Operasional kampus makin mahal – tapi biayanya dibebankan pada mahasiswa.
Di tengah meningkatnya biaya kebutuhan, banyak kampus belum mempertimbangkan keberlangsungan keuangan dan model bisnis secara jangka panjang.
Dengan sistem tuition-dependent, mahasiswa swastalah yang paling merasakan kenaikan biaya operasional kampus ini dalam bentuk uang kuliah – yang menurut laporan meningkat 6-7% setiap tahunnya.
Harvard punya endowment fund, sehingga mahasiswanya hanya membayar 50% saja.
LSPR punya pelatihan komunikasi, pemasukannya menyumbang 20-25% dari total pendapatan kampus per tahun.
Kira-kira model bisnis apa yg bisa menjamin pemerataan pendidikan ke segenap orang Indonesia?
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Apa bahayanya terus-terusan pakai bahasa militer buat sehari-hari?
Kata-kata kayak “siap”, “ndan”, dan “86” bukan sekadar jargon lucu. Asalnya dari dunia militer!
Ketika dipakai di ruang sipil, ada risiko yang enggak kelihatan: kita tanpa sadar membentuk budaya komunikasi satu arah, hierarkis, dan menekan ruang dialog.
Penelitian bahkan nunjukkin, penggunaan bahasa militer atau metafora perang di dunia medis bisa picu stres, nurunin moral, bahkan bikin orang merasa gagal kalau enggak bisa “menang”.
5 Kampus ini ternyata ‘red flag’ soal integritas penelitian 🤦
Ada kampusmu?
Menurut data dari Research Integrity Index (RI²), ada 13 perguruan tinggi di Indonesia yang masuk dalam zona risiko integritas penelitian. Bahkan, salah satu kampus masuk di peringkat 11 terburuk di dunia.
Beberapa kampus sudah memberikan tanggapan. Tapi apakah akan selesai permasalahan?
Sangat jarang seorang kepala negara secara khusus fokus pada peran perempuan, apalagi sampai menulis buku tentangnya.
Setelah Sukarno, tidak ada pemimpin Indonesia lain yang pernah menyerukan perempuan Indonesia untuk menjadi revolusioner. Sesudah Sukarno, perempuan cenderung terus-menerus didomestikasi dan disubordinasikan.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa terlalu banyak bekerja mengarah pada hasil yang negatif dan bahkan dapat membunuh pekerja.
Meski temuan studi menyatakan hal-hal tersebut, bagi banyak orang mencapai keseimbangan antara waktu yang digunakan untuk bekerja dan hidup work-life balance (WLB) masih menjadi utopia.