Christian Adinata 21 tahun, Kodai Naraoka juga 21 tahun. Tapi perbedaan pengalaman mereka jauh sekali. Christian baru tampil di 2 turnamen S300 tahun ini, sedangkan Kodai malah sudah berlaga di S750.
Menurut Christian, ini yg bikin dia kalah dari Kodai di R16 #AustraliaOpen2022
Christian: "Saya belum terbiasa dengan armosfer turnamen Super 300. Karena itu saya juga jarang bisa ketemu lawan-lawan yang lebih kuat. Sementara Kodai lebih sering bertemu dengan pemain top. Wajar kalau dia punya pengalaman lebih."
[PBSI]
Dari segi teknis, Christian amat bisa mengimbangi Kodai. Bahkan, pada beberapa aspek, dia terlihat lebih baik dari sang lawan. Terbukti Christian bisa unggul cukup jauh pada gim kedua dengan poin 8-3.
Namun, pengalaman berkata lain. Saat unggul permainan Christian malah terburu-buru dan tidak konsisten. Kodai yg sudah terbiasa di level atas berhasil memanfaatkan kondisi ini untuk mengejar, lalu membalikkan keadaan.
Christian: "(turnamen) ini untuk menghadapi musim depan agar saya lebih siap, bagaimana mengatasi pemain-pemain yang levelnya ada di atas."
Terdapat lebih dari satu alasan untuk melewatkan pertandingan Gregoria: Gestur yang buruk, agresivitas yang kurang, footwork yang terlihat malas, stamina yang rentan, mental tanding bermasalah, error di mana2 dan sebagainya.
Ujung dari semua itu cuma satu: Kekalahan demi kekalahan. Celakanya, tak sekali-dua Jorji tersungkur dari para pemain yang levelnya jauh di bawah. Jika yang demikian saja kesulitan, bagaimana saat menghadapi lawan-lawan kuat?
Interview menarik dari Fernando Rivas. Di sini, ia bicara banyak soal sport science, pandangannya tentang negara-negara Asia yang mulai tinggalkan pola latihan tradisional, serta ambisinya membawa Prancis menembus lima besar dunia.
Poin-poin menarik yang kami tangkap:
- Rivas mendasarkan keputusan-keputusan pelatihannya secara ilmiah
- Beberapa negara Asia seperti anggota Commonwealth dan China mulai mengubah pendekatan latihan tradisional mereka
- Target terdekat Rivas adalah membawa Prancis menjadi saingan utama Denmark di Eropa
- Beberapa hal yang menjadi fokus dia: Mencari stabilitas, meningkatkan pendidikan pelatih dan pengembangan pemain ke dalam kategori taktis
Seandainya lapangan bulu tangkis adalah gelas kosong, Kodai Naraoka adalah airnya.
[THREAD]
Jejak sepatunya tersebar di mana-mana, mengisi tiap sudut lapangan, baik area depan maupun belakang, baik dalam posisi bertahan maupun saat menyerang, dan dengan semua itu Kodai menjelma sebagai salah satu pemain paling menjanjikan saat ini.
Di atas lapangan, amat jarang Kodai memeragakan pukulan2 ajaib. Sederet pujian yang datang lebih banyak menyasar keuletannya kala mengejar bola ke sudut sempit. Tepuk tangan yang muncul lebih banyak diberikan pada kegigihannya yg rela jatuh bangun mengejar bola.
Di sela-sela agenda Bright Up minggu lalu, pelatih MS Malaysia, Hendrawan, memberi pandangannya soal dominasi Viktor Axelsen. Dia menilai, Axelsen termasuk ke dalam generasi yang "diuntungkan".
Seperti apa maksudnya?
📒 Indosport
Hendrawan: "Mereka (Lin Dan, LCW, Peter Gade, Taufik) sedang di atas, Viktor saat itu masih muda, tetapi dia sudah mampu bermain melawan mereka. Jadi kalau Viktor sudah seperti itu berarti suatu saat kalau tiga generasi tadi retired, dia yang akan naik."
Lebih jauh, Hendrawan menganggap bahwa kondisi ini adalah siklus yang akan selalu terjadi. Tak cuma di sektor tunggal, tetapi juga ganda. Contohnya era Ricky Subagja/Rexy Mainaky yang tak bisa lepas dari peran era sebelumnya.
Hampir setahun ga ngapa-ngapain, Lin Dan masih sanggup jadi juara dunia
[THREAD]
Lin Dan tak butuh iklim turnamen yang rutin untuk menunjukkan siapa dia sebenarnya. Hanya bermodalkan sebuah wild card kontroversial dari BWF, gelar juara dunia 2013 sudah bisa ia gapai.
Sebelum merengkuh gelar tahun itu, Lin Dan melewatkan banyak sekali turnamen. Aksi terakhirnya adalah saat merobek jersinya sendiri, lalu berlari mengelilingi stadion setelah mengalahkan Lee Chong Wei pada perebutan emas Olimpiade 2012.
Keputusan IBF untuk mengubah sistem skor 15x3 dan 11x3 menjadi 21x3 disambut dengan murka Taufik Hidayat. Sejak dicetuskan hingga pertama kali digunakan di Thomas dan Uber Cup 2006, ia sama sekali tidak setuju.
Ini kisah soal akhir dari generasi pindah bola.
[THREAD]
IBF, yg kemudian berubah menjadi BWF, tentu tidak melakukannya tanpa alasan. Pada dua tahun terakhir federasi badminton dunia itu berada dalam kondisi terdesak setelah bulu tangkis dianggap membosankan dan monoton karena durasi laga yg terlalu lama.
Kondisi tersebut membuat mereka khawatir bulu tangkis kehilangan daya tarik dan daya jual. Jika kehilangan dua hal itu, mencari sponsor bakal amat sulit. Pada akhirnya ini bisa menghambat perkembangan bulu tangkis.