(2) Postur Omku tinggi besar, berisi, kulit kuning langsat, kumis tebal, suara ngebass, tangannya penuh bulu lebat, kaki sampai paha juga, perut berbulu, tapi dada gak.
Aku bisa rasakan punya Omku pasti gede. Karna sering nampak ngejendol ketika duduk di sofa atau di lantai.
(3) Di rumah Omku selalu pakai celana pendek. Dan rata² yang ukurannya separoh paha. Jadi kelihatan terus bulu² pahanya.
Ada satu celananya yang sangat menggetarkan dadaku.
Celana motif bunga² yang sangat minim plus agak tipis.
Kalau itu dipakai aku jadi deg²an terus.
(4) Jujur udah lama aku mengkhayalkan Omku. Tapi aku sadar itu gak mungkin bisa ku dapatkan, karna dia Omku.
Lagian aku juga gak akan berani mengganggu dia. Kalau ku ganggu pasti aku di gampar dan terancam di lapor ke bibiku dan juga ke ortuku di kampung.
(5) Umur Omku ketika itu 53 tahun. Sedang eloklah istilah orang kita Minang.
Ada yang aneh menurutku, hampir tiap malam setelah mereka tidur di kamar, bibiku selalu keluar kamar dan buang² dahak di kamar mandi.
Terdengar guyuran air beberapa kali.
(6) Kayaknya mereka main terus tiap hari.
Kebetulan tanteku ada penyakit asma. Katanya dia gak tahan dingin. Kalau habis nyuci kain, dia langsung kumat. Makanya di kamarnya juga gak di pasang AC.
Tapi 2 jam setelah tidur kok selalu masuk kamar mandi dan cuci². Ngapain?
(7) Kebetulan aku tidurnya di ruang tamu yang udah di sekat dengan lemari.
Jadi aku tau betul bibiku keluar masuk kamar tengah² malam
Setiap tidur, bibiku pasti ganti kostum dengan mengenakan kimono.
Tapi Omku gak pernah keluar kamar sama sekali.
(8) Dan Omku kalau tidur pakai celana pendek yang tadi plus singlet.
Dia gak suka pake² sarung kayak bapack² di kampung.
Aku yakin Omku straight. Apalagi dulu pernah ada kasusnya mau nikah dengan suku asli di perantauan itu.
Sampai² dia di sunat agar langsung di nikahkan.
(9) Dalam keseharian, aku gak berani memandangi jendolan Omku ber-lama². Takut ketauan sama dia dan aku di anggap kayak gak normal.
Aku hanya curi² pandang aja ketika misalnya dia menunduk atau melihat ke samping.
Kalau pas tatapan mata, aku gak berani lihat anunya.
(10) Meskipun ku akui, pernah juga sesekali mataku menyapu ke arah selangkangannya ketika dia melihatku.
Spontan akupun melihat ke arahnya dan akhirnya mata kami beradu.
Disitulah aku jadi tengsin.
Aku berharap jangan sampai dia mikir yang aneh² terhadapku.
(11) Di rumah Omku sering garuk² selangkangan dari sebelah kiri kaki celana pendeknya.
Memang bukan di depanku, tapi ketika misalnya dia nonton TV di bagian dalam ruang tamu, yang jadi tempat tidurku kalau malam.
Sedangkan aku duduk di sofa, yaitu di bagian luar ruang tamu.
(12) Pas aku jalan ke kamar mandi, dengan santainya tangannya masih di biarkan di dalam celananya meng-garuk².
Dia gak segan dan langsung mengeluarkannya.
Sedang matanya tetap fokus ke layar kaca.
Disitulah kadang² aku merasa horni sendiri dan jadi meng-khayal² tentang dia.
(13) Kalau rumah sedang rame kedatangan tamu, misalnya anak²nya pulang kuliah dari provinsi lain, anak²nya gabung tidur dengan bibiku di kamar.
Sedang Omku akan tidur di ruang tamu, sampingku.
Disitulah aku gak bisa tidur.
Kepikiran terus ke dia. Aku sering² me-lihat² dia.
(14) Apalagi dia tidur gak pake singlet. Jadi nampak jelas dada besarnya, perutnya, atau bagian pinggangnya di mataku.
Aku juga gak bisa tenang mandangi bulu² pahanya, dan juga jendolannya di balik celana pendeknya.
Hampir aja ku grepe² dengan harapan jangan di rasakannya.
(15) Pernah satu malam, ketika aku terbangun, aku melihat wajahku udah dekat sekali dengan anunya.
Saking dekatnya, sampai² wajahku sampai nyentuh kain celananya.
Karna aku tidur agak lasak, sehingga tubuhku bisa merosot ke bawah hingga wajahku sejajar dengan anunya.
(16) Ketika itu aku terbelalak dan langsung ngos²an.
Bisa wajah sedekat itu merupakan sesuatu yang langka bagiku.
Aku pun takut dia terbangun dan mengira aku sengaja hendak mengisap burungnya.
Aku menggeser wajahku menjauh. Lalu ku amati wajahnya, ternyata tidur lelap.
(17) Setelah peristiwa itu, aku gak bisa tidur lagi.
Aku hanya rebah dengan mata dipaksa tertutup, tapi otakku menjelajah ke-mana².
Udah pengen grepe tapi aku benar² takut melakukannya.
Untuk sekedar letakin tangan aja di atas perut atau jendolannya gak berani.
(18) Satu jam berlalu pikiranku terus berkecamuk. Aku gelisah dan bolak balik pipis ke kamar mandi.
Ku paksa pejamkan mata tapi gak bisa.
Akhirnya akupun memberanikan meletakkan tanganku di pusatnya ketika Omku tidur telentang.
Ku rasakan gerakan perutnya yang kembang kempis.
(19) Aku memang gak berani menggerakkan tanganku. Aku hanya meletakkannya dengan diam.
Sontak tanganku langsung gemetaran sendiri saking takutnya.
Getaran itu mengguncang seluruh tubuhku.
Aku takut getaran itu membangunkannya dari tidur.
Aku langsung menarik tangan itu.
(20) Lalu sebentar lagi aku beranikan diri meletakkan tanganku di jendolannya.
Aduh, ini lebih gila lagi getarannya.
Aku langsung menggigil ketika tanganku bersentuhan dengan anunya Omku.
Aku tersentak kaget ketika dia bergerak dan tidur nyamping membelakangi aku.
(21) Bersamaan dengan itu aku langsung menarik tanganku. Karna aku kira dia sedang terjaga.
Lalu akupun memandangi punggung kekarnya hingga pinggulnya.
Mataku terhenti di pinggangnya memandangi parit² pantatnya atau belahan pantatnya yang nampak menyembul keluar separoh.
(22) Belahan pantat Omku teramat mulus dan bersih. Tapi bulu²nya.
Karet celananya memang sangat melorot.
Apalagi Om ku pakai CD juga agak jauh ke bawah.
Itulah makanya belahan pantatnya bisa nampak begitu banyak.
Dan CD Omku juga CD legend khas bapack², Hing's putih klasik.
(23) Biasanya, bisa melihat karet² CD-nya aja aku udah horni. Yang mana itu sering nampak dari bekakang dan samping.
Eh, ini malah belahan pantatnya yang jelas terlihat.
Jujur, melihat belahan pantat Omku adalah makanan se-hari²ku. Tapi bukan waktu tidur, melainkan pas duduk.
(24) Karna Om ku tipikal orang yang kalau duduk lesehan, belahan pantatnya akan tumpah keluar.
Karet celananya akan jauh merosot ke bawah.
Bahkan ketika pakai celana dinasnya yang coklat juga, gayanya seperti itu. Tapi bedanya tertutup oleh bajunya yang di masukkan ke dalam.
(25) Kalau Omku mandi, dia udah buka baju dari kamar. Dia handukan aja ke kamar mandi.
Begitu juga selesai mandi, dia handukan. Di kamar tidur baru pasang baju.
Aku udah lama pengen intip dia mandi. Tapi belum ada kesempatan emas.
Karna kondisi rumah yang begitu.
(26) Tapi di dinding antara ruang nonton TV dengan kamar mandi, ada kaca. Tapi agak tinggi.
Kalau seandainya aku naik ke kursi, aku akan bisa melihat ke kamar mandi.
Aku udah berencana jauh² hari mau intip Omku dari situ. Tapi pas ruang tamu sepi aja.
Dan itupun kejadian.
(27) Sore itu bibiku belum pulang dari pasar. Aku dan Omku di rumah. Lalu dia mandi.
Akupun memberanikan diri mengintipnya dari kaca tadi.
Kaca itu cukup besar, ukuran 20x40.
Jadi harus ekstra hati² ngintipnya. Jangan sampai dia duluan yang lihat kepalaku nongol.
(28) Pertama kali menaikkan kepalaku, yang kulihat adalah belahan pantat Omku ketika dia berdiri membelakangiku.
Aku pengen dia menghadap ke aku, tapi pasti dia melihatku.
Akupun menepian mukaku ke pinggir agar gak jelas kali wajahku menempel di kaca.
Lalu Omku pun ber-gerak².
(29) Dia berdiri menyamping dan terlihatlah batangnya yang panjang besar menjuntai ke bawah.
Nafasku hampir berhenti. Badanku berguncang hebat.
Lalu Omku melihat ke bawah ke burungnya, di garuknya bagian bawah batangnya, lalu bijinya, dan di usap²nya jembutnya.
(30) Sesekali dia menunduk menunggingiku.
Terlihatlah belahan pantatnya terbuka. Lebat sekali bulu² di sekitar lobangnya.
Om ku pun mengguyur air ke badannya ber-kali².
Kini badannya udah basah semua. Lalu dia meraih sabun batangan dan mulai menyabuni tubuhnya.
(31) Di sabuninya terus burungnya sampai gak jelas lagi terlihat olehku. Busa sabun udah melimpah menutupi tubuhnya yang seksi.
Dia pun mengguyur air ke kepalanya menyapu semua busa itu.
Aku bisa melihat burung Om ku yang sunat karna kasusnya yang dulu.
(31) Dia kembali meng-gosok² tubuhnya dan juga burungnya.
Lalu tanpa ku duga² dia langsung melihatku di kaca.
Aku telat beberapa detik menjauhkan wajahku dari kaca.
Dia sempat memergokiku sedang mengintipnya.
Aku sangat kaget dan takut.
Terasa wajahku sangat panas dan gemetar.
(32) Yang sempat kulihat, wajahnya juga kaget melihatku.
"Ngapain disitu?"
Ku dengar suaranya berseru dari kamar mandi.
Aku gak menyahut. Aku udah gak tau apa yang akan terjadi.
Pasti dia akan cerita ke bibiku. Aku pasti di usir dari rumah mereka.
Orang tuaku juga akan tau.
(33) Aku sangat malu waktu itu.
Omku pun keluar kamar mandi dan mendapati ku sedang duduk di sofa depan.
Dia berhenti sejenak di depan pintu kamarnya.
Aku tau dia memandangiku meskipun aku gak berani melihatnya.
Gak ada kata² yang keluar dari mulutnya.
Dia pun masuk kamar.
(34) Bibiku pun datang dari pasar. Pikiranku udah kacau, kepikiran terus dengan yang tadi.
Aku udah nunggu² ketika bibiku akan menatarku.
Tapi sampai malam tiba, gak terlihat perubahan bibi ke aku.
Apa Om belum cerita ya, pikirku.
Lalu ketika makan malam, aku banyak terdiam.
(35) Aku benar² malu melihat Omku. Dia sering memandangiku.
Aku gak tau apa arti pandangan itu.
Aku menanggapinya sebagai pandangan marah.
Aku benar² merasa bersalah. Pengen minta maaf secara 4 mata agar dia jangan menceritakan ke bibiku.
Tapi kapan? Gak ada waktu ber-dua²an.
(36) Harusnya tadi waktu bibi belum pulang, aku langsung minta maaf ketika dia keluar kamar mandi.
Kalau besok, belum tentu bisa. Karna emang gak pernah kok kami ber-dua²an.
Lagian kalau besok, bisa² gak ada gunanya lagi, karna udah terlanjur di ceritakan ke bibi.
Aduh!
(37) Tapi sehari dua hari berlalu, nampaknya bibiku belum tau soal itu.
Tapi tiap hari serasa horor bagiku.
Omku pun gak menampakkan marah di wajahnya. Namun dia tetap seperti semula, jarang ngomong samaku.
Dia sih baik dari dulu, tapi jarang ngomong. Apalagi ber-gurau².
(38) Seminggu berlalu, gak ada apa² yang terjadi. Bibiku ke pasar lagi, tapi Omku belum pulang dinas.
Aku di suruh jaga rumah.
5 menit kemudian Omku tiba, dia nanya bibi dimana, ku jawab lagi belanja ke pasar.
Lalu Omku langsung mandi. Aku gak berani lagi ngintip dia.
(39) Ketika dia tengah mandi, dia me-manggil²ku. Suruh di ambilkan odol dari atas kulkas.
Aku pun mengetuk pintu dan di bukakan. Kulihat Omku berdiri tegak dibalut handuk.
Dia gak langsung ngambil odol dari tanganku.
"Udah mandi?", tanyanya.
"Belum, Om!", jawabku.
(40) "Kenapa belum mandi. Ngapain aja dari tadi?", tanyanya.
"Iya nantilah, Om!", jawabku.
"Kenapa kemarin tuh?", tanyanya.
Aku diam.
"Kamu kemarin ngintip Om kan?", tanyanya.
Aku pun menunduk gak menjawab.
"Kenapa bisa ngintip Om? Coba jawab dulu.", ucapnya lagi.
(41) "Kamu... suka sama.... Om, ya..?", tanyanya dengan putus² pakai jeda.
Aku pun gak mau jawab.
"Jawablah. Gak usah takut.
Om gak marah.
Om cuma heran aja kok kamu intip Om.
Padahal Om laki² juga kayak kamu.",
ucapnya.
(42) "Om belum ceritain ke bibimu.
Kalau Om ceritain kurasa dia marah samamu.", ucapnya.
"Jawablah Om. Biar Om tau alasan kamu ngintip Om!", ucapnya lagi.
"Iya? Kamu suka sama Om, ya?", tanyanya.
"Jawablah, bibimu datang pula nanti!", ucapnya.
(43) "Iya, Om! Maafkan aku Om, aku khilaf.
Aku tau itu salah dan gak pantas ku lakukan.", ucapku dengan menunduk.
Lalu dia menerima odol itu dari tanganku.
"Iya, Om maafin kamu. Tenang aja. Om gak akan ceritakan ke bibi kamu.", ucapnya.
Lalu terdengar suara bibi di depan.
(44) Aku pun buru² ke depan, dan Om ku langsung nutup pintu.
Itulah untuk hari itu.
Seminggu lagi kejadian yang sama terulang lagi.
Ketika bibi baru berangkat ke pasar, Om baru tiba.
Dia langsung ganti seragamnya dan langsung keluar kamar handukan.
(45) "Om mandi dulu ya!", ucapnya.
Gak biasanya dia bilang gitu.
"Itu apa tuh?", tanyanya sambil menunjuk kaca tempat aku mengintipnya kemarin².
Aku merasa kayak ada maunya Omku, tapi aku takut salah menerjemahkannya.
Makanya aku milih diam aja dari pada salah pengertian.
(46) "Mau ngintip Om lagi?", tanyanya.
"Gak, Om!", jawabku.
Lalu dia mendekat ke aku dan menepuk bahuku.
"Om tau kamu suka dengan Om. Tapi kamu takut mengutarakannya.", ucapnya.
Aku pun di buat kbebingungan dengan kata² itu.
"Om mau aja bantu kamu!", tambahnya.
(47) Gak ada jawaban dari mulutku.
"Kamu mau, biar Om kasih?", ucapnya.
Dia terus memandangi wajahku tapi aku malah menunduk terus.
Lalu di raihnya tangan kananku dan di sentuhkannya ke burungnya yang berbalut handuk.
Gak ada reaksiku ketika menyentuh burungnya.
(48) Tapi jujur aja waktu itu aku udah bagai kesentrum arus listrik.
"Peganglah!", ucapnya.
Tapi aku gak berani me-ngapa²kannya. Tanganku posisi ngepal waktu itu.
1. Modusin Supir Truck Part 1 2. Modusin Supir Truck Part 2 3. Modusin Supir Truck Part 3 4. Ustadz Yang Tega 5. Main Dengan Polisi Di Ruangannya 6. Main Dengan Polisi Di Toilet Kantornya
7. Main Dengan Polisi Di Kost-an 8. Main Dengan Polisi Di Kost Temannya 9. Jumpain Polisi Ke Luar Daerah 10. Dokter Yang Profesional 11. Di Tangkap Warga Ciuman Di Toilet Plaza 12. Bertemu Polisi Saat Pergi Healing 13. Main Tiga Dengan Polisi 14. Main Dengan Kepsek SMA Di Kost
15. Main Dengan Dosen Di Semak 16. Main Dengan Guru SD Di Kebun 17. Main Dengan Guru SD Di Rumahnya 18. Main Dengan Pendeta Di Hotel Part 1 19. Main Dengan Pendeta Di Hotel Part 2 20. Main Dengan Pendeta Di Kost 21. Main Dengan Pendeta Di Rumah Kosong
Aku sering mengintip Ayahku mandi, tidur, dan kencing.
Anak macam apa sih aku ini, suka ke Ayah sendiri?
Masih wajarkah atau udah keterlaluan?
(2) Aku memang mengidap rasa suka ke bapack² sejak dini.
Tapi kondisi di kampung gak mendukung penyimpangan ini langsung berkembang di diriku.
Maklumlah kampung aku masih kolot, jauh dari kemajuan.
Dan kisah ini merupakan kisah di tahun 1995 yang lalu.
(3) Jujur waktu itu aku belum tau sedikit pun tentang dunia homo.
Tapi aku suka aja lihat bapack² ganteng dan mengkhayalkannya.
Di kampung aku sering melihat burung bapack² waktu mandi.
Karna kami mandi ramai² di sungai berbatu atau di pancuran yang airnya berasal dari bebatuan.
(1) Namaku Panca, pemuda 31 tahun yang masih melajang.
Ini pengalamanku modusin bapack² idamanku yang terinspirasi dari salah seorang pengguna Twitter.