Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan konsepsi Jawa dengan mengacu pada bentang alam yang ada, seperti gunung, laut, sungai, serta daratan. #KratonJogja
Selama beberapa hari ke depan, media sosial @kratonjogja akan mengangkat tema “Sumbu Filosofi” yang sedang diusulkan menjadi warisan budaya dunia UNESCO.
Apabila ada pertanyaan dan informasi lebih lanjut dapat disimak melalui akun-akun berikut ini:
The Palace of Yogyakarta was established according to the Javanese conception with reference to its landscapes, which include mountains, sea, rivers, and land. #KratonJogja
Over the next few days, @kratonjogja social media will cover the topic of "The Philosophical Axis" which is being proposed as a UNESCO world heritage.
Write your questions below and for further information stay tuned to the following accounts:
Sejatinya Laut Selatan, Keraton Yogyakarta, dan Gunung Merapi tidak persis berada dalam satu garis lurus. Oleh karena itu, poros bentang alam ketiganya disebut sebagai sumbu imajiner. #KratonJogja #Sumbuimajiner
Sumbu nyata yang membentang utara selatan dalam satu garis lurus adalah jalan yang menghubungkan Tugu Golong Gilig, keraton, dan Panggung Krapyak. Ketiga penanda tersebut mewujudkan prinsip Sangkan Paraning Dumadi. #KratonJogja
Sangkan berarti asal, sementara paran berarti tujuan. Filosofi ini dimaknai sebagai perjalanan manusia menuju Sang Pencipta. #KratonJogja
Perjalanan dari Panggung Krapyak menuju keraton mewakili konsepsi sangkan (asal) dan proses pendewasaan manusia. Sementara perjalanan dari Tugu Golong Gilig menuju ke keraton mewakili filosofi paran (tujuan). Yaitu perjalanan manusia menuju Penciptanya. #KratonJogja
The South Sea, The Palace of Yogyakarta and Mount Merapi are not exactly connected in a precisely straight line. Therefore, the line is named the imaginary axis. #KratonJogja
The actual axis that stretches from north to south is the street that connects Tugu Golong Gilig, the palace, and Panggung Krapyak. The three markers embody the principle of Sangkan Paraning Dumadi. #KratonJogja
"Sangkan'' means origin, "paran" means destination. This philosophy represents mankind's journey towards The Creator. #KratonJogja
The street from Panggung Krapyak to the palace symbolizes a philosophy of human's "sangkan" (origin) and process to maturity. Meanwhile, the street from Tugu Golong Gilig to the palace represents the philosophy of "paran" (destination), one's path to his Creator
Panggung Krapyak terletak kurang lebih 2 km di selatan Keraton Yogyakarta. Berbentuk segi empat dengan tinggi kira-kira 10 meter, lebar 13 meter, dan panjang 13 meter. #KratonJogja #Sumbuimajiner
Panggung Krapyak terdiri atas dua lantai yang dihubungkan dengan tangga kayu. Bangunan ini dahulu digunakan untuk menyaksikan prajurit atau kerabat Sultan dalam berburu (ngrapyak) rusa. #KratonJogja
Secara simbolis, Panggung Krapyak memiliki makna awal kelahiran atau rahim. Ini ditegaskan dengan keberadaan kampung di sebelah barat laut bernama Mijen, yang berasal dari kata “wiji” (benih).
Pohon asem atau asam (Tamarindus indica) dan pohon tanjung (Mimusops elengi) yang ditanam sepanjang jalan dari Panggung Krapyak menuju keraton memiliki arti tersendiri.
Sinom, daun asam, melambangkan anom (muda). Bersama dengan pohon tanjung melambangkan anak muda yang selalu disanjung-sanjung oleh lingkungannya.
Panggung Krapyak is located approximately 2 km to the south of The Palace of Yogyakarta. It is rectangular in shape with a height of about 10 meters, width of 13 meters, and length of 13meters. #KratonJogja
Panggung Krapyak consists of two floors placed on a wooden staircase. This building was first used to watch soldiers and the royal relatives hunting (ngrapyak) deers. #KratonJogja
Symbolically, Panggung Krapyak means birth or womb. This is emphasized by a village in the northwest called Mijen, which comes from the word “wiji” (seed).
Tamarind (Mamarindus indica) and tanjung trees (Mimusops elengi) that are planted along the road from Panggung Krapyak to the palace have their own meaning.
Sinom (tamarind leaves) represents youth, and tanjung trees symbolize a supportive environment for the young. #KratonJogja
Memasuki Alun-Alun Selatan, wilayah tersebut ditanami banyak pohon pakel dan kweni. Pohon-pohon ini melambangkan pemuda yang sudah akil balig dan sudah wani (berani) meminang gadis pujaannya. #KratonJogja
Selanjutnya, Siti Hinggil Kidul (kini dikenal sebagai Sasana Hinggil Dwi Abad), terdapat pohon pelem cempora dan pohon soka. Pelem cempora yang berbunga putih melambangkan benih laki-laki dan soka yang berbunga merah melambangkan benih perempuan.
Di kiri dan kanan Siti Hinggil Kidul terdapat jalan yang bernama Pamengkang, yang berarti posisi kaki yang berjauhan satu sama lain. Melambangkan gerbang menuju rahim.
Lebih ke utara, terdapat kompleks Kamandhungan yang berasal dari kata kandungan. Simbol sukma atau janin yang menunggu dilahirkan.
Entering The South Square, there are mangoes pakel and kweni trees. The trees represent young men who reach puberty and are ready to propose to their dream girls. #KratonJogja
Siti Hinggil Kidul has mango cempora and soka trees. Mango cempora trees with their white flowers symbolize seeds from a man and soka with their red flowers are symbols of female seeds.
On the left and right side of Siti Hinggil Kidul, there is a road called Pamengkang meaning feet that are apart from one another. This represents a gate to the womb.
On the north side, there is the Kamandhungan complex, derived from the word "kandungan" meaning the womb. A symbol of a soul of a fetus in waiting to be born.
Di sebelah utara Kamandhungan terdapat pelataran Kemagangan. Kemagangan melambangkan bahwa anak perlu magang untuk menjadi manusia dewasa. #KratonJogja
Maka dari itu, di kiri kanan Kemagangan terdapat kampung Sekullanggen dan Gebulen, tempat tinggal Abdi Dalem yang bertugas sebagai juru masak keraton.
Penempatan kampung itu memberi arti bahwa anak yang sedang tumbuh memerlukan kecukupan nutrisi.
Seputar area tersebut ditanami pohon jambu dersana (Syzgium malaccense/Eugenia malaccensis) yang bermakna keteladanan (sinudarsana).
Filosofi sangkan berhenti di sini, ketika anak sudah tumbuh menjadi manusia dewasa.
On the north side of Kamandhungan is where Kemagangan Court is located. Apprenticeship (kemagangan) represents the process of a child to adulthood. #KratonJogja
On both the left and right sides of Kemagangan are the villages of Sekullanggen and Gebulen, where retinues who served as the palace cook lived. The location of the villages is a symbol of preparing enough nutrition for raising a child.
Around the area, guava trees (Syzgium malaccense/Eugenia malaccensis) are planted, which means exemplary (sinudarsana). The philosophy of "sangkan" stops after a child grows into adulthood.
Filosofi paran dimulai dari Tugu Golong Gilig ke selatan menuju keraton. Tugu Golong Gilig semula memiliki ketinggian 25 meter. Puncak tugu berbentuk bola sehingga disebut “golong”, sedangkan badan tugu berbentuk kerucut terpancung yang berbentuk bulat panjang (gilig).
Tugu Golong Gilig yang dikenal sekarang telah berubah wujudnya karena Tugu yang asli rusak akibat gempa 1867.
Tugu Golong Gilig juga disebut Tugu Pal Putih, yang berwarna putih, dalam bahasa Belanda disebut De Witte Paal.
Secara filosofis, Tugu Golong Gilig melambangkan golonging cipta, rasa, lan karsa untuk menghadap Sang Khalik (bersatunya seluruh kehendak untuk menghadap Sang Pencipta).
Warna putih dipilih untuk melambangkan kesucian hati yang harus menjadi dasar bagi upaya itu.
Tugu Golong Gilig diapit oleh dua desa, yaitu Pingit (menyimpan) di Barat dan Gondolayu (bau mayat) di timur.
Penamaan ini memiliki arti bahwa ketika manusia hendak memulai perjalanan menuju Sang Pencipta, maka yang pertama perlu dilakukan adalah meninggalkan hal-hal yang berbau busuk.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Agenda diawali dengan Miyos Gangsa, Sabtu (01/10) atau keluarnya Gamelan Sekati dari keraton ke Masjid Gedhe dan dibunyikan selama satu minggu hingga Jumat (07/10). #Sekaten2022 #KratonJogja
Gamelan Sekati akan dikembalikan ke keraton melalui prosesi Kondur Gangsa pada Jumat (07/10) malam. #Sekaten2022 #KratonJogja
Langkung saking sedasa tahun, Nyi Mas Lurah Surakso Boga Mursani kanthi raos ikhlas hambiyantu nyumektahaken ubarampe cahos dhahar sugengan Labuhan Merapi. #Figur #KratonJogja
Sedaya punika dipun lampahi awit ingkang garwa, Mas Asih, nglintir minongka Jurukunci Gunung Merapi satilaripun Mbah Maridjan ing tahun 2010 kapengker.
Piyambakipun mligi ngabdi wonten Karaton punika hanggadhahi raos mongkog, utaminipun saget handadosaken diwasa tumraping diri pribadi.
Tumpeng menjadi hal tak terpisahkan dalam kebudayaan Jawa. Tumpeng juga merupakan kekayaan kuliner di Keraton Yogyakarta yang mempunyai banyak ragam, fungsi, dan filosofi. #KratonJogja#Tumpeng#infoKraton
Selama beberapa hari ke depan, media sosial Keraton Yogyakarta akan menghadirkan ulasan mengenai topik tersebut. Jika memiliki pertanyaan, Sahabat dapat menuliskannya pada kolom komentar disertai dengan tagar #tanyakraton.
Simak informasi seputar keraton melalui media sosial berikut ini:
Sepanjang tahun 2020, banyak catatan sejarah baru ditorehkan. Dalam beberapa hari ke depan, kami akan membahas berbagai peristiwa menarik di Keraton Yogyakarta dalam “mengarungi pandemi”.
Throughout 2020, there have been many new historical records made. In the next few days, we will discuss various fun facts at the Palace of Yogyakarta in "dealing with the pandemic".
Selamat pagi Sahabat, pagi (10/11) ini #KratonJogja akan menggelar Hajad Dalem Garebeg Mulud Wawu 1953 (2019), Acara ini terbuka untuk umum, saat ini terdengar alunan musik dari Prajurit tanda akan segera dimulainya Garebeg Mulud Tahun Wawu 1953 #GarebegMuludWawu1953
Bagi sahabat yang tidak berkesempatan hadir secara langsung dapat menyimak melalui live streaming Periscope #KratonJogja #GarebegMuludWawu1953
prosesi awal sebelum dimulainya Garebeg adalah Nyadong Dwaja, Nyadong Dwaja dilakukan oleh Bregada dari Sri Manganti untuk dibawa ke Pracimoso #KratonJogja#InfoKraton#GarebegMuludWawu1953
Kanjeng Raden Adipati Danureja I tercatat sebagai Pepatih Dalem Keraton Yogyakarta yang pertama, menjabat sejak 1755-1799. Beliau adalah Bupati Banyumas yang bergelar Kiai Raden Adipati Yudanegara III #InfoKraton#PepatihDalem#KratonJogja
Sejak kecil beliau telah mengabdi di Keraton Kartasura sehingga mengenal baik Raden Sujono yang kelak bergelar Pangeran Mangkubumi/Sri Sultan HB I #infoKraton#PepatihDalem#KratonJogja
Oleh Gubernur VOC saat itu, kedekatan kedua pemimpin Yogyakarta tersebut diibaratkan layaknya keris dan warangka #infoKraton#PepatihDalem#KratonJogja