Di Surabaya, ada Persekutuan Hidup Damai & Kudus (PHDK). Dulu, pertama kali berdiri pd 1989, namanya adl "Persekutuan Doa Waria, Gay, & Lesbi."
Selama puluhan tahun, PHDK telah memberikan ruang aman bagi kelompok minoritas tuk beribadah. Pelopornya adl Bunda Handayani Kristanti.
PHDK lahir di Surabaya & pernah membuka cabang di Semarang, Jogja, Cirebon, Bandung, hingga Bali. Tapi, kini cabang2 tsb tak lagi bertahan karena ditutup paksa alias digrebek oleh ormas. Meski begitu, PHDK Surabaya tetap bertahan dgn mendiami rumah Bunda Handayani yg sederhana.
Setiap tahun, mereka kerap mengadakan pertemuan se-Jawa-Bali pada perayaan Natal yg didominasi waria/transpuan.
Kegiatannya sederhana: berdoa bersama, ceramah, & PHDK telah mnjdi "rumah" bagi kawan2 minoritas yg selama ini terbuang atau sulit mencari tempat tuk beribadah.
Tak seperti Pecinan Glodok, bangunan tua sdh hampir punah & hanya bs dihitung jari. Tapi, tradisi peranakan Tionghoa-Betawi msh sgt kental. Sy sarankan berkunjung pagi sebelum jam 9 tuk bs icip di lapak kue dekat pasar lama.
Indri mnjdi waria sejak 2009 & seorang biseksual. Ia pernah pny pacar laki & kerja sbg pekerja seks. Kini beristri & tetap ngamen.
Selama ini Indri bantu mendistribusikan nasi bungkus/sembako #BantuanuntukWaria
Mengapa Indri jadi waria?
Nyaman saja! Serasa saya itu perempuan paling cantik saat dandan. Tahun 2009, saya dikenali teman waria di Duri. Sampai sekarang keterusan. Jadi nyaman.
Sehari-hari pakai baju perempuan atau hanya saat ngamen?
Sehari-hari pakai baju lelaki karena lebih aman juga. Tahun 2011 itu rambut saya panjang dan banci 24 jam sampai 2016. Sempat jadi pekerja seks, mangkal di Grogol, Jembatan Besi.