Pagi tadi, Monster Oligarki bergerak di kawasan Thamrin membayangi para perempuan yang menyuarakan pesan perubahan dalam rangka International Women’s Day 2022 (08/03).
Aksi ini mengingatkan kita bahwa perempuan adalah garda terdepan dalam perlawanan terhadap pengelolaan sumber daya alam yang eksploitatif, sistem pembangunan yang patriarkis, serta rakus lahan dan air yang bersemayam di dalam watak Oligarki.
Tak lupa perjuangan perempuan Kendeng menolak pabrik semen hingga ke Istana Negara, juga perjuangan perempuan melawan tambang di Wanonii, Kasimbar, hingga yang terbaru di Wadas menjadi saksinya.
Besarnya kepentingan Oligarki membuat isu perempuan semakin diabaikan. Kita bisa lihat bagaimana UU IKN dikebut dan disahkan dalam sebulan, namun RUU Perlindungan Kekerasan Seksual masih belum juga dibahas dan disahkan sejak diusulkan 2012 lalu.
“Saat ini kita sering melihat justru kaum perempuanlah yang paling banyak menanggung kerugian akibat perampasan lahan dan penghancuran alam. Perempuan berada di garis terdepan untuk melawan ketidakadilan.”
Padahal perlawanan para perempuan terhadap sistem pembangunan yang merusak tidak hanya untuk dirinya sendiri. Perempuan berkontribusi langsung menjaga keberlangsungan alam yang lestari, demi menghidupi keluarganya dan menghindarkan kita dari krisis iklim.
Tentu saja ini menambah beban permasalahan bagi para perempuan, di atas permasalahan lain yang terus terjadi yaitu kekerasan seksual, diskriminasi berbasis gender, dan kemiskinan.
Cek fakta pidato kenegaraan terakhir Pak @jokowi sebagai Presiden RI: antara ucapan dan kenyataan.
Presiden Jokowi menyampaikan sejumlah topik ekonomi, kesehatan, pengelolaan SDA dan transisi energi, serta pengesahan undang-undang problematik seperti UU Cipta Kerja. Apakah pidato itu sudah memaparkan kesuksesan janji Nawacita?
Presiden menyebut pertumbuhan ekonomi tumbuh di atas 5% dan kemiskinan ekstrem menurun. Faktanya, dalam 10 tahun pemerintahan Jokowi, rata-rata pertumbuhan ekonomi hanya 4,2% jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata per kuartal era awal reformasi (2000) hingga 2014 yakni 5,34%.
Presiden Jokowi terus menutup mata atas kegagalan food estate.
Di forum Transforming Food Systems in the Face of Climate Change COP28 di Dubai, UEA, pada 1 Desember 2023, Jokowi malah 'minta' dukungan dana dan teknologi untuk pengembangan food estate.
( ( Adakah seratus? ) )
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi berdalih sektor pertanian dan perkebunan bisa memproduksi biofuel, seperti biodiesel. Jokowi mengklaim food estate bisa menyuplai kebutuhan pangan dan energi global. Padahal, proyek lumbung pangan Jokowi hasilnya jauh panggang dari api.
Aktivis Greenpeace, Walhi Kalteng, Save Our Borneo, dan LBH Palangkaraya menyaksikan langsung kegagalan salah satu food estate pemerintahan Jokowi, yakni proyek kebun singkong di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan menggelar aksi kreatif di sana.
🚨Pemegang saham minta Adaro menghentikan pembangunan PLTU batu bara baru!
Kejadian hari ini di Rapat Umum Pemegang Saham Adaro Energi di Jakarta. Gak hanya satu, tapi dua pemegang saham mengungkapkan keresahan mereka atas rencana Adaro untuk membangun PLTU batu bara baru di tengah Krisis Iklim yang melanda.
Kerasa dong siang yang jadi panas banget? Atau hujan gak gitu besar tapi langsung banjir?
Nah, kita semua sudah merasakan dampak dari Krisis Iklim. Ini akan semakin parah kalau emisi dari PLTU batu bara tidak segera dikurangi dan perusahaan energi tidak serius bertransisi.
Punya harapan untuk melihat tidak ada lagi polusi plastik yang terjadi di sekitar kita? Kita selangkah lebih dekat!
Baru-baru ini, pertemuan United Nation Environmental Assembly 5.2 di Nairobi, Kenya menghasilkan resolusi untuk perjanjian plastik global. Simak yuk.
Pertemuan yang disingkat UNEA 5.2 ini diikuti oleh delegasi berbagai negara dan menjadi wadah untuk menyepakati berbagai prioritas kebijakan lingkungan hidup global, serta acuan pengembangan hukum lingkungan internasional.
Kabar baiknya: UNEA 5.2 menghasilkan resolusi untuk perjanjian plastik global yang berjudul “End Plastic Pollution: Toward an international legally binding instrument” yang diadopsi dari draft resolusi Peru-Rwanda.
Apa yang terjadi di Desa Wadas hanyalah satu dari sekian banyak konflik agraria yang pernah terjadi. Intimidasi yang disusul dengan penangkapan warga terjadi diberbagai daerah perlawanan.
Intimidasi sering terjadi seiring gerakan warga yang ingin memperjuangkan hak memperoleh informasi jelas dan lingkungan hidup sehat.
Saatnya kita bersuara agar pemerintah tidak semena-mena untuk mencapai tujuan pembangunan versi mereka.