PERINGATAN: Artikel ini mengandung deskripsi kekerasan seksual.
Ide dan Esai atas nama Project Multatuli ini menceritakan bagaimana dugaan kejahatan seksual Bechi di Ponpes Shiddiqiyyah berdasarkan testimoni salah satu saksi dalam persidangan.
Sidang perkara pencabulan dengan terdakwa Subchi Azal Tsani alias Bechi masih berlangsung di pengadilan. Kasus ini terbilang kompleks karena Bechi merupakan putra dari kiai berpengaruh dari Jombang.
Bechi yang memiliki jabatan di pondok pesantren pimpinan ayahnya diduga menyalahgunakan relasi kuasa yang dimilikinya untuk mencabuli sejumlah santriwati.
Dengan beragam “kekuatan” dan “keistimewaan” yang dimilikinya, pihak Bechi diduga melakukan berbagai cara untuk menutupi tindakannya. Pihak Bechi juga mengancam keselamatan beberapa korban.
Sejak kabar Bechi jadi tersangka muncul di media, pihak Shiddiqiyyah diduga melakukan beragam mobilisasi dan intimidasi. Mereka menggalang demonstrasi dan menggiring opini masyarakat bahwa Bechi sedang difitnah, pesantren sedang dikriminalisasi.
Melihat kekerasan yang sistemik, jika Bechi diputus terbukti bersalah dan dihukum 16 tahun penjara, tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami para saksi dan korban.
Korban akibat gagal ginjal akut pada anak terus bertambah. Siti Suhardiyati, orang tua dari salah satu anak yang didiagnosis mengalami gagal ginjal, hanya bisa pasrah mengharap keadilan untuk anaknya dan ratusan anak lainnya yang mengalami nasib serupa.
Pada 1 Oktober 2022, kita menyaksikan sebuah peristiwa yang penuh kengerian. Sedih, takut, marah, kecewa. Semua bercampur dalam satu perasaan dan tak tahu kapan perasaan itu akan usai.
Pengungkapan kebenaran dan menghukum mereka yang menyebabkan kematian, kiranya bisa menjadi salah satu cara untuk mengobati luka yang tersisa dari tragedi di Stadion Kanjuruhan.
Kolaborasi Project Multatuli, Jawa Pos, Tirto, dan Deduktif menemukan sejumlah nama anggota Satgassus Polri terlibat dalam kasus dugaan kriminalisasi terhadap aktivis hak asasi manusia (HAM) dan tokoh vokal di Indonesia dalam rentang 2019-2021.
Tim Kolaborasi menelusuri nama-nama anggota Satgassus Merah Putih tahun 2019, 2020, dan 2022, lalu membandingkan dengan nama-nama penyidik dalam kasus Dandhy Dwi Laksono, Ahmad Fanani, Novel Baswedan, Haris Azhar, Fatia Maulidiyanti, dan Ravio Patra.
Satgassus Merah Putih pertama kali dibentuk pada era Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada 2016. Seiring waktu dan membesarnya kewenangan, perannya justru melenceng dari tujuan awal.
”Karena tidak ada pengawasan, akibatnya rentan terjadi penyalahgunaan.”
Di balik peningkatan vaksinasi yang signifikan di Aceh, Project Multatuli menemukan beberapa kejanggalan. Mulai dari jual beli sertifikat vaksin, hingga rekayasa penyuntikan vaksin di kalangan anak-anak sekolah.
Sejak awal vaksinasi Covid-19 dilakukan pemerintah, Aceh menjadi daerah yang terbelakang dalam hal pencapaian vaksinasi. Namun, sejak Desember 2021 hingga Maret 2022 ada lonjakan vaksinasi yang sangat masif di Aceh.
Dari riuhnya perbincangan soal IKN, ada kisah tentang Dahlia, perempuan Suku Balik, suku asli di kawasan IKN yang mungkin luput dari perhatian. Kini, ia memperjuangkan: tanah dan rumahnya.
Pertanyaan “bagaimana” nantinya dan “di mana” ia dan anaknya akan tinggal, selalu menari-nari di benak Dahlia saat ia memikirkan nasibnya di ibu kota baru.
Di tengah kesibukannya menari dan mengajar tari, ia resah akan tanah dan rumahnya yang hanya berjarak 6 km dari Titik Nol IKN, sewaktu-waktu bisa digusur oleh proyek IKN.
Dana keistimewaan itu nyata.
Ketimpangan itu realita.
Satu dasawarsa sudah Keistimewaan Yogyakarta. Status keistimewaan itu hingga kini belum menunjukkan kata efektif, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan.
Gelontoran dana keistimewaan dari pemerintah pusat ke DIY diklaim banyak membawa kemajuan wilayah. Sayangnya, ekspektasi besar terhadap status ”Yogya Istimewa” itu ternyata belum sepadan dengan realitas di lapangan.