Mengapa para nabi menyampaikan ajakan bertauhid dan tidak menyekutukan Tuhan? Apa implikasi pengesaan dan penyekutuan Allah? Pentingkah tauhid bagiNya?
Pertanyaan-pertanyaan di atas perlu dijawab secara rasional agar urgensi tauhid yang merupakan ajaran utama Islam terungkap. Selama ini kita sering diceramahi dengan anjuran tauhid dan larangan syirik.
Jelaslah, Allah tetaplah Allah, zat satu-satunya yang sempurna dalam eksistensi, diyakini keesaannNya maupun tidak disembah atau disembah.
Anjuran kepada umat manusia untuk mengesakannya justru untuk memuliakan manusia sebagai ciptaanNya yang paling utama.
Tujuan di balik perintah mentauhidkan Allah dan larangan mensyirikkanNya adalah menyadarkan manusia akan posisi spesialnya. Allah memerintahkan manusia bertauhid semata-mata agar setiap manusia menghormati dirinya.
Self respect adalah target utama misi para nabi hingga Nabi Muhammad SAW.
Penghormatan setiap manusia atas posisi kemanusiaannya meniscayakan kesadaran setiap individu manusia tentang supremasinya atas semua makhluk, termasuk malaikat.
Kesadaran ini meniscayakan kesadaran setiap individu manusia tentang kesejajaran.
Kesadaran tentang kesejajaran esensial meniscayakan runtuhnya dominasi individu manusia atas individu-individu lainnya.
Runtuhnya dominasi antar sesama individu manusia menciptakan revolusi kebebasan dan kemerdekaan. Inilah yang menjadi alasan tunggal perlawanan para raja tiran, para tuan tanah yang rasis, dan para saudagar tamak terhadap Tauhid.
Para nabi sepanjang sejarah menghadapi resistensi sengit dari para penguasa karena menganggap ajakan tauhid sebagai seruan melucuti kuasa para tuhan bertuhan.
Semua penguasa tiran, karena menuhankan diri dan menghambakan orang lain melakukan segala macam cara untuk mempertahankan dominasi. Namrud, Firaun, Abu Jahal, Yazid dan para bromocorah adalah ikon-ikon penghambaan manusia.
Demi mempertahankan kekuasaan dan melawan ajaran tauhid, para penguasa kejam menjadikan tuhan palsu sebagai kedok dan jargon manipulatif.
Abu Lahab dan para raja kabilah berpura-pura membela Lata dan Uzza serta tradisi leluhur semata-mata demi mempertahankan dominasi politik dan ekonomi dengan ladang-ladang korma yang memperkerjakan ratusan budak-budak gratis.
Karena itu ajakan Nabi SAW lebih diterima oleh kelas bawah terutama kaum tertindas, seperti Ammar, Bilal dan lainnya.
Ringkasnya, seruan bertauhid yang dipekikkan oleh Nabi bermakna “jangan berlagak tuhan bagi sesamamu dan jangan jadi hamba bagi sesamamu. Jangan jadi penjajah dan jadi terjajah."
Atas dasar itu, memperingati hari kemerdekaan merupakan ekspresi kebertauhidan. Merdeka!
Utas bernas ini ditulis saudaraku tercinta beberapa jam yang lalu, sangat bermanfaat khususan bagi para muhibbin agar lebih cermat dan cerdas menyikapi fenomena kecintaannya pada habaib.
*Ilusi Kemuliaan Keturunan (Dzuriyyah)*
✍Musa Kazhim Alhabsyi
Beberapa waktu lalu saya menulis buku berjudul Identitas Arab itu Ilusi: Saya Habib,
Saya Indonesia.
Lalu sebagian orang mengira ilusi dalam judul itu bermakna penafian
identitas Arab. Padahal, ilusi terjadi karena subjek mempersepsi suatu objek secara keliru.
Orang mengalami ilusi ketika dia melihat pohon kurma sebagai kelapa,
mendengar auman kucing sebagai tangisan bayi, atau ketika orang sedang terbang di dalam pesawat dan menengok ke jendela lalu berilusi bahwa pesawat tersebut tidak
bergerak padahal ia sedang melaju ...
Kita tetap setia tetap setia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia tetap setia
Membangun negara kita
Setiap tanggal 17 Agustus lagu “Hari Merdeka” ciptaan Sayyid Husin al-Mutahhar di atas membahana di seluruh pelosok Indonesia.
Sebagai bangsa kita patut bersyukur karena telah meraih kemerdekaan eksternal dari penjajah asing. Tapi kita patut bersabar demi meraih kemerdekaan internal.
*APAKAH NASIONALISME ITU BID'AH?!*
*Hanya Sebuah Renungan Pendek untuk Menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia*
*Oleh: Haidar Bagir*
*17082022*
Dalam kesempatan hari kemerdekaan seperti kali ini, penting untuk kita bahas masalah yang sering dilontarkan secara berulang ....
...dalam diskusi mengenai hubungan Islam dan negara/bangsa:
Apakah Islam membenarkan nasionalisme dan gagasan negara-bangsa, ataukah menentangnya?
Apakah gagasan negara-bangsa itu bid'ah dan, sebagai gantinya, kita harus mengembangkan gagasan internasionalisme - semacam khilafah universal - yang melampaui itu semua?
Suatu malam Isa bin Musa al-Hasyimi berusaha gombalin istrinya. Sayang, dia gak paham cara gombalin istri dgn romantis. Dia berkata kepada istrinya: "Jikalau engkau tidak bisa menjadi lebih indah dari bulan, engkau terkena talak tiga."
Maksud dia mau bilang istrinya lebih indah dari bulan. Tapi karena pilihan diksi yang kebablasan, istrinya ngambek. "Ceraikan saja aku kalau gitu!" Pusinglah sang suami. Malam terasa begitu berat untuk dijalaninya. Mungkin asam lambung dan asam uratnya langsung naik saat itu :)
Isa pun pergi mengadu ke Khalifah al-Manshur dan minta sang khalifah turun tangan menyelesaikan persoalan ini. Isa memang keponakan khalifah dan saat itu menjadi putera mahkota, calon penerus Khalifah.
Saya yakin anda terbiasa melakukan shalat, tapi mungkin kurang perhatian pada dampak² baek ini; di saat shalat akan dapati kebersihan jasmani, lantaran anda membersihkan badan terlebih dahulu, kemudian shalat.
[...lanjut👇]
Di dalam shalat, anda akan menemukan kesucian perilaku; karena shalat dapat mencegah dari perbuatan keji, mencegah perbuatan munkar, baek yang berupa perkataan maupun perbuatan. Maka perilaku anda harus baek saat anda hendak shalat.
Di dalam shalat ada interaksi ruhani, yang berarti anda "keluar" dari dunia ini dan berlepas dari segala yang ada di dalamnya, kemudian anda "terbang" ke langit untuk mengisi perbekalan kekuatan.