Nyata Profile picture
Oct 30, 2021 336 tweets >60 min read Read on X
Tampak kakek tua itu dijamu oleh Pakle (Suami tante Rita) yang kebetulan mengambil posisi duduk diteras, Dia duduk pas disamping Pakle, dan hal yg paling kubenci iyalah tatapan matanya langsung dia tujukan kepada ku.
Sosok itu tersenyum, hal itu membuat aku bergedik, dejavu dengan apa yg ku alami di dalam alam bawah sadar, sungguh aku merasa sangat tak nyaman.
Sesaat setelah kedatangan Sosok tersebut, insiden lain mulai terjadi.
*koe ojo ganggu anak ku, janjine dewe wes tak tepati nganggo nyawa ku. hubungane dewe wes pedot.wes pedot!!!* (kamu jangan gangu anak ku, janji kita sudan aku tepati dengan nyawaku. Ikatan itu sudah putus. Sudah putus!!). Teriak tante Rita yg mengagetkan semua orang yg ada.
Sontak teriakan bulek dari arah dapur, membuyarkan acara dimalam hari itu. Beberapa orang tampak memegangi bulek yang histeris dan mengamuk,  >>>
<<<kelakuannya sangat mirip dengan apa yg dulu terjadi pada ibu, saat itu apapun yg ada didekat dirinya sudah pasti akan dia lemparkan, yg membuat orang yg datang berhamburan keluar rumah.
“Aku tidak kuasa menahan rasa malu, Ya Tuhan cobaan apa lagi ini, kenapa harus di saat ini semua terjadi” ucap ku sembari berdoa di dalam hati.
Bulek masih histeris dan berbicara semakin aneh, yang pasti nya membuat orang merasa ngeri mendegarnya. Orang orang semakin banyak yang memegang bule yang semakin tidak terkontrol.,
“Tenang… tenang… semua nya tenang” Terdengar suara pak mamat (Beliau merupakan Ust ditempat aku bernaung, yg kebetulan saat itu jua menghadiri tahlilan ke 2 orang tua ku.
“Bawakan saya air segera pintanya”.Aku langsung berlari, dan memberikan segelas air itu padanya, belum sempat tangan Pak Mamat meraih air minum itu.

Prang….. Kaki bulek menendang dan memjatuhkan air tersebut dari gengaman tangan ku.
“Jenengan Karina Yustika (kamu karina yustika).
Dengar kan ini baik baik, Utang ayah mu belum lunas!! Kau akan menepati nya!! Kau harus menepati nya!!!” Ucap Bulek kepada ku.
“Diam!!!” Suara pak mamat keras membentak, sosok ada yg ada ditubuh Bulek, Mulut beliau terdengar membacakan beberapa ayat, berusaha menyadarkan Bulek Rita.
*Koe!!! ojo ikut campur, Tak petenin “ Ujar sosok itu memelototi pak maman, yg semakin kencang membacakan ayat suci. Bulek semakin histeris, dirinya meronta hebat sebelum akhir nya beliau tergulai lemas dan pingsan.
Sudah semua hari ini cukup sampai sini saja pinta pak mamat kepada para warga yg hadir, yg langung direalisasikan dengan pulangnya mereka semua.
Pak Mamat sempat berbincang dengan Pakle, sementara aku dan ke 2 sepupu ku siaga menjaga bulek di kamar, lama menanti akhirnya Pak Mamat pulang aku meninggalkan mereka semua dikamar ke 2 orang tua ku.
Bergegas aku memasuki kamar ku sendiri, ku coba menepiskan pikiran buruk akan apa yang telah terjadi hari ini.
Walau seribu tanya menghantui diri ini.
Siapa kakek tua misterius itu? yang mana aku tidak sempat melihat dia pulang, ingin rasanya aku menanyakan ke Pakle yang tadi duduk disebelah nya, namun ku urungkan niat, mengingat keadaan saat ini belum kondusif.
Dilain hal ada apa dengan Bulek? Utang apa yg belum dibayar orang tua ku? Adakah hubungan kakek itu dengan semua ini? Sudah lah malam ini aku terlalu capek untuk memikirkan semua, mungkin tidur merupakan jawaban terbaik saat ini.
14 hari berjalan pasca kejadian itu, perlahan ku coba membiasakanhidup kembali seperti sedia kala. Kisah horor yang semula menjadi tanya besar tidak lagi terjadi di belakangan waktu ini, semua tampak baik adanya.
Pagi itu aku terbangun dengan penuh harapan, dimana sesaat lagi aku akan akan menandatangani perjanjian kerja, dan tidak dicap sebagai penganguran.

Bulek dan Pakle jua masih ada di rumah, hanya ke 2 sepupu ku yg harus pulang, karna notabane nya mereka masih SMA kala itu.
Bulek Rita tak ubahnya ibu bagi ku, pagi nan buta dia sudah mempersiapkan sarapan, dan pastinya menyemangati aku agar kuat mengarungi hidup ini, terlebih hari itu aku akan menandatangani perjanjian kerja, dan tidak dicap sebagai penganguran lagi dalam beberapa hari kedepan.
“Jadi berangkat ke calon kerjaan mu Rin??”Tanya nya pagi itu

“Iya bulek, doa kan rina lancar ya bulek, biar nanti rina ga nyusahin Bulek sama Pakle lagi”Jawab ku padanya.
“Halah, kamu itu kok ngomong ngelantur, saiki kulo mbok mu! ojo sungkan, kayak orang lain saja. Kamu jangan lupa berdoa, besok Bulek dan Pakle kemungkinan mau pulang dulu, nanti sore, sepulangnya kamu, Bulek mau ngomomgi sesuatu” Ujarnya yg membuat aku penasaran.
“Tentang apa bulek?”

“sudah nanti saja” ucapnya seolah mau menghentikan obrolan pagi itu.
**** 
Langkah kaki kembali ku ayunkan di deru padat nya ibu kota. Keadaan masih seperti biasa, rame dengan lalu lalang kendaraan yg memadatin setiap ruas jalanan. Tiada yang berubah, hari ini saya masih berdesakan dengan para pencari nafkah, tuk saling berebut kursi.
10 menit berlalu, angkutan yang dinanti tiba, namun terasa ganjil, halte yang begitu padat dengan para penumpang yang sedang mengantri, tidak ada seorangpun yang memiliki rute sejalan dengan diri ini.
“Ya sudahlah, mungkin ini rejeki kecil dari Tuhan, hari ini aku tidak perlu berdesakan di dalam angkot” pikir ku dalam hati.
Didalam angkutan umum itu hanya ada 4 orang, seorang supir yang berada di depan, dan 3 lain nya seperti keluarga kecil, dengan susunan seorang wanita yang sedang mengendong bayi, dengan keberadaan suaminya tepat disampingnya.
Wanita itu tampak tertidur pulas mengendong bayi nya, tubuhnya bersandar di pundak sang pria yang senantiasa terjaga seolah menjaga keluarga kecil nya.
Sedikit menganjal kala mata ku menelaah pakaian yg mereka kenakan, selain memang pakaian nya tampak dekil, gaya berbusananya seperti pakaian di tahun 80 an, namun sudahlah, mungkin mereka juga sama seperti ku, bukan seseorang berada yg bisa bergaya sesuai jaman.
Disisi lain, aku juga acap kali mencuri pandang melihat keluarga kecil itu, ada perasaan iba kala melihat riak wajah mereka ber 3, seolah merasakan rasa lelah yang teramat sangat untuk sang wanita, sementara si pria tampak muram dengan tatapan kosong seperti menangung beban brat.
Hampir 20 menit berlalu, namun tidak jua ada penumpang lain yg naik, rasa jenuh menghampiri dipagi hari itu, sejenak ku baca buku, sembari memasang Headset di telinga>>>.
Walkman pemberian abah merupakan senjata yang ampuh untuk mengusir kejenuhan dan menenangkan pikiran guna mempersiapkan diri menuju ketempat dimana aku akan bekerja nanti
Dalam keheningan dan kententraman membaca sembari mendengar music, suara berisik sedikit mengusik kala tangisan bayi yang digendong wanita tersebut mengema di dalam angkutan.
“Hus..hus..hus..  Sabar ya nak sebentar lagi kita sampai Nak Rin” kata wanita itu pada bayinya.

“Masih jauh kah pak?”tanya wanita itu pada pria yg mungkin suaminya.
“Sabar buk sebentar lagi kita sampai” jawab si pria itu.
Sempat ku alihkan pandangan melihat keadaan mereka, dan tatkala tanpa sebab dan akibat jelas, Wanita tersebut tampak menangis sembari berkata kepada suami nya.
“Aku ga mau kita balik lagi pak, aku ga mau dihina begini terus, dan ...”
“Iya buk sudah, papa mengerti papa coba cari jalan keluar nya demi kamu dan Keselamatan anak kita” Jawab sipria itu seperti tidak ingin membahas permasalahan yg terjadi.
Melihat mereka berdebat di depan umum, pastilah keluarga kecil ini memiliki masalah yang teramat sangat dalam benak ku, sehingga seolah tidak mengubris keberadaan diri ini, dan anehnya aku malah seperti terhipnotis, asik melihat kejadian itu tanpa aku sadari.
Terlebih wanita tersebut yg masih menangis dan menuturkan kata kata yg menyayat hati, belum lagi sesekali dia menciumi anak nya.
“Apapun yang terjadi ibu pasti menjaga mu ndok, sehat sehat ya anak ku karina yustika” Ucap wanita itu.
Bak disamber petir, Jantung ku terasa berdebar hebat, kembali aku tersadar dan memalingkan wajah, bulu kuduk ku bergedik, mendengar dan melihat apa yg barusan diucapkan wanita itu.
Citttttttt. … Braakk… Brakkk … (suara rem terdengar kencang)

Angkutan yang ku tumpangi seketika oleng dan menghempaskan aku ke bagian belakang, kepala ku menghantam kaca belakang, seketika pandangan terasa gelap, dengan rasa pusing yg teramat sangat.
Samar samar ku dengar seseorang memanggil ku
 
“Rin.. Nak..”
 
“Ibu” batin ku terucap….
 
Pandangan ku yang masih gelap membuat aku tidak bisa melihat sosok seseorang yang kini ada dihadapan ku, dia seoalah merangkul ku untuk berdiri kembali.
“Rin, Ibu njaluk maaf, kabeh iki terpaksa ibu lakoni
Ibu uwis usaha mutus janji karo iblis terkutuk iku, lan ibu mikir nek numbalke nyowo iso rampung kabeh” >>
(Rin ibu minta maaf, semua ini terpaksa ibu lakukan, ibu sudah berusaha memutuskan janji dengan Iblis terkutuk itu, ibu pikir dengan menumbalkan nyawa semua kan berakhir).
“Saiki awak mu lagi bahaya, iblis ngincar kowe nggo nuntaske perjanjian iko, ojo nganti salah langkah ndo. Nek salah milih dadi bahaya, kuatke awakmu ndok">>
” (Sekarang kamu lagi bahaya, iblis itu menginginkanmu menuntaskan perjanjian itu, jangan salah langkah, bila salah memilih akan berakhir tragis, kuat kan dirimu nak).
“Mba mba.. 
mba ga kenapa kenapa kan. ...”

Tampak orang berbondong bondong mengelilingi angkutan yang baru saja lepas kendali tersebut.

“Halo mba.. mba ...masih bisa dengar saya. bak??”

“Ha.. iya mas engak, Engak kenapa kenapa mas”, jawab ku yang masih linglung.
Aku dipapah keluar oleh beberapa orang yang datang membantu, tubuh ini dipapah ke warung yg tak jauh dari insiden itu.

“Buk.. buk minta teh manis panas nya 1 “teriak salah 1orang yg menolong tadi.
“Mba sudah sadar belum?”

“iya mas saya tidak apa apah kok, Mas siapa ?” tanya ku bingung

“Maaf mba saya supir angkut yang mba naikin barusan”

“Kita kenapa mas?”

“Ban nya pecah, Oleng dan nabrak Tiang Listrik” jawab nya.
“Penumpang yang lain mana pak? mereka aman kan?” tanya ku kwatir akan nasib keluarga kecil itu.

“Penumpang lain? yang mana mba?” tanya nya kembali dengan ekspresi bingung kepada ku

“Ituloh mas!! suami istri dan anak nya” 

“suami istri mba?”
“iya mas, yang tadi naik barang saya” Ucap ku mepertegas
“Maaf sebelumnya mba, mungkin mba minum dulu” sembari menyodorkan teh manis kehadapan ku.

“Emang kanapa mas, saya tidak linglung saya baik baik saja, mereka tidak kenapa kenapa kan mas,??”
“Saya bingung jawab nya mba, dari tadi hanya ada mba. Tepat nya saya dan mba saja, tidak ada penumpang lain yg naik” Jawabnya
Aku langsung terdiam, tubuh ini terasa lemas, apa lagi mengingat kejadian itu sangat nya terjadi, dan tadi apakah ibu benar datang pada ku?, seketika itu pula kepala ini terasa berat dan aku pingsan seketika.
Entah bagaimana cerita nya saat terbangun aku sudah berada di salah 1 rumah sakit, dan bulek sudah setia duduk menunggu aku sadar.

“Kamu sudah sadar rin?” tanya pada ku
“Iya bulek, ini  dimana?
“Rumah sakit nak, tadi kamu pingsan, katanya angkot yang kamu tumpangi kecelakan” kata bulek Rita menjelaskan.
Aku terdiam, mencoba mencari benang merah tentang apa yang tadi aku alami, kembali terlintas diingatan ku, wajah almarhum ibu yang samar dan perkataan nya didalam angkot tadi, belum lagi soal kemana keluarga yang tadi ada diangkot yang nama anak nya sama dengan ku.
“Kamu ketemu ibu mu tadi ya rin?”Tanya bulek.

Rasa kaget langsung terpancar di wajah ku, kenapa bulek bisa tau tanya ku keheranan.
“Sudah kamu tidak usah mikir apa apa, yang penting kamu sembuh dulu, besok yang mangkat pak le mu saja. Bulek nemani kamu disini dulu sampai kamu sembuh” ucapnya mencoba menenangkan aku kembali.

“Bulek kenapa tau rina ketemu ibu? Sebenar nya apa yang sudah terjadi bulek?”
Bulek terdiam wajahnya seolah ragu untuk menjawab pertanyaan ku.

“Bulek bingung harus cerita dari mana ke kamu nak, apalagi kondisi kamu seperti ini”.

“Tidak apah, Rina sudah siap, Mohon cerita kan bulek” pinta ku.

Bulek menarik napas yang dalam..
“Intinya Rin, Ibu mu sudah melakukan perjanjian janji janin, dimana setiap tahun di malam kliwon ke 13, mestine ibu mu harus pisungsung getih janin karo iblis biadab itu".
“Semula semua berjalan lancar, tidak ada yang mengetahui kelakuan ibu mu, sampai satu saat petaka itu muncul, ibu mu merasa sangat bersalah dan kabur karo bapak mu untuk menghindari amuk warga kampung dan pasti nya untuk nyelamatin kamu juga”.
“Entah bagaimana selama 20 tahun ini semua bisa menghilang dari permukaan, hanya saja ibu mu sepertinya salah perhitungan dan kini kamu..”
“Cukup buk, biarkan rina sembuh dulu. belum saat nya dia tau semuanya”. Ucap pakle yg masuk tetiba dan memotong pembicaraan Bulek Rita.

Bulek teridam, dia memandang wajah suamin nya, dan mengangukan kepala seolah mengerti akan permintaan pakle kepadanya.
Singkat kisah, beberapa hari pasca kejadian aku kembali sehat dan mulai debut pertama berprofesi sebagai karyawan, dengan jabatan sebagai supervisor salah 1 divisi yg ada disana.
Bulek Rita masih setiap menemani di rumah sementara Pakle sudah kembali ke kampung halaman untuk mengurusi pekerjaan dan ke 2 sepupu ku pastinya, sampai lupa pakle ini Namanya darto ya.
Kisah teror mereda, menghilang tanpa jejak dalam beberapa minggu ini, membuat aku merasa semua telah berakhir, tidak ada lagi cerita Dewudo atau kilasan fatamorgana yg terjadi.
Tapi diluar perkiraan, dan kembali tanpa sebab alasan yg akupun tidak mengetahui, cerita kelam malah datang tanpa memberikan ampun di sore kelabu itu.
Masih teringat jelas di memory kepala ku, saat itu jam kerja sudah usai tapi aku masih tertahan dengan setumpuk berkas yg perlu perhatian khusus untuk segera dieksekusi, aku yg masih asik dengan kerjaan harus ikhlas menyaksikan satu persatu rekan kantor berpamitan pulang.
Sedikit cerita kantor tempat dimana aku bekerja terdiri dari 4 lantai dan merupakan bangunan tua yang bentuk nya seperti ruko, dimana aku bertuga disalah 1 ruangan yang berada di lantai 2.
Sore berganti malam, dan aku masih tertahan didepan komputer dengan setumpuk berkas yang tak kunjung selesai, sesekali masih terlihat scurity masuk untuk melihat setiap ruangan.
“Belum pulang buk?” tanya pak ahmad kepada ku, beliau merupakan salah 1 scurity yang berjaga pada hari itu.
“Belum, Sebentar lg ya pak”. Jawab ku saat itu.
“Iya tidak apah buk, cuma jangan kelamaan ya buk, ga baik sendiri kerja disini, suka ada yg nemani” Ucapnya sedikit bercanda
“Ah bapak, jangan nakuti” Jawabku singkat sembari tetap bekerja mengecek berkas yang masih menumpuk itu,.
Aku masih terus terhanyut dengan deathline kerjaan, tak terasa jam sudah menunjukan pukul 19.30.
Mata mulai terasa lelah memelototi komputer dan berkas yang tak kunjung usai. Diselah rasa lelah, sempat ku penjamkan mata hanya beberapa detik dan seketika itu juga lampu ruangan padam yg membuat aku langsung panik.
“Pak Ahmad, saya masih di dalam?” teriak ku masih berpikir positive bawasannya pak ahmadlah yg mematikan lampu.
 
Teriak itu tak mendapat jawaban malah terdengar suara pintu tertutup dan seperti sedang dikunci yg semakin membuat diri ini kian panik
Aku langsung berlari menu arah pintu sambil tetap memangil pak ahmad..
“Pak saya masih disini!! saya lagi tidak bercanda pak” Ujar ku sedikit kesal.
Suasana menjadi mencekam ketika ku dapati pintu memang telah terkunci, berkali kali aku berteriak dan mencoba membuka pintu itu, namun tidak mendapatkan respon sedikit pun, hingga sesuatu langsung membuat bulu tenkuk ku bergedik.
aku yg sedari tadi hanya sendiri kini mulai mendengar suara jemari yang sedang mengetik, dari arah belakang, siapa yg sedang memainkan computer pikir ku.
 
Enggan rasanya untuk mebalikan badan, tapi rasa penasaran malah membuat aku melakukan hal konyol>>>
>>, perlahan ku putar badan ku ambil hp dan mencoba memberikan sedikit penerangan kea rah computer itu berada, tubuh ku langung lemas kala mata ini melihat seseorang Wanita dengan wajah sangat pucat duduk di kursi ku.
“wajahnya mirip dengan aku, tidak dia adalah aku sedang asik mengetik di depan computer” ucap ku dalam hati penuh ketakutan.
Darah ku seketika turun, hingga kaki dan mulut ku tak dapat digerakan, sosok itu mengarahkan wjah nya kepada ku, sambil trsenyum. Aku tak dapat menahan rasa takut ini, ingin ku berlari kabur dri raungan namun apa daya tubuh ini tak dapat digerakan dan hanya menangis yg kulakukan
Disela air mata yang terus mengalir, aku masih berhadapan pandangan dengan makhluk itu, senyumnya masih sama sunyi penuh dengan rasa sakit. aku terduduk lemas dengan mata yg tertutup sembari terus menangis, dan hal yang lebih gila kembali terjadi.
Tangan ku terasa dijamah oleh seseorang, yg pastinya sontak mengagetkan ku, seorang anak perempuan mungkin berusia 10 tahunan, wajah nya pucat dari bola mata kiri nya mengalir darah,tampak dileher tali tambang  melilit erat.
“Kak.. Kakak…. Ayok bunuh diri Kak!!! serunya dengan suara yg sangat mengerikan.
Tangis ku semakin menjadi beriring tawa cekikikan dari sosok tersebut, dia seolah menikmati setiap detik aura ketakutan yg ku pancarkan.

Mulut nya masih terus mengulang perkatan yg sama, “ayok kak, Buruan bunuh diri!!” ucapnya terus menerus sembari tangannya tetap memegangku>>
>> seakan memaksa menarik, aku tidak berdaya bak kerbo yg ditarik pemiliknya, tubuh ku seakan mengikuti tarikan tangannya tanpa dapat ku menahan
Aku berdiri melangkah menapaki kursi kerja ku, dIa kemudian melepaskan tali yang ada dilehernya, dan memberikannya pada ku, tangan ku meraih tali itu serta mulai melilitkan  keleher ku sendiri, saat itu antara gerak tubuh dan pikirian ku seakan tidak dapat ku atur, >>
<<<tubuh ini seakan bekerja sesuai dengan apa yg dikatakan bocah perempuan itu.

“Ayuk kak cepat lompat, ayuk kak buruan” ucapan yg sama kembali dilontarkannya seakan terus memberikan intimidasi.
Menangis, dan terus menangis yg ku lakukan, pandangan ku kiankabur, wajah bocah terlihat samar dihadapanku berubah seperti nyala api yang terbang membara.
Walau pikiran ku masih sadar dan tak ingin melompat dari kursi aku berdiri, namun kaki ini seakan mngisyaratkan tuk mendorong kursi tmpat ku berpijak, sungguh diri ini sdah tdk kuat tuk menahan. “akan kuturuti segala mau Mu” Teriak ku sembari mendorong kursi tempat aku berdiri
“Buk...Ibu ngapain?”  Pak ahmad, berdiri sembari memegang diri ku yang telah kehilangan pijakan, beliau berusaha menurunkan ku, dari tali yg menjerat leher., tangis ku pecah tatkala dia berhasil membebaskan ku dari pritiwa horror yg baru saja terjadi.
“Ayok bu, turun, besok saja dilanjut kerjanya” ucapnya sembari memapah aku keluar dari sana.
Sesampainya ke pos scurity aku masih shock dengan apa yang terjadi dan enggan menceritakan kepada pak ahmad dan rekannya tentang kejadian tadi, ada perasaan takut dalam diri ku, dan selain itu aku takut apa yg ku sampaikan malah diangap dogeng bagi mereka ber 2.
Cukup lama aku terdiam di post itu guna menenangkan diri, dan dalam lamunan saat itu, entah hanya halusinasi atau memang benar adanya, kembali ku melihat nyala api berbentuk bulat itu terbang keluar dari kantor ku.

............................
“Rin.. Sudah pulang Nak? Rin?” Ucap bulek Rita memangil dari dalam kamar di malam yg sama dengan kejadian horor yg menimpa Rina.
Bulek Rita beranjak dari tidur singkatnya, dia merasa aneh mendengar suara pintu yang terbuka namun tiada yang menjawab, bergegas bulek mengecek kedepam, kwatir ada maling yang masuk, pikirnya dalam hati.
Sesampainya didepan, dia melihat pintu itu masih terkunci dan semua baik adanya.

“Perasaan ada yg buka pintu” Ucapnya sendiri di tengah malam itu, sembari sedikit mengintip melaui korden.

“Ceklek” Lampu rumah tetiba padam

“Astagfirullah” Ucap Bulek spontan.
Kaget kesetanan melihat sosok almarhumah kakak nya (Ibu Rina) ada di hadapannya dengan wajah setengah hancur.
 
“Dek, kowe yo melu urun ning cerito iki” (Dek kamu juga ikut ambil bagian dari cerita ini)
“Ayoo kancani aku” (Ayuk temani aku) Ucap sosok itu kepada beliau.

......
Tepat jam 11 akhir nya aku sampai di rumah. Keadaan tampak gelap, dan hanya lampu luar yang terlihat menyala. Hampir 5 menit ku ketok pintu rumah seraya memangil bulek, dan jua tidak ada jawaban, mungkin bulek lelah dan tidur pikir ku.
Pandangan ku khusyuk menatapi sekitar, karna jujur apa yg terjadi di kantor tadi masih membekas dan terbawa, bahkan sampai pak ahmad mengantarkan ku pulang barusan, rasa waswas itu masih bersemedi kental didalam pikiran, belum lagi keadaan disekitaran rumah juga sudah sepi.
Ku keluarkan kunci serap yang ada di tas ku, karna tetap tidak ada jawaban dari dalam

“Assalamwalaikum” ucapku memberikan salam setelah berhasil membuka pintu itu.
 
“Bulek... Bulek…”Ucap ku kembali memangil beliau, dan tak jua ada balasan yg ku dapat.
Keadaan sangat gelap kucoba melangkah kearah saklar lampu, namun kepala ku seperti membentur sesuatu, sesuatu yg  seperti tergantung, iya dia seperti manusia yang sedang bergantung.
Jantung ku berdetak hebat, memikirkan hal gila yg ada didalam otak, ku percepat Langkah meraih tombol saklar lampu, dan seketika aku menjerit hebat, berteriak sekencang kencang nya, ketika 1 pandangan horor nan menyedihkan tersaji di ke 2 bola mata ku >>
>>> malam itu terlihat tubuh bulek sudah terbujur kaku mati mengenaskan, tergantung ditiang rumah itu.
Cerita bersambung sembari tunggu 100 Rt atau 250 likes. mhon dibantu pembaca budiman.

Hatur tq.

salam hi.hi.hi..
Insiden tewasnya Bulek Rita mengantarkan aku kembali ke kampung halaman ibu, ada perasaan cangung dengan sanak keluarga ibu, wajar sebenarnya bila menilik rentan pristiwa yg terjadi selama ini, dimana semasa ibu dan ayah masih ada, aku hanya sekali diajak berkunjung ke sini.
Saudara dari trah ibu lebih banyak mengunjungi kami ke Jakarta (Bulek Rita dan Mbah uti), entah kenapa ibu sangat berat hati dan selalu menolak bila dulu aku meminta >>
>>untuk berlibur kerumah mbah, dan entah hanya perasaan saja, sedari aku tiba disini, warga seperti tak menghendaki akan kehadiran ku.
Tampak wajah wajah sinis mereka yang memandangi sedari tadi, tiada senyum yg diarahkan selayaknya warga pendesaan bila melihat orang lain, tentu saja hal itu membuat aku merasa lebih nyaman berdiam diri pada salah 1 kamar yg disiapkan pakle untuk diriku.
Kamar ini berada di belakang, bersebelahan dengan dapur dan kamar mandi, sepintas kamar ini tiada bedanya dengan kamar khas di perkampungan, hanya saja terkesan horor yg membuat bulu tengkuk ku bergedik, mata ku focus menatap wadah persembahan >>
>>berisi kembang kuntil serta kendi yang diletakan di bawah tempat tidur yg ada disana, belum lagi aroma kembang tercium memenuhi seluruh ruangan ini.
Ku tepiskan pikiran aneh, dan mungkin ini sudah tradisi dikampung pikir ku, sejenak ku rebahkan badan sembari menata  pakaian yang akan ku gunakan malam ini. Ditengah aktivitas malam itu, terdengar sayup pembicaran dari arah dapur, suara itu seperti suara khas orang yang ku >>
>>kenal dan membuat aku penasaran, ku buka pintu dan melangkah ke arah dapur, tampak 2 wanita sedang asik memasak badan mereka membelakangi aku, sehingga aku tidak dapat melihat wajah mereka.
“Nyuwun sewu bude, wonten sing saget kulo ewangi?” Tanya ku kepada mereka, namun tiada jawaban hingga aku menanyakan sekali lg.
“Bude, enten sing saget rina bantu? (bude, ada yg bisa rina bantu?”  Dan lagi ucapan ku tidak menerima tanggapan, mereka masih asik dengan perbincangan dan mengindahkan keberadaan diri ini, sudah lah mending ku tinggalkan saja pikir ku kala itu.
Disela langkah yg berniat untuk kembali ke kamar, salah 1 dari mereka berkata hal yg cukup menyakitkan hati.

“Muleh ojo gawe sial ning kene (pulang jangan bawa sial disini) "
langkah ku terhenti dan ingin melihat siapa sosok yg tega berkata demikian, segera ku balikkan badan ingin menatap wanita baya yg tega mengatakan hal sesadis itu.
Namun, Ketika ku tatap kembali kearah mereka, bulu kuduk ku seketika bergedik hebat, kala mendapati suasana dapur kosong, tiada 2 wanita yg tadi ku lihat, kembali hal mistis itu terulang dan semakin membuyarkan pikiran.
Satu tangan menepuk pelan pundak ku, membuat aku terkaget sejadinya.

“Sedang apa kamu rin?” Ucap pakle yg tetiba ada tepat dibelakang ku.

“A.. anu pakle...” Jawab ku terbatah masih dengan perasaan kaget saat itu.

Seolah mengerti dengan apa yg ku alami, pak le hanya berkata
“Sudah tidak perlu kamu lanjut, kamu tunda kepulangan mu, besok akan pakle jelasin apa yang terjadi” ujar nya seraya meningalkan ku disana sendiri, yg membuat aku semakin bingung dengan apa yg terjadi.
Sesaat setelah kepergian Pakle, aku kembali kedalam kamar mecoba menenagkan diri, tidak ku indahkan lagi baju yg masih berserak diatas kasur, aku langsung terbaling dan sejenak menutup mata, baru sekejap katup mata ini tertutup>>
>>aku merasa ada seseorang yg duduk dikasur, tepat di samping kaki ku, ku buka mata dan kembali aku harus mengalami shock yg sangat menyakitkan, aku segera beranjak bangkit dari kasur tersebut ketika sosok Bulek Rita merupakan orang yg duduk dikasur tersebut.
Dia tersenyum kecil menatap ku, sembari memakan bunga kuntil yg ada ditangannya, wajah nya terlihat damai, dia mulai beranjak, berjalan mengarah ketempat aku berada, >>
>>dan untuk sekian kalinya aku seperti kerbo congek yang tak berdaya, mengikuti tarikan tangannya kembali duduk dikasur tersebut.

“Kowe gelem ndok ? (kamu mau nak?)” ucapnya sembari menawarkan bunga kantil yg sedari tadi dikunyah oleh dirinya
Aku terdiam, menganguk kan kepala mengisyatakan menolak pemberiannya, namun hal horor malah terjadi selang anggukan penolakan yg kulakukan, Bulek Rita langsung megarahkan tanganya membekap mulut ku serta tangan 1 nya lagi menyodorkan paksa bunga kantil itu masuk kedalam mulut.
Aku histeris teriak sejadinya, namun tenaga dirinya membuat aku tak dapat melepaskan cengkraman itu, tidak hanya sampai disitu, sekelebat pandangan ku yg mulai samar melihat tidak ada lagi sosok bulek Rita, melainkan perujutan kuntilanak dengan wajah yg sangat  mengerikan.
Akupun tidak kuasa, bunga itu perlah terus masuk kedalam mulut ku, bahkan hal yg lebih mengerikan aku merasa ada cairan kental sangat amis, seperti masuk bersamaan dengan bunga kantil >>
>>tersebut yg langsung membuat rasa mual didalam perut ku. Kuntilanak tersebut masih menahan mulut ku agar tidak memuntahkan makanan tersebut.
Hingga perlahan mata ku menatap hal ganjil, Iya, Tidak hanya kuntilanak tersebut, namun berpuluh demid dengan berbagai perewangan ada disana, dan yang membuat aku bergedik sampai meneteskan air mata,>>
>> kala ku lihat ibu berlutut seperti anjing dalam keadaan leher yg terantai, dan dirinya berada di kaki makhluk hitam yg dulu ku lihat dimalam kematian mereka.

“Dewudo” ucap ku sebelum kesadaraan ini hilang.
kala diri ku tersadar, kudapati Mbah uti dan Pakle ada disampingku

“Wis sampeyan ndeleng kabeh? Sudah lihat semua nak? “Ucap Mbah pada ku
“Sampeyan tegese Mbah, Rina isih durung ngerti? (Maksudnya Mbah? Rina masih belum mengerti)”jawab ku pada mereka, belum juga pertanyaan itu terjawab, >>>.
>>paklek keluar dari ruangan dan masuk kembali dengan membawa tempayan beserta berbagai jenis bunga dan kendi seperti isi sesajen pada umumnya
Aku terpranjat keheranan kala Pakle tanpa araha melintang atau setidaknya sedikit menjelaskan apay g sedang dilakukan kala itu, dengan tetiba dirinya seperti memulai suatu ritual, dia mulai membakar kemenyan, seraya mulutnya berkomat kamit membaca mantra, >>>
>>>agak lama kejadian itu terjadi sebelum tangan kirinya meraih kendi yg ada didepannya, 

“Minum ini Rin” perintahnya pada ku saat itu.
Ku arahkan pandangan menatap Mbah uti, seakan tau keraguan didalam diri, mbah Uti hanya mengelengkan kepala “tidak perlu kwatir Rin”ucapnya pelan pada ku.
melihat itu, dengan berat hati ku minum air dari kendi tersebut, terasa cairan lengket ketika isi dalam kendi itu menyentuh lidah, aku tersedak menyadari ini adalah darah bukan air putih seperti yg ku bayangkan, belum sempat ku selesaikan urusan ku dengan rasa amis itu>>
>>, Pakle menarik tangan ku dan seketika mengoreskan keris nya di tangannya, aku sempat memberontak karna rasa sakit yg kudapati, cucuran darah mengalir >>
>>dengan deras nya, tapi tangannya kuat menahan dan engan melepaskan tangan ku, diarahkan nya tetasan darah itu kedalam api dan menyan yg membara tersebut.
Seketika tubuh ku terasa seperti terbakar, aku merasa api seperti menbakar organ organ tubuh ku dari dalam.

"Panas, ,panas... tolong pakle, mbah" jerit ku meronta berteriak sejadinya.

"bersambung"
Sangkin panas nya rasa panas tersebut, membuat aku mulai bertingkah diluar nalar, ku tanggalkan pakaian yg ku kenakan, hingga aku benar benar bugil di depan Pakle dan Mbah uti, Ku dapatin sekujur tubuh mulai melepuh, menimbulkan rasa gatal >>
>>hingga membuat aku tak kuasa dan mulai mengaruk seluruh bagian tubuh, tangan, wajah bahkan didaerah kesucian ku tak luput dari rasa gatal dan panas yg menyengat.
Aku bergeliat meronta kesetanan di lantai, teriak ku mengema meminta tolong kepada mereka ber 2 yg hanya tertawa melihat aku kesakitan, “Tolong Pakle” ucap ku sembari memohon memegang kakinya, dalam keputus asan tersebut,
>>pakle yg berdiri dihadapan ku malah berlaku kasar dan menghina kan diri ini, dia meludahi kearah ku, sebelum tangan kirinya menampar keras wajah ini yg membuat aku terkapar.
Pakle beranjak kembali mengambil kendi tersebut, tangannya merogoh isi dalam kendi, samar terlihat dia seperti mengangkat gumpalan daging dari dalam nya,
>> aku semakin panik tatkala dia kembali berjalan menuju kearah ku, dan seperti apa yg ku takuti gumpalan daging busuk tersebut dipaksanya masuk ke dalam mulut ku .
“Ampun… Ampun .. Pakle !!” seru ku memelas dan menagis berharap iba darinya, namun manusia tua bangka tersebut seperti kesetanan, tanpa berbelas kasih dia terus memaksa aku menelan gumpalan daging yg sangat mirip dengan bentuk janin dibawah usia 3 bulan.
Sampai gumpalan itu akhirnya ku telan semua rasa panas yang tadi seperti membakar tubuh kian berangsur reda, dan anehnya aku malah merasa tenang, ku palingkan tubuh ku membelakangi Pakle dan Mbah Uti karna diriku dalam keadaaan telanjang.
Pakle melempar kain kepada ku, kain berwarna putih, aku mencoba menutup tubuh ini, ku kibaskan menutupi tubuh sebelum aku bergedik menyadari kain tersebut merupakan kain kafan. 

“Kafan?” tanya ku keheranan, dan melempar kain tersebut.
“Iya, itu kain kafan, pakai saja, kain itu merupakan syarat mengakhiri ritual ini” Jawab pakle menjelaskan pada ku
 
Jujur dengan apa yang barusan ku alami, aku sudah tidak percaya denga napa yg dikatakannya, ingin sekali aku menghabisi nyawa pria laknat ini, >
>>suka tidak suka kain kafan itu akhirnya ku pakai menutupi tubuh, dan lagi seiring aku menutup diri ini dengan kain tersebut, Ku dapati pira bangsat tersebut membekap tubuh ku dari belakang, dan seketika itu jua dia menghujam perut ku dgn keris yg dipegangnya.
cerita ini banyak adengan gak senonoh, dan menjijikan, untuk dibawah 17 tahun, skip saja ya. tidak disarankan membaca.

Hatur tq.

salam hi..hi..hi...
**************************

Kicauan burung kutilang terbalut indahnya hamparan pepohonan nan hijau di pagi itu, harus sedikit terusik dengan gumpalan asap yang mengepul disalah satu halaman rumah warga desa.
Seperti biasa, setiap pagi terlihat seorang pria uzur asik menikmati sebatang rokok sembari melihat indahnya cahaya matahari yang mulai bersinar menembus rimbunya pepohonan.
Namun pagi itu terasa berbeda dari hari biasanya, belum sempurna dia menikmati terbitnya matahari, ketenangannya sudah harus terusik dengan kehadiran 3 orang tamu tak diundang yang bersinggah ke kediamannya.
Ke 3 orang itu datang dengan raut wajah muram seperti penuh masalah, bahkan salah seorang dari mereka menangis histeris sembari berlutut menyembah dikaki pria uzur itu. Wanita tua yang mungkin usia nya lebih uzur pula dari pria ini.
Tak dilepaskan olehnya, wanita tua itu tetap berlutut memegang sembari menciumi kaki pria itu.

“Dek tolong cucu ku katanya dengan terus memohon di kaki pria yang akrab disapa Mbah Nor oleh masyarakat sekitar”
“Sudah lama berlalu semenjak kematian Mas Nar mbak, apa gerangan yang mengerakan hati mbak kembali menemui saya” jawab Mbah Nor kepada nya.
Rasa penasaran terpampang di raut wajah Mbah Nor, dia mengangkat wanita itu sembari menanyakan hal serupa ke dua orang lain nya.

“Ada apa Galih, Dwi ? dimana bapak mu? Darto baik baik saja kan?” Tanya Mbah Nor kepada mereka.
Ke 3 orang tersebut iyalah Mbah Uti, dan ke 2 sepupu rina (anak dari bulek Rita yg bernama Galih dan Dwi), sementara Mbah Nor merupakan adik dari Mbah Nar, suami dari Mbah uti, atau Kakek dari Rina)

“Anu Mbah, Bapak di rumah... “ jawab Galih gugup padanya
“Terus masalahnya apa? cucu yang mana mbak? Galih sama Dwi baik baik saja”. Tanya Mbah Nor dengan wajah kebingungan.
Mulut mereka seperti terkunci dan enggan bercerita, satu sama lain hanya saling menatap, seolah memberikan kode agar ada yang menceritakan kejadian itu kepada Mbah Nor.

“Loh kalian semua kenapa? kok saling tatap tatapan. Cucu yang mana mbak?” tanya Mbah Nor kembali ke Mbah Uti
“Mba Rina Mbah” ketus Dwi memulai pembicaraan “Mba Rina sudah seminggu ga sadarkan diri dikamar” terangnya kembali.

“Rina siapa?” Tanya Mbah Nor dengan wajah penasaran.
“Rina anak nya Bude” jawab Galih memotong pembicaraan
Sehari selang kematian ibu, Mba Rina mulai bertingkah aneh, dan dia tidak sadarkan diri sampai sekarang Mbah. Bapak juga aneh, dia tidak mengijinkan tahlilan ibu diadakan, bahkan Bapak juga mengunci kamar Mba Rina, dan setiap malam Bapak selalu meletakan sesajen didepan kamar itu
Mbah Nor tertegun khusyuk mendengar perkataan mereka kepadanya. Tersirat sejenak dipikirannya akan memori kelam yang pernah terjadi beberapa dekade lalu.

“Bapak juga tidak mengijinkan kami membawa Mba Rina berobat atau memberitaukan warga akan keberadaan dan kondisinya saat ini.
Puncaknya Bapak sampai memukul dan mengancam Mbah Uti pagi ini karna Mbah Uti menugur kelakuan Bapak yang sudah tidak masuk akal”. kata Galih melanjutkan ceritanya.
“Kamu adalah orang yang paling mengenal Darto dek, tolong hentikan dia. Sudah cukup semua ini, kata si mbah uti tiba tiba menimpali perkataan Galih”.

“Terus apa yang bisa saya bantu Mbak?” pungkas Mbah Nor.
“Tolong selamatkan Rina, walau bagaimanapun dia tetap cucu ku, sama seperti Galih dan Dwi, cukup aku kehilangan suami dan anak anak ku” pinta Mbah uti berlinang air mata.
Mbah Nor termenung, seketika mulut nya terasa berat untuk mengatakan tidak pada permintaam wanita tua itu yang jua merupakan kakak iparnya, tapi janji kepada almarhum kakak nya untuk tidak ikut campur akan urusan ini, membuat dia tidak dapat memberikan keputusan.
“Aku mohon dek, dia juga cucu mu” ucap mbah uti kembali memohon
Mbah Nor memandangi mereka bertiga.

“Maaf Mbak, aku tidak bisa melanggar janji ku pada Mas Nar. Tapi aku juga tidak bisa melihat kalian seperti ini, apa yang dilakukan Darto sudah bukan urusan ku lagi, sekalipun benar aku yang membesarkan diri nya”.
“Saat ini Darto bukan lagi anak yang dulu ku kenal, bila saja dulu Mas Nar tidak mencegah, pasti sudah ku habisi dia waktu itu, kalian sebaik nya menjumpai Man, sampaikan hal ini kepada dia, katakan juga kepadanya bahwa aku yang meminta kalian kesana”.
“Ku mohon mbak juga bisa memahami pilihan ku saat ini”. Jawab Mbah Nor tegas seraya menutup perbincangan pagi itu.
Ke 3 orang itu terlihat sedih akan jawaban yang diberikan Mbah Nor dan tak ada yang dapat mereka perbuat selain melangkah pergi dari rumah itu. Disaat akhir Mbah uti masih terisak menangis seraya memohon berharap Mbah Nor merubah keputusannya, namun hingga sampai Galih menyalakan
>>motornya dan mereka berlalu pergi, hanya pandangan datar yang ditunjukan oleh Mbah Nor tanpa sepatah kata.

Tak lama dari berlalunya Mbah uti dan sepupu rina dari sana, Mbah Nor bergedik menjawab salam dari seseorang yg sebenarnya hadir sedari tadi disana.
“Jadi apa mau mu Mas?”, tanya Mbah Nor seraya membelakangi seseorang yang sebenarnya dari tadi ikut datang dengan rombongan itu.

“Ku pikir engkau juga akan pulang bersama mereka?” Ucap Mbah Nor seraya membalikan badanya menatap sosok kakak kandungnya Mbah Nar yang hadir disana.
"Dewudo sudah bebas, pisungsung getih akan terus terjadi bila Darto tidak dihentikan” Ucap sosok tersebut seraya menghilang dari hadapan Mbah Nor.
Mbah Nor terdiam, hati nya merasa murka akan kelakuan Darto. Bocah yatim piatu yang dibesarkan seperti anak kandungnya sendiri. Masih jelas diingatannya bagaimana Dia sangat menyayanginya.
Darto tumbuh sebagai anak yang baik budi pekerti nya, Setidaknya begitulah yg diketahui Mbah Nor sebelum hatinya buta oleh wanita itu.
*********
Hilang kesadaran dengan rasa sakit di bagian perut merupakan hal terakhir yg ada diingatan, tetapi kala mata mulai terbuka kembali dunia fatamorgana ada disepanjang penglihatan
Tidak ada Mbah, Pakle maupun luka disekujur tubuhku, belum lagi untuk kesekian kalinya aku kembali terbangun di dalam kamar ini.
Lama aku terdiam, bergedik dalam rasa takut yg luar biasa, sebelum pintu kamar itu kembali terbuka dengan kehadiran sosok Wanita yg sangat aku cintai, ibu membuka pintu kamar tersebut dan masuk, melangkah kearah ku.
Keadaan saat itu hening, melihat kehadiran ibu membuat aku tidak tau harus berbuat apa, dia duduk tepat disamping kiri, mengarahkan kepala ku bersandar di bahunya, saat itu aku kembali menangis.

“rina takut buk” ucap ku memeluk dirinya erat.

“Ibu minta maaf nak” katanya pada ku
Kembali ku angkat wajah, menatap ibu yang saat itu akupun tidak tau menyebutnya apa? rasa takut dalam diriku seakan sirna, sekalipun ku lihat ibu layak nya kuntilanak, dia menggunakan baju putih yang usang dan kotor,  dengan rantai besi yang melingkar di lehernya.
Aku merasa sedih melihatnya, dan bertanya mengapa akhir hayat dari orang yang ku sayang harus berakhir seperti ini.

“Apa yg sebenar nya terjadi bu?” Ucapku kepada beliau, lama dia membalas, sebelum sebuah ucapan terbesit dari bibir nya yg sama sekali tidak dapat tuk ku mengerti
“Ndok, sedelo meneh kowe bali ning alam mu, temokno barang kuwi terus bakaren, ben kabeh perjanjian iki rampung, tapi inget yo ndok ojo pisan-pisan tok buka lan delok bungkusan kuwi”.
(Nak sebentar lagi kamu akan kembali ke alam mu, temukan benda itu, dan bakar, maka segala perjanjian ini akan berakhir, dan ingat jangan sekali kali kamu coba untuk melihat isi dari bungkusan itu).
Hanya beberapa detik dari ucapan itu, ibu menghilang seiring dengan lampu didalam kamar yg padam, keadaan gelap gulita. Tanpa sedikit pun mata ku dapat melihat sekitar
“Buk.. Ibuk.. Rina takut Buk” teriak ku sembari berjalan pelan dan mencoba meraba disekitar,namun aneh tidak ada benda atau apapun yg dapat ku sentuh, aku seakan berjalan di ruang kosong yg luas, sampai suatu cahaya terang >>
tampak bersinar diujung sana, terdengar pula suara pangilan yang memangil namaku dari cahaya tersebut.

“Rin… Rina…”

Ku percepat Langkah, menuju arah suara dan cahaya tersebut.
*****
Hujan gerimis turun dimalam itu, keadaan rumah tampak sedikit lebih ramai dari pada biasanya, terlihat orang orang sedang memimpin doa untuk kesembuhan Wanita yg berada di atas ranjang, samar terdengar ucapan ucapan miring beberapa orang yang hadir pada saat itu.
“Rini ki koyo disantet,” Rina itu kayak kenak santet,
“Ojo ngawur nek ngomong, ra apik” Jangan ngomong sembarang kamu, ga baik.
“Lah wong seminggu ro sadar ki pie?” Lah semingu bisa ga sadar sadar gitu
“Hmmmmm....” Pakle berdehem, mencoba menghentikan pembicaraan miring tersebut
“Eh pak Darto”Ucap mereka merasa sungkan, atas pembicaraan yg baru mereka katakan.

Bagaimana Pak Man tanya pakle kepada salah satu dari mereka, (Pak Man merupakan seorang kuncen, yang terkenal akan kesaktiannya dan jua orang yang dituakan di kampung itu).
“Kulo naming saget berusaha sing paling apik nggo manggil sukmane rini bali, tapi niki nggih rodo susah rini wis seminggu koyo ngene gek iki yo koyone didelike jin.
(Saya usahakan yang terbaik untuk memangil sukma rina kembali, tapi memang seperti nya memang ada Jin yang coba menyembunyikan jiwanya. Hanya saja ini sulit, mengingat sudan seminggu keadaan rina dibiarkan begini).” Jawab Pak Man seraya menatap tajam dan penuh kecurigaan ke pakle
“Opo rini duwe dendam po kekeliruan iso mbok critake ning aku, opo malah almarhumah ibune ben aku iso bantu. (Mungkin bila ada dendam atau kesalahan rina maupun almarhumah ibu nya boleh diceritakan ke saya, kali saya dapat membantu)” lenih lanjut Pak Man berbicara kepada Pakle
Pak le hanya terdiam, dan tidak berkata sepatahpun, lama mereka saling melempar tatapan, sampai pakle berkata.
“Kulo mboten ngertos nopo-nopo pak (Saya tidak tau apa apa pak)” Seraya meninggalka orang orang itu, semua orang merasa aneh dengan tingkah pak le, namun tiada yg berani menguluarkan suara.
“Nek bengi iki sukmane rini ora bali, ayo do di ikhlaske lan macakae surat ben dalane lancar lan jiwane ora dingo wong buka ilmu hitam ning kampung iki.
Bila saja malam ini sukma nya tidak kembali, kita harus mengikhlas kan nyawa dengan (membukakan jalan kematiannya secepat mungkin, agar jiwa nya tidak dijadikan pembukaan ilmu hitam di kampung ini).” Ucap  Pak Man kembali kepada warga yang hadir disana.
Kehadiran Pak Man pada saat itu merupakan buntut penolakan Mbah Nor dalam menolong Rina, dimana akhirnya Mbah Uti, Galih dan Dwi pergi dan menceritakan semua perkara tersebut ke Pak Man, sesuai dengan perintah Mbah Nor.
Singkat cerita Pak Man kemudian memulai ritual pemangilan sukma, dia mengambil posisi duduk nya sebelum melepaskan sukma nya menuju alam lain.

----------------------------------
Aku masih berjalan menelusuri jalan tersebut yang diharapkannya akan membawa ku kembali ke dunia nyata. Arah cahaya semakin terang, terdengar juga suara yang memangil nama ku kian jelas, namun terasa berbeda, karna kali ini suara itu jemuk, seperti panggilan beberapa orang.
Lama berjalan akhirnya Aku sampai diujung cahaya tersebut, langkah ku terhenti, seiring penglihatan akan iblis telajang (dewudo) diujung lorong, iblis itu tampak serius berbicara dengan nada bicara yang sepertinya penuh kemarahan, sementara seorang lagi,>>>
>>> merupakan seorang pria separuh baya, dia tampak tenang menghadapi iblis itu.
Aku hanya terdiam terpatung, tanpa berani melangkahkan kembali kaki ini. Ku amati setiap gerak gerik mereka yang seperti asyik dengan perdebatannya, sebelum akhirnya mereka berdua menyadari keberadaan ku,
Seketika pembicaraan mereka terhenti, dan pandangan mereka tertuju kepada ku, terlebih lagi iblis itu meraung hebat sembari berlari menuju kearah ku. Iblis itu kembali membentangkan rantainya dan seolah ingin mencambuk diri ini.
Ditengah rasa panik dan jerit histeris dari mulut ini, rantai itu tampak tertahan dan tidak menyentuh sedikitpun tubuh ini,
Pria yg sedari tadi berbicara dengan iblis itulah yg menolong diriku, dia menahan hentakan rantai yang dicambuk oleh sang Iblis, pria itu juga memengangi rantai tersebut dan beradu tarik..
Dalam duel yang sangat sengit, pria itu berteriak kearah ku,

“Mlayuo ning Lorong kuwi ndok, mengko tak susul (Lari keujung lorong itu nak, nanti saya akan menyusul)”Teriak nya kepada ku.
Akupun berlari sesuai arahan pria paruh baya itu, Iblis itu kembali meraung, seperti marah akan perlakuan pria tersebut. Berkali kali iblis itu mencoba mengapai ku, namun pria itu selalu menghalangi nya>>
>>, tidak hanya itu pria baya tersebut seperti membukakan jalan kepada ku, dan membuat aku mampu tiba di ujung cahaya tersebut.
Selangkah lagi aku masuk kedalam cahaya tersebut, ku sempatkan memalingkan pandangan menatap ke arah pria itu kembali, ku dapati pria itu masih bertarung sengit melawan sang Iblis, namun aku terkaget, >>>
>>>karna kini ada seorang pria lain yg turut berada disana, dan tampak menyerang pria yg tadi membantu diri ini, seolah memberi tau dimana pihak dia berdiri.

“Pakle” ucap ku menyadari sosok yg membantu iblis tersebut.
Teriakan itu terdengar oleh Pakle, yg seketika membuat dia menatap tajam kearah aku berada.

“Kabeh ki arep mati, termasuk kowe, ojo mlayu Djancuk (Semua akan mati pada akhirnya, Termasuk kamu, jangan lari kamu jalang).”Teriak nya kepada ku dengan riak wajah penuh dengan amarah.
Seketika bulu kuduk ku terbangun, tidak ada rasa takut yang paling mengerikan selain teriakan pakle yg barusan mengema. Suara bentakan pakle seolah masih terasa dan terngiang, masih dapat ku ingat raut amarah dari dirinya.
Lari ... Lari... hanya itu yg dapat ku lakukan.

Aku terus berlari menembus cahaya itu dengan rasa takut dan keringat yg bercucuran, belum lagi dada ku sudah terasa sesak, akan ujung cahaya yg seakan tidak menemukan ujung.
Dan sampai pada 1 langkah, tubuh ku terjatuh, aku merasa melompat kedalam jurang yg membuat seluruh sendi tersentak, dan membangunkan badan, seketika itu juga aku tersadar, ku dapati diri ini kembali terbangun dikamar, dengan beberapa orang lain yang ada di dalam nya.
Aku merasa aneh kala mata ini memandangi banyak warga asing didalam kamar tempat aku bernaung, dan terlihat pula pria paruh baya yg tadi menolong ada disalah satu sudut, seperti sedang bersemedi.

Baju putihnya tampak ternoda oleh tumpahan darah yang mengalir dari mulut.
Aku tersadar bahwa apa yg baru terjadi merupakan sesuatu yg nyata, mata ku langsung menoleh lebih jauh, mencari keberadaan manusia biadab, yaitu Pakle Darto, sembari berpikir apakah pria tersebut masih bertarung melawan iblis dan pakle di dunia lain ?
Layaknya desa mati, kampung ini terasa hening nan sunyi, hanya beberapa warga yg terlihat berada di depan rumah menemani seorang pria tua tampak geram memandangi kilatan api yg sedari tadi berterbangan diatas rumah Joglo tempat diri ku bernaung.
Sementara didalam rumah itu sendiri, pristiwa lebih mengerikan sedang terjadi. Pak Man masih duduk bersilah dengan penuh darah dan memar disekujur tubuh nya, kini beberapa pemuda lain tampak ikut duduk bersila untuk melepaskan raga guna membantu Pak Man, >>
sementara 2 pria lain yang tersisa, bertugas memegangi Pak Man, membenarkan posisi Pak Man yang terkadang ambruk dari duduknya.
Sontak dua pria yg masih sadar dan bertugas memegangi pak man, terkaget melihat keadaan ku, satu dari mereka bergegas lari memengangi kaki ku seolah menyadari kejadian tersebut.

“Sadar Mba… nyebut... nyebut...” Teriaknya ...
Darah segar seketika mengalir dari hidung ku, seiring dengan semakin susahnya aku untuk bernafas, begitu juga dengan para pria yg ada disini, satu persatu mereka yang turut bersemedi terlihat ambruk sembari memuntahkan darah,
bahkan ada dari mereka yang terpental menghantam tembok tembok kamar dengan sangat kencang.
Aku masih dapat menyaksikan hanya Pak Man yang masih terlihat bersemedi ditempatnya, sementara yang lain sudah ambruk dengan luka yang cukup parah, beberapa mengerang kesakitan dan ada juga yang sudah tergulai pingsan.

Aku masih mencoba bertahan dengan sisa tenaga yang ku miliki
Sampai kurasakan seseorang membisikan sesuatu di kupingku.

“Lungo o....golekono ingon-ingone, do bakaren kabeh kanggo ngrampungi kutukan iki (Lari... cari ingon ingon itu, bakar mereka untuk mengakhiri kutukan ini)”
Suara itu seolah melepaskanku dari jeratan, seketika aku terjatuh menimpa pria yg sedari tadi memengangi diri ini, dengan rasa sakit dan luka yang ku alami, ku coba kembali berdiri untuk >>
menemukan petaka tersebut, namun satu yang ku pahami, hal ini akan lebih rumit dari apa yang kudengarkan tadi.

Pandangan luar biasa tersaji di kedua mata, saat kudapati kamar ini terasa sesak dipenuhi oleh berbagai jenis lelembut yang sempat terlihat di alam bawah sadar ku.
Mereka seakan terusik dengan apa yang terjadi, aku yang baru berhasil berdiri kembali harus berurusan dengan sosok kuntilanak berparas wajah yang sangat mengerikan.
Sekejap mata dia sudah berdiri dihadapan ku dan mencekek leher ini, sosok itu tertawa menyeringai menikmati rasa takut dan pasrah dari wajahku.

Kuntilanak tersebut melemparkan ku kearah pintu.

Brakkk....
Aku menghantam pintu kamar dengan keras, darah kembali mengalir, kali ini bercucur dari kepala, masih ku coba agar tetap tersadar dan melawan setiap rasa sakit, sementara suara semakin riuh dengan jeritan orang orang yang ada di kamar ini 1,2 atau 5 pria>>
>> aku tidak dapat melihat lagi barisan itu mereka berteriak mengerang kesakitan dengan rantai yang kini mengantung mereka berjejer di tiang penyangga.
Sudah tidak ada waktu lagi sebelum semakin banyak korban yang akan berjatuhan, aku harus kuat, kembali aku berdiri dan membuka pintu itu guna keluar dari kamar terkutuk ini.
“Lari… lari…. Rin” semangat ku kepada diri sendiri, aku berlari kearah kamar Pakle, berharap apa yg ku lihat di alam bawah sadar merupakan tempat dimana petaka ini disembunyikan oleh dirinya.
Ku buka pintu itu, dengan sisa sisa tenaga dan kudapati hati ini hancur melihat mbah Uti sudah terbujur kaku tergantung ditiang tiang kamar ini, dan dibawahnya tampak Bule Rita tersenyum sembari memegang bungkusan putih yg ku yakini sebagai sumber segala petaka.
Senyum itu berubah dengan tawa cekikan yang menyeramkan, dia berkata

Kenopo koe podo le nyengsarake karo ibu mu sek trukbiangane kae. Koe wong loro petoko neng njero urip ku. >>
Cukup leh ku ngalah. Aku ra bakal meneng wae karo opo sek wis dilakoke menungso siji kae, termasuk bapak lan ibu ku. Kabeh bakale oleh balesane.
(Kenapa kamu sama menyedihkannya dengan ibu mu yang jalang itu. Kalian berdua petaka dalam hidup ku. Cukup aku mengalah. Aku tidak akan tinggal diam atas apa yg sudah dilakukan wanita jalang itu, termasuk Ayah dan ibu ku. Semua akan menanti karmanya)
****************Keadaan Di Luar Rumah*****************
Bola api itu tidak akan bisa keluar dari pasak yang ku tanam, bila sedari dulu Mas Nar (kakek Rina) melakukan ini, maka kita tidak akan mengalami kejadian yang sama, tapi rasa sayang kepada putri bungsu nya (Rita), membuat dia melepaskan Darto.
Seharusnya ku lenyapkan parasit kecil itu sedari dulu, sebelum dia menjadi buas.
Begitulah perkataan pria tua yg dikenal warga dengan panggilan Mbah Nor, beliau merupakan adik kandung dari mbah Nar yang jua guru dari Pak Man, bisa dikatakan Mbah Nor merupakan salah satu saksi hidup yang mengetahui awal petaka dikeluarga Rina.
Mbah Nor sejatinya jauh lebih sakti dibanding Pak Man namun janji nya kepada sang kakak, yang tidak akan ikut campur, membuat beliau enggan untuk membantu.
Namun cerita kali ini jauh berbeda, dimana Mbah Nor merasa apa yang dilakukan Darto sudah keterlaluan dan tidak dapat ditoleren lagi.
Mbah Nor masih fokus memandangi rumah tersebut, sesekali dia tampak terdiam mencoba menerawang untuk melihat sudah seberapa jauh kehancuran yang diciptakan oleh Darto.
Dia juga menyadari Pak Man dan yang lainnya sudah mencapai ambang batas kekuatan mereka, bila Darto tidak segera dihentikan maka mereka semua akan menanti ajal.
Seorang pria lari dengan tergesah gesah, napasnya seakan berpacu dengan ayunan kaki yang terus menerjang dan membabat jalanan setapak. Sayup sayup terdengar teriakan nya bergema dimalam yang hening ini.

“Mbah Nor ... Mbah Nor.... Darto sudah ketemu!!”
Suara itu sejenak mengalihkan perhatian Mbah Nor dan warga yg menanti disana. Pria itu bernama Rudi, dia merupakan salah satu pemuda Kampung.

“Mbah saya lihat Lek Darto diladang, tepat nya didalam gudang miliknya”

“kamu yakin ?”

“ benar mbah, saya yakin 100%”.
Mbah Nor tampak terdiam sejenak dikeheningan malam, langkahnya berjalan menuju ke salah 1 pohon yang ada disana, sembari membaca mantra Mbah Nor memukul pohon itu, tak berselang lama Mbah Nor menarik beberapa pasak paku kuning dari pohon itu.
pasak itu diberikannya kepada Rudi, sembari monolehlan pandangan kebeberapa warga, kalian pergilah ikuti dia ketempat Darto, tidak perlu melakukan kekerasan, karna itu hanya akam mendatangkan bala kepada kalian katanya kepada mereka.
“Siap mbah, serempak suara warga menjawab”.

Rudi masih terdiam memandangi pasak itu, “Ini buat apa Mbah ?” tanya nya.

“Tanamkan pasak itu disetiap pintu keluar persembunyian Darto. Cukup lakukan itu saja” jawab Mbah Nor kepadanya.
“Baik Mbah” jawab rudi yang diiringi kepergiannya bersama beberapa warga untuk menuju ketempat persembunyian Darto.

Mbah Nor kembali memandangi rumah tersebut.

“Maafkan Aku Mas, harus melanggar Janji ini, sudah waktunya Darto menerima ganjaran atas perbuataanya”, Ucap Mbah Nor
Tak lama berselang Mbah Nor mengambil posisi untuk bersemedi, dia duduk menyilakan kaki menghadap pintu masuk rumah itu, dari balik kantongnya dia mengeluarkan Kantil dan beberapa helai dau sirih, dia menguncah kantil dan sirih itu sembari mengucapkan ajian Lebur Sekheti.
Didalam rumah, Rina masih beradu tatap dengan Bulek Rita, kali ini Rina tampak sigap, di genggamnya vas bunga yang ada dimeja untuk mempertahankan diri, untuk semua hal gila yang terjadi, Rina tidak lagi merasa aneh akan kehadiran sosok yang tlh masuk ke layat kubur.
“Siapa kamu ? Bulek sudah mati, berhenti mengangu keluarga ku”, tanya Rina kepada nya dengam nada setengah membentak.
Pertanyaan Rina hanya dibalas dengan tawa menyeringai yang mengema didalam ruang ini. Seketika nyali Rina kembali menciut, jantungnya berdebar tak karuan, dan mengetarkan seluruh tubuhnya.
"Pergi… Pergi...”. Kembali rina mencoba membentak sosok demid berwajah Bulek Rita sembari mengacungkan vas bunga yang ada digenggamannya.
Namun perkataan Rina hanya dibalas dengan iringan langkah Bulek Rita yang semakin dekat mengarah ke dirinya, hingga jarak antara Bulek Rita dan Rina hanya sejengkal saja, tercium aroma bau busuk yang sangat menyengat dari dirinya.
“Hari ini kamu yang jadi tumbal Darto” Ujarnya kepada Rina.

Dengan cepat dia mencengkram leher Rina, Rina mencoba melawan dengan memghantamkan vas bunga yang digenggam nya kearah kepala Bulek.

Prak,,, Prak,,,
Hantamkan itu berkali kali diayunkan nya ke arah Bulek sampai pas itu pecah, namun tidak sedikitpun Bulek Rita melepaskan cengkramannya, hingga akhirnya Rina terpaksa menusukan sisa beling vas itu ke arah bola matanya.
Bulek Rita melepaskan cengkraman, dia histeris meronta sembari memegang matanya, Bulek Rita memegang bola mata kirinnya yang sudah terlepas, >>
tatapannya sungguh mengerikan, dia berlari dan kembali mencengkram Rina, kali ini dia semakin beringas, dia menghempaskan Rina kelantai, yang diikuti injakan kaki secara bertubi tubi kearah perut Rina.

“Ampun. . Ampun Bulek. Ampuni Rina” teriak ku mengiba
“Apa Ampun? Ini belum akhir, kau harus membayar segala kelakuakan ibu mu kepada ku, tidak semudah itu untuk mati”. Balasnya ketus.

---------------------
-------------------------

“Kamu masih hidup Man?”,

Seketika Pak Man terbangun dari meditasi nya, tampak Mbah Nor sudah berada didalam rumah.

“Biar aku turut membantu. Kita harus cepat menghentikan Darto” Ujar Mbah Nor yang dibalas angukan kepala oleh Pak Man.
Kehadiran Mbah Nor, cukup mengentarkan ingon ingon yang ada disana, lelembut itu melepaskan warga yang ada dikamar itu, pandangan mereka tertuju hanya kepada Mbah Nor, mereka tampak ketakutan dan sangat terusik dengan kehadiaran Mbah Nor disana.
“Tua Bangka sialan, kau masih hidup, jangan ikut campur urusan kami bila kau masih mau menikmati sisa hidup mu, Kami hanya menjalankan tugas dari Darto”, kata salah satu lelembut berparas kuntilanak yang berusaha mengintimidasi Mbah Nor.
Mbah Nor hanya tersenyum. Dia mengangkat tangannya dan mengarahkan kearah setan berujud kuntilanak itu, setan itu seolah tertarik dan menuju ke arah tangan Mbah Nor, dengan seketika Mbah Nor mencengkram nya.
“Saya mulai dari kamu ya?” Ujar Mbah Nor.

Mbah Nor langsung mengigit leher kuntilanak itu, memakan seluruh daging dilehernya, sebelum memutuskan kepala dan tubuh kuntilanak itu dengan tarikan tangannya.
Warga yang masih sadar tampak memandang ngeri. Bahkan Pak Man sekalipun tidak dapat berkata apa apa melihat begitu mengerikannya ilmu lebur sakheti yang dimiliki Mbah Nor.
Mbah Nor tidak tampak seperti seorang manusia lagi. Dia bagai binatang buas, tatapan nya kosong dengan bola mata yang semua menghitam mengaung seperti harimau. Mbah Nor seolah menikmati setiap gigitan daging lelembut, tak terhitung sudah berapa banyak dia memakan lelembut itu.
------------------

Rina terkapar tak berdaya, seluruh badanya lebam. Dia pasrah menanti sakaratul maut di detik nafas penghabisan.

Sejenak Bulek Rita menghentikan penyiksaan, Bulek duduk diatas tubuh Rina.
“Kamu tidak boleh mati dulu, ini baru permulaan, aku yang boleh menentukan kematian mu” Katanya kepada rina.
Bulek Rita mencium kening Rina, sesekali dia menjilati darah yang bercucuran di wajah hingga bibir Rina, kemudian dia memprateli pakaian rina hingga bugil tanpa sehelai pakaian.
Bulek Rita tampak tertawa memandang hina ke arah Rina.

“Azal ku mungkin hari ini, tapi Karma Ku akan menjadi beban mu” Ucapnya pada Rina.
Dengan seketika Dia memasukan tangan nya menembus kelamin Rina, hingga tampak tangan itu seperti sampai kedalam perut Rina, Tangan itu tampak menari seoalah mengobok isi dalam perutnya.
Rina menjerit sejadi jadinya, tubuhnya terasa panas terbakar. Perut Rina membuncit layak nya wanita hamil, sementara Bulek Rita hanya tertawa melihat rasa sakit Rina. Sesaat kemudian Bulek Rita mencabut tangannya, perut itu seketika kempis dan rina kehilangan kesadaran.
Bulek Rita tertawa puas, ditengah tawanya dia mulai memuntahkan darah hitam.

“Bangsat kau Nor...” Teriak Bulek Rita mengelegar
“Duarrrr. ..... “ terdengan suara mengelar yang merobohkan atap rumah.
Benda yang meledak itu adalah kilatan api yang sedari tadi berterbangan di atas Rumah, terlihat kilatan itu terbang menyambar Bulek Rita, dan seiring dengan serangan itu Mbah Nor dan Pak Man kini ada dihadapannya.
“Hentikan semua, hanya orang bodoh yang menghukum seorang anak kecil atas dosa orang tua nya” Mbah Nor mebuka pembicaraan.

“Diam... Diam kau Bangsattt.....”
Mbah Nor berjalan mendekati Bulek Rita yang meronta kesakitakan. Mbah Nor mengambil pasak dikantong bajunya, lalu menusuk pas di jantung Bulek Rita. Seketika bulek mengeliang, berteriak, memaki Mbah Nor dengan sumpah serapah.
Sosok itu terbakar dan menampakan ujud aslinya, dia merupakan Dewudo, ingon peliharaan Pakle Darto.
“Lepaskan aku orang tua sialan, Aku hanya menjalankan tugas dari Darto”. Teriaknya

Pandangan Mbah Nor terarah ke salah satu sudut, dia berjalan untuk segera mengambil bungkusan putih tanpa mengindahkan makian Iblis telanjang itu. .
Mbah Nor mengengam bungkusan itu, yang membuat Iblis itu seketika semakin meronta.

“Kau tak akan berani Nor. Demi Perjanjian darah yang bersemayam diseluruh jagat ini. Aku bersumpah akan membunuh kau dan seluruh keluarga mu, bila kau mencoba mengenyahkan ku” Bentak sang Iblis.
Mbah Nor masih memandangi bungkusan itu, perlan dia mulai membuka, seketika Mbah Nor merasa jijik saat melihat isi bungkusan. Santet itu berisikan beberapa helai rambut yang dililitkan ke leher seorang Janin. Janin itu masih berdenyut seolah hidup dan tidak diperbolehkan mati.
Bakar ini segera Man. Katanya kepada Pak Man

“Jangan…. jangan…”. Iblis itu memohon.

Pak Man langsung mengambil media ilmu hitam tersebut dari tangan Mbah Nor, dengan sigap Pak Man menyalakan api, dan melempar Janin itu kedalam nya.
Iblis itu mengeliang meronta kepanasan, kulitnya melepuh seperti ikut terbakar.

“Bangsat.... Ini belum berakhir. Kalian akan Mati semuanya”. Jeritnya kembali mengelegar di ruangan tersebut.
--------------

“Bagaimana ini Rud?”, tanya seorang warga kepada Rudi.

“Ya kita tunggu aja, sesuai dengan arahan Mbah Nor” jawab Rudi.

Suara meronta mengelar dari dalam gubuk itu.

“Panas.. Tolong...”

Brak.....

Terlihat Darto keluar dari gubuk itu, Darto meronta kesakitan.
Dilihatnya ada warga yg berada didepan gubuknya, Darto mencoba berlari, namun dia seperti terhalang tembok gaib, setiap kali dia mencoba berlari, dia terjatuh dan tidak bisa kabur dari sana.
“Kalian semua mau mati!!!! Pergi Asu…. Panas.. Panas...” Teriak memaki sembari menahan sakit ditubuhnya.
Seluruh kulit Darto tampak mengelupas seperti terbakar, Darto berlari kembali kedalam rumah berharap keluar dari celah jendela. Rudi dan beberapa orang lain hanya terdiam melihat apa yg terjadi pada Darto.
Didalam rumah Darto mulai tidak berdaya, tubuhnya ambruk seiring badannya yang mulai mengeluarkan nanah dan tampak gosong.
“Sudah saatnya Darto, saatnya kau membayar janji mu. Dewudo ada didepan Darto.

Wajah Darto terlihat pucat, dia sangat ketakutan.

“Tidak.. tidak.... Aku tuan mu”. Kata Darto kepada demid tersebut.
“Apa Tuan kau bilang????, ini hanyalah kesepakatan. Waktu perjanjian sudah tiba, sekarang jiwa mu milik ku”. Bentak si iblis yang diikuti cambukan rantai besi kearah tubuh darto, Iblis itu mengikat leher Darto dengan rantai yang dibawanya.

Darto memelas ampun kepada sang Iblis.
“Sumpah mu adalah kesepakatan kita”, seketika Iblis itu menarik jiwa Darto dari tubuhnya.

Darto menghembuskan nafas terakhir nya, tubuh gosong terbakar penuh dengan nanah yg menjijikan.
Catatan kecil masih membekas di malam tak bertuah. Jeritan kesedihan senantiasa bersahutan seiring dengan satu persatu korban yang ditandu keluar dari rumah pertempuran, dan tiada tangis yang >>
lebih haru diheningnya malam, ketika Mbah Uti ditandu keluar, sementara Rina sendiri harus dilarikan kerumah sakit beserta beberapa orang lainnya.
Mbah Nor merupakan orang terakhir yang keluar dari rumah itu, sedikit berbeda, Dia layaknya orang linglung, kakinya terus menapaki jalan tanpa sepatah katapun, sejenak dia tertegun dan hanya memandang warga yang masih ada disekitar rumah itu.
“Mau kemana Mbah??” tanya seorang warga kepada nya.

Tiada jawaban dari Mbah Nor, dia kembali melangkah dan berlalu tanpa penjelasan sedikitpun. Langkahnya cepat membelah malam, tak pernah terpikir air mata akan menetes lagi di wajahnya.
“Walau bagaimana pun aku sudah mengangap Darto sebagai anak kandung ku”. Ucapnya didalam hati.
Sesaat Mbah Nor tiba di tempat persembunyian Darto. Didapatinya warga masih berjaga di depan rumah, tanpa ada seorangpun yang berani untuk masuk ke dalam rumah itu.

“Mbah..” Ucap Rudi memangil dirinya. Mbah Nor memandang Rudi dan warga lainnya.
“Sudah, semua sudah selesai, kalian pulanglah, biar aku yang mengurus Darto” Jelas Mbah Nor kepada mereka.
Warga merasa heran, namun tiada yang berani membantah omongan Mbah Nor, mereka semua dengan tertib pulang kerumah, hingga hanya Mbah Nor yang tersisa disunyinya malam, langkah nya trhenti seolah tidak sanggup untuk menerima kenyataan. Mbah Nor menangis, dia berlutut memohon maaf
Brak...

Terdengar suara bantingan pintu dari arah rumah itu, Mbah Nor memandangi rumah itu didapati nya pintu rumah sudah terbuka.

“Kesini nak” Ucap Mbah Nor.

Seketika sosok Mayat Darto berdiri dari posisinya, mayat itu berjalan dengan kondisi tubuh yang memprihatinkan.
“Pak.. sakit pak.Maaf..Tolong Maafkan Darto pak” kata Darto kepada Mbah Nor.

Mbah Nor menagis menatap ke arah Darto.

“Bapak sudah memaafkan mu”, katanya sayu kearah Darto.
Darto tersenyum seolah melepas beban didalam hidup nya. Tubuh Darto seketika ambruk pas di depan Mbah Nor. Mbah Nor semakin histeris, tangis nya pecah seolah tidak percaya anak kesayangannya telah tiada.
--------------------

Cepat .. Cepat... masukan dia ke kamar operasi sekarang juga, teriak salah satu dokter jaga di malam hari itu. Para perawat dengan sigap menyorong sosok wanita mungil melewati lorong sempit rumah sakit untuk menuju kamar operasi.
Sesaat berlalu sosok itu telah sampai pada satu ruangan, 1, 2 dan 3 x bius harus bersarang ditubuh, ditubuh Rina yang malam itu masih harus berjuang melawan maut diatas ranjang operasi, beberapa tulang rusuknya patah >>>
>> daging tampak menganga dari beberapa bagian, dan darah segar yang sedari tadi mengalir membasahi seluruh tubuhnya.

Mulutnya sayup mengulang perkataan “dewudo, aku tuan mu saat ini”.
*********

“Kalian saudara wanita ini? boleh kita bicara diluar sebentar”, kata dokter itu sembari mengajak Galih dan Dwi meninggalkan Ruangan Inap.

“Benar kalian saudara nya?” tanya nya kembali.

“Iya dokter, dia kakak kami” jawab Galih kepada nya.
"Begini mas, kita sudah mencoba melakukan yang terbaik sebisanya, dan sampai saat ini saudari mas belum juga melewati masa kritisnya, yang bisa kita lakukan sekarang hanya berserah, bila dalam 2 hari dia tidak siuman, ada baiknya kita mengikhlaskan nya”.
Galih dan Dwi tampak termenung mendengar penjelasan dokter terkait. Galih menghela nafas panjang.

“Baik dokter, semoga mbak saya dapat sembuh”, jawabnya penuh ragu setelah mendengar penjelasan dari dokter tersebut
“Bagaimana ini mas ? apa mbak Rina akan mati juga” kata Dwi.

“Hus.. Jaga ucapan mu dek, jangan pikir yang aneh aneh. Mbak Rina pasti sembuh”

“Kalaupun sembuh apa Mbak Rina mau memaafkan kita?” ucap Dwi menatap Galih dengan serius.
belum sempat galih menjawab pertanyaan Dwi, suara erangan memecah konsentrasi mereka.

Arggg....Arggg.... samar suara erangan terdengar dari dlm ruangan itu.

“Suara apa itu dek ?”

“Mba Rina mas”. Jawab dwi yg diiringi langkah lari mereka ber 2  bergegas masuk ke ruangan.
"Astaga... Mbak.....” Teriak Galih dan Dwi kaget melihat sosok Rina yang telah berdiri diatas ranjang, dengan rambut terurai menutupi wajahnya, dari mulutnya terdengar suara mengerang seperti orang yang kerasukan. Galih dan Dwi masih tidak dapat mempercayai apa yang mereka lihat
“ Mbak sudah sadar?” tanya Galih mencoba melawan rasa takut, sekalipun dia tau saat itu Rina dalam posisi kesurupan.

“Dia tidak akan pergi sebelum mengambil Pisungsung Getih yang telah diperjanjikan, tidak akan ada Jiwa yang bisa selamat”.
Mendengar perkataan itu sontak menyiutkan nyali Galih dan Dwi.

“Dwi takut mas”, pelan suara Dwi memegangi galih.

“Tenang dek, mas janji jaga kamu. Kita tidak akan kenapa kenapa”.
Hahahahaha...... Ketawa Rina memenuhi seisi ruangan seiring lampu ruangan yg tetiba padam, galih dan dwi terkaget histeris berteriak saling memangil satu dan dan lainnya, belum lagi Galih merasakan seseorang memegang pundaknya dengan erat, dia menyadari ada sosok lain yang >>
>>berada di belakangnya saat ini, dan dia meyakini itu bukan tanggan adiknya Dwi.

“Lepaskan …” Teriak Galih yg diikuti kembali dengan hidupnya penerangan diruangan itu.
“Kamu seperti bapak mu, PENAKUT” ucap seseorang yang memegangi pundaknya, suara itu tampak tidak asing, iya itu suara Mbah Nor yg secara misterius hadir diruangan itu.
“Mbah?’ Ucap Galih dan Dwi. Kehadiran Mbah Nor seketika merubah keadaan ruangan, Mbak Rina kembali pada posisi tertidur kaku melawan masa kristisnya, sementara lampu yg tadi padam kembali memberikan penerangan.
“Tidak perlu menatap saya aneh begitu, apa salah Kakek menjemuk cucunya ?” tanya Mbah Nor kepada mereka. Kehadiran ku disini hanya untuk mengingatkan kalian, dan memberitau apa yang sebenar nya terjadi.
Mbah Nor berjalan ke arah Rina, dipandanginya Rina dengan penuh iba, sesekali tangannya mengusap wajah Rina, dia kemudian duduk di samping ranjang.
“Tau apa itu Dewudo?” Kata Mbah Nor kepada mereka sembari matanya masih menatap Rina.

“Dewudo atau Demid wudo (Setan Telanjang) begitulah warga menyebut Iblis jahanam ini. Tau siapa yang mengundang nya?” Tanya Mbah Nor kembali seraya menatap Galih dan Dwi.
“Bapak mu Darto, Bocah ingusan yang gelap mata hanya karna patah hati, Darto itu kekasih Bude mu, hanya saja banyak jalan terjal dicerita cinta mereka, tembok penghalang itu bernama Rita, ibuk mu sendiri, yang juga menaruh hati ke bapak mu”.
“Aku mengenal Darto lebih dari siapapun di Desa itu, bapak mu anak yang baik. terkadang aku berpikir Rita lebih baik mati saja” Ketus Mbah Nor kepada Galih dan Dwi.

Terlihat mereka kesal dengan ucapan kasar Mbah Nor, Mbah Nor hanya tersenyum dan melanjutkan ceritanya.
"Kalian boleh marah kepada Ku, tapi setidaknya inilah kenyataannya. Darto tidak pernah tau kalau ibu mu mengancam untuk bunuh diri bila bude mu menikah dengannya. Hal ini yang membuat Mas Nar, Mbah mu, memohon ke >>
>>Bude mu untuk mengakhiri kisah cinta mereka. Bude mu sagat menyangi keluarganya lebih dari cintanya ke Darto. Sayangnya hal itu juga yang membuat Darto gelap mata dan memulai petaka”.
“Bapakmu hanya ingin memikat keluarga ini agar dirinya dapat diterima, tapi itu hanya angan Darto semata, diluar dugaan Bude mu sudah memilih pria lain yang semakin membuat Bapak mu kehilangan akal sehatnya yaitu

“Bersekutu dengan iblis, itulah jalan yang telah dipilihnya”.
1976 jauh didalam hutan, seorang pria mengiktiarkan hujatan kepada Tuhan sang maha pencipta. Pria itu datang untuk menjual jiwa, demi dapat membalaskan dendam nya.
Tepat 7 hari 7 malam dia menjalankan ritual santet janji janin, santet yang mengikat perjanjian dengan tumbal darah seluruh keluarga.

“Dan Pria itu adalah Ayah mu Darto”.

End Janji Janin part 1 - TBC part 2.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Nyata

Nyata Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @nyata74042956

Jul 29, 2022
"Tumbal"
Aku akan mati disini.

Berdasarkan cerita narsum, all tempat, nama disamarkan, no comot comot tanpa izin.

Jangan lupa bantu ramaikan.

Salam hi...hi ..hi ... Image
pemerintah menamai agenda Transmigrasi di era tahun 80 an, sebuah program yang
dirancang untuk meningkatkan ekonomi nasional, membuka lapangan pekerjaan seluas
mungkin dan jua untuk melakukan pemerataan populasi penduduk agar tak hanya
tersentral di pulau jawa.
Sasaran pemerintah pastinya terfokus pada penduduk di pulau jawa, karena
memang selain tingkat populasi yang sudah sesak tidak beriring sejalan dengan
lowongan pekerjaan yang masih minim, hal itu pula yang membuat banyak warga yang
hidup dibawah garis kemiskinan, ~~
Read 87 tweets
Jun 7, 2022
Jalan ke Neraka
"Dia selalu menghantui"

Nocomot comot tanpa izin.

@IDN_Horor
@karyakarsa_id
@bacahorror
#horor #susuk

Bantu RT/likes ya sahabat nyata.
Hatur tq.

Salam hi..hi..hi... Image
Kau dengar? Tidak kah kau dengar? Kisah horor dalam secarik kertas buram, goresan singkat bertintakan darah, tentang hari dimana satu kesalahan membawa malapetaka.

Ku ceritakan pada mu dalam sebuah tulisan, yang mungkin hanya engkau anggap cerita fantasi semata.
Bukan... Bukan... Itu yang ku maksud, kau tak akan pernah percaya.

"Tolong aku, dia selalu menghantui"
****
Read 92 tweets
Jun 2, 2022
100 hari (tawa Kematian)

@IDN_Horor
@bacahorror
@BacahorrorCom

Nocomot comot tanpa izin.

Hatur Tq.

Salam hi..hi..hi.. Image
100 Hari.

Sirine ambulance nyaring memohon dibukakan jalan pada lintasan protokol yang padat lalu lalang kendaraan.

Didalam ambulance terdapat sekujur tubuh pria gempal yang menanti waktu untuk disemayamkan, tidak ada seorang pun berada disana,
~selain seorang sopir yang memang memiliki kewajiban dari tempat dia bekerja untuk mengantarkan jenazah tersebut kembali pada keluarganya.

Tak lama berselang lintasan padat pun terlewati kini mobil jenajah melaju dengan sangat cepat pada jalanan yang pula mulai sepi.
Read 145 tweets
Feb 16, 2022
"WAYANG SI DALANG"

Nocomot - comot tanpa izin.

@IDN_Horor @Penikmathorror @P_C_HORROR @autojerit @ayuwidypramono @BacahorrorCom @bacahorror

Salam hi..hi..hi.. Image
Pagi itu aku berada pada titik terendah, tanpa dapat menemukan satu hal yang mungkin bisa ku jadikan semangat dalam mengayomi sisa kehidupan.

Impian yang sudah beberapa tahun ku rancang terasa sia sia, lebur bersama dengan isak tangis yang sedari tadi tak dapat ku bendung.
Walau beberapa kali sanak saudara sudah mencoba menenangkan, tetap saja kaki ini seperti engan untuk beranjak, tangan ku terus memeluk erat tubuh Mbah Wir yang sudah terbujur kaku, terbungkus kain putih itu.
Read 248 tweets
Feb 9, 2022
Preman Tarba Vol IV

"Akhir Cerita"

Nocomot comot tanpa izin,

Hatur tq.

Salam hi..hi..hi...

Desain by canvas apk Image
Hotel Darlawangsa dipenuhi oleh aparat berbaju coklat serta para pemburu berita, satu kejadian besar telah terjadi, Pembunuhan berencana wartawan senior menjadi Headline yang menghiasi halaman utama setiap media cetak.
Hasil rilis dari olah TKP yang dilakukan oleh pihak berwajib, mengindikasikan Cinta Segi 3 menjadi motif Si penguasa dunia Malam bernama Jhony untuk menghabisi Kirno.
Read 246 tweets
Jan 22, 2022
Alkisah di tahun 80 an hidup seorang Janda, umur nya sudah menginjak usia 57 tahun, dirinya memiliki 4 orang anak, anak pertama bernama Rina memiliki 1 orang anak, sementara anak ke 2 nya Mukti memiliki 6 orang anak, dan Giman dengan 5 orang anak.
Satu anak lainnya yg bernama Evi sudah berpulang terlebih dulu menghadap Sang Maha pencipta.

Ok mari kita mulai, satu ketika Si Wanita uzur tersebut mengumpulkan 3 anak nya, untuk membagikan harta, ~~
~dengan harapan ketika dia telah tiada, ke 3 anaknya tidak akan meributkan perihal hartanya yg melimpah tersebut.
Singkar cerita semua sudah dibagi rata, dan hanya menyisakan rumah yg saat ini ditempati olehnya, Si wanita sebenarnya ingin memberikan rumah itu ke cucu nya dari ~~.
Read 235 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(