gil Profile picture
Nov 13, 2022 162 tweets 23 min read Read on X
MARNIWONGSO #1

~ Legenda Hantu desa

@bacahorror_id @IDN_Horor @menghorror #bacahorror #IDNhorror #Menghorror Image
“MARNI WONGSO 1”

Desa Dukuh atas, kisaran tahun 1975,

Kala itu siang sudah hampir lewat, Sebut saja Rukmini seorang ibu muda beranak satu tampak terperanjat dari tempat tidurnya, ia yang harusnya mengantar makan siang untuk suaminya di ladang sepertinya sedikit terlambat.
Buru-buru ia bangkit & menuju ke dapurnya, memasukkan nasi berikut sayur & lauknya ke dalam rantang. Setelah semuanya siap, ia pun berangkat menuju ladang.

Sambil menggendong ‘Nanang’ anaknya yg masih berumur 3 tahun itu di punggungnya dengan selendang, ia berjalan terburu-
-menuju selatan desa ini, arah dimana Wagiman suaminya tengah berladang.

Rukmini terus berjalan hingga ujung desa dengan tergopoh-gopoh, ia khawatir, “Pasti Mas Wagiman sudah kelaparan”. Batinnya sambil terus berjalan.
Hingga sampailah ia di persimpangan perbatasan desa, Rukmini tampak menoleh ke sisi kirinya, yaitu ke arah ‘Gumuk Gondang’, sebuah lembah yg masih berada diwilayah desa ini.

Setelah berpikir sejenak, Ia pun mulai membelok, & memutuskan untuk masuk ke dalam Lembah itu,-
-sempat terbersit ragu dalam hatinya, namun ia tak bisa kalau harus memutar melewati jalan yg semestinya, terlalu jauh & pastinya suaminya sudah sangat kelaparan.

Untuk itu ia memutuskan untuk mengambil jalan pintas, dengan membelah Lembah Gondang itu agar bisa lekas-
-sampai di ladang suaminya. Tanpa ia tahu akan ada sebuah petaka yg menantinya di lembah itu.

Dengan tergesa, Rukmini berjalan menanjaki lembah itu, dengan rantang di tangan kirinya, sebuah sabit di tangan kanannya, & si kecil ‘Nanang’ yg tertidur lelap di punggungnya.
Tanjakan tak begitu curam, namun landai, dengan tekat agar cepat sampai, ia terus berjalan hingga akhirnya ketika sampai di puncak lembah, Rukmini yg benar-benar merasa lelah menyandarkan tangannya di sebuah batu besar.
‘Watu Pasung’, begitu orang-orang desa menyebutnya, sebuah batu besar yg berbentuk kerucut yg sekaligus menjadi penanda ia telah sampai di bagian tertinggi dari lembah ini.

Seraya mengambil nafas sejenak, Rukmini menyandarkan tangannya, hingga ketika lelahnya sedikit hilang,-
-ia pun hendak kembali berjalan menuruni sisi lain dari lembah itu.

Namun apa yang terjadi sungguh di luar dugaan, karena ketika ia hendak berjalan, tiba-tiba saja ada yg memegang tangannya.
Sontak Rukmini langsung menoleh, & terlihatlah sebuah tangan besar & keriput tengah mencengkeram. setelah itu tak ada teriakan. Karena yg Rukmini rasakan semua menjadi gelap gulita, Rukmini tak sadarkan diri.
Di ladang, Wagiman tampak kesal tiduran di Gubuk ladangnya, tentu ia menunggu istrinya yang tak juga datang mengantar makanan. Tanpa ia tahu apa yang sudah terjadi dengan istrinya.
Wagiman terus menunggu, menunggu dan menunggu, hingga sekira 1 jam kemudian, kekesalan yang tadi ia rasakan berubah menjadi kekawatiran. “istriku kenapa ya?, jangan-jangan anakku rewel”. Batin Wagiman.
Karena sudah kepalang lapar, Wagiman pun memutuskan untuk pulang, “Bisa mati kelaparan ini, kalau tak pulang!!”. Katanya seraya memanggul cangkulnya dan berjalan menuju arah pulang.
Singkat waktu sampailah ia di rumahnya, dengan nada sedikit marah, Wagiman memanggil-manggil istrinya.

“Dikkk!!!! Dikkkk!!!”. Ucapnya seraya memeriksa ke seluruh ruangan.

Namun rumah tampak sepi, ia yg tadi masuk lewat pintu belakang pun kini berjalan menuju pintu depan, yg-
-ternyata tampak terkunci dari luar.

Ini berarti bahwa sang istri sudah pergi, ia pun kembali ke belakang, sambil menyambar ketela rebus di meja makan, Wagiman keluar dari rumahnya.
Ia pun berjalan, dan bertanya kepada tetangga yang ditemuinya. Dan semua orang berkata bahwa mereka melihat Rukmini.

“Ho.o aku weruh, mau bojone saman mlaku ngidul, nggowo rantang karo gendong Nanang”.-
-(Iya, saya tadi lihat istrimu berjalan ke selatan, membawa rantang sambil menggendong Nanang). Begitulah rata-rata jawaban yang selalu Wagiman dengar dari para tetangganya.
Wagiman yang mulai merasa kawatir buru-buru kembali menuju ladangnya, disini ia masih mencoba berbaik sangka mungkin istri dan anaknya sudah berada di ladang dan sudah menunggunya.
Namun sesampainya ia di ladang, ia tak menemukan istri atau pun anaknya, Wagiman sempat bertanya kepada Lik Sukri, tetangganya yang kebetulan juga sedang berada di ladangnya yang bersebelahan, perihal apakah istrinya sudah datang atau belum.
“Ora ki, aku durung weruh Rukmini tekan kene, mbok wis to, iki mangan karo aku wae sakanane”.

(Tidak tu, saya belum melihat Rukmini sampai sini, Mbok sudah to, sini makan saja bareng saya seadanya). Jawab Lik Sukri sambil mempersilahkan sisa bekalnya untuk Wagiman.
Wagiman sempat mengiyakan ajakan Lik Sukri itu & duduk berbincang, semakin lama tentu semakin tak tenang, hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk kembali pulang.

Sama seperti tadi, Wagiman masih terus bertanya kepada setiap orang yang ditemuinya, & jawabannya pun masih sama.
Sesampainya di rumah, Wagiman semakin gelisah, istri & anaknya tak ada. “Apa Rukmini minggat ya?”. Batinnya yg sedikit mempunyai prasangka bahwa istrinya pergi meninggalkannya.

Prasangka itu cukup diperkuat mengingat semalam sempat terjadi perdebatan kecil antara ia & Rukmini,-
-sedangkan yg mereka perdebatkan pun juga hanya hal sepele & sudah ketemu solusinya.

“Opo goro-goro kui yo? Tapi aku kan wes ngalah, ora’an ngingu wedus?”.

(Apa gara-gara itu ya? Tapi saya kan sudah mengalah, tak akan memelihara kambing?). Ucapnya mengingat topik perdebatan-
-semalam, karena Rukmini yg tak mau bila suaminya memelihara kambing di belakang rumahnya, “bau” Katanya.

Bersambung - karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
Karena tidak ada motif lain di pikirannya, Wagiman pun memutuskan untuk pergi ke rumah mertuanya. Dengan asumsi bahwa Rukmini & anaknya berada di sana.

Ia pun segera mandi & bersiap, sekira pukul 15.00 dengan sepeda kayuhnya, ia pergi ke rumah mertuanya, di desa sebelah yg
-
-berjarak kurang lebih 2km.

Pikirannya semakin kalut & ragu, “Masa’ Cuma gara-gara itu, istriku pergi!!”. Batinnya diantara kayuhan sepeda ‘onthel’nya itu.

Singkat cerita, sekira 30 menit kemudian sampailah Wagiman di rumah mertuanya, buru-buru ia masuk, berjabat & mencium-
-tangan Ayah mertuanya yg tampak tengah ngopi santai di ruang tamu.

Wagiman terlihat tersentak kebingungan mendengar pertanyaan itu, sampai akhirnya karena tak ada lagi solusi lain selain kejujuran, ia pun memberanikan diri untuk bercerita.

Dengan pelan & hati-hati, Wagiman
-
-berbicara kepada mertuanya itu yg tentu sangat terkejut & panik setelah mendengarnya.

“Pakmu karo ibukmu wes diwenehi ngerti durung?”.

(Apakah Bapak dan ibumu sudah diberi tahu?). Tanya ibu mertua yang juga ikut duduk di ruang tamu itu mendengar penjelasan dari Wagiman.
“Dereng Mak, kulo wau panik, njuk keseso”.

(Belum Buk, saya tadi panik dan tergesa-gesa). Jawab Wagiman dengan wajah yang kawatir.

Pembicaraan pun tak berlangsung lama, karena sang ibu mertua seperti merasakan firasat yang tidak baik tentang hal ini.
“Wes saiki kowe mulih, mengko Mak’e karo Pak’e, tak nyusul”.

(Sudah, sekarang kamu pulang, nanti bapak dan ibu langsung menyusul). Kata sang ibu mertua kepada Wagiman.

Wagiman yg semakin dilanda kebingungan pun segera pulang, & langsung melaporkan ini ke Pak Heru,-
-seorang ‘Carik’ atau sekretaris desa di Dukuh Atas ini.

Menit pun berganti jam, langit mulai meredup. Hingga magrib menjelang Sang istri Rukmini dan Si kecil Nanang belum juga kembali.
Tampak Wagiman yang masih berada di rumah Pak Carik, Wajahnya gelisah dan muram, ditemani Pak Carik yang duduk dihadapannya.

“Ora salat sampeyan kang?”.

(Tidak salat dulu dirimu kang?). Tanya Pak Heru beberapa saat setelah terdengar azan magrib yang berkumandang.
“Kosik lah Mas”.

(Sebentar lah Mas). Jawab Wagiman seraya terus mengusap-ngusap wajahnya.

“Nek meh salat, kae ning kamare ‘Yosep’, sing paling resik”.

(Kalau mau salat, itu di kamarnya Yosep, yang paling bersih). Ucap Pak Carik yang kebetulan beragama nasrani itu.
Wagiman pun mengiyakan tawaran itu. Seusai azan magrib, ia mengambil wudu, & salat di tempat yang sudah disediakan oleh Pak Carik tersebut.

Manusia mana yg bisa tenang, dalam keadaan ini tak mungkin ia bisa sembahyang dengan hikmat, namun walau sambil terus memikirkan-
-keluarga kecilnya, Wagiman berjuang untuk menyelesaikan salatnya itu.

Sementara di luar, kabar hilangnya istri dan anak Wagiman ini sudah menyebar ke seluruh warga desa yang tentu ikut bersimpati terhadap kejadian ini.
Di waktu yg hampir bersamaan, seorang anak remaja terlihat tengah membicarakan hal ini kepada kakeknya.

Remaja itu adalah Sasongko, Cucu tunggal Mbah Karso, sesepuh di desa Dukuh Atas ini. Sasongko bercerita tentang kabar hilangnya istri dan anak Wagiman sedari sore tadi.
“Kung, wes ngertos durung? bojo karo anake kang Wagiman, jarene kok ilang, kit mau sore durung bali”.

(Kek, sudah taukah? kabar hilangnya anak dan istri Pak Wagiman?, katanya sedari sore tadi belum pulang). Ucap Sasongko kepada kakeknya yg tengah duduk santai itu.
“Weh.. Kakung kok malah durung ngerti to? Kapan jare?”.

(Weh, kakek kok malah belum tau ya? Kapan memangnya?). Ucap Mbah Karso yang sepertinya kurang memperhatikan perkataan dari cucunya itu.

“Mau sore jare kung..., durung mulih tekan saiki”.-
-(Tadi sore katanya kek..., belum pulang sampai sekarang). Kata Sasongko mengulang perkataannya tadi.

Mbah karso tampak terdiam sejenak, tangannya mengepal-ngepal hingga membunyikan dua cincin akik yang ia pakai di jari tangan kanannya.
“Nang, tulung dundangke bapakmu kono, kon ngeterke Kakung ning omahe Kang Wagiman”.

(Nak, tolong panggilkan Bapakmu sana, suruh nganter kakek ke rumah Kang Wagiman). Kata Mbah Karso setelah sejenak terdiam.

Sasongko pun bergegas ke belakang, memanggil ayahnya yang sedang-
-santai di pekarangan samping dapur.

“Pak, kae ditimbali kakung, kon ngeterke ning omahe Kang Wagiman”.

(Pak, itu di panggil kakek, suruh nganterin ke rumah Kang Wagiman). Kata Sasongko kepada ayahnya yang tengah merokok santai itu.
‘Nyoto’ (ayah Sasongko) pun bergegas keluar menemui Bapaknya itu.

“Meh ngarohke bojone Wagiman yo Pak?”.

(Mau tau kabar istri Wagiman ya pak?). Tanya Nyoto.

“Wes njo, mangkat, ono sing ra beres ik koyone!!”.

(Sudah ayo, berangkat, ada yang tidak beres ini sepertinya).-
-Kata Mbah Karso seraya bangkit dari duduknya.

Singkat cerita, berangkatlah Mbah Karso & anaknya itu menuju rumah Wagiman, & sesampainya di sana rumah tampak sepi meski lampu-lampu lentera terlihat menyala.

Nyoto sempat mengetuknya beberapa kali, namun tidak ada sahutan,-
-sampai akhirnya seorang tetangga depan rumah Wagiman keluar.

“Oh Mbah Karso, Mas Nyoto, madosi Lik Wagiman?, saweg wonten griyanipun Pak Carik turine”.

(Oh Mbah Karso, Mas Nyoto, nyari Lik Wagiman ya?, katanya sedang di rumah pak Carik sekarang). Kata orang itu.
Mendengar itu, buru-buru Mbah Karso mengajak Nyoto untuk segera ke rumah Pak Carik, membuat Nyoto sedikit heran dan bertanya-tanya, apakah hal yang sebenarnya terjadi sehingga membuat Mbah Karso seresah itu.
Berjalanlah mereka menuju rumah Pak Carik, hingga sesampainya disana, benar saja, Wagiman memang berada di sana, dengan mata sembab & wajah yg kebingungan.

“Monggo pinarak Mbah Karso, Mas Nyoto”.

(Silahkan masuk Mbah Karso, Mas Nyoto). Sambut pak Carik.
“Sampun mireng mbah?, kawulo nggih sampun lapor kalian pak Lurah, polisi ugi saweg perjalanan dugi mriki”.

(Sudah mendengar ya mbah?, saya juga sudah lapor Pak Lurah, polisi juga sedang perjalanan menuju ke sini). Kata Pak Carik membuka pembicaraan kepada Mbah Karso.
“Ho.o aku wes ngerti mau malah dikandani putune, nek Wagiman lilo, tak rewangi nganggo coro lawas yo, aku ngroso koyone kok ono sing ora beres”.

(Iya, saya sudah tahu dari cucuku, ini kalau Wagiman rela, saya bisa membantu dgn cara lama ya, saya merasa ini ada yg tidak beres).-
-Ucap Mbah Karso sambil menoleh ke arah Wagiman yg juga duduk di dalam satu ruangan itu.

“Nggih, Mbah, keleresan, maturnuwun sanget, penting bojo kalian anak kulo enggal-enggal wangsul mbah”.
(Cont)

Bersambung - karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
-(iya Mbah, kebetulan, saya sangat berterima kasih, yang penting anak dan istri saya bisa segera pulang mbah). Jawab Wagiman membelalakkan matanya,

“Lajeng pripun meniko Mbah, ben bojo kaleh anak kulo saget wangsul?, wonten pundi kulo kedah madosi?”.
-
(Lantas bagaimana ini Mbah, agar istri dan anak saya bisa pulang?, dan dimanakah saya harus mencarinya?). Tanya Wagiman lagi.

“Wes, ojo sumelang, aku yakin bojo karo anakmu iseh ning deso iki, nanging pancen lagi diumpetke, mengko tak wenehi pitunjuk”.-
-(Sudah tidak usah kawatir, saya meyakini bahwa istri dan anakmu masih berada di desa ini, tapi memang sedang di sembunyikan, nanti saya kasih petunjuk). Jawab Mbah Karso mencoba untuk menenangkan Wagiman yang gelisah.

Dan setelah itu Mbah Karso pun mulai sedikit bercerita.
Yang pada intinya Mbah Karso sebenarnya tahu, bahwa ini akan terjadi, namun karena beliau juga tak bisa menebak siapa orang yang akan menjadi korbannya, maka inilah yang terjadi.
Semua berawal dari di perbaikinya ‘Belik Kali Lanang’, sebuah kamar mandi umun tua di bagian utara desa ini. Karena konon penunggu di ‘Kali Lanang’ itu tak suka bila tempatnya di pugar, maka terjadilah hal ini.
Nyoto, Pak Carik dan Wagiman tampak menyimak dengan seksama kilasan penjelasan dari Mbah Karso yang mungkin agak tidak masuk akal itu

Hingga beberapa saat kemudian cerita itu pun terhenti karena rombongan aparat kepolisian yang datang, untuk menindaklanjuti masalah ini.
Singkatnya polisi mulai menanyai Wagiman perihal kronologi kejadian, begitu juga dengan saksi-saksi yang sempat melihat Rukmini dan Nanang di siang tadi.

Dan setelah itu, mereka pun bersiap untuk melakukan pencarian.
Di bantu oleh para warga, bersama aparat, mereka mulai menyisir jalan, diawali dari rumah Wagiman tentunya, dan merunut ke selatan, sesuai keterangan para saksi yang terakhir melihat Rukmini.
Riuh cahaya api dan senter di malam itu, berbondong-bondong mereka menapaki jalan desa. Begitu juga dengan Nyoto dan Mbah Karso yang terlihat ikut meski berada di barisan paling belakang.
“Orane ketemu wengi iki, wes to!!”.

(Sudahlah, tidak mungkin ketemu malam ini!!). Kata Mbah Karso kepada Nyoto dan sebagian warga yang berada di bagian belakang.

“Ora kabeh Mata iso ndelok”.

(Tidak semua mata bisa melihat). Kata Mbah Karso lagi.
Dan benar saja memang kata Mbah Karso, setelah sekira hampir 5 jam pencarian, tanda-tanda keberadaan Rukmini dan anaknya Nanang, tak juga muncul. Sampai akhirnya sekira pukul 03.00 dini hari, atas arahan dari pihak kepolisian, merekapun memutuskan untuk menunda pencarian ini.
Wagiman hanya bisa pasrah, dan berharap agar anak dan istrinya itu baik-baik saja dan bisa segera pulang.

“Wes kowe sing tenang, aku janji sesuk kowe bakalan kumpul meneh karo keluargamu, nanging sesuk esuk kowe moro ning omah yo, goleki karo aku”.
-
-(Sudah, kamu yang tenang, saya janji besok kamu akan berkumpul dengan keluargamu lagi, tapi besok pagi kamu datang kerumah ya, kita akan cari bersama). Kata Mbah Karso kepada Wagiman dikhalayak beberapa saat setelah para aparat pulang.
Singkat cerita, keesokan harinya para warga sudah berkumpul di depan rumah Pak Carik, menunggu pihak kepolisian yang berjanji akan datang pagi ini untuk melakukan pencarian lagi.
Mbah Karso yang baru datang bersama Nyoto langsung mengajak orang-orang untuk segera berangkat.

“Njo ndang mangkat!!”.

(Ayo segera berangkat!!). Kata Mbah Karso kepada Wagiman dan orang-orang yang berada di depan rumah Pak Carik itu.
“Mboten nenggo polisi riyin Mbah?”.

(Tidak nunggu polisi dulu Mbah?). Tanya para warga kepada Mbah Karso itu.

“Rasah!! Kesuwen!! Turgeneh aku wes ngerti gambaran panggone!!”.

(Tidak usah!! Terlalu lama, lagi pula saya sudah tahu gambaran tempatnya!!). Ucap Mbah Karso.
“Ayo, saiki ndang budal ning Gumuk Gondang”.

(Ayo sekarang, kita berangkat menuju Lembah Gondang!!). Kata Mbah Karso lagi.

Kalau memang Rukmini dan anaknya disembunyikan oleh lelembut, harusnya ‘Kali lanang’ lah yang menjadi tujuan mereka saat ini.
Namun memang kenyataannya tak ada yg bisa atau berani membantah Mbah Karso, walau orangnya sedikit kaku, tapi omongannya selalu benar. Detik itu juga, para Warga segera menuju Lembah Gondang.

Berbondong-bondong mereka berjalan menuju Lembah Keramat itu, dengan pikiran yang-
-masih gamang, terutama Wagiman yg lebih sering diam & terkesan ‘Manut-manut’ saja.

Singkat cerita sampailah mereka di jalan setapak yang membelah sepetak kebun ‘Persil’ sebagai jalan masuk terdekat menuju Lembah Gondang itu.
Dengan jalan yang kian menanjak, yang berarti mereka sudah memasuki wilayah di Lembah Gondang. Disini Mbah Karso mulai melempar-lempar kan butiran garam seraya bersiul aneh, Mbah Karso memanggil-manggil nama Rukmini.
“RUKMINI!!!! RUKMINI!!!! MULIHO!! IKI WES TAK PETUK!!!”.

(RUKMINI!!! RUKMINI!! PULANGLAH!!! KAMI SUDAH MENJEMPUTMU!!!). Ucap Mbah Karso di sepanjang jalan menanjak di lembah itu.

Hingga sampailah mereka di “Watu Pasung”, sebuah batu besar berbentuk kerucut yg sekaligus-
-menjadi penanda bahwa mereka sudah berada di bagian tertinggi lembah ini.

Wagiman, yang sedari tadi berada di barisan depan, seketika pandangannya tertuju oleh sesuatu, sebuah benda putih yang tergeletak di sisi semak samping Batu besar itu.
Ia bergegas berlari meninggalkan rombongan, dan dari jarak yang tak begitu jauh, Wagiman pun berteriak.

“IKI RANTANGE!!! IKI RANTANGE!!”. Teriak Wagiman yang ternyata telah menemukan rantang milik istrinya.
Orang-orang bergegas menghampiri, terlihat wagiman yang wajahnya berubah sedih sampai akhirnya Mbah Karso menyuruhnya untuk membuka Rantang itu.

“Cobo rantange di bukak”.

(Coba bukalah rantang itu). Kata Mbah Karso.
Dengan gemetar Wagiman membuka rantang itu, yang ternyata sudah kosong, ada sedikit sisa-sisa butiran nasi & lauk di dalamnya, seperti telah ada yg memakannya.

“Alhamdulilah!!”. Ucap Mbah Karso tiba-tiba.

karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
“Kui sing mangan bojomu, dadi tenang wae, bojomu mesti iseh urip”.

(Makanan itu sudah di makan oleh istrimu, jadi tenang saja, istrimu pasti masih hidup). Kata Mbah Karso.

“Lajeng, anak kulo pripun Mbah?”.

(Lantas, bagaimana dengan anak saya Mbah?). Tanya Wagiman-
-dengan nada bergetar.

“Selamet... Anakmu mesti selamet, nanging bojomu kudu ketemu disik, yen bojomu wes ketemu, aku lagi iso weruh nangdi anakmu”.

(Selamat... Anakmu pasti selamat, tapi istrimu harus terlebih dahulu ditemukan, kalau istrimu sudah ketemu, baru-
-aku bisa melihat dimana anakmu). Ucap Mbah Karso seraya menabik Wagiman yg terduduk lemas.

Terik mentari menjelang siang mulai menyinari lembah itu, biasnya menerobos di sela-sela pepohonan, dan disini Pencarian pun kembali di mulai, Mbah Karso kini terlihat membakar sabut-
-kelapa & satu buah kemenyan yg di ambil dari sakunya.

Sempat terjadi angin kencang dikala kemenyan itu terbakar, & Mbah Karso pun kini berdiri dengan mimik tak biasa & matanya yg memerah.

“MARNI!!!!!!! MARNI WONGSO!!!! AKU NGERTI IKI KELAKUANMU!!! YEN KOWE ORA MBALEKKNO ANAK--
-PUTUKU!! TAK OBRAK-ABRIK RAIMU!!!”.

(MARNI!!!!! MARNI WONGSO!!! AKU TAHU INI ADALAH PERBUATANMU!!! JIKA KAMU TIDAK MENGEMBALIKAN ANAK CUCUKU!!! AKAN KU OBRAK-ABRIK WAJAHMU!!). Teriak Mbah Karso dengan gahar dan penuh amarah diantara lebatnya angin yang tertiup di lembah itu.
Semua orang terdiam, yang agaknya masih tak paham dengan apa yang Mbah Karso sedang upayakan. Sampai akhirnya, di saat angin mulai melandai tenang, samar-samar terdengar suara.

“Tulung.....tulung...tulung!!”.

(Tolong...tolong..tolong!!). Begitulah suara yg saat itu terdengar.
Wagiman yang sepertinya mengenali suara itu, kini tampak menolah-noleh untuk mencarinya.

“Dik!!!! Rukmini!!! Kowe ning ndi!!!”.

(Dil!!! Rukmini!!! Kamu dimana!!). Teriak Wagiman menyahut suara minta tolong itu.
Sampai akhirnya, ada salah satu orang yg melihatnya.

“Kae...kae!!! Koyone ning kulon wit mlinjo!!”.

(Itu..itu!!! Sepertinya di sebelah barat pohon melinjo). Ucap salah satu warga.

Buru-buru, semua orang menghampirinya, dengan Wagiman yg langsung berlari menuju pohon-
-yg hampir berada di tebing itu.

“Dik!!!!!”. Ucap Wagiman yg langsung memeluk istrinya, akhirnya Rukmini berhasil di temukan.

Tapi ini belum cukup, karena si Nanang kecil, tak ada di situ bersama ibunya.
“Nanang!! Nanang!!”. Kata Rukmini yg masih terlihat ling-lung.

“Nangdi Nanang!! Nangdi Dik!!!”.

(Dimana Nanag!!! Dimana Dik!!!). Ucap Wagiman kini sambil menepuk-nepuk pipi istrinya itu. Namun disini Mbah Karso mencegahnya.
“Wes..wes!! Saiki digowo bali sek!! Mesakke kui iseh bingung!! Pokoke dino iki, Nanang iso ketemu!!”.

(Sudah-sudah!! Sekarang bawalah dia pulang terlebih dahulu!!! Kasihan, masih ling-lung!! Pokoknya hari ini, Nanang bisa ditemukan!!). Kata Mbah Karso kepada Wagiman.
Setelah sejenak mengusap air matanya, Wagiman pun mengajak istrinya itu bangkit dan beranjak, “Ayo mulih!!”. Ucapnya seraya merangkulkan tangan istrinya ke belakang lehernya.

Dan setelah itu mereka semua pun pulang meninggalkan lembah itu.
Rukmini tampak ling-lung, dan tidak bisa di ajak komunikasi sama sekali, hanya nama “Nanang” yang keluar dari istri Wagiman itu di sepanjang perjalanan dari Lembah hingga sampai kerumahnya.
Singkat cerita sampailah Rukmini di rumahnya, tampak bapak dan ibu serta mertuanya yang sudah menunggu kedatangannya sedari tadi, begitu juga dengan Pak Lurah dan perangkatnya bersama para warga yang tentu ingin mengetahui keadaan Rukmini itu.
Rukmini yang terlihat kotor dan lusuh pun segera di bersihkan, dan direbahkan di dalam kamarnya. Tampak kini Ibunya (mertua Wagiman), tengah menyuapinya seraya memintanya untuk mengingat nama Tuhan.
Tentu masih timbul pertanyaan, dimanakah si kecil Nanang? Mengapa yang ditemukan hanya Rukmini saja?, berkali-kali mereka mencoba bertanya, namun masih seperti tadi, Rukmini ling-lung dan tak bisa di ajak untuk berkomunikasi.
Terkadang ia diam, dan tiba-tiba mendadak menangis memanggil-manggil nama anaknya. Sampai akhirnya Mbah Karso datang, membawa kendi kecil dan memberikan airnya untuk diminumkan kepada Rukmini.
“Iki, diombekke!!, ben pikirane ndang bali”.

(Ini diminumkan!!, agar pikirannya segera kembali). Kata Mbah Karso kepada Wagiman seraya menyodorkan kendi kecil berisi air itu.
Rukmini pun meminum beberapa teguk air yang di bawakan oleh Mbah Karso itu, sampai akhirnya tak selang beberapa lama setelah ia meminum air itu, Rukmini mulai memuntahkan cairan hitam.
Yang diikuti oleh kesadarannya yang mendadak pulih beberapa menit kemudian.

“Mas!!”. Ucap Rukmini pertama kali yang langsung memeluk Wagiman dan menangis sejadi-jadinya.

“Nanang di gowo mlayu karo wong wedok nggo klambi putih mas!!! Nalikane aku lewat ‘Gumuk Gondang’!!!!”.
(Nanang dibawa lari oleh wanita berbaju putih Mas!! Ketika aku melewati ‘Lembah Gondang’!!). Kata Rukmini dengan tangisnya yg kini tak terbendung.

Semua orang mencoba menenangkannya, sampai akhirnya setelah ia mulai terkendali, perlahan ia menceritakan apa yg terjadi waktu itu.
Semua terjadi diluar nalar,

Siang itu di ‘Watu Pasung’, setelah Rukmini melihat tangan keriput mencengkeramnya itu, ia sempat tak sadarkan diri & kembali terbangun dalam keadaan langit yg sudah berubah gelap, Lembah yg ia lewati di siang hari itu, menjadi malam hari hanya dalam-
-satu kedipan mata saja.

Mengapa hanya dalam satu kedipan mata saja? Karena saat itu setelah sadar dari pingsannya, Rukmini sempat menyentuh rantang yg tadi dibawanya masih hangat. Itu menandakan ada jeda yg tak begitu lama, mengingat ia memang mengambil sayur itu langsung-
-dari tungku yg tentu masih terhangatkan oleh arang yg membara dari tungku itu.

Kala itu, Nanang juga masih berada dalam gendongan, masih tertidur pulas seperti tadi, meski waktu itu posisinya sudah berubah menyamping yg mungkin diakibatkan oleh ia yg sempat roboh.
Sampai akhirnya tiba-tiba datanglah seorang wanita berbaju putih, dengan wajah aneh, menarik Nanang beserta selendangnya dari gendongan Rukmini dan berlari pergi meninggalkannya. Semua terjadi begitu cepat.

Bersambung karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
Baru setelah itu Rukmini yang sudah benar-benar sadar dan melihat anaknya dibawa lari langsung mengejarnya, Rukmini sempat mengambil sabit yang ia sandarkan di sisi ‘Watu Pasung’ itu. Dan segera berlari menuju arah dimana wanita yang membawa anaknya itu pergi.
Entah berapa kali dan berapa lama Rukmini berlari untuk mengejar sosok wanita yang membawa anaknya itu, yang jelas pelariannya seperti berputar-putar di daerah itu saja dan selalu kembali lagi di Watu Pasung.
Bersamaan dengan itu, keringat dingin mulai keluar, tubuh Rukmini gemetar karena memang hari ini ia belum sempat makan, akhirnya ditengah keadaan yg kacau itu, ia mencoba untuk menalarkan pikirannya, “Aku masih ingin bertemu anak & suamiku!!, jangan sampai aku mati disini”.-
-Batinnya seraya membuka rantang & memakan bekal yg ia bawa untuk suaminya itu.

Sampai akhirnya setelah ia cukup menjernihkan pikirannya, ia memutuskan untuk istirahat, & dalam ketidak masuk akalan ini Rukmini mencoba untuk tidur, berharap ia akan bangun di esok hari & akan-
-pulang mencari bantuan ketika langit sudah terang.

Tapi dalam dua hari satu malam ia berada di Lembah itu, nyatanya menurut ceritanya, Rukmini tak pernah bertemu matahari, ia yg mencoba keluar dari lembah itu pun serasa terjebak, karena kemana pun ia berjalan, ia selalu-
-kembali di ‘Watu Pasung’. Hingga akhirnya ia ditemukan siang tadi.

Kembali ke keadaan Rukmini sekarang,

Alhamdulillah kesadarannya sudah sepenuhnya pulih, beruntung ia masih bisa ditemukan, namun itu tidak serta merta membuat keluarganya lega & gembira karena masih-
-ada si kecil Nanang yg masih belum ditemukan.

“Terus anak kulo pripun Mbah!!! Pripun!! Tasih saget ketulung to?!!!”.

(Terus bagaimana dengan anak saya Mbah!! Bagaimana!! Masih bisa tertolong kan!???). Tangis Wagiman memegang tangan Mbah Karso yg juga berada dalam kamar itu.
“Wes.. Kowe sing tenang, ‘Marni Wongso’ iku kit biyen pancen tresno karo bocah cilik, dadi ora bakal tego, pokok’e dino iki kudu ketemu!!”.

(Sudah, kamu yg tenang, ‘Marni Wongso’ itu memang dari dulu sayang dengan anak kecil, jadi dia tidak akan tega, pokoknya hari ini harus-
-ketemu!!!). Kata Mbah Karso memegang pundak Wagiman.

“Saestu Mbah!! Saestu nggih! Kulo nyuwun tulung tenan niki!”.

(Beneran Mbah, Beneran ya! Saya minta tolong dengan sangat!). Wagiman memohon.

“Iyo.. Iyo.Percoyo karo aku”.

(Iya.. Iya..Percayalah dgnku). Jwb Mbah Karso.
Mendengar kata-kata Mbah Karso barusan, setidaknya Pihak keluarga pun agaknya masih merasa punya harapan.

Hingga pembicaraan itu pun terpotong oleh suara kendaraan yang terdengar di depan rumah Wagiman yang masih ramai dengan para warga.
Itu adalah para aparat kepolisian, yang harusnya datang pagi tadi. Bisa-bisanya mereka baru saja tiba di jam yang dzuhur saja sudah terlewat satu jam, itu saja setelah di beri tahu oleh Pak Carik, yang datang ke kantor polisi dan mengatakan satu korban sudah ditemukan.
Dua orang perwakilan dari pihak yang berwenang pun masuk, menyalami pihak keluarga dan mulai menanyakan bagaimana keadaan saat ini. Dan di sini sepertinya Mbah Karso agak merasa kesal dan mulai sedikit menyindirnya.
“Sakjane lehmu nyambut gawe ki mlebune jam piro?, Kok iso yahmene lagi wae teko, opo saking okehe gaweanmu?”.

(Sebenarnya kalian itu kalau masuk kerja jam berapa? Kok bisa jam segini baru datang, Apa saking banyaknya pekerjaanmu?). Kata Mbah Karso dengan tegas & menohok.
Mendengar kata-kata dari Mbah Karso tadi, pihak aparat terlihat gelagapan dan berdalih bahwa di polsek setempat masih kekurangan anggota, dan harus menunggu bantuan dari pusat untuk melakukan pencarian yang mumpuni.
Mbah Karso hanya menganggukkan kepalanya saja mendengar penjelasan itu seraya berjalan keluar & mempersilahkan pihak aparat itu untuk memeriksa keadaan Rukmini.

Di luar, Mbah Karso dihampiri oleh para warga yg kini mulai banyak mengajukan pertanyaan, seputar semua ini.
“Yo mergo ‘Kali Lanang’ dipugar, ‘Marni Wongso’, lelembut sing tunggu wit trembesi ning duwur ‘Kali Lanang’ kae nesu omahe di obrak-abrik”.

(Ya karena ‘Kali Lanang’ di perbaiki, ‘Marni Wongso’, lelembut penunggu Pohon Trembesi di atas ‘Kali Lanang’ itu marah, rumahnya merasa-
di obrak-abrik). Terang Mbah Karso.

Lantas kapan & dimana pencarian ‘Nanang’ akan dimulai? menurut nalar harusnya pencarian dilakukan saat ini juga & tentu akan terpusat di Lembah Gondang, sesuai dengan dimana Rukmini di temukan.
Namun disini Mbah Karso justru mengatakan sebaliknya & akan memulai pencarian Malam ini di ‘Kali Lanang’.

“Mengko bengi, lumpukke uwong-uwong, gawe njogo omahe Giman, njuk aku njaluk cah 9 wae, melu aku metuk ‘Nanang’ ning ‘Kali Lanang’”.-
-(Nanti malam, kumpulkan orang-orang, untuk menjaga rumah Wagiman, dan saya meminta 9 orang saja, ikut saya menjemput ‘Nanang’ di ‘Kali Lanang’). Jelas Mbah Karso kepada warga.
“Yowis aku tak mulih, tak adus disik, ojo lali mengko bengi bar isya’ pada nglumpuk ning kene”.

(Ya sudah saya pulang dulu, mau mandi dulu, jangan lupa nanti malam kita semua berkumpul disini). Ucap Mbah Karso seraya berjalan meninggalkan rumah Wagiman.
Singkatnya, perwakilan Aparat yang sepertinya sudah selesai memeriksa keadaan Rukmini pun keluar dan langsung memberi komando untuk melaksanakan pencarian ‘Nanang’ saat ini juga di ‘Lembah Gondang’.
Para warga yang sebenarnya lebih percaya dengan Mbah Karso pun tampak diam dan bimbang karena diminta juga oleh pihak kepolisian untuk membantu pencarian ini dimulai dari ‘Lembah Gondang’.
Namun mereka semua tak berani menyanggahnya atau pun mengarahkan pihak yg berwenang itu untuk memindahkan lokasi pencarian ke ‘Kali Lanang’. Karena tidak masuk akal juga mengingat Lembah Gondang berada di bagian paling Selatan desa, sedangkan Kali Lanang berada di Bagian ‘Utara’.
Hingga akhirnya sebagian warga yg merasa tak enak dengan pihak kepolisian pun ikut melakukan pencarian di Lembah Gondang.

& mungkin memang betul yg dikatakan oleh Mbah Karso, karena pencarian yg dilakukan di Lembah itu hingga pukul 8 malam, nihil tak membuahkan hasil.
“Sampun pak, rampungi mawon, niki dugi bodo kucing mboten bakalan kepanggih, sakniki pasrahke warga mawon, warga ajeng mbeto cara lawas, kados wau madosi Yu Rukmini”.

(Sudah Pak, sudahi saja pencarian ini, ini sampai lebaran kucing pun tidak bakalan ketemu, sekarang-
-serahkan saja kepada warga, kita akan menggunakan ‘Cara lama’, seperti tadi ketika warga menemukan Mbak Rukmini). Kata para warga yg sudah lelah berbasa-basi dalam pencarian itu.

Singkatnya, tim pencarian dari kepolisian & sebagian warga yg ikut di Lembah itu pun kembali-
-ke rumah Wagiman & berkumpul di sana.

Dirumah itu, kini tampak Mbah Karso sedang mempersiapkan 9 orang termasuk dirinya. Seperti yg sudah di rencanakan tadi siang, mereka semua di pilih untuk membantu Mbah Karso melakukan pencarian ke ‘Kali Lanang’.
Terjadi sedikit drama ketika Wagiman ingin memaksa ikut dalam pencarian itu, wajar saja, karena sebagai seorang ayah ia tentu ingin ikut menyelamatkan anaknya, namun dengan tegas Mbah Karso tidak mengijinkannya, karena menurut Mbah Karso, disana, ‘di tempat’ sekarang anaknya-
-itu disembunyikan, dibutuhkan orang dengan emosi yg stabil.

Singkat cerita, setelah doa & dzikir bersama, 9 orang itu pun berangkat menuju Kali Lanang, sekira hampir tengah malam.

“Wirid terus yo, ojo mandeg nek aku karo bocah-bocah iki durung gowo ‘Nanang’ mulih”.
(Teruslah berdzikir ya, jangan berhentu bila kami belum pulang membawa ‘Nanang’ kembali). Kata Mbah Karso seraya beranjak dari rumah Wagiman.

9 orang itu berjalan menuju utara desa dengan obornya masing2. Menghampiri ‘Marni Wongso’ di ‘Kali Lanang’ untuk menjemput ‘Nanang’-
-yg telah disembunyikan.

Mbah Karso berada di depan, membawa bejana kecil yang berisi garam kasar dengan indera pengecapnya yg tak henti berdzikir.

& sampailah mereka di jalan menurun yg sedikit terjal, membuat mereka harus berhati-hati menuruni jalan batu yg cukup licin itu,-
-& kini tampaklah sebuah Pohon Trembesi, Pohon besar yg memayungi sebuah kamar mandi umum tua yg akrab di sebut ‘Kali Lanang’ itu.

Dengan sedikit menyingkirkan pecahan batu-bata yang agak berserak, Mbah Karso memberi perintah, agar semua orang segera duduk bersila.
“Ayo, podo njagong sila, ojo mlayu lan ojo tumindak nek durung tak perintah yo!!”.

(Ayo, semua duduk bersila, jangan lari dan jangan bertindak bila belum saya perintah ya). Kata Mbah Karso kepada semua orang yang ikut dengannya itu.
Dan ritual pun di mulai.

Hampir mirip seperti apa yang di lakukannya di Lembah Gondang tadi, Mbah Karso mulai mengeluarkan sabut kelapa dan satu buah kemenyan dari sakunya, yang lalu ia bakar, seraya mengucapkan mantra-mantra berbahasa jawa kawi.
Dan seperti siang tadi juga, seiring kemenyan yang sedang terbakar, angin pun bertiup dengan kencang, dan mengombang-ambingkan daun pepohonan dan menimbulkan hawa yang cukup mengganggu.
Hingga akhirnya muncullah suatu pertanda, di awali dengan suara pekik tawa seorang wanita, terdengar di antara angin kencang itu. Membuat orang yang berada di belakang Mbah Karso serentak menundukkan kepalanya.
Mbah Karso yang semula duduk, kini segera berdiri setelah mendengar suara itu, seraya memegang bejana kecilnya dan melihat ke atas, Mbah Karso pun mulai berbicara.

“MARNI WONGSO!!!!!!!!! MARNI WONGSO!!!!”. Teriak Mbah Karso.
“BALEKNO BOCAH KUI!! KUI DUDU HAKMU!!!!”.

(KEMBALIKANLAH ANAK ITU, DIA BUKAN HAKMU!!). Teriak Mbah Karso lagi di antara suara tawa yang masih terdengar itu.
Mbah Karso mulai mengambil garam kasar dari bejananya dan melemparkannya ke langit-langit, dimana sosok Marni Wongso itu ternyata tengah berdiri di atas batang pohon Trembesi yang ada di depan mereka sambil masih tertawa-tawa. Image
Mbah Karso kembali lagi melempar garamnya yg kali ini sepertinya tepat mengenai tubuh dari sosok Marniwongso itu.

Sekejap suara pekik tawa itu berubah menjadi teriakan & erangan yg membuat 8 orang di belakang Mbah Karso yg semula bersila tampak terperanjat & melihat ke atas.
Semua orang di belakang Mbah Karso terkejut saat melihat wujud asli Marniwongso itu yg mirip kuntilanak, Berbaju putih namun dengan tinggi yg tak wajar.

‘Lik Sukri’, salah seorang dari rombongan itu tampak ketakutan & seperti ingin berlari namun untung saja tangannya-
-segera di raih oleh ‘Pak Sobari’, salah seorang yg juga ada di tempat itu.

“Ojo mlayu Lik!!!!!!”.

(Jangan lari paman!!!). Kata Pak Sobari seraya sigap memegang tangan Lik Sukri yang ketakutan.

Mbah Karso, terlihat kehilangan konsentrasi & menoleh ke arah orang2 yg ada-
-di belakangnya.

“Tenang!! Tenang!!!”. Ucap Mbah Karso diantara teriakan dan erangan Si Marniwongso itu.

“Opo iku pak!!!!!”.

(Apa itu Pak!!). Kata Nyoto, anak Mbah Karso yang ternyata juga ikut dalam ritual itu.
“Wes!! Meneng sek!!”.
(Sudah diam dulu!!). Jawab Mbah Karso bersamaan teriakan Marniwongso yg mulai melirih & berubah menjadi tangisan.

Suasana masih mencekam, dengan tangisan Marniwongso yang kini terdengar oleh 9 orang di area ‘Kali Lanang’ itu. Entah garam apa yg dilempar-
-oleh Mbah Karso tadi sehingga membuat Marniwongso tampak merintih kesakitan.

Dan untuk ke sekian kalinya, Mbah Karso kembali berbicara dengan kepalanya yang masih menghadap ke atas, memandang tajam sosok kuntilanak berbadan besar yang tengah menangis itu.
“Piye iseh arek ngeyel pora? Kowe mbiyen wes tak luwehke manggon ning ‘belik’ iki yo, saben seloso kliwon yo tak sajeni, nanging kowe kok malah rumongso nguasani panggon iki? ‘belik’ iki ki nggone kabeh, warga deso kene, wong ming meh diapik-apik ben iso tetep dinggo kok malah-
-di angel-angel!!. Malah saiki kowe arep njupuk lan nyilakani bocah seko deso kene!! Wes saiki balekke bocah kui!!”.

(Bagaimana masih mau ‘ngeyel’ tidak? Dahulu kamu sudah ku biarkan tinggal di tempat ini, setiap selasa kliwon juga ku beri sesaji, tapi kamu malah-
-merasa menguasai tempat ini? Tempat mandi ini adalah milik semua, juga milik warga desa sini, orang mau di benahi biar tetap bisa di gunakan kok malah dipersulit!!! Malah sekarang akan mencelakakan & mengambil ‘anak’ desa sini!! Sudah sekarang kembalikan anak itu!!!). Ucap-
-Mbah Karso dengan gaya ketusnya memarahi si Marniwongso yg masih menangis itu.

Bersambung karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
Marniwongso masih terus saja merintih setelah mendengar kata2 dari Mbah Karso itu, beliau yg tampaknya menunggu jawaban dari si Marni, sempat-sempatnya menyalakan sebatang rokok & menawarinya kepada orang-orang yg kini tengah meringkuk & saling berpelukan di belakang Mbah Karso.
“Ngrokok!?”. Toleh Mbah Karso sejenak kepada 8 orang dibelakangnya itu.

Hingga akhirnya setelah beberapa isapan Mbah Karso menunggu jawaban, ia pun kembali marah-marah. Cukup lucu sebenarnya, seorang manusia yang memarahi lelembut sampai takut dan menangis.
“HEH!!!! Kowe ki krungu ora to sakjane!! Pancen Celeng!!! Nek kowe ngregani aku, kowe bakalan tak regani yo!!! Wenehi ati malah ngrogoh tai!!! Pisan meneh aku omong!! Balekno bocah kui!! Nek ora, tak rungkatno uwit iki!! Wes!! Aku rapeduli!!”.

(HEH!!!! Kamu itu sebenarnya-
-mendengarkan apa tidak? Memang Babi!!!! Kalau kamu menghargai saya, saya juga akan menghargaimu ya!! Di kasih hati malah minta tai!! Sekali lagi aku bicara!!! Kembalikan anak itu!!! Kalau tidak, akan ku robohkan pohon ini!! Aku tak peduli!!!). Kata Mbah Karso yg seketika-
-membuat rintihan Marniwongso sedikit meninggi.

Sampai akhirnya, diantara rintihan dan suara gaduh di atas pohon itu, terdengar tangis seorang bocah!! Ya bocah itu adalah ‘Nanang’.
Mbah Karso sigap langsung meminta 8 orang dibelakangnya itu untuk segera mendekat ke mulut kolam.

“Cepet medun ning kolah!!”.

(Cepat turun ke kolam!!). Kata Mbah Karso memberi komando dan segera 8 orang itu buru-buru menuruni tangga.
Namun belum selesai dan sampai mereka di bibir kolam. Tiba-tiba

“Byuurrr!!!”.
Seorang bocah terlempar dari atas pohon Trembesi itu dan tercebur ke dalam kolam ‘Kali lanang’ yang sedalam kurang dari satu meter itu.
Mbah Karso masih berada di atas, sedangkan 8 orang yang kini sudah di dekat kolam sempat merasa kebingungan. Sampai akhirnya ‘Ustad Sukar’, salah satu dari orang itu, sigap menceburkan dirinya ke kolam, dan mengangkat Nanang yang hampir tenggelam.
Suasana seketika menjadi tak bisa dijelaskan, ketika suara batuk terdengar dari mulut si kecil ‘Nanang’ yang sudah membiru itu.

“Maakkkkkk!!!”. Teriak tangisnya ketika di gendong menaiki tangga.
“Ayo cepet bali”.

(Ayo cepat pulang!!). Ucap Mbah Karso menyambutnya di tangga atas seraya mengambil Nanang dari gendongan Ustad Sukar.

Dan mereka pun, mulai berjalan ke selatan, menuju arah pulang dengan membawa ‘Nanang'.
Dan cerita MARNIWONGSO bagian 1 Selesai disini, sampai jumpa nanti di bagian ke 2.

Buat yang pengen buru-buru baca bagian ke 2, bisa mampir untuk dukung saya.. karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with gil

gil Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @AgilRSapoetra

Jun 25
[HORROR STORY]

PENGHUNI LAMA

~ Jiwa-jiwa yang tertinggal ~

[A THREAD]

#bacahorror #menghorror #IDN_Horror @bacahorror @menghorror @IDN_Horor Image
Temanggung, Jawa Tengah 2007,

Malam itu, Bau asap rokok menyelinap masuk ke kamar Tari, menusuk kuat hingga membangunkannya.

Tari pun melihat kearah jam di dinding kamarnya yg menunjukkan pukul 00.30.

"Oh Mas Doni sudah pulang". Batin Tari yg menyadari bahwa bau rokok ini ada-
-lah Mas Doni (Suaminya) yg sudah pulang dari bekerja & sekarang tengah merokok di ruang tamu.

Dengan kantuknya Tari pun beranjak keluar dari kamarnya, untuk membuatkan kopi bakal sang suamui

"Mas,sudah pulang?". Ucapnya-
Read 204 tweets
Jun 17
[HORROR STORY]

PASAR SETAN ~ Alas Randu

[A THREAD]

@bacahorror @IDN_Horor @menghorror #bacahorror #menghorror #IDNhoror Image
Hi.. Lama bgt gak bikin thread ya.. :)

Kali ini saya akan menceritakan sebuah pengalaman ganjil sekaligus ngeri dari seorang kerabat, yg bersaksi bahwa ia pernah tersesat di 'Pasar Setan', cerita ini terjadi sudah cukup lampau, yakni kisaran tahun 1994-95, tapi bagi nara-
-sumber, setiap detilnya masih membekas, bahkan menyisakan trauma yg cukup dalam.

*****

Jawa Tengah kisaran tahun 1994-95,

Pada suatu sore..

"Mbok dikirim besok pagi saja to Le". Kata seorang ibu kepada anaknya yg sedang menali 3 ekor kambing di atas mobil baknya. Image
Read 68 tweets
Apr 26
GUMBOLO PATI #13 (TAMAT)

Bedhong Mayit 2

"Terlambat, kita sudah terlanjur terikat, ku ucapkan selamat datang wahai inangku sekarang, akulah 'GUMBOLO PATI', Sang Gembala Kematian penjaga 'Kain Rombeng' itu. @bacahorror @IDN_Horor @menghorror @ceritaht #bacahorror Image
Sebelumnya Part 12 :

Part 13 ( Akhir ) :

****

“GUMBOLO PATI #13”.

Pukul 05.30 pagi..

Sampai Pagi ini Darwis &Pak Dirja masih terjaga di dalam kamar, tampang-tampang lesu & kelopak mata yg agak menghitam, terlihat jelas di pa-
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
-gi ini, apa lagi penyebabnya kalau bukan kejadian semalam.

Matahari pun mulai muncul, mengembalikan kewarasan anak & cucu mendiang Mbah Gajul itu, untuk keluar dari kamar.

“Ayo ‘metu’ (keluar)”. Kata Pak Dirja lirih membisik untuk mengajak Darwis.
Read 94 tweets
Apr 8
GUMBOLO PATI #12

Bedhong Mayit 2

"Terlambat, kita sudah terlanjur terikat, ku ucapkan selamat datang wahai inangku sekarang, akulah 'GUMBOLO PATI', Sang Gembala Kematian penjaga 'Kain Rombeng' itu. @bacahorror @IDN_Horor @menghorror @ceritaht #bacahorror Image
“GUMBOLO PATI #12”.

Perjalanan Pak Dirja dan Darwis menuju desa Turi..

“Alon-alon penting tekan nggih Pak..”.

(Pelan-pelan yang penting sampai tujuan ya Pak). Kata Darwis yang agaknya mulai mengerti kenapa ayahnya sejak berangkat tadi mengendarai mobilnya dengan cukup pelan.
Read 70 tweets
Mar 22
GUMBOLO PATI #11

Bedhong Mayit 2

"Terlambat, kita sudah terlanjur terikat, ku ucapkan selamat datang wahai inangku sekarang, akulah 'GUMBOLO PATI', Sang Gembala Kematian penjaga 'Kain Rombeng' itu. @bacahorror @IDN_Horor @menghorror @ceritaht #bacahorror Image
Bagian sebelumnya di @X :

Selanjutnya di @karyakarsa_id :
11.

12.

13. (Tamat) - ongoing.

*****

GUMBOLO PATI #11

Tiga hari berlalu sudah, sejak ‘Bedhong Mayit’ itu di ambil kembali dari almarhum Pak-
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
-Broto. & sudah selama tiga hari ini pula Pak Dirja hampir dibuat putus asa, karena teror dari jin kafan yg semakin mengerikan saja.

Bagaimana tidak, semalam ada kejadian yg hampir saja mencelakai Darwis. Cucu mendiang Mbah Gajul atau anak Pak Dirja itu hampir menelungkupkan ke-
Read 71 tweets
Mar 15
GUMBOLO PATI #10

Bedhong Mayit 2

"Terlambat, kita sudah terlanjur terikat, ku ucapkan selamat datang wahai inangku sekarang, akulah 'GUMBOLO PATI', Sang Gembala Kematian penjaga 'Kain Rombeng' itu. @bacahorror @IDN_Horor @menghorror @ceritaht #bacahorror Image
Part sebelumnya #9

On @karyakarsa_id

10.
11.
12.
13 -Tamat. (On going)

“GUMBOLO PATI” #10.

Sore ini, sekira pukul 16.00.
Tampak Pak Dirja & Darwis sudah berada di dekat mulut-
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
-terminal, di dalam mobil pinjaman dari kantornya, mereka menunggu Pak Sukoco untuk melayat ke tempat Pak Broto.

Sekira 5 menit menunggu, Pak Sukoco pun muncul, dengan pakaian rapinya, ia langsung masuk ke dalam mobil, dan mengajak untuk segera berangkat.

“Ayo berangkat”. Ka-
Read 74 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(