Empat orang meninggal di satu rumah dengan kondisi jenazah mengering dan lambung kosong. Mereka diduga mati di waktu yang berbeda-beda. Narasi awal bahwa mereka kelaparan, kini diragukan.
Mayat Rudyanto Gunawan, Margaretha Gunawan, Dian Apsari, dan Budyanto Gunawan ditemukan di beberapa titik di sebuah rumah di Perumahan Citra Garden Extension 1, Kalideres, Jakarta Barat.
Budyanto ditemukan di ruang tamu, Renny Margaretha dan Dian ada di kamar depan, sedangkan sang kepala keluarga, Rudyanto Gunawan, ditemukan meninggal di kamar belakang.
Ketua RT setempat, Tjong Tjie Xian alias Asiung, menyebut keluarga Gunawan tak pernah berinteraksi dengan warga sekitar. Mereka sangat tertutup. Warga pun jarang melihat mereka beraktivitas.
Asiung bahkan tak tahu pekerjaan para penghuni rumah itu. Selain itu, keluarga Gunawan juga tidak mau bergabung dengan grup WhatsApp RT meski sudah diundang.
Seorang tukang jamu di sekitar Pasar Citra Garden bercerita bahwa keluarga Gunawan adalah pelanggannya. Oleh sebab itu ia sering bertemu dan berinteraksi dengan mereka.
Kepada kumparan, tukang jamu—yang meminta namanya tak disebut—itu bercerita bahwa pasangan Gunawan pernah hendak meminjam uang sebesar Rp 50 juta. Permintaan itu ia tolak karena ia tak punya uang sebanyak itu.
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pasma Royce menyampaikan hasil sementara pemeriksaan forensik di RS Polri yang menunjukkan bahwa keluarga Gunawan tak mengonsumsi makanan atau minuman untuk kurun waktu yang lama.
“Di lambung para mayat ini tidak ada makanan. Berdasarkan keterangan dari dokter forensik, dugaan [waktu] kematian dari tiga minggu yang lalu,” kata Pasma.
Perut kosong itu lantas memunculkan dugaan bahwa mereka meninggal karena kelaparan. Terlebih, Kapolsek Kalideres AKP Syafri Wasdar sempat mengatakan bahwa tak ada makanan maupun bahan pangan di rumah mereka.
Dugaan awal bahwa keluarga Gunawan kelaparan kemudian diragukan. Warga sekitar beranggapan bahwa mereka orang mampu. Ketua RT Asiung, misalnya, menyebut bahwa keluarga itu tidak pernah tercatat sebagai penerima bantuan sosial dari pemerintah.
Sumber kumparan di lingkaran kepolisian menyebut, kemungkinan besar kematian keluarga Gunawan adalah VSED (voluntary stopping of eating and drinking) atau berhenti makan dan minum secara sukarela.
Meski demikian, polisi belum menarik kesimpulan akhir. Di sisi lain, kriminolog UI Arthur Josias Simon Runturambi menyatakan, VSED bukan penyebab utama kematian, sebab ia sejenis penyakit psikologis yang memiliki pemicu.
Simak selengkapnya dalam Special Report “Kematian Tak Beres di Kalideres” hanya di kumparanplus.com.
Special untuk pelanggan baru! kumparanPLUS membuka akses Special Report “Kematian Tak Beres di Kalideres” via free trial. Anda bisa membacanya GRATIS di langganan.kumparanplus.com.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
kumparan menemukan bahwa tragedi di Kanjuruhan berlangsung dalam 11 menit yang menentukan. Temuan ini didasarkan pada analisis metadata terhadap puluhan foto dan video yang merekam situasi di Stadion Kanjuruhan pada malam itu.
Video dan foto tersebut diambil dari sumber pertama, yakni para penonton, suporter, saksi mata, dan media partner—termasuk Radio Chakra Bhuwana RCBFM Malang—yang berada di tempat kejadian dan mendokumentasikan langsung peristiwa itu.
Ketimbang selimut, balsam adalah perangkat yang paling menentukan kenyamanan tidur Hajara (54). Barang yang satu itu selalu terselip di bawah bantalnya. Sesaat sebelum tidur, dia tidak pernah absen melakukan ritual tolak bala: melumuri dua lubang hidung dengan balsam.
Hajara Hibalu (54) merupakan warga Dusun Sakulati, Desa Ombulo, Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo. Konon, area ini penuh dengan tanaman coklat. Sayangnya aroma coklat itu kini bersulih bau kotoran manusia.
SBY menduga pemilu 2024 akan berlangsung tidak jujur. Sejumlah kader Partai Demokrat kemudian menyampaikan adanya upaya menjegal Anies Baswedan di 2024.
“Saya mendengar, mengetahui, bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil. Konon, akan diatur dalam Pemilihan Presiden nanti… hanya dua pasangan capres dan cawapres yang dikehendaki…," demikian penggalan pidato SBY pada Kamis (15/9).
SBY, menurut Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng, mendapat informasi dari sumber terpercaya terkait skenario “dua paslon cukup” itu. Informasi itu, tegas Andi, dapat mereka pertanggungjawabkan kebenarannya. #specialreport
Sambil memejamkan mata, Bharada Richard Eliezer menarik pelatuk dan melepaskan tembakan ke arah Brigadir Yosua begitu teriakan Irjen Ferdy Sambo memasuki gendang telinganya—“Tembak, woi. Tembak! Tembak!!”
Ketika itu, di rumah dinas Sambo, Richard berdiri di hadapan Yosua, rekannya sesama ajudan. Di dekatnya, berdiri pula Sambo, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf—asisten rumah tangga di rumah itu.
Bunyi letupan terdengar pada Jumat sore (8/7) di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. Ketua RT setempat, Mayjen (Purn) Seno Sukarto, mendengarnya jelas. Mantan Asrena Kapolri itu tak menaruh curiga, sebab petasan kerap dinyalakan anak-anak jelang Idul Adha.
Nyatanya bunyi itu bukan berasal dari petasan, melainkan dari letupan pistol di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo. Tiga hari kemudian Humas Polri baru menyatakan: ada baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E di sana.