarkan sesuatu dari dalam diriku, tapi justru malah memasukan ‘jin’ lain ke dalam tubuhku.”

Utas singkat dari balik ‘Pondok’
- A Thread-
#CeritaSerem Image
Mungkin judul utas di atas menyisakan pertanyaan “Loh, kok bisa? Bukannya ruqyah membersihkan diri? kenapa jadi sebaliknya?” ...

Betul, sejatinya Ruqyah ialah salah satu bentuk ruwatan diri yang memiliki segudang manfaat--
Namun sayangnya, banyak ‘oknum’ yang memanfaatkan label ruqyah tersebut untuk kepentingan pribadi. Kisah singkat ini menjadi satu dari sekian banyak contoh kasusnya.

Silahkan tandai, RT, tinggalkan jejak atau markah judul thread teratas agar tidak terlewat update-nya.
Read 44 tweets
Jan 25
“Aku yakin betul naik kereta malam itu, tapi orang-orang melihat aku jalan kaki di atas rel.”

KERETA MALAM
-PEMBERANGKATAN TERAKHIR-
A THREAD

#CeritaSerem Image
Kisah ini terjadi pada 2006 silam, kala itu santer rumor beredar mengenai 'pemberangkatan terakhir ialah kereta gaib'.

Sila tinggalkan jejak, RT, like atau tandai dulu judul utas di atas agar thread tidak hilang atau ketinggalan update.
Maleman kita mulai.
Ini sepenggal kisah yang sampai sekarang membuatku parno naik kereta di jam malam. Peristiwa itu amat melekat diingatan bagaimana aku menempuh perjalanan tanpa sadar JKT-YK dalam waktu hampir 5 hari tapi rasanya waktu berhenti di satu malam pertama--
Read 45 tweets
Jan 18
Tau info mengenai Pasar Setan di gunung salak? …

Satu dari ke-lima pendaki ini seketika kejang-kejang. Saat mereka berupaya turun, mereka malah terjebak masuk ke pasar yg sebelumnya tak pernah mereka lihat.

"KAMI DITERIAKI SURUH PULANG.”

A Thread
#ceritaserem Image
Tinggalkan jejak atau tandai judul utas di atas agar tidak hilang.
Kalian yang suka mendaki ada pengalaman ganjil selama nanjak?
Sambil nunggu cerita ini up, boleh cerita di reply ya.

Maleman kita mulai …
-- Mari Kita Mulai--

2012,
Waktu itu, aku baru lulus SMA. Lagi masa tenang setelah UN. Salah satu juniorku minta diantar untuk 'nanjak' ke gunung salak.

Rombongan mereka tak banyak, hanya 4 orang : 2 perempuan, 2 laki-laki.
Read 38 tweets
Jan 16
Dalang ditemukan tewas saat mencoba memp*rkosa sindennya.

“SINDEN BUKANLAH PELACUR YANG BISA KALIAN ‘PAKAI’ SEENAKNYA!”, ucap Rinjani sebelum pingsan di samping jasad si dalang yang kepalanya sudah melintir dengan tusuk konde yang menancap di telinga.

#SindenGaib #KisahNyata Image
Di pedalaman Trenggalek, ada sebuah urban legend tentang sosok arwah sinden yg gemar mendatangi dan merasuki sinden-sinden cantik dgn suara yg indah.

Namun, dalam satu pagelaran, akan ada korban yg hilang.

Mengapa?
Sila tandai, Like atau tinggalkan jejak, nnti malam kita mulai
Cerita tentang sinden ini bukanlah rahasia umum lagi, terutama di dunia kesenian tradisional
tanah Jawa, yaitu pewayangan. Sinden merupakan kunci utama untuk menampilkan eloknya
iringan lagu dengan nyanyian yang terdengar menyayat meski merdu.
Read 80 tweets
Jan 10
Hati-hati buat kalian yang rambutnya suka rontok.

“Keluargaku meninggal satu orang, setiap tahun”

-A THREAD-
#CeritaSerem Image
Foto di atas dikirim oleh narasumber yg menemukan gumpalan rambut tertamam di halaman rumahnya.

Silahkan tandai, RT atau like judul utas di atas agar tidak hilang. Nanti malam kita lanjut.
--Mari kita mulai--

Panggil saja aku Yuli, Sudah tiga tahun ini, keluargaku satu per satu meninggal secara tidak wajar. Anggota keluarga kami terdiri dari 5 orang, dan sekarang hanya tersisa 2 (Aku dan Ibu).
Read 31 tweets
Nov 7, 2023
“Aku melihat sosok kakek-kakek kurus, telanjang, dia berjongkok di dekat lemari sambil memakan janinku yang keguguran”

Sejak saat itu hidup keluarga kami sudah tidak lagi tenang.

“GETIH IRENG”
-SANTET DARAH TURUNAN-

A THREAD.
#CeritaSerem Image
Sebelum kita mulai, berikut beberapa potongan CCTV dari narsum yg berkaitan dengan teror di rumahnya,

Vidio 1 : kursi gerak
Vidio 2 : narsum nyaris tertimpa pot gantung.

Cerita kali ini lumayan bikin gw deg-deg’an sewaktu riset. Ada beberapa dokumentasi dari narasumber yg akan gw bagikan seiring thread berjalan.

Silahkan tandai, RT atau markah dulu judul utas teratas agar tidak hilang atau kelewat update-nya.

Bentar lagi kita mulai,
Read 88 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(