AYAH PENYAYANG Profile picture
May 23, 2022 125 tweets 19 min read Read on X
𝐒𝐏𝐄𝐑𝐌𝐀 𝐒𝐄𝐁𝐀𝐆𝐀𝐈 𝐒𝐘𝐀𝐑𝐀𝐓 𝐏𝐀𝐒𝐀𝐍𝐆 𝐊𝐇𝐎𝐃𝐀𝐌 (?)

[Sebuah utas]
.
.
.

(1) Namaku Panca, pemuda 31 tahun yang masih melajang.
Ini pengalamanku modusin bapack² idamanku yang terinspirasi dari salah seorang pengguna Twitter.

#gambarhanyapemanis Image
Image
Image
(2) Jujur, aku udah sering dapatin bapack² idamanku yang ku modusin dengan berbagai cara.

Tapi untuk modus ngaku² minta pelindung diri ke dukun ini masih pertama kali ku lakoni.

Jangankan melakoni, bahkan untuk tau modus jenis inipun masih sangat baru.
(3) Berawal dari terbacanya sebuah replyan seseorang di tweet seseorang, akhirnya akupun berencana akan melancarkan modus ini.

Dan malam minggu kemarinlah untuk pertama kalinya aku mendapat hasil buruan yang sesuai dengan ekspektasi.
(4) Aku yang udah mondar mandir nyari target sejak jam 8 malam, ketemu mangsa si jam 11 malam.

Seorang bapack² kurus sekitar umur 57 th mengendarai sepeda motornya dengan lambat².

Akupun menyapa dengan ramah dan menyuruh agar menepi biar ngobrolnya lebih enak.
(5) Si bapack menurut aja.
Aku sengaja milih dia karna ku lihat dia gak tipe bapack² penggertak yang keberataan di tanyain ini itu.

Untuk menghemat waktu, aku langsung ungkapin tujuanku.

Aku nanya boleh minta tolong gak sama bapack? Aku sangat membutuhkan bantuan bapack.
(7) Langsung aja ku bilang, aku lagi pasang penjaga badan ke dukun, tapi syaratnya sangat berat dan susah di penuhi.
Dia pun nanya apa syarat itu.

Lalu dengan mendekatkan posisi mulutku ke telinganya, aku ngomong agak pelan.

Ku kasih taulah syaratnya harus minum sperma bapack².
(8) Aku sengaja gak langsung melanjutkan omonganku. Ku lihat mimik wajahnya ketika mendengar itu.
Dia hanya diam tanpa menatapku.

"Bapack itu harus berumur 50 keatas. Gak boleh kurang!", ucapku.

Dia masih terdiam, lalu menatapku.
Akupun memasang wajah² di kasihani.
(9) "Berat kali syaratnya Pak. Gak bisa di tawar lagi. Harus itu katanya!", ucapku dengan muka² putus asa.

"Bapack mau gak bantu aku Pak?", tanyaku.

Lalu dia menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Belum terdengar jawaban dari mulutnya.
(10) "Aku berharap bapack mau bantu aku!", ucapku lagi.

"Tolonglah aku Pak. Gak tau lagi aku harus minta tolong sama siapa.
Aku takut pasti yang lain akan marah kalau aku ngomong gitu.

Tapi bapack kulihat orang baik, gak mungkin marahin aku!", ucapku memainkan emosinya.
(11) "Dari wajah bapack aku tau bapack orang baik.

Begitu dengar cara bicara bapack yang meneduhkan, makin meyakinkan aku kalau bapack orang baik yang suka menolong orang yang kesusahan!", ucapku.

"Aku pasti gak salah orang. Pasti bapacklah malaikat penolong bagiku.", tambahku.
(12) "Caranya gimana tuh katanya?", tanya si bapack.

"Terserah katanya Pak, yang jelas harus minum langsung dari itunya.", jawabku.

"Apa kamu sanggup melakukan itu?", tanyanya.

"Ya, gimana lagi Pak. Mau gak mau terpaksa harus ku lakukan, Pak!", jawabku.
(13) Karna bapack itu masih diam, aku lanjut aja bicaranya.

"Tolonglah aku ya, Pak.
Aku gak tau lagi harus minta tolong ke siapa.

Mau jumpain bapack² yang nongkrong² aku malu. Apalagi ada kawannya. Makanya aku kejar bapack tadi, karna kulihat bapack sendirian.", ucapku.
(14) "Cara ngeluarkan airnya gimana tuh?", tanya si bapack.

"Tergantung kita Pak, entah bapack sendiri yang ngocok, atau aku yang ngocokin, atau.....!"

Aku gak melanjutkan kata²ku.
Aku buat aku se-akan² merasa berat mengungkapkannya.

"Atau apa?", tanya bapack itu.
(15) "Atau di... di isap katanya, Pak!", ucapku dengan agak² sungkan karna agak tabu.

"Mau ya Pak, ya..!", ucapku lagi.

"Punya saya udah agak susah berdiri dek. Saya harus minum baru cepat.", ucapnya.

"Minum apa tuh, Pak?", tanyaku.

"Bir, dek!", jawabnya.
(16) "Gak papa, Pak. Nanti ku beli. Sekalian rokok bapack juga.", ucapku masih dengan wajah² di sedih²kan.

"Kalau minum saya masih bisa keras maksimal. Kalau gak minum agak lembek!", ucapnya.

"Nanti kita beli Pak. Sepasang cukup gak?", tanyaku.

"Bir hitam aja!", ucapnya.
(17) "Gak papa Pak. Sepasang aja biar lebih enak.
Bapack udah makan belum?", tanyaku.

"Belum!", jawabnya singkat.

"Sekalian makan kita ya, Pak. Aku juga belum makan.", ucapku.

Walau kebanyakan diam, nampaknya dia udah mau.

"Ayo, Pak. Ke kostku kita.", ucapku.
(18) Lalu di perjalanan menuju kost, kami singgah beli bir, rokok, dan juga nasi padang.
Ku beliin juga snack dan minuman lain.

Sampailah kami di kostku.
Ku campurlah bir tadi dan kami pun duduk sambil ngobrol².

Aku sering² muji² kebaikan dia.
(19) "Bapack sangat baik. Cocok jadi ayah angkatku.

Aku lagi nyari ayah angkat juga Pak. Pengen punya ayah angkat di perantauan ini.", ucapku.

Setengah jam berlalu, kami masih ngobrol.
Hitung² biar bereaksi dulu bir tadi.
Biarlah dia yang nyuruh mulai, pikirku.
(20) Setelah 45 menit berlalu, si bapack pun mau menyuruh memulai acara.

"Kamu kocokin punya saya, ya.", ucapnya.

"Terserah, Pak. Gimana biar bisa keluarlah!", kataku.

"Ndak. Saya nanya! Kamu kocokin atau apa..?!", ucapnya.

Aku pun dibuat bingung mencerna kata²nya.
(21) "Kalau di kocok nanti lecet pula.", ucapnya.

"Jadi bagusnya di apain, Pak? Terserahlah mana yang buat bapack nyaman.", ucapku.

"Kamu sanggup ngisap gak?", tanyanya.

Aku pura² mikir panjang dan berlagak berat melakukan hal itu.

"Belum pernah kamu?", tanyanya.
(22) "Belum Pak!", jawabku.

"Tapi aku udah janji akan melakukannya.", tambahku.

"Kalau bisa di isap aja ya. Tangan kita ini beracun lho!", ucapnya.

"Saya dari muda gak suka ngocok² nih.", ucapnya lagi.

"Ok Pak. Udah bisa kita mulai?", tanyaku.

"Ayo..! Ku bukalah?", ucapnya.
(23) Lalu si bapack mulai membukai tali pinggangnya. Nampaknya dia gak merasa malu buka celananya di hadapanku.

Dan benar saja!
Resletingnya pun di turunin dan celananya si lepas.

Kini si bapack tinggal pakai CD si hadapanku.
Tanpa ku suruh, dia juga buka kaos berkerahnya.
(24) Dia meremas burungnya sepintas dan melonggarkan karet CD-nya dengan kedua tangan. Lalu di lepaskan hingga menghasilkan bunyi.

Lalu si bapack menurunkan CD-nya dan nampaklah olehku burungnya yang sungguh besar panjang di banding burungku.

Astaghfirullah...!, gumanku.
(25) Aku pun gak mau terburu nafsu. Aku tetap ber-acting pura² gak doyan bahkan terkesan jijik.

"Pak, maaf ya.. jangan tersinggung!", ucapku.

"Apa tuh?", tanyanya.

"Boleh di cuci dulu Pak?", ucapku.

"Boleh.. boleh. Bentar saya cuci, ya.", ucapnya.
(26) Lalu akupun menuntunnya ke kamar mandi dan nunjukin sabun.

"Sabunin yang bersih ya Pak. Tapi nanti bilas bersih jangan sampai masih ada aroma sabunnya.", ucapku.

Akupun menonton dia bersih² burungnya.

"Telornya juga, Pak!", ucapku.
(27) "Maaf, Pak. Boleh sekalian di cuci lobangnya?", ucapku.

Lalu dia pun membersihkan lobang itu.

Setelah itu dia ngelap dengan handuk sampai kering.

Lalu dia kembali duduk di pinggiran bed.
Lalu dia meng-goyang²kan batangnya seperti memancing agar hidup.
(28) Aku sendiri bingung harus gimana lagi.
Kalau langsung ku gas, nanti ketauan ini cuma modus.

Atau masa bodoh aja?
Duh, aku jadi bingung.

Lalu akupun memegang burungnya dan me-remas²nya.

"Hidupinlah Pak!", ucapku.

"Kalau di isap, cepat tuh!", ucapnya.
(29) Lalu aku menatap matanya.
Lalu ku pandangi burungnya yang menjuntai ke bawah itu.
Lalu ku kocok² pelan² walau masih terkulai lemas.

Isaplah, Panca... kata hatiku berbicara demikian.

Lalu aku pun langsung mendekatkan mulutku ke batang kemaluan si bapack.
(30) Bersamaan dengan itu, aku membuka mulutku dan ku kulumlah batang itu.

Aku seperti gak peduli lagi soal cara ngisapku.
Aku gak pandai ber-acting pura² gak pandai ngisap.
Apalagi nafsuku juga udah naik.

Langsung aja ku isap seperti biasa dengan kemampuan yang ku punya.
(31) Di titik ini, aku gak peduli lagi mau di anggap modus apa gimana.
Yang penting udah dapat.

Gak mungkin rasanya si bapack akan menyuruh stop karna dia tau ini cuma modus.

Tak berapa lama, burung ai bapackpun keras dan tentunya tambah besar dan panjang.
(32) Ku sedot batang kemaluan si bapack sambil kadang merem.

Saking panjangnya, gak bisa ku isap hingga pangkal.
Udah nyangkut di langit² lidahku.

Si bapack meringis kecil² menikmati isapanku.
Tak banyak omong dia ketika ku sepongi. Dia lebih memilih menikmati.
(33) Cukup lama aku ngisapi burung si bapack apalagi karna dia udah minum tadi.

Akhirnya dia pun kasih aba² udah mau nembak.
Aku pun langsung siap² menelan.

"Aaahhh.....
Udah mau nembak dek!
Aahhhh..... oohhh....!", erangnya.

Aku merasakan cairan spermanya nyembur di mulutku.
(34) Semua sperma itu ku telan.

"Makasih ya, Pak!", ucapku sambil menengadah ke atas.

Setelah dia mandi, kami makan bareng.

Oh ya, sebelumnya aku udah ngasih tau, syarat pengobatan ini harus dilakukan 3 kali.

"Masih mau bantu aku 2 kali lagi, Pak?", tanyaku.
(35) "Inshaallah, dek.", jawabnya.

"Minta tolong ya Pak!", ucapku.

Harus saya ya? Gak boleh ganti orang?", tanyanya.

"Boleh, Pak! Yang penting 3 kali.", jawabku.

"Tapi kan nyari orang baru belum tentu dapat.
Mending yang udah dapat di minta tolongi sampai tuntas!", ucapku.
(36) "Besok² aku kasih juga lah uang bensin bapack.", ucapku.

"Nanti ku kasih 50 rb, selain beliin kayak gini tadi.", tambahku.

Dia cuma diam. Tapi bukan berarti dia menolak.
Akupun minta nomor HP-nya agar bisa janjian besok².
(37) Lalu tadi siang benar² gak di sangka².
Ketika aku asik merawat tanam²anku di halaman rumah, terdengar suara tukang sol sepatu.

Kalau biasanya mereka keliling dengan mengayuh sepeda, kali ini yang datang mengendarai sepeda motor.
(38) Ku lihatlah ke arah jalan ketika orangnya udah dekat. Kamipun sama² saling melihat.

Seorang bapack² ganteng umur 50 tahunan, agak kurusan, tanpa kumis, me-manggil² menawarkan jasanya.

Akupun langsung memanggilnya.
Karna kebetulan ada sepatuku yang mau di jahit.
(39) Dia pun datang dan memarkirkan sepeda motornya di halaman rumahku.

Akupun mempersilahkannya masuk, namun dua langsung duduk di teras.

"Disini aja bang!", ucapnya.

Akupun mengambil 3 pasang sepatu dari dalam dan memberikannya ke dia.

"Ini Pak yang mau di jait!", ucapku.
(40) Sambil mengerjakan sepatuku, kami ngobrol².

"Rajin ya bang, nanam².", ucapnya.

Aku memang hobi nanam² di pekarangan rumah. Semua tanaman buah, bukan tanaman hias.

Ada buah miracle, plum aussy, anggur brasil, tin, jeruk nagami, apel putsa, dan black sapote yang ku tanam.
(41) Semuanya ku tanam di dalam planterbag 100 ltr.

Itulah yang ku kerjakan dari tadi, nambah² metannya agar nutrisi tanaman tercukupi.

Aku lagi naruh kohe kambing ketika si bapack tukang sol sepatu datang.

Si bapack banyak nanya² tentang ilmu bertani samaku.
(42) Akupun makin tertarik melihat si bapack yang ada di hadapanku.

Guratan tua di wajahnya membuatku nyaman memandangi wajahnya.
Pengen ku cium aja rasanya wajah itu.

Tiba² aku ingat dengan modus baru itu. Ku kerahkan gak ya siang² bolong gini? Gimana ya? Soalnya ini rumahku.
(43) Kami udah terlibat obrolan asik dan hangat. Si bapack udah nyaman ngobrol sambil ber-canda² samaku.

Lalu akupun memutuskan agar mencoba memodusi si bapack.
Kalau gak mau ya gak papa. Siapa tau mau kan.

Aku pun mengecilkan suaraku agar gak terdengar tetangga.
(44) "Pak.. ada mau ku bilang. Siapa tau bapack bisa bantu.", ucapku memulai ke arah sana.

"Apa bang?", tanyanya.

"Aku kan mau bikin penjaga badan, karna kerjaku bla³x. Jadi biar terlindung aja. Tapi ada syaratnya yang rada nyeleneh dan susah ku penuhi, Pak!", ucapku.
(45) "Ke dukun?", tanyanya.

"Iya, Pak. Maaf Pak. Kalau ini gak cocok sama bapack.

Aku sih baru ini juga pernah main² dukun. Sebelumnya belum pernah sama sekali.", ucapku.

"Di dukun mana?"

Lalu aku pun menyebutkan daerah tempat si dukun.

"Emang syaratnya apa?", tanyanya.
(46) "Duh.. malu aku bilangnya Pak. Nyeleneh bangetlah soalnya.

Kurasa bapack akan kaget dengarnya. Kayak gak masuk akal.", kataku.

"Apa tuh? Gak bilang gimana bisa saya bisa tau!", ucapnya.

"Masa' di bilang syaratnya harus minum sperma, Pak!", ucapku.
(47) Lalu aku melihat ke arahnya menunggu apa reaksi dari dia.

Tapi dia cuma diam.

"Kan aneh kali kan Pak. Masa' itu pula syaratnya.", kataku.

"Ya, gimana lagi. Emang itu pula syaratnya, cam manalah. Tinggal kamu sekarang bisa memenuhi apa gak.", ucapnya.
(48) "Kalau pengobatan ke dukun² tu kan memang gitu. Ada aja syaratnya yang susah kita dapatkan atau susah kita lakukan.", ucapnya lagi.

"Iya, itulah Pak!", ucapku pura² sedih.

"Sekarang kuncinya sama kamu. Kalau rasa² sanggup, ya lakukan. Gak sanggup ya tinggalkan!", ucapnya.
(49) "Ya, tapi kalau gak ku penuhi syaratnya, gak jadi Pak aku bisa dibuat pelindung diri itu.", ucapku.

"Jelaslah!", ucapnya.

Sampai disini aku sampai bingung dengan si bapack.
Ini mau mematahkan aksiku atau gimana ya?
Apa dia udah tau aku cuma modus?

Bersambung...
(50) "Kalau seandainya aku minta tolong ke bapack, mau gak bapack nolong aku?", tanyaku.

Bapack itupun ketawa.

"Cam mana, ya?", ucapnya.

"Tolonglah dulu, Pak! Nanti ku kasih uang pengganti puding bapack.", ucapku.

Dia pun gak menjawab. Tangannya fokus jahitin sepatu.
(51) "Sambil nyelam minum air, kata pepatah.
Sambil jaitkan sepatu, langsung dapat syarat pengobatan.", ucapku.

"Sambil jait sepatu minum air. Haha!", ucapnya.

Aku pun dibuat agak malu. Sehingga aku gak bisa ikut ketawa. Ku pandangi wajahnya.
Ini bapack ngeledek atau gimana.
(52) "Kalau bapack mau biar sekarang aja!", ucapku.

"Ayolah!",katanya.

"Masuk yok Pak.", ucapku gemetaran.

"Gak tunggu siap ini?", tanyanya.

Kebetulan msh ada 2 sepatu lagi yang belum di pegang.

"Terserahlah Pak. Tapi ini bisa di lanjut nanti kan!", ucapku.
(53) Lalu si bapack beranjak dari duduknya. Aku udah ber-debar². Mau ternyata, syukurlah.. gumanku.

Kamipun udah di dalam rumah. Aku ajak dia masuk kamar dengan suara agak pelan².

"Ini handuk Pak, cuci dulu ya.", ucapku.

Dia langsung membuka celana panjangnya di depanku.
(54) Di lilitkannya handuk di pinggangnya lalu pergi ke kamar mandi.

Keluar kamar mandi dia nyusul aku ke kamar tidur.

Lalu dengan santainya dia melepaskan handuk itu, tanpa malu tanpa sungkan!

"Dia langsung duduk di atas kasur dan bersandar ke dinding.

Waduh..
(55) Burung si bapack juga panjang menjuntai ke bawah, tapi masih mati.

"Sinilah!", ucapnya pelan.

Akupun mendekat dan memegang burungnya.

"Isaplah..!", ucapnya sambil menutup matanya sambil menarik nafas.

Lalu aku pun mulai mendekatkan mulutku, tapi aku masih mingkem.
(56) "Isap!", bisiknya lagi.

Akhirnya aku pun ngisap burungnya dan nyaris gak berhenti.

Burung si bapack pun langsung hidup di dalam mulutku.
Sesekali ku keluarkan agar aku bisa melihat bentuknya.

Aku udah sangat horni karna si bapack yang ganteng sangat pas dengan seleraku.
(67) Dia meng-elus² pundakku ketika ngisap burungnya.

"Jilat telornya, mau?", tanyanya.

Akupun menjilati telornya sehingga dia men-desah² merasakannya.

"Burungmu hidup?", tanyanya sambil mencoba menggapai burungku.

Gak, Pak!", jawabku agak² mengelak.
(68) "Sini ku pegang dulu!", ucapnya.

Akhrnya dia berhasil memegangnya.

"Hidup nih, hah!", ucapnya.

"Bukalah!", bisiknya samaku.

"Apa?", tanyaku.

"Buka celanamu.", ucapnya.

Akupun membiarkan dia yang membukai celanaku.
Lalu si bapack langsung ngocokin.
(69) "Naik sini!", ucapnya.
Akupun naik ke kasur dan si bapack langsung isapin punyaku.

Aku mengerang pura² gak tahan gelinya kena isap.

Dia langsung menggeser badannya sampai posisi kami terbalik.

"Isap punya saya!", ucapnya.

Dia pun terus isapin burungku.
(70) Kamipun bergulat di kasurku.

Aku dibuat bingung ketika ku isap telornya, dia ngangkat pahanya tinggi² ngasih lobangnya.

Setelah melihat lobang itu jadi pengen rimming.

Ojo kesusu! Aku teringat ungkapan itu.

Akhirnya ku urungkan niat merimmingnya.
(71) "Jilat lobangnya!", bisiknya.

"Di jilat?", tanyaku.

Iya, enak tuh.", ucapnya.

Lalu akupun menjilatnya.
Setiap jilatanku menghasilkan erangan dan rintihan dari mulut si bapack.

Lalu dia meraih mulutku dan kami pun bercumbu.

"Jilat lagi lobangnya...!", bisiknya.
(72) Aku pun menjilatnya lagi.

Lalu kami 69-an lagi.
Isapan si bapack juga enak sehingga aku pengen nembak.

Akhirnya aku pun gak sanggup menunda airku lagi.

"Owhhh... ouhh....!"

Aku mengerang kecil.
Spermaku pun nyemprot di mulutnya.

Dia meng-goyang² pinggulnya.
(73) "Isap terus.. terus....!", ucapnya.

Akupun isap dengan cepat² agar si bapack nembak.
Nafsuku udah mulai berkurang.

"Owh...owhhhh.... isap terus... oh.... oh....!"

Si bapack terus mengerang.

Dan spermanya pun muncrat di mulutku.
Tapi aku malah gak sanggup lagi menelan.
(74) Ku buang sperma si bapack ke baju yang ku pakai tadi.

"Kok malah di buang?", tanyanya.

"Gak sanggup aku Pak!", jawabku.

"Tapi katanya mau minum!", ucapnya.

"Gak bisa Pak. Mungkin karna belum biasa!", ucapku.
(76) "Bukan karna gak biasa, tapi karna udah nembak duluan! Haha.", ucapnya.

"Punyaku bapack buang kemana?", tanyaku.

Sebenarnya aku mau nanya gini, punya aku bapack telan ya?
Tapi gak jadi aku pakai kalimat itu.

"Ini..", ucapnya nunjukin ke lantai.

Ih, jorok... gumanku.
(77) Segera ku lap tumpahan spermaku yang dari mulutnya itu dengan baju tadi.

Kamipun masuk bareng ke kamar mandi dan ku buatin kopi.
Lanjut lagi dia jahit sepatuku sambil ngopi².

"Gak jadi obat tadi. Terpaksa harus di ulang lagi.", ucapnya.

"Iya Pak. Masih mau kan?", ucapku.
(78) "Amaan.. kalau bapack gak susah² dek. Kalau di ulang ya di ulang.", ucapnya.

"Tapi jangan hari ini lagi.
Entah 4 hari lagilah atau 5 haru lagi.", tambahnya.

"Iya Pak. Maksud akupun bukan nanti!", jawabku.

"Masih mau bapack 2 kali lagi kan?", tanyaku.

Lu dia senyum².
(79) "Boleh... boleehh..
Lebih 2 dari kali lagi pun gak papa. Yang penting sama² suka. Kita kan berteman. Sama teman gak papalah.", ucapnya.

Oh, kita berteman?, tanyaku dalam hati.

Ok, deh Pak!, gumanku lagi dalam hati.

Akhirnya dapat si bapack, pikirku.
(80) Tapi gak nyangka aja gak ada pikiran kesitu sebelumnya.
Tiba² dapat ngisap bapack² siang² bolong di rumah.

Akupun ngasih lebih ke dia ssuai janjiku sebelumnya.
Nomor HP ku pun udah ku kasih ke dia.

"Makasih ya!", ucapnya sambil pamitan.
(81) Tadi malam aku melewati seorang pesepeda di jalan. Aku menoleh ke kiri melihat wajahnya. Ternyata bapack² seleraku.

Akupun berhenti setelah 100 meter lebih di depan. Tepatnya di depan ruko kosong yang gak ada orang jualan di depannya.

Aku menunggui si bapack.
(82) Begitu si bapack lewat, aku melambaikam tangan sambil memanggil.

Akhirnya dia menoleh dan melambatkan sepedanya.
Dia menyahut sambil ketawa samaku.

Dari wajahnya bisa ku tandai orangnya baik dan gak tipe pemarah atau yang suka menggertak.
Apalagi udah kakek² juga.
(83) Duh, selera aku lihat bapack ini, gumanku.

Langsunglah ku ajak.
Awalnya nanya² dulu dari mana mau kemana. Lanjut ke poinnya langsung.

Dia banyakan diam aja menyimak omonganku. Gak banyak sanggahan dari dia. Tapi aku yakin dia pasti nurut samaku.
(84) "Pak, tolongin aku Pak. Aku lagi bikin pelindung diri ke dukun, syaratnya harus minum sperma bapack².", gitu kataku dengan lebih berani.

Kasih aku minum sperma bapack, nanti ku kasih duitlah.", ucapku.

"Kalau iya biar ke kostku kita sekarang!", lanjutku.
(85) "Berapa mau ngasih?", tanyanya.

"30 ribu ya Pak!", ucapku.

Aku sengaja bilang 30 rb.
Aku mau tau apa dia akan minta nambah.

Padahal kalau gak minta nambah pun pasti ku kasih 50 rb.

"50 rb lah ya.", ucapnya.

Jadi, Pak!", ucapku.
(86) "Apa rokok bapack. Biar ku beli juga.", ucapku.

"Luffman!", jawabnya.

"Bapack udah makan?", tanyaku.

Dia masih diam mau jawab apa.

"Udah, nanti kita makan ya. Kita beli apa yang bapack suka. Mau sate, bakso, nasi goreng, atau nasi padang. Yang mana suka aja!", ucapku.
(87) Ku suruh dia naik ke motorku dan memegangi sepedanya.

Cukup sulit bagiku bawa motor karna sepedanya.
Terpaksa lambat². Itupun benar² sulit.

Selain itu aku juga bingung mau naruh sepedanya dimana. Gak mungkin sampai kostku.

Akhirnya ku bawa dia ke pinggiran kota.
(88) Disana banyak semak.
Aku udah kenal tempat itu. Aku juga sering mojok disana.

Akupun bawa masuk motorku ke semak yang ada jalannya ke dalam.

"Kemana kita?", tanyanya.

"Tenang ajalah Pak. Gak usah takut samaku.", ucapku.

"Kita simpan sepeda bapack disini ya!", tambahku.
(89) "Nanti hilang di ambil orang!", ucapnya.

"Gak! Gak hilang itu. Disini aman.", ucapku.

Lalu kami keluar dari tempat itu.

"Nanti kita jemput lagi sepeda bapack kesini.", ucapku.

Sampai lah kami di kost ku.
Aku memang lebih berani ke kakek².
(90) Kakek² itu rata² menurut aja apa kata kita. Dan kita gak segan² jadi sutradara mengarahkan gaya atau cara ke dia.

Bahkan maaf cakapnya kayak suka² kita meng-acak² atau mempreteli badannya tanpa banyak protes alias tanpa melawan.

Yang inipun langsung ku arahkan aja caranya.
(91) Sambil bisik², aku bukai kancing kemejanya.

"Buka aja bajunya Pak!", ucapku.

Lalu ku lucuti celananya sampai benar² bugil.
Gak ada ku sentuh² burungnya. Ku biarin aja dulu begitu.

"Kita cuci dulu ya Pak, biar bersih!", ucapku.
(92) Dia langsung nurut ku tuntun ke kamar mandi. Ku gosokin burungnya dengan penggosok badan yang udah ku lumuri sabun.
Mandi sekalian Pak?", tanyaku.

"Gak usah.. dingin. Aku udah mandi tadi.", jawabnya.

Akupun buka bajuku hingga telanjang. Dia cuma diam aja lihatin tingkahku.
(93) Aku gak segan² lagi menunjukkan burungku yang udah hidup.

Lalu ku suruh dia menungging sedemikian rupa, biar aku bisa gosokin lobang pantatnya.

Benar² kayak mandiin anak kecil kubuat. Ku bolak balik badannya bersihin pantatnya. Kadang ku suruh duduk dsb.
(94) Ketika aku gosokin burungnya dengan busa sabun melimpah, burungnya sampai hidup.
Agak² ku kocoklah tipis².

"Udah hidup Pak!", ucapku.

"Iyah..!", jawabnya.

Lalu ku lap badannya sampai kering dan ku bopong dia ke kamar tidur.
Ku dudukkan dia di kasur dan ku elus pipinya.
(95) Ku raba dadanya sekikas sampai ke perutnya.
Lalu ku genggam batang kemaluannya.

"Kasih aku minum air bapack ya. Biar aku bisa terusin pengobatan aku.", ucapku sambil menatapnya dalam².

"Iya dek.", ucapnya pelan.

Ku kecup keningnya.
(96) "Aduh, baiknya bapackku ini!", ucapku sambil mencium pipinya kiri kanan.

Ku belai² rambutnya penuh kasih sayang.
Lalu aku mengisap batang kemaluannya.

Aku menatap terus ke wajahnya sambil isapin burungnya.
Dia diam aja khas kakek² penurut.
(97) "Kalau di isap sakit gak Pak?"
"Gak!", jawabnya.
"Trus?"
"Gak sakit."
"Jadi apa?"

Dia gak jawab.

"Enak?"

Dia juga gak jawab.

"Enak gak Pak?"

Dia mengangguk tipis.

Aku langsung isapin terus sampai dia meringis.
Nampaknya dia malu mengekspresikan rasanya.
(98) Dia cendrung menahan rasa nikmat yang melanda.
Padahal isapanku enak.

Ku jilati telornya. Nah disini dia gak bisa menyembunyikan apa yang dia rasakan.

Dia meng-gelepar² bagai cacing kepananasan.

"Geli ya Pak?"
"Iyah...!"
"Tahan ya Pak!"
"Hu uh!"
(99) Ku rebahkan dia di kasur dan ku bukakan belahan pantatnya.
Ku rimming dia.

Dia pun menggelinjang hebat.
Benar² gak sanggup dia menahan serangan disini.
Aku langsung pengen nyucuk.

Ojo kesusu!

Aku teringat ungkapan itu.
Akhirnya aku mengurungkan niatku.
(100) Ku dekatkan burungku ke mulutnya dan ku oles²kan ke bibirnya.
Dia masih mingkem.

"Isap Pak !", ucapku.

Dia masih mingkem. Sehingga aku cuma bisa ngolesin di bibir luarnya.

"Isaplah bapack ku! Mohon Pak. Sama² ngisap kita.", bujukku.
(101) Lalu dia sedikit membuka mulutnya.
Akhirnya kepala burungku masuk.
Tapi dia gak mau ngemutin.

"Emut sayang, emut.", ucapku.

Akhirnya lambat laun si bapack mau juga ngemut.

Awalnya agak malu² dan terkesan gak pandai.
Lama² jadi makin serius dan bisa bikin yang enak.
(102) Ku goyang² pinggulku maju mundur ngentotin mulutnya. Sampai dia kelabakan.

Aku pun menghentikan itu.
Ku biarkan dia aja yang menggerakkan mulutnya ngisapin burungku.

Kami pun ganti²an ngisap. Kadang kami 69 an.
Aku juga kembali merimming dia saking nafsunya.
(103) Gak tahan lagi aku. Ku arahkan kepala burungku ke lobangnya dan ku oles² disana.

Ku pikir dia bakal mengelak.
Taunya dia cuma pasrah aja ku gesekin burungku di sana.

Aku pun meludah tepat ke batangku atau lobangnya.
Ku sorong² terus dan ku ludahi lagi dan lagi.
(104) Akhirnya masuk kepalanya. Ku sorong terus pelan² sampai masuk batangnya.

Ku pandangi ke wajahnya, tapi dia gak melihat aku.
Aku makin nafsu.

Ku sorong terus batangku semakin masuk ke dalam.
Dia mengerutkan mukanya sambil merem.
(105) Batangku pun masuk semuanya. Aku meng-erang².

"Pak... aduh Pak...
Enaknya Pak...
Aduh bapack sayang...!"

Batang si bapack jadi layu.
Aku menggenjot terus.

"Ah... ahhh... ohh....!"

Akupun nembak di lobangnya.
Benar² sesuatu yang bum ku inginkan sebenarnya.
(106) Akupun lemas. Kutindih badan kurusnya dengan nafas ngos²an.

"Berat!", ucapnya.

Akhirnya ku gulingkan badanku ke bawah dan ku angkat dia ke atas badanku.

Gak ku lepaskan pelukanku hingga nafasku kembali normal.

"Gak jadi ku minum air bapack.", ucapku.
(107) "Minumlah. Aku belum keluar.", ucapnya

"Gak suka aku lagi Pak. Kau udah nembak.", kataku.

"Bapack gak buru² kan?", tanyaku.

Dia gak jawab.

"Disinilah kita dulu ya Pak. Aku masih mau sekali lagi.", ucapku.

"Aman sepedaku kan?", tanyanya.

"Aman!", ucapku.
(108) "Aku masih pengen masukin ke lobang bapack sekali lagi.", ucapku.

"Nanti nembak di dalam lagi.", ucapnya.

"Hehe...!"

Aku cuma ketawa.
"Tapi mau minum katanya.", ucapnya.

Dia gak tau aku kurang minat nelan spermanya.
Aku benar² kayak gak sanggup minum itu.
(109) Setelah sejam berlalu, kami kembali bergulat.
Saling isap pun kembali terjadi.

Lalu ku masukkan lagi burungku ke lobang pantatnya.
Sesekali ku cabut untuk ngisap burungnya.
Tapi dia gak mau lagi isap burungku.

"Isaplah biar nembak.", ucapnya.

Aku pun ngisap burungnya.
(110) "Udah mau keluar tuh. Telanlah... aduh... ah.... ahhh...!"

Dia mengerang mengeluarkan spermanya.

Langsung ke isap kuat² dan ku tampung semua di mulut.
Waktu dia gak lihat, ku buang semua di lantai.

"Nungginglah!", ucapku ke dia.

"Udah kamu telan?", tanyanya.
(111) "Udah Pak.", jawabku.

Dia melihat aku udah bebas ngomong tanpa ada yang mengganjal di mulutku.

"Hebat kamu.", ucapnya.
"Hebat kenapa?", tanyaku.
"Hebat. Mau minumnya.", ucapnya.
"Tapi kan terpaksa!", ucapku.

"Sebelumnya gak suka nelan ya?", tanyanya.
(112) "Gak pernah!", ucapku

"Apa rasanya?", tanyanya.

"Enak Pak. Manis, gurih, lezat!", ucapku.

"Kenapa Pak, kok kayak suka kali nampaknya sperma bapack di minum orang.", tanyaku.

"Iya. Hehe.", ucapnya.

"Bapack sendiri pernah gak minum sperma?", tanyaku.

"Gak!", ucapnya.
(113) "Napa?", tanyaku.
"Gak sanggup saya!", jawabnya.

"Enak kok. Bergizi lagi. Bisa jadi obat awet muda sama bapack!", ucapku.

"Gak bisa saya.!", ucapnya.

Lalu ku gas terus lobang pantatnya.
Sampai gak sempat lagi ngobrol.
(114) "Aku udah mau nembak Pak.", ucapku.

"Tembaklah!", ucapnya.

Lalu pas detik² sebelum aku crot, aku langsung cepat² nyabut dari lobangnya dan ku arahkan ke mukanya.
Dia meng-geleng²kan kepalanya.

"Diamlah!", ucapku menahan kepalanya.
(115) Dia mau menutupi mukanya dengan tangan.
Langsung ku pegang tangannya.

Sambil ku kocok dikit, spermaku pun menyembur ke mukanya.

Ada yang nempel di dahinya, si hidung, di pipi, di bibir, dan di mata. Tapi dia udah menutup matanya dari tadi.
Ku oles kepalanya di bibirnya.
(116) "Umm...mmm...!", desahnya sambil mingkem dan merem.
Ku olesin terus hingga tetes terakhir spermaku.

"Udah!", ucapnya membuka mulut sambil menggelepar.

Aku pun menampar pipinya. Aku melompat ke kamar mandi.

Dia kok gak nyusul ya, pikirku.
(117) Aku pun mendongakkan kepala keluar. Elum nampak dia keluar kamar tidur.

Akupun meng-endap² menuju kamar tidur.

Eh, ternyata dia lagi asik bukain dompetku dan ngambil isinya.
Ku perhatikan dia mindahin beberapa lembar ke kantongnya.

"Ngapain?", ucapku dari depan pintu.
(118) Dia terkejut setengah mati melihatku datang memergoki aksinya.

Spontan dompet terlempar dari tangannya dan isinya berserak di lantai.

Aku pun mendekatinya.
Ku pegang mukanya dengan kedua tangan.

"Kau pencuri ya, anji*g!", ucapku geram dengan mata melotot.
(119) "Maaf Pak... maafin aku Pak. Aku salah.", ucapnya.

"Mau kau ku bun*h?", tanyaku dengan mengguncangkan kedua pundaknya.

"Kau udah tua tapi kelakuanmu kegitu.", tambahku.

"Maafkan aku Pak. Jangan b*nuh aku Pak!", ucapnya memelas dengan gemetaran. Dia benar² takut.
(120) "Pak, pek, pok!
Sekarang kau panggil Pak samaku.
Dari mana jalannya kau manggil aku bapack.
Aku masih anak² di banding kau!", ucapku.

"Kau udah tua tapi gak bagus kelakuanmu. Kalau kau butuh minta baik².
Lagian tadi aku udah janji ngasih kau duit!", ucapku marah.
(121) "Keluarin yang di kantongmu tuh.", ucapku.

Dia pun mengeluarkan. Ada 200 rb di kantongnya. Ku geledah semua kantongnya.

Ku tampar mukanya pake duit yang dari kantongnya tadi.
"Jangan biasakan gitu Pak!", ucapku.

Lalu dia pun menangis dan minta maaf terus.
(122) Dia ter-isak² sambil berderai air mata.

Aku pun gak sanggup melihat dia menangis.
Batinku juga perih. Aku pun sangat iba dan kasian melihatnya.

Ku peluk dia dan ku usap air mata di pipinya.

"Udah ya Pak, gak usah nangis lagi.", ucapku sambil ikut menangis.
(123) Aku memang gak tegaan ke bapack² apalagi kakek².

Sebenarnya yang ku lakukan tadi cuma acting.
Gak benar² dari hatiku.

Memang perbuatannya gak bisa di benarkan, dan wajar di tegor.
Namun bisa aja gak segitunya aku mengancamnya.

Namun entahlah, aku melakukannya pula.
(124) Dia gak berhenti terisak. Akupun makin ikut terlarut dalam kesedihan.
Melihat aku ikut menangis, dia makin ter-sedu².

"Udah Pak. Aku udah maafin bapack kok.", ucapku.

Ku kecup keningnya ber-kali² dan ku ciumi pipinya penuh kasih sayang.

"Udah ya Pak.!", ucapku lagi.
(125) "Aku sayang kok sama bapack. Tapi perbuatan kayak yang tadi gak bagus ya Pak.", ucapku.

Ku peluk terus dia sambil ngobrol menenangkannya.
Sampai aku pegal.

"Bentar Pak, kakiku pegal!", ucapku.

Aku pindah duduk ke kasur sambil nyandar. Ku tarik dia ke pelukanku.
(126) Bagai me-nyayang² anakku sendiri aku memperlakukan si bapack.

Bagai anak sendiri yang habis merajuk lalu ku coba bujuk mendiamkan, gitulah dia duduk di pangkuanku sambil ku peluk cium.

"Jangan takut samaku ya Pak.", ucapku.

"Aku tadi cuma bercanda aja!", tambahku.
(127) "Aku sayang samamu Pak. Aku masih mau berteman kompak samamu.

Kalau bapack mau, bertemanlah kita mulai sekarang.
Nanti sering² bapack ku ajak makan diluar.
Ku kasih juga duit kantong bapack!", ucapku.

"Sini nomor bapack!", kataku.

Dia pun ngasih.
(128) "Masih mau ya berteman samaku. Aku orangnya baik kok Pak.
Dan aku tau bapack juga orang baik.

Tapi mungkin tadi bapack khilaf karna mungkin tuntutan hidup yang mendesak. Aku bisa memaklumi dan maafin bapack.", ucapku.

Dia pun janji gak akan mengulangi hal yang sama.
(129) Kami makan dan ku kasih dia duit yang di kantonginya tadi.
Kutambah lagi 50 rb lagi.

Sempat juga dia gak mau terima.
Sebagai permohonan maafnya katanya, gak usah di kasih duit hari itu.

Tapi aku tetap ngasih dan mohon agar di terima. Tetap gak mau menerima.
(130) Akhirnya aku sendiri yang masukin ke kantongnya.
Tak lupa dia ucapin makasih sambil mau nyium tanganku.

"Eh, jangan Pak.", ucapku menghindar.

"Aku yang pantas cium angan bapack!", ucapku.

Akupun buruan nyium tangannya.

"Makasih Pak!", ucapnya.
(131) "Jangan panggil bapack samaku, Pak.
Aku gak suka.
Panggil aja nak!", ucapku.

"Coba panggil nak sekarang ku dengar Pak.", ucapku.

Dia malah kayak sungkan gitu.

"Berarti bapack gak anggap aku sebagai anak. Padahal aku udah anggap bapack sebagai bapackku.", ucapku.
(132) "Masa' manggil nak aja sungkan dan merasa berat di kidah bapack.", ucapku menunjukkan kekecewaan.

Lalu dia menatapku dengan wajah² sedih.

"Makasih ya nak.", ucapnya dengan suara serak si sertai isakan.

Matanya ber-kaca².
Lalu jatuh bulir² air dari pelupuk matanya.
(133) "Iya Pak. Sama². Makasih udah bilang nak ke aku.", ucapku sambil mencium pipinya.

Dia makin terisak dan berjatuhan air matanya.

"Jangan nangis lagi Pak. Aku jadi mau ikut nangis pula.", ucapku.

Dia menciumi pipi kanan kiriku.
Dia juga mengecup keningku.
(134) Di usap²nya wajahku dan ku cubit²nya kedua pipiku.

"Makasih nak....!", ucapnya dengan ter-isak².

"Bapack sayang gak samaku?", tanya.

"Sayang, nak!", ucapnya.

"Aku juga sangat sayang sama bapack!", ucapku.

"Makasih nak!", jawabnya.
(135) Ku antar dia pulang. Kami ngambil sepedanya ke semak tadi.

Lalu ku antar dia naik motor ke kota. Disanalah dia ku turunin.

Entah kenapa, aku jadi merasa bersalah ke dia udah pura² menggertaknya tadi.

Kurang ajarkah aku disitu?
.
.
.

Tamat.
Ralat :

Kidah = lidah
Si sertai = di sertai
Ralat: cium angan = cium tangan

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with AYAH PENYAYANG

AYAH PENYAYANG Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @ayahpenyayang

Mar 3, 2023
𝐊𝐀𝐓𝐀 𝐃𝐔𝐊𝐔𝐍 𝐓𝐇𝐄 𝐏𝐎𝐖𝐄𝐑 𝐎𝐅 𝐋𝐎𝐕𝐄

[Sebuah utas]
.
.
.

(1) Waktu itu aku umur 33 th. Aku pacaran dgn Pak Yamin (51 th). Pak Yamin tiba2 diserang penyakit aneh yg begitu parah, yg membuatnya hanya terbaring lemah dirumah dan bolak balik RS.

#fotohanyapemanis Image
(2) Saat itu usia pacaran kami baru jalan 2 th. Aku udah dikenal baik oleh anak istrinya dan sering datang main2 kerumah itu. Aku bahkan sering nginap dirumah mereka karna kami udah kayak keluarga.

Aku sangat sedih dan terpukul dgn penyakit yg menimpa Pak Yamin.
(3) Udah ber-bulan2 Pak Yamin gak pernah bisa bekerja, sehingga uang jajanku jadi stop. Padahal sebelumnya selalu lancar karna Pak Yamin emang sangat baik dan gak pelit samaku.

Selain itu kami tentunya udah gak pernah ML lagi. Ya gimana caranya, Pak Yamin aja lagi sakit kan.
Read 61 tweets
Jun 2, 2022
𝐃𝐀𝐅𝐓𝐀𝐑 𝐓𝐇𝐑𝐄𝐀𝐃 𝐘𝐀𝐍𝐆 𝐀𝐊𝐀𝐍 𝐒𝐄𝐆𝐄𝐑𝐀 𝐑𝐈𝐋𝐈𝐒 :

1. Modusin Supir Truck Part 1
2. Modusin Supir Truck Part 2
3. Modusin Supir Truck Part 3
4. Ustadz Yang Tega
5. Main Dengan Polisi Di Ruangannya
6. Main Dengan Polisi Di Toilet Kantornya Image
7. Main Dengan Polisi Di Kost-an
8. Main Dengan Polisi Di Kost Temannya
9. Jumpain Polisi Ke Luar Daerah
10. Dokter Yang Profesional
11. Di Tangkap Warga Ciuman Di Toilet Plaza
12. Bertemu Polisi Saat Pergi Healing
13. Main Tiga Dengan Polisi
14. Main Dengan Kepsek SMA Di Kost
15. Main Dengan Dosen Di Semak
16. Main Dengan Guru SD Di Kebun
17. Main Dengan Guru SD Di Rumahnya
18. Main Dengan Pendeta Di Hotel Part 1
19. Main Dengan Pendeta Di Hotel Part 2
20. Main Dengan Pendeta Di Kost
21. Main Dengan Pendeta Di Rumah Kosong
Read 12 tweets
Jun 2, 2022
𝐍𝐆𝐄𝐑𝐉𝐀𝐈𝐍 𝐎𝐑𝐀𝐍𝐆 𝐌𝐀𝐁𝐔𝐊

[Sebuah utas]
.
.
.

(1) Waktu itu jam 02.⁰⁰ WIB aku melintas di sebuah jalanan.

Ku lihat bapack² berjalan sempoyongan.

Ketika mau papasan, tercium aroma alkohol yang menyengat dari mulutnya.
.
.

#gambarhanyapemanis Image
(2) Aku pun niat nolongin. Ku mundurkan motorku dan ku sapa dia.

Gak ada respon darinya. Dia terus berusaha berjalan ke depan.
Bahkan di lihatpun aku gak.

Aku turun dari motorku dan ku raih tangannya.

"Hati² Pak!", ucapku memapahnya.

Lalu dia akhirnya ambruk.
(3) Aku berusaha sekuat tenaga menahannya agar gak imutan ambruk dengan dia.

Aku meng-usap² dadanya, punggungnya, pantatnya, dan pahanya hampir kena ke burungnya.

Sesekali ku pencet kepalanya dan ku usap² wajah serta pipinya.

Aku pun gak sanggup memapahnya.
Read 58 tweets
Jun 2, 2022
𝐃𝐈 𝐋𝐄𝐂𝐄𝐇𝐊𝐀𝐍 𝐎𝐌 𝐒𝐄𝐍𝐃𝐈𝐑𝐈

[Sebuah utas]
.
.
.

(1) Aku lahir di kampung.
Waktu aku kuliah, aku nompang di rumah Bibi, adek perempuannya bapackku, di ibukota provinsi.

Omku, suami bibiku itu seorang polisi biasa berpangkat bripka.

#gambarhanyapemanis
(2) Postur Omku tinggi besar, berisi, kulit kuning langsat, kumis tebal, suara ngebass, tangannya penuh bulu lebat, kaki sampai paha juga, perut berbulu, tapi dada gak.

Aku bisa rasakan punya Omku pasti gede. Karna sering nampak ngejendol ketika duduk di sofa atau di lantai.
(3) Di rumah Omku selalu pakai celana pendek. Dan rata² yang ukurannya separoh paha. Jadi kelihatan terus bulu² pahanya.

Ada satu celananya yang sangat menggetarkan dadaku.
Celana motif bunga² yang sangat minim plus agak tipis.
Kalau itu dipakai aku jadi deg²an terus.
Read 100 tweets
Jun 1, 2022
𝐀𝐊𝐔 𝐒𝐄𝐑𝐈𝐍𝐆 𝐌𝐄𝐍𝐆𝐈𝐍𝐓𝐈𝐏 𝐀𝐘𝐀𝐇𝐊𝐔

[Sebuah utas]
.
.
.

(1) Adakah kalian sebodoh dan sejahat aku?

Aku sering mengintip Ayahku mandi, tidur, dan kencing.

Anak macam apa sih aku ini, suka ke Ayah sendiri?
Masih wajarkah atau udah keterlaluan? Image
(2) Aku memang mengidap rasa suka ke bapack² sejak dini.

Tapi kondisi di kampung gak mendukung penyimpangan ini langsung berkembang di diriku.

Maklumlah kampung aku masih kolot, jauh dari kemajuan.
Dan kisah ini merupakan kisah di tahun 1995 yang lalu.
(3) Jujur waktu itu aku belum tau sedikit pun tentang dunia homo.
Tapi aku suka aja lihat bapack² ganteng dan mengkhayalkannya.

Di kampung aku sering melihat burung bapack² waktu mandi.
Karna kami mandi ramai² di sungai berbatu atau di pancuran yang airnya berasal dari bebatuan.
Read 70 tweets
Jun 1, 2022
𝐀𝐊𝐔 𝐌𝐄𝐍𝐘𝐄𝐒𝐀𝐋 𝐌𝐄𝐍𝐔𝐑𝐔𝐓𝐈 𝐍𝐀𝐅𝐒𝐔 𝐀𝐍𝐀𝐊𝐊𝐔

[Sebuah utas]
.
.
.

(1) Umurku saat ini udah 78 th.
Anakku ada 3 orang, 2 perempuan 1 laki².
Yang laki² belum nikah² sampai saat ini. Padahal umurnya udah 43 th.

#gambarhanyapemanis
(2) Aku memang biseks. Tapi aku gak lupa nikah.
Tapi yg membuatku sedih, anak laki²ku satu²nya, mewarisi gen homoku.

Memang gayanya gak ngondek, namun dia menyukai bapack² sama persis dengan aku, bapacknya.

Aku juga sejak muda sangat menyukai bapack².
(3) Aku selalu memperhatikan perkembangan anak laki²ku sejak dulu.

Aku selalu berharap agar anakku jangan mewarisi sifat² dan karakter burukku.
Aku pengen anakku normal, jangan kayak aku, bapacknya ini.

Dia ganteng dan selalu juara di sekolah.
Read 56 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(