SIAPA BILANG SOEKARNO-HATTA TAK TERLIBAT PADA SO 1 MARET 1949?
.
.
.
Fatal, bila peran Soeharto dihilangkan dalam Keppres No 2 Tahun 2022. Apalagi saat berbicara terkait Serangan Umum 1 Maret. Itu kata para penggemar film janur kuning …
Penggemar film Janur Kuning dijamin akan marah. Bagi mereka, siapa sosok paling berperan dalam peristiwa itu sudah CLEAR.
Di sisi lain, kenapa peran PDRI tak disebut dan jabatan Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Menteri Pertahanan harus diungkap, jelas adalah sebuah kesalahan. Itu juga mereka teriakan.
Bukan hanya itu, ketika nama Soekarno dan Hatta justru tercantum dengan mentéréng di sana, itu benar-benar seperti menyiram minyak pada bara api. Mereka MARAH.
Pada perkara legalitas, argumen mereka bahwa Soekarno telah memberikan surat kuasa pada Syafruddin Prawiranegara dan maka pemerintahan yang sah adalah PDRI di Sumatera, memang terlihat bukan alasan mengada-ada.
Itu alasan logis yang dapat diterima. Ada pemerintahan baru hadir maka pemerintahan yang lama, pemerintahan di Jogja seharusnya sudah demisioner.
Tapi mereka lupa, atau paling tidak, mereka tidak berusaha menyebut bahwa pada saat yang sama, Soekarno juga membuat surat kuasa pada Duta Besar RI di India Dr Sudarsono, Menteri Keuangan AA Maramis dan wakil RI di PBB LN Palar.
Soekarno membuat beberapa surat serupa demi jaring pengaman. Bila PDRI gagal membentuk pemerintahan sementara, penerima surat yang lain dapat menggantikannya. Itu dimaksud agar tak ada kevakuman pemerintahan setelah pemerintahan Jogja runtuh.
Di sisi lain, mereka juga tak menyebutkan data bahwa saat Surat Kuasa itu dikirim, ada 4 menteri yang tidak tahu menahu terkait keberadaan surat kuasa kepada PDRI karena mereka sedang berada di luar Jogja saat kejadian.
Keempat orang itu adalah Mendagri Sukirman, Menteri Persediaan Pangan Kasimo, Menteri Kehakiman Susanto dan Menteri Pembangunan dan Pemuda Supeno.
Ketika banyak surat dibuat, dan tak berjarak waktu dengan saat Soekarno ditangkap, siapakah boleh merasa paling berhak?
Seharusnya memang PDRI. Namun, siapakah sanggup menjamin bahwa itu adalah yang paling benar dengan kondisi kacau balau saat itu?
Siapa hakim penentu terkait sudah diterima dan tidaknya surat itu oleh para pihak misalnya?
Faktanya, pada 21 Desember 1948, dua hari setelah Soekarno dan Hatta ditangkap, keempat menteri tersebut justru sudah mengadakan rapat.
Hasil rapat tersebut telah pula disampaikan kepada seluruh gubernur militer I, II dan III, seluruh gubernur sipil dan residen di Jawa dengan berita bahwa pemerintahan pusat diserahkan kepada tiga orang menteri yaitu menteri dalam negeri, menteri kehakiman dan menteri perhubungan.
Artinya, meski benar bahwa PDRI adalah pemerintahan yang sah secara hukum manakala pemerintahan Jogja runtuh, ada fakta lain yang saat itu tetap berjalan.
"Terkait Serangan Umum 1 Maret, bukankah Soekarno dan Hatta sedang dipenjara dan maka tak mungkin beliau berdua itu bisa menyetujui apalagi menggerakkan perang tersebut?"
Pernyataan bahwa Soekarno dan Hatta tak lagi dapat berbuat apa-apa karena sedang dipenjara, jelas butuh banyak rujukan. Ada cukup banyak saksi dan bukti bahwa mereka berdua dapat berhubungan dengan pihak luar.
Pemenjaraan para pemimpin Indonesia tersebut tak harus diterjemahkan dengan tak bisa dijenguk atau tak bisa diajak bicara terkait kepentingan banyak pihak.
Bukankah perundingan Renville yang dilanggar Belanda telah melahirkan konsep Komisi Tiga Negara yakni Belgia, Australia dan Amerika Serikat?
Artinya, Belanda tak mungkin serta merta menutup potensi dari ketiga negara itu untuk melakukan penyelidikan dan melakukan kunjungan pada Soekarno, Hatta maupun Syahrir dong?
Faktanya, bukti adanya arsip atau dokumen komunikasi antara Hatta dan Mohammad Roem dengan Komisi Jasa Baik bentukan UN sepanjang 54 halaman dan disimpan sebagai koleksi UN atau PBB banyak beredar bukan?
Itu bukti bahwa meskipun di dalam penjara, mereka masih tetap dapat berkomunikasi. Itu adalah fakta yang tak butuh perdebatan.
Bila fakta bahwa mereka dapat bersurat, kenapa kita menutup kemungkinan bagi keduanya terkait rencana serangan 1 Maret misalnya? jadi, kalau cuma menyetujui, itu sesuatu yang sangat mudah dong?
Ketika bicara termin waktu, dokumen milik UN itu ternyata berbicara pada rentang Januari hingga Februari 1949. Itu adalah waktu antara kejadian digelarnya Konferensi Asia sekaligus Sidang Dewan Keamanan PBB.
Bisa jadi, mereka justru terlibat dalam dua perundingan itu meski hanya dengan surat menyurat saja bukan?
Apakah makna menggerakkan dan menyetujui harus terkait dengan fisiknya yang harus hadir? Dua nama Soekarno dan Hatta tercantum sebagai pihak yang menyetujui dan menggerakkan dalam Keppres itu kini menjadi masuk akal.
>>>>>>
Sejarah mencatat bahwa Konferensi Asia digelar pada 20-23 Januari 1949 oleh Perdana Menteri India Jawaharlal Pandit Nehru sebagai jawaban langsung atas kelakuan gila Belanda yang kembali melakukan agresi pada Republik Indonesia.
Luar biasanya, konferensi Asia yang berlangsung di India itu dihadiri oleh 19 Negara. Empat negara sebagai peninjau yaitu: China, Thailand, Nepal dan Selandia Baru;
dan 15 sebagai peserta penuh yaitu: Afghanistan, Australia, Burma, Sri Lanka, Mesir, Ethiopia, India, Iran, Irak, Libanon, Pakistan, Filipina, Arab Saudi, Siria, dan Yaman.
.
.
Dan lebih luar biasa lagi, tiba-tiba Dewan Keamanan PBB pun langsung melakukan sidang guna membahas tuntutan tersebut. Dalam pertemuan pada 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi
"Bukankah dalam 2 perjanjian terakhir kita selalu dikadali Belanda? Kenapa kini seolah jadi di atas angin?"
Yang jelas, sejak Indonesia menggilas pemberontakan PKI Madiun 1948 sebelum Agresi Belanda II, cara pandang Amerika Serikat pada negeri kita mulai berbeda.
Dan data berbicara bahwa itu ada peran kuat Hatta.
.
.
Secara politis, itu jelas membuat AS senang. Dan kita tahu perang ideologi antara barat dan timur baru saja mulai. Secara perlahan, AS mulai melihat sisi untung posisinya bila lebih berpihak pada Indonesia.
Fakta itu terkuak manakala AS sempat mengancam Belanda dengan pembatalan bantuan dalam program Marshal Plan. Ancaman itu pernah dilakukan oleh Menteri Luar Negeri AS Dean Acheson kepada Menteri Luar Negeri Belanda Dirk Stiker pada Maret 1949.
Menlu AS Acheson meminta Belanda bergerak dengan sangat cepat untuk memulai perundingan serius dengan kaum nasionalis Indonesia dengan tujuan memberikan kemerdekaan yang murni. Jika tidak, maka AS terpaksa harus mempertimbangkan penarikan bantuan keuangannya ke Belanda.
Siapa tak takut dengan AS? Faktanya, setelah itu, perundingan Roem Royen digelar sebagai pintu masuk KMB dimana kelak Indonesia Merdeka benar-benar terwujud.
Meski namanya tak tercantum dalam Keppres, yang pasti pada kajian Naskah Akademik Keppres No 2 tahun 2022 nama Soeharto disebut sebanyak 48 kali. Dan itu menunjukkan bahwa negara mengakui PERANNYA YANG SANGAT BESAR.
.
.
.
______
Ilustrasi diambil dari banyak sumber
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
SRI MULYANI DAN BASUKI HADI MEMANG DUA TANDUK JOKOWI
.
.
.
Basuki Hadimuljono dan Sri Mulyani sepakat untuk menunda waktu pemberlakuan Tapera.
“Dari kapan ke kapan?”
Dari tahun 2027 ke waktu yang belum beliau sebut.
“Emang pak Jokowi ingin Tapera itu diberlakukan lebih cepat?”
Dalam PP terbaru, PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020, beliau bicara terkait iuran wajib. Jokowi memberlakukan iuran wajib Tapera bagi pegawai negeri maupun pegawai swasta.
Harus diingat, PP itu lahir karena perintah konstitusi. Presiden wajib mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) setelah DPR mengesahkan sebuah UU, dalam hal ini UU No 4 tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
Para wakil rakyatlah yang menggagas, mendiskusikan, mengesahkan UU itu dan lalu konstitusi mengharuskan Presiden membuat PP nya.
Dan Jokowi melalui PP terbaru tersebut tidak bicara atau merubah jangka waktu. Itu masih sama dengan isi PP lama, PP Nomor 21 tahun 2020 yakni 7 tahun atau tahun 2027.
Bantèng perkasa jelas adalah Jokowi. Dia memporak porandakan kemapanan tanpa teriak jumawa. Konon hanya dengan kerja, kerja dan kerja, tiba - tiba dia melampaui ekspektasi banyak pihak.
Sama seperti bantèng seharusnya, Jokowi pun bersenjatakan dua tanduknya, BASUKI dan Sri Mulyani.
Ketika kita bicara duet dua orang ini, ribuan kilometer jalan sebagai urat nadi sebuah bangunan ekonomi negara dengan puluhan bandara serta puluhan pelabuhan dan ribuan infrastruktur dalam bentuk lain terbangun melayani publik plus dengan fiskal terjaga adalah bukti tak terbantahkan.
Luar biasanya, sebagai orang yang sudah dianggap pahlawan, keduanya tak bicara politik, pun posisi. Tak bicara pilkada apalagi pilpres untuk karir dirinya. Berdua, mereka bekerja profesional hanya pada tupoksinya saja. Basuki bertempur di ranah eksekusi, Sri Mulyani menyediakan semua pelurunya sambil tetap menjaga ruang fiskal yang ada.
Sebagian besar dari kita pernah sangat berharap bahwa UU Perampasan Aset Koruptor benar bisa diberlakukan. Tapi harapan itu pupus saat hampir semua fraksi di DPR tak beranjak ingin membuat tuntas RUU tersebut.
Kita marah pada perilaku banyak pejabat negara ini yang tanpa malu - malu maling duit negara. Lebih lagi, kita muak dengan aturan hukum yang ada manakala si pejabat divonis penjara tapi justru masih dapat perlakuan istimewa di penjara.
Mereka seolah adalah adalah kaum istimewa negeri ini. Mereka jelas bukan bagian dari kita manakala diksi rakyat kita gunakan. Mereka bukan kita dan maka kita sepakat bila RUU Perampasan Aset Koruptor itu diundangkan.
Namun ketika kita bicara tentang sibuk aparat bea cukai yang belakangan ini rajin pungut pajak atas barang bawaan kita dari luar negeri, kita marah. Kita tak sepakat dengan perlakuan mereka pada banyak saudara kita. Kita marah karena bisa jadi kitalah suatu saat nanti adalah si korban.
“Tapi bukankah aparat itu belakangan ini benar keterlaluan?”
Sesekali kita pantas menggunakan angle berbeda. Kita lihat dari sudut yang tak banyak dibicarakan orang terutama sudut pandang orang - orang yang sedang merasa dirugikan.
Tak ada salahnya sesekali kita sedikit melambung dan melihat dari sudut yang sulit dimana justru keributan belakangan ini adalah bias perlawanan para pengemplang pajak yang selama ini sukses bermain dengan oknum bea cukai itu sendiri. Para pelaku jastip misalnya.
JANGANKAN INDONESIA YANG SANGAT KAYA DENGAN RAGAM BUDAYANYA| bahkan Arab Saudi negeri berlimpah minyak saja kini melirik industri pariwisata. Ada potensi devisa sangat besar yang sedang ingin mereka rebut.
Ga tanggung - tanggung, pada sektor ini mereka mentargetkan kontribusi sekitar 10 persen dari GDP pada tahun 2030 dan menerima 100 juta wisatawan per tahun dan menyediakan satu juta pekerjaan.
Tak seperti bangsa kita yang sangat kaya dengan budayanya, mereka membangun konsep wisata mewah.
Beberapa proyek pariwisata ambisius itu diantaranya adalah kota futuristik Neom di Provinsi Tabuk, barat laut negara yang menghadap Mesir di seberang Laut Merah.
BUDIMAN SUDJATMIKO, DIA PASTI ADALAH SIAPA - SIAPA
.
.
.
Kalau saat ini dia benderang berada di sisi sebelah Ganjar misalnya, 100 persen pasti gak ada kisah bulian padanya. Seratus persen ga ada ungkit mengungkit dosa - dosanya yang benar - benar sangat sulit dicari.
Budiman terlalu lurus. Bisa dibilang dia satu dari sejuta politisi kita yang idealis dan maka tetap miskin tanpa data deretan mobil mewah di garasinya.
Dan lalu, ketika korupsi sebagai penyakit paling lumrah yang selalu diidap oleh banyak politisi kita tak pernah bisa menjangkitinya, dia dikuliti soal kemiskinannya. Hutang - hutang pribadinya menarik hati dan minat para pencari dan pencatat dosa.
Berharap Budiman playing victim terhadap pemecatannya, percayalah itu tidak akan pernah terjadi. Budiman jauh dari sifat itu. Sejarah mencatatnya..
Berbeda dengan banyak politisi yang langsung berungkap marah ketika dipecat, dia justru dengan santun mengucapkan terimakasih telah bersama partai sekian puluh tahun.
Terhadap pemecatannya, Budiman hanya akan menjadi semakin besar. Sejarah juga sudah mencatatnya.
Ingat heroik kisah kudatuli 1996 di markas PDI Diponegoro 56? Dia dihabisi oleh rezim Orde Baru karena cita - citanya akan demokrasi. Butuh Jakarta harus dibakar oleh penguasa hanya untuk menghentikan langkahnya menuntut demokrasi itu.