Rana. 10 tahun.
Udah hampir 4 tahun homeschooling.

Rana secara otodidak, sekarang fasih berbahasa inggris.
Dan sedang gemar membuat animasi pendek, dan sedang proses menulis novel berbahasa inggris.

Lalu tahun ini, dipepet eyang2nya untuk kembali menyekolahkan Rana.
Akhirnya..
Akhirnya daku menyerahkan 1 nama sekolah internasional di area Jakarta Selatan.
Beserta rincian uang pangkal dan uang bulanan yg harus dibayarkan kalau Rana jd murid di sekolah tersebut.

Daku dan Rana bahkan udah mengunjungi sekolah, dan.. "Well.. Not bad.."
Gitu kata Rana.😅
Eyangnya, dengan semangat tinggi berujar,
"Baik, pokoknya kami akan bayar lunas uang pangkal sekolah Rana. Yang penting Rana mendapat pendidikan terbaik."

(🙄 pendidikan terbaik versi siapa nih? 🙄)

Lalu dengan sopan, Bapaknya Rana menyahut.
"Maaf, mungkin kami kurang jelas.."
"Jadi kan ini permintaan menyekolahkan Rana kan dari para eyang. Jadi silakan dibayarkan seluruh biaya sekolah Rana. Uang pangkal dan uang bulanan. Kami akan bantu untuk membujuk dan menemani Rana sehari-hari untuk sekolah.
Tapi kalau para Eyang tidak berkenan utk membayar.."
"Kalau para Eyang tidak berkenan untuk membayar keseluruhan biaya sekolah, maka kami akan ajak Rana kembali meneruskan belajar secara mandiri."

Lalu jawabannya..

"Waduh. Kalau sama uang bulanan, terlalu mahal.. 😐"

🙂

"Ya sudah terserah kalian aja deh.."

Gitu kata Eyangnya.
Daku dan Bapaknya Rana berpandang-pandangan dengan nyengir.

Tapi perjuangan para Eyang untuk bikin Rana bersekolah formal tidak berhenti.
Rana diinterogasi langsung oleh Eyangnya.
2 belah pihak Eyang.

Daku serahkan tanya jawab ke Rana sepenuhnya.
Dan daku surprise sendiri.
Mental self-learning Rana udah cukup kuat menurut daku.
Kalau dia minat, dia akan gali sendiri.
Kalau dia perlu, dia akan kerjakan.
Tapi Rana anak yang malas berdebat.
(Persis Bapaknya)

Dan daku surprise, ketika Rana membalikkan bbrp pertanyaan (dan pernyataan Eyangnya).
Misal..
Misal..

Eyangnya: "Knp sih Rana gak sekolah? Gak dibolehin ya sama Mama?"

Rana: "Uumm.. Bukan Mama sih. Aku emang belum pengen sekolah."

Eyangnya: "Kan di sekolah seru. Banyak temennya. Eh kamu kan di rumah trs, Rana punya temen ya?"

Rana: "Well. I have some close friends.."
Eyangnya: "Ya kalo di sekolah kan temennya lebih banyak. Gak cuma itu itu aja."

Rana: "Hmm.. I think, it's not about the place. Walopun gak sekolah, aku punya temen. And I think, about friendship, what the matter is the person. Not the school."
Daku terbelalak dalam diam menyimak jawaban Rana.
😳
Waw.
Waktu seumur dia, aku ngapain aja ya.. 😅

Eyangnya juga terdiam.
Lalu..

Eyangnya: "Tapi kan kalo ke sekolah bisa jadi pinter.."

Daku tertawa dalam hati. Tapi penasaran jawaban Rana.

Rana dengan kalem menjawab..
Rana, dengan kalem, "Aku gak sekolah, tapi aku bisa pinter juga."

Eyangnya: "Ya tapi kalo sekolah kan begini begitu begini begitu."

Daku menghela napas. Lelah.
(Weloh yg ditanya Rana, kok aku yg lelah..)

Rana: "Eyang. Emang sekolah itu buat apa sih?"

Eyangnya: "Biar pinter!"
Rana: "Ooh.. Owkey.."

Rana manggut-manggut kalem.
Tampak malas melanjutkan.
(Aku yg susah kalem malah. 🙈)

Makin lama, Rana cuma manggut-manggut ke semua omongan Eyangnya, dan mukanya terlihat makin bosan.
Dan akhirnya Eyangnya juga mati gaya.
🙈

Aku terpesona. 🙈
Gak nyangka Rana bisa jawab para Eyangnya sekalem itu. Dan bisa menjelaskan opininya.

(Soalnya kalo aku, bawaanku kayaknya udah spanneng duluan pengen bantah aja sambil emosi. 🙈)

Thank you for being my daughter, Rana.
Terima kasih udah memilih aku jadi ibumu. 🤗
Eniwei, kalopun Rana jadi dibayarin sekolah di sekolah internasional yg daku incar itu, daku hepi juga.

Karena sekolahnya menarik.
Tanpa textbook. 😍
Gak ada buku pelajaran uhuy.
Dan Rana otomatis memang minta sekolah yg basicnya berbahasa Inggris.

Yah tapi emang mahal sih. 🙈
Rame banget.😄
Aku belum bisa reply satu-satu.

Mengamati responnya, ada banyak pertanyaan mengenai:
- Apakah Rana punya teman?
(Punya dong 😄)
- Apakah bisa bermasyarakat?
(Bisa dong 😄)

Pernah nulis tentang cara sosialisasi anak HS di sini. Silakan.
Lalu ada beberapa pertanyaan juga.
Gimana awalnya?
Apa yg bikin memotivasi ambil jalur non sekolah?

Dulu aku pernah tulis obrolanku dengan #MasPsikolog dan 2 temanku, seputar:
"SEKOLAH ITU BUAT SIAPA?"
Lalu ada beberapa pertanyaan juga, mengenai kurikulum dan metode.
Kami mengambil jalur Unschooling.
Tanpa kurikulum dari pemerintah.
Gak ada buku pelajaran.

Tapi, keputusan itu diambil dengan riset panjang dan survey dan konsultasi ke psikolog anak.

Aku rajin nyimak..
Aku rajin nyimak buku parenting, rajin nyimak filosofi pendidikan dari tokoh sana sini.
Aku rajin ngobrol dengan #MasPsikolog.
(Ada banyak thread dengan hashtag ini. Kalo kepo dan iseng bisa dicari. 😄)

Aku ikut webinar2 tentang HS dan segala lika-likunya dari @rumah_inspirasi.
Lalu aku juga berdiskusi dan ngobrol dengan Rana sejak dia berusia 6 tahun.
Trial error juga ke sekolah sana sini.
Rana pernah bersekolah formal kok.

Sebelum mengambil keputusan besar utk keluar dari sekolah, kami trial error dan simulasi apa saja yg akan kami hadapi.
Daku pernah juga bikin thread panjang tentang DESCHOOLING SOCIETY.
Kritikan-kritikan seorang tokoh bernama Ivan Illich kepada sekolah.
Daku manggut-manggut parah waktu nyimak beliau. 😄

Bisa disimak di sini.

Oh iya.
Daku juga menjanjikan ke beberapa, bikin list buku seputar Homeschooling/Unschooling (yg daku cocok dan sreg), juga daftar akun-akun instagram yg daku cocok dengan konsep metode belajar mereka.

Video-video youtube seputar filosofi pendidikan yg enak disimak. Tunggu ya.
Dan harus aku luruskan.
Ini aku bukan ANTI SEKOLAH.

Aku dan suami cuma melihat, ADA ALTERNATIF PENDIDIKAN selain lewat jalur sekolah, yg kebetulan lebih menarik hati dan pikiran kami.

Dan kebetulan kami berani masuk dan menempuh jalan lain itu. ^^

Dan salah satu alasan lainnya kenapa akhirnya memutuskan jalur non sekolah (krn sekolah impian kok ya mahal amat), adlh tentang hal-hal yg daku tulis di thread ini.

(Yg daku sendiri masih struggling soal self love).

Pernah daku ceritakan di sini.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Atika Nurkoestanti

Atika Nurkoestanti Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @tikabanget

Sep 9, 2020
Aku suka sekali baca tulisan dokter-dokter di fesbuk:

• Tjawe Ilyas
• Iman Fauzan Syarief
• Agni B Sugiyatmo

Mereka menjelaskan COVID dengan sangat rasional.
Yang baca jadi semangat buat menghadapi dunia.
Bukan menghindari dunia.
Dari dokter Agni B Sugiyatmo.

Kenapa angka positif COVID terus bertambah dengan drastis?
Kenapa rumah sakit jadi gampang penuh?
Karena tahapan pemeriksaan jadi terbalik.
(Kata beliau) ImageImageImageImage
Dr Anthony Fauci, direktur NIAID (National Institute Allergies and Infectious Diseases) bilang:

"OTG atau pasien asimtomatis bukanlah driver atau penyebab utama suatu pandemi." Image
Read 9 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(