Sejarah Salat Idul Fitri di Lapangan, Ijtihad Muhammadiyah untuk Islam Indonesia
Utas Pencerahan ☉
Spesial 1 Syawal 🕌#idulfitri1443H / 2022 M
Sebelum memulai Utas Pencerahan ☉ mari kita lihat foto terlebih dahulu
Yunus Anis masih memakai tentara ketika mengimami salat Id di Alun-alun Utara Jogja, tahun 1957. (Foto: Dok. H.M. Yunus Anis)
Sejak kapan umat muslim menyelenggarakan salat Idulfitri dan Iduladha di lapangan atau tanah lapang? Siapa yang mempopulerkan salat di luar bangunan masjid?
Muhammadiyah adalah yang pertama kali memperkenalkan salat di tanah lapang. Pada mulanya, gagasan seperti ini tidak lazim dilakukan. Meski pada awalnya ada pertentangan, praktik salat di tanah lapang telah diterima sebagai sesuatu yang lumrah.
Prof @HaedarNs dalam buku Muhammadiyah Gerakan Pembaruan (2010) mencatat pelaksanaan Salat Id di lapangan untuk ‘pertama kali’ dilakukan Muhammadiyah pada 1926 dengan berlokasi di Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta.
Prof @HaedarNs menulis Kiai Haji Ahmad Dahlan yang wafat pada 1923 itu telah berusaha memahamkan umat Islam agar mengikuti Sunnah Nabi Saw dengan Salat Id di lapangan terbuka.
Pada masa itu umat muslim Indonesia yang mayoritas bermazhab fikih Syafi’i memang melaksanakan Salat Id di masjid atau dengan kata lain dipimpin oleh imam di dalam masjid karena menganggap keberadaan masjid lebih utama.
Pertama Kali Salat Id di Lapangan tahun 1926
Sementara itu, Almanak Muhammadiyah 1394 (1974), mencatat bahwa Salat Id di tanah lapang memang dimulai Muhammadiyah pada tahun 1926. Utamanya, dengan merujuk pada hasil keputusan Kongres Muhammadiyah ke-15 di Surabaya.
St. Nurhayat, dkk lewat Muhammadiyah dalam Perspektif Sejarah, Organisasi, dan Sistem Nilai (2019) menjelaskan asal keputusan penggunaan tanah lapang sebagai lokasi Salat Id bermula dari kritikan seorang tamu dari negeri India pada masa kepemimpinan Kiai Ibrahim tahun 1923-1933.
Tamu dari negeri India itu memprotes mengapa Muhammadiyah melaksanakan Salat Idulfitri bertempat di dalam Masjid Keraton Yogyakarta.
Menurut tamu itu, Muhammadiyah yang telah memposisikan diri sebagai gerakan Tajdid (pencerahan) seharusnya melaksanakan Salat Idulfitri dan Iduladha di tanah lapang sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Penggunaan Masjid Keraton sbg tempat Salat Id Muhammadiyah memang tdk terlepas dari bentuk penghormatan Muhammadiyah kpd Sultan Hamengkubuwono VII yg telah mengamini izin dari Kiai Ahmad Dahlan agar Muhammadiyah diperbolehkan berbeda tanggal perayaan hari besar Islam dg Keraton.
Pasalnya, Muhammadiyah memakai sistem hisab dan Kalender Hijriyah, berbeda dengan Keraton yang memakai penanggalan tradisional Jawa atau Aboge sehingga terdapat perbedaan tanggal hari besar Islam.
Keputusan Mempopulerkan Salat Id di Lapangan
Melalui keputusan Muktamar, St. Nurhayat menuliskan pada masa Kiai Ibrahim itu, fokus Muhammadiyah mulai bergeser pada persoalan Takhrij Hadis dan persoalan ubudiyah, terutama pada tahun 1927.
Dari titik inilah kemudian terjadi penghimpunan para ulama Muhammadiyah untuk membicarakan berbagai persoalan peribadatan yg kemudian diberi nama sebagai Majelis Tarjih, sedang eksistensinya di Muhammadiyah baru nampak pada masa kepemimpinan Kiai Mas Mansur pada tahun 1936-1942.
Atas keputusan Muktamar tahun 1926 itu pun, berbagai konsul dan cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia ditengaarai mulai rutin menggelar ibadah Salat Id di tanah lapang pada tahun-tahun berikutnya.
Ulasan mengenai sejarah Mubammadiyah mempopulerkan sholat ID di lapangan bisa di baca di @muhammadiyah ⬇
Panti Asuhan Muhammadiyah Direbut Anak Mahkamah Agung
Praktik hukum di negeri ini ternyata mencla-mencle. Masyarakat terancam dan aset umat dapat hilang. Inilah yang terjadi terhadap aset Muhammadiyah berupa panti asuhan di Jl. Mataram 1 Bandung.
Panti itu menerima hibah wasiat dari H. Salim Rasyidi dengan Sertifikat Hak Milik diserahkan dan hingga kini dipegang oleh Muhammadiyah. Difungsikan sebagai panti asuhan sebagaimana amanat H. Salim Rasyidi.
Setelah H. Salim Rasyidi meninggal dunia tiba-tiba terbit sertifikat baru atas nama Mira Widyantini, putri mantan Ketua Mahkamah Agung Purwoto Gandasubrata, tetangga di Jl. Mataram.
Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Muhammadiyah Kyai Ahmad Dahlan di Kauman Yogyakarta, tahun 1912.
Dikelola mandiri, dengan mengadopsi sistem pendidikan Belanda.
Di awal berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan dianggap menyimpang oleh banyak orang dan sering dijuluki sebagai Kiai Kafir, lantaran mendirikan Sekolahan Umum (yang dianggap berasal dari barat)
dan merubah sistem Pendidikan Islam yang pada waktu itu identik dengan dunia Pesantren yang menggunakan metode pengajaran Sorogan, Bandongan
Kisah Soeharto Tentara Kesayangan Soedirman dan Gatot Subroto
Sewaktu Yogyakarta diserbu Belanda, dan Pak Dirman harus pergi ke luar kota untuk gerilya, dia minta agar Soeharto tetap menjaga keamanan Yogyakarta sebagai ibu kota negara.
(UTAS)
"To kamu di sini saja. Jaga Yogyakarta!'' kata Pak Dirman.
Siap Pak,'' jawab Soeharto.
"Kamu tahu risikonya To?"
"Siap Pak. Tahu. Paham,'' jawabnya.
Soeharto tahu itu perintah Panglima dan taruhannya adalah nyawanya sendiri. Soeharto siap.
Setelah itu Panglima Soedirman pergi ke luar kota Yogyakarta untuk bergerilya.
Potret Kemajuan dan Keunggulan Muhammadiyah di Akar Rumput
Muhammadiyah Sepanjang telah mengelola beberapa amal usaha sebagai basis kebermanfaatan masyarakat dan umat, salah satu diantaranya adalah RS. Siti Khodijah Muhammadiyah Sepanjang
Mengenang Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta : Soeharto, Sudirman, dan Hamengkubuwono IX
Tanggal 1 Maret memiliki arti penting bagi sejarah Bangsa Indonesia.
Sebab, pada 1 Maret 1949 sebuah peristiwa yang disebut serangan umum terhadap Kota Yogyakarta, membuka mata dunia tentang keberadaan negara Indonesia di forum internasional.
Sebab peristiwa heroik ini dimulai saat 19 Desember 1948, Belanda mengkhianati perjanjian damai Renville dengan melancarkan Agresi Militer Belanda II. Dalam Agresi Militer ini, Belanda berhasil menaklukan ibukota Yogyakarta & menangkap pemimpin-pemimpin pemerintahan RI.
Mencerahkan! Muhammadiyah akan bangun Rumah Sakit di Labuan Bajo
Wabup Mabar: Pemkab Mabar Dukung Rencana Muhammadiyah Manggarai Barat Bangun Rumah Sakit
Wakil Bupati Manggarai Barat dr. Yulianus Weng sangat mengapresiasi dan mendukung rencana luar biasa dari Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Manggarai Barat untuk membangun Rumah Sakit (RS).
"Pemda Manggarai Barat akan mendukung dan membantu rencana proses pembangunan RS Muhammadiyah di Lemes desa Macang Tanggar," ujar Wabup Yulianus Weng saat menerima silaturahmi PDM Manggarai Barat, Sabtu (12/02/2022) malam di rumah jabatan wakil Bupati Manggarai Barat.