Serial #UnderprivilegedGenZ di @projectm_org mendorong diskusi asik ttg kemiskinan dan siapa yg bertanggung jawab atas situasi itu. Individunya sendiri? Ortu? Pemerintah? Masyarakat? Sebuah utas, bagian 1.
Sederhananya, ada 2 mazhab pemikiran di balik debat "siapa yg tanggung jawab". 1. Yg percaya faktor struktural lbh menentukan dan 2. Yg percaya bhw kemiskinan terutama disebabkan krn orgnya kurang kerja keras atau kurang pintar, dan melakukan bnyk keputusan salah.
Di utas Bagian I ini saya akan mengulas kelompok kedua dulu, yaitu school of thought yg percaya faktor individu lbh menentukan ketimbang faktor struktural. Mazhab ini berasumsi semua org “main” di arena yang setara.
Bak lomba lari, tracknya, jumlah rintangannya sama. Aturannya diyakini sesuai u peserta dg kondisi fisik apapun, shg mrk punya kans yg sama utk menang. Menang kalah ditentukan oleh apakah peserta lomba kerja keras mempersiapkan diri atau tidak.
Resep anti miskin mazhab kedua: kerja keras, work smart, kasih org miskin kursus financial planning, sadarkan/didik org miskin agar ga punya anak seenaknya, ksh kesadaran, didik, didik, didik.
Pemikiran ini jg yakin bhw penyebab org miskin jd miskin adalah kebodohan mrk sendiri: hobi minum, tukang judi, merokok terus, pecandu, malas, kurang cerdas, ga KB, ga peduli pendidikan & gizi anak, dsb.
Para pemikir di aliran ini tdk menimbang bahwa "kebodohan2" itu mgkn disebabkan krn kemiskinan di awalnya, lalu terbentuk menjadi lingkaran setan dan downward spiral yg mengungkung.
Sebenarnya, semangat utama dari sebagian pengikut school of thought ini bukanlah mengentaskan kemiskinan, tapi lbh ke keyakinan semua org bisa sukses asal kerja keras. Dan kapitalisme, liberalisme, membebaskan semua org utk jadi sukses.
Siapa sih di antara kita yg ga tahu istilah “American Dream”? Lewat Hollywood, American Dream jd Global Dream juga. Dan ini adalah salah 1 perwujudan paling populer dr mazhab kedua. Siapapun bisa sukses, kaya, asal dia kerja keras, pintar.
Wkt saya ke AS utk program fellowship, ada satu kelas yg pembicaranya org Taiwan yg ke Amerika th 80an dg “modal 1 dolar di kantong”, ga ada modal lain katanya. Berkat kerja keras dia, dia pada 2011-2012 jd pemilik sejumlah bioskop di Maryland dan Virginia.
Kisahnya inspiratif dan kisah macam gini banyak di Amerika, org2nya jg digadang2 jd speaker diundang think tank2 utk menginspirasi bhw Amerika adil, semua org, bahkan non citizen pun, bisa kaya dan sukses asal kerja keras.
Pada 2011 saat saya di AS, narasi ini sbnrnya mulai melemah. Saat itu ada gerakan Occupy Wall Street yg didorong oleh kesadaran bhw kerja keras & pintar tdk cukup. Salah satu triggernya a/ peningkatan juml. kulit putih berpendidikan tinggi (PhD) yg miskin dan sulit cari kerja.
Kulit putih Amerika baru sadar bhw ada faktor lain di luar kerja keras & pintar yg menentukan sukses seseorg. Sbnrnya situasi ini sdh lama terjadi pada org kulit hitam, tp org kulit putihnya sante2 aja. Mrk pikir, yg salah org kulit hitam sendiri, bukan sistem.
Th 2012 saya magang di Street Sense, media utk homeless di DC. Topik liputan saya menguji pertanyaan apa iya anak/remaja kulit hitam yg lahir di disadvantaged hood (Ward 7 & 8) punya kans besar msk foster system, lalu juvenile system (penjara anak), lalu jd homeless?
Jawabannya: IYA. Buat anak kulit hitam lahir di Ward 8 di DC, kemungkinan punya chain bioskop di dua states lbh kecil ketimbang org Taiwan yg mgkn saja cuma punya 1 dolar, tp punya kenalan atau sesama komunitas Taiwan di Cina yg bisa ngasih dia kerjaan.
Si org Taiwan ini juga mgkn ga digebukin sm ortunya pas tumbuh dewasa, bs sekolah sampai SMA tanpa ancaman kekerasan dan narkoba tiap hari. Minimal dia mampu beli tiket pswt ke AS tahun segitu. Meski one way.
Dia datang ke AS dg tekad jd kaya dan sukses, smntr anak muda miskin di AS boro2 mampu mimpi kaya, isi kepalanya tiap hari mgkn cuma: malam ini hrs ngemis2 ke siapa spy bs tidur di aman krn di rumah mgkn digebukin (couchsurfing).
Di Ind, ada penghakiman gini: udah tahu miskin, punya anak terus. Ga KB? Seolah punya anak adalah faktor penentu kemiskinan. Pdhl bs jd sebaliknya, krn miskin, maka tdk KB (kesulitan hidup tdk mengizinkan mrk berencana dan menjawab pertanyaan melampaui "bsk makan apa?").
Satu kali saya dengar org kulit putih ngasih receh ke homeless yg kelihatan mabok di DC, sambil ngasih nasihat: jg mabok, loe miskin krn mabok. Sepintas tak ada yg salah dg pernyataan ini, tp semakin saya liputan ke dalam, banyak yg salah dr pernyataan ini. Kenapa salah?
Komen spt ini diliputi bias dan asumsi org miskin punya kelempangan utk bikin keputusan yang well-informed, punya kapasitas mental utk berencana, bermimpi. Pdhl bs jd hidup mrk hari2 hanya diisi kecemasan makan apa, tidur di mana. Ya ga heran kalau lari ke minuman/drugs.
Sekian dulu. Yg punya bahan bacaan, teori yang perlu dibaca, atau kritik dari pemaparan ini, silakan reply. Komen kasar tdk akan saya tanggapi.
Di utas ini saya napak tilas kebijakan, sikap pemerintah menghadapi Covid-19 sejak Jan. 2020. Mrk konsisten mengabaikan sains & kesehatan masyarakat, dan terus fokus pd ekonomi. Kita hari ini berduka utk banyak org = buah dari arah kebijakan2 itu.
Rupanya PPKM yang disebut darurat ini, tidak darurat2 amat. Buktinya setelah rapat tanggal 29 Juni 2021, Jokowi menyempatkan terbang ke Kendari utk sebuah acara yang tajuknya: akselerasi ekonomi. Tentu ekonomi. beritasatu.com/ekonomi/793923…
Nah berikut daftar sektor "kritikal" yang boleh 100 persen WFO: Semen dan proyek strategis nasional ada di antaranya. Butuh banget semen kita ini ya? nasional.kompas.com/read/2021/07/0….
Mengapa kita sampai di titik ini? Mengapa puluhan orang meninggal dlm semalam di RS Sardjito? Mengapa kita sibuk cari tempat di IGD? Ucapan turut berduka ke berapa yg kita ucapkan hari ini? Mari kita rekam jejak pemerintah sejak Jan. 2020. #DiabaikanNegara#FaskesKolaps
Ini momen pertama kami di @jakpost sadar bhw penanganan Covid-19 tdk serius, yaitu saat Menkes Terawan memastikan tdk ada coronavirus tanpa melalui tes yg sahih. Jan. 23, 2020. nasional.kontan.co.id/news/heboh-kor…
Tulisan @arsdila tgl 27 Jan. 2020. "An Indonesian who was studying in Wuhan and recently returned to Jakarta, said airport authorities did not take extra measures to examine passengers arriving from the city where the deadly virus first emerged." thejakartapost.com/news/2020/01/2…
Saat ini sdg ada diskusi yg digelar LP3ES, @LaporCovid. Ruang chat di YouTube dikuasai org2 yg mengalihkan topik, beda dari narsum yg sdg mengkritik pemerintah pusat dg tajam. Yg di chat sibuk "hogging the space" utk salahkan warga, salahkan pemda.
Di saat warga bantu warga sebisanya, menyumbang, mencarikan oksigen, ada kekuatan2 yang malah mengerahkan buruh2 buzzer utk membajak deliberasi publik.
Di saat yang sama, di sebuah grup wartawan, ada satu wartawan senior yg dulu terhormat, skrg sdh tdk lagi terhormat, juga sedang "hogging the space", membajak ruang WA utk memaparkan narasi yg sama: salahkan warga, salahkan pemda.
Cuitan2 putri raja @gkrcondrokirono sungguh mengingatkan aku pada artikel ini. 1 percenter, atau horang kaya adalah kelompok yg tdk kita ketahui gaya hidupnya. Mnrt artikel ini, kalau saja kita tahu, kita bakal marah dan turun ke jalan. @yudiahta theconversation.com/how-rich-are-t…
Saya lmyn kaget dg cara berpikir sang putri. Tp kemudian, saya sadar, ngapain kaget. Itu dunia sehari2nya dia. Dan aku kira dia tdk sendirian. Anak org kaya lain begitu. Sy pernah diceritain gimana seorg kaya melihat Kota Tua, dan main tunjuk mana2 aja yang hrs "dibersihkan".
“If poor people knew how rich rich people are, there would be riots in the streets,” demikian kata Chris Rock, komedian AS. Saya ingat saya naik ojek di belakang Citos, ada rumah super besar, pos satpamnya aja gede banget. Sy bilang ke sopir ojek, wah ini rumah siapa, kaya bgt?
Saat ini saya sdg menunggu kedatangan ayah saya dr Bdg yg sdg dibawa taksi premium ke suatu daerah di Jabodetabek. Akhirnya, dapat satu kamar di RS swasta cukup mahal. Tdk ada yg bs menemani papa di taksi, krn satu rumah, 5 org total, sakit semua. Dr 3 yg sdh PCR, positif semua.
Kedua orang tua saya sudah divaksin Sinovac dua kali, usia 79 dan 74. Saya sendiri sejak Desember 2019 sudah menahan diri tidak ke Bandung. Dugaan sementara, penularan terjadi saat PRT kami kembali dari kampung di Garut. Saat datang sdh batuk2.
Selama 3 hari ini kami anak2nya melakukan segala upaya. 1. Buka Siranap? Sudah. 2. Buka Pikobar? Sudah. 3. Telepon berbagai RS di Bdg dan Jabodetabek? Sudah. 4. Mengupayakan ambulans yang ada infus dan oksigen? Sudah.
Lip service di kamus Cambridge: to say that you agree with something but do nothing to support it. Atau: mengatakan kamu setuju akan satu hal, tapi tidak berbuat apapun utk mendukung pernyataan tersebut. Apa iya Jokowi lip service? Mari kita cek argumennya.
Ada 4 poster yang dibuat @BEMUI_Official utk mendukung argumen lip service. Satu, tentang demonstrasi, dua ttg ITE, tiga ttg KPK, empat ttg omnibus.
Untuk poster demonstrasi, saya sdh cek pernyataan Jokowi kangen didemo. Itu sdh terverifikasi, dimuat di banyak media.