Rama Atmaja Profile picture
Jan 9, 2023 297 tweets >60 min read Read on X
DEDADEN (Jadi-jadian)

Bab 2 : Madep rai mungkur ati

Masih melanjutkan kisah Sri dan Endang yang tampak begitu akur dan baik-baik saja. Namun dilain sisi, keduanya menyimpan sebuah kebencian yang dalam dan berkeinginan untuk saling menghancurkan!

@IDN_Horor @ceritaht #IDNH Image
Akan ditulis setelah bab pertama dari cerita ini selesai.
Yang belum baca bab pertamanya, bisa baca melalui link di bawah ini :
Baca juga seri filler dari cerita DEDADEN, dengan judul NGINTIL (Tumbal Perawan).
Ebooknya tersedia di @karyakarsa_id
Untuk melihat update part nya, silahkan cek memalui thread ini :
___

Pada kisaran tahun 2000-an, seorang pemuda bernama Ridho sedang duduk di teras rumah dinas. Dia menyorotkan lampu senter ke arah pohon, lantas ke genteng sebuah bangunan.
Bukan tanpa alasan melakukan hal tersebut, karena dirinya mendapati dua sosok perempuan bergaun putih sedang terbang, saling beradu kesaktian!
Takut melihat kuntilanak? Jawabannya pasti takut! Tapi karena sudah terbiasa melihat hal seperti itu, Ridho malah cuek dan malah penampakan sekarang inilah yang menurutnya baru pertama kali dilihat.
Bagaimana tidak? Seumur-umur baru kali pertamanya melihat penampakan dua kuntilanak saling jotos, cakar, dan saling jambak di udara.

"Dho, ada apa," tanya seorang lelaki yang baru saja keluar dari dalam rumah dinas tersebut, menemui Ridho yang tampak aneh.
"Pak Manto, lihat nih ...!" tunjuknya ke arah sorot senter.

"Apaan tuh," tanya balik Manto.
"Kuntilanak! Sedang berantem!" jelas Ridho dengan nada berbisik.

"Sudah yuk, masuk!" ajak Manto setelah melihat dengan jelas dan memastikan kebenaran akan hal tersebut.
Keduanya pun masuk, dan langsung menuju kamar belakang. Kamar di mana istrinya Manto berada, "Sri! Sri ...!" panggil Manto kala melihat Sri tidak ada di dalam kamarnya.
Manto bingung, dan pergi ke arah dapur. Sedangkan Ridho terus mengekor kemana pun Manto berjalan.
Sampai di dapur, Manto tak mendapati istrinya.
Lihat ke dalam kamar mandi, juga tak ada!
Mengecek pintu belakang, masih dalam keadaan terkunci.
Lantas, kemanakah Sri pergi?
Sebelum melanjutkan kejadian ini, kita akan kembali ke tahun 90-an, untuk melanjutkan bagian akhir di bab 1.

___
Beberapa jam sebelumnya, saat Santo sedang sholat.
Ditempat lain, ada tiga orang sedang menikmati makan siangnya.
Awalnya hanya terdengar suara sendok dan garpu yang sesekali berbenturan dengan piring, seorang pria paru baya mulai melirik ke arah anak perempuannya sambil mengunyah makanan di dalam mulut.
"Bagaimana kondisi pertemanan mu dengan gadis sialan itu," tanya pria paruh baya berkumis, dengan pakaian batik tersebut pada anaknya yang duduk di sebelah kiri meja makan.
"Akhir-akhir ini sudah membaik, setelah ia bersuami, dan melupakan kejadian itu--" jawab sang anak terpotong.
"Baguslah kalau begitu! Kami ... hanya bisa mengandalkanmu agar bisa membalas apa yang kakeknya pernah lakukan terhadap kakekmu," potong wanita paruh baya bersanggul, memakai kebaya berwarna merah.
"Apakah aku bisa menghancurkan keluarganya, hanya dengan mendekati cewek tomboy itu," tanya balik si anak, yang tak lain adalah Endang.
"Kalau kami yang langsung bertindak, itu tidak mungkin! Karena kedua orang tuanya Sri semilikiti, menjaga jarak! Jadi agak susah mendekatinya," jawab sang ibu.
"Iya! Cukup potong ekornya saja! Itu akan mempermudah bagi kita melengserkan keluarga terkutuk itu!" sang ayah menimpali.

"Benar yah! Proses pertama dalam rencana kita sudah terlihat! Sri dan kedua orang tuanya sudah tidak akur lagi," Endang menjawab dengan senyum senang.
"Bagus! Saran yang kamu berikan padanya agar mau menerima lelaki itu, membuat Sri bertentangan dengan ibunya, yang kini membuatnya jauh dari kedua orang tuanya," sahut sang ibu.
"Iya! Kalau kamu tidak terus mendorong Si semilikiti itu, mungkin ia mau melepaskan lelaki tersebut, dan menikah dengan pilihan ibunya. Dengan ini, tahap awal dari rencana berjalan sukses," sang ayah menimpali perkataan istrinya.
"Salahnya Sri ndangdengdong sendiri yang meminta saran padaku! Ya jelaslah aku menyuruhnya untuk tetap dengan Manto, walau tanpa ridho dari ibunya yang ahaik, bueekkkk ...," Endang menghela nafas sejenak, -
"tapi sayang! Si bapaknya itu, si janggut mbek, malah mau menerima keputusan anaknya," lanjutnya agak sedikit geram.

"Itu baru awal! Buat si jalang sok kuat itu biar menderita dengan keputusan yang diambil," sang ibu menimpali pula dengan nada geram.
"Benar! Tapi jangan lupa, selalu pura-pura baik didepannya, dan anggap saja kalau kamu itu teman satu-satunya yang bisa ia andalkan. -
Dengan begitu, rencana balas dendam pada keluarga sialan itu akan berjalan dengan mudah!" kata sang ayah diakhir pembicaraan, lalu hanya gelak tawa yang terdengar dari mulut ketiga orang tersebut.
Tentu saja pembicaraan itu akan bebas diungkapkan, karena tidak adanya Santo diantara mereka.
Mereka tak mau kalau Santo tahu dan ikut andil dalam rencana yang sudah mereka susun sejak dulu tersebut.
Takutnya, Santo akan berkhianat! Karena mereka juga berpikir, tidak mungkin seterusnya si Santo hidup layaknya robot yang diprogram agar mencintai Endang sampai mati.
Kedua orang paruh baya itu pun sudah berpikir untuk kedepannya, jika pelet tersebut hancur dan besar kemungkinan akan ada tuntutan dari segi transparan. Karena tak mungkin menuntut seseorang ke kantor polisi dengan dalih pelet!
Kemungkinan terburuknya akan ada seseorang yang mampu memutus rantai yang membelenggu menantunya itu, dan berdampak kesengsaraan pada sang anak yang sangat amat mencintai Santo.
Jika itu terjadi! Keduanya tak segan meminta orang yang lebih sakti agar anaknya tetap bahagia, walau hidup dengan seorang boneka!
Apa orang yang di pelet seperti boneka? Jawabannya bisa iya, bisa juga tidak.
Pasalnya, orang tersebut seakan tak memiliki kehendak untuk mencintai dan menyayangi orang lain, selain dari kehendak itu sendiri.
Andai Santo benar-benar mencintai Endang sepenuh hati, akan tetap masih bisa terpincut dengan bibir merah, walau dirinya akan tetap mempertahankan sang istri, -
tapi rasa itu bisa saja terbagi.
Bisa juga kelak Santo akan menjadi dingin pada Endang, dan bumbu rumah tangga akan tercipta.
Bumbu rumah tangga selain saling mencintai dan menyayangi satu sama lain, tapi tak menutup kemungkinan adanya beda persepsi dalam menentukan sesuatu, yang terkadang menjadi pemicu kesenjangan di dalam rumah tangga itu sendiri.
Siapa sih yang tidak pernah bertengkar dengan pasangan hidupnya? Bumbu itu tetap ada di dalam rumah tangga, walau hanya seciul, tapi tetap akan ada!
Lalu bagaimana dengan Santo yang sekarang? Santo yang terkena pelet akan selalu menganggap apapun yang dilakukan sang istri adalah benar, dan terlihat sempurna di matanya. Dia akan menyalahkan dirinya sendiri dengan kesalahan yang tak pernah dilakukan.
Walau yang salah Endang, tapi dia agak berpandangan kalau kesalahan yang Endang lakukan itu adalah kesalahan dari dirinya yang salah dalam mengambil tindakan sebelumnya.
Selesai makan, ketiganya mengelap bibir dengan tisu, dan hendak berdiri dari duduknya.
Sedangkan sang pembantu mulai membereskan apapun yang ada di atas meja.
Ketiganya mendorong kursi dengan pantatnya, lalu berdiri.
Tapi sebelum melangkah untuk pergi, tiba-tiba gebrakan sangat keras terdengar di meja makan.
"Sial! Siapa yang berani ikut campur?" ayah Endang tampak geram, sedangkan tangannya masih dalam keadaan mengepal di atas meja makan.
Tentu saja membuat kaget sang istri, Endang, dan mbok Inah yang sedang membereskan piring dan gelas di atas meja makan.
Sang istri membuka mulut hendak bertanya, tapi terdengar suara gadis kecil memanggil ibunya dari dalam kamar, "Ibu ... hik hik, ibu ...!"
Singkatnya Santo pun sampai rumah dan dia langsung masuk untuk melihat kondisi Mega-putrinya.
Suhu tubuh Mega sangat panas, dia tahu kala punggung telapak tangannya menyentuh kening Mega.
Tapi yang jadi anehnya, saat Mega seperti ini, Endang, bu Haity, maupun pak Suparno tidak segera membawa anaknya ke rumah sakit.
Santo mengedarkan pandangan, seraya membuka mulutnya untuk meminta persetujuan agar Mega dilarikan ke rumah sakit. Tapi mulut yang terbuka, enggan untuk berucap, -
kala melihat ekspresi mertuanya-pak Suparno, yang menatap tajam ke arahnya, seakan ingin mengatakan kalau apa yang terjadi pada Mega, itu karena kesalahannya.
Tatapan itu tak seperti tatapan pada umumnya, atau lebih seperti menatap tahu bulat digoreng dadakan yang matang, lantas ditelan hangat-hangat.
Santo yang ditatap seperti tahu bulat oleh sang mertua, hanya bisa mengecilkan lehernya, dia takut kalau sang ayah mertua akan melumatnya karena kesalahan yang tak pernah dia dilakukan!
Menatap bu Haity, malah seperti ibu-ibu kos-kosan yang marah karena telat membayar sewa bulanan.
Semua jadi serba salah! Hingga ... dia menatap sang istri tercinta, tapi tatapannya juga sama!
Santo bingung! Hingga, dia mendengar teriakan, "Woy! Nyetir yang bener!"
Santo kaget, dan mendadak menginjak rem mobilnya, karena terbangun dari tidur yang tidak sengaja. Bahkan dia sendiri tak sadar, kalau ketiduran saat berkendara.
Untungnya ada si gondrong dengan motor dua-tak yang nyalip, sambil berteriak. Kalau tidak ... apa yang akan terjadi? Dia sendiri tak tahu!
Efek lelah dan kurang tidur, membuatnya buru-buru ingin sampai rumah. Tapi angin sejuk yang masuk ke dalam mobil, seakan menarik pelupuk matanya ke bawah dan makin ke bawah, hingga Santo terpejam saat masih berkendara.
Setelah mengambil nafas panjang, dan melihat asap kenalpot motor dua-tak dari sang pengendara yang menatap ke arahnya dengan ekspresi marah, -
Santo hanya tersenyum sambil mengangguk, tanda meminta maaf atas kesalahannya.
Lalu, dia pun kembali menancap gas, melajukan kembali mobilnya.
Apa yang dia lihat dalam mimpi sekilas, seperti menandakan sesuatu yang kurang mengenakan, menambah daftar panjang akan ke was-wasan di hatinya.
Sambil menggigit bibir bawahnya, Santo mencoba untuk melupakan perihal pelet, dan fokus dulu ke kondisi Mega.
Namun apa yang terjadi sesampainya di rumah? Dia tak mendapati gambaran seperti dalam mimpi singkatnya, karena setelah sampai dan masuk ke dalam kamar untuk menemui sang anak, -
pak Suparno langsung menyuruh Santo mengangkat Mega dan diikuti oleh ketiganya, lantas menuju rumah sakit terdekat untuk memeriksa kondisi anaknya.
***

Di tempat lain, dikediaman Ustadz Anwar setelah kepergian Santo. Beliau yang mengeluarkan Kuntili dari tubuh Santo dan tak membiarkannya pergi, lantas menanyai perihal siapa dirinya. Namun, Kuntili malah menceritakan hal yang tak penting!
"Kuntili," ujar Ustadz Anwar, "siapa dirimu? Apa yang ingin kau ceritakan padaku?" Ustadz Anwar bertanya dengan nada yang penuh kesabaran, meskipun dalam hatinya ia sangat ingin mengetahui tentang asal usul Kuntili dan bagaimana ia bisa mengeluarkannya dari tubuh Santo.
Kuntili, yang mengaku kalau semasa hidupnya dikenal dengan nama Sekar, menjelaskan bahwa dia adalah seorang gadis yang sangat cantik dan baik hati. Dia tinggal bersama keluarganya di sebuah desa kecil di pedalaman hutan.
Kehidupannya sangat tenang dan damai sampai suatu hari, dia meninggal dalam kecelakaan yang tragis. Kuntili menceritakan kisahnya dengan suara yang penuh kesedihan dan kekecewaan.
"Setelah meninggal, aku menjadi kuntilanak. Aku diberi nama Kuntili oleh seorang dukun. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku dan aku sangat marah dan kecewa dengan nasibku." Kuntili mengucapkan dengan air mata yang mengalir dari matanya.
Dia menceritakan bagaimana awalnya dia ditemukan oleh seorang dukun yang tinggal di desa itu dan dikendalikan oleh dukun itu untuk melakukan berbagai tugas yang mengerikan dan menakutkan, seperti menakuti orang-orang di desa dan mencuri jiwa-jiwa orang yang tidak berdosa.
"Aku tidak bisa melakukan apa-apa dan harus melakukan apa yang dikatakan oleh dukun itu. Aku sangat merasa tak berdaya dan tak berarti," ujar Kuntili dengan suara yang penuh rasa putus asa.
Ustadz Anwar hanya tersenyum sambil manggut-manggut, seolah mempercayai apa yang diceritakan oleh Kuntili. Padahal, awalnya beliau ingin bertanya tentang bagaimana asal usulnya sampai menjadi makhluk pelet.
Namun, malah menceritakan hal yang tak perlu tentang asal usul yang menurut beliau hanya cerita karangan dari sosok yang mengaku bernama Kuntili, atau Sekar semasa ia hidup.
"Sekar, aku akan membantumu untuk membebaskanmu dari kondisi ini," ujar Ustadz Anwar dengan nada yang tegas. "Tapi, sebelum itu, -
aku harus mengatasi masalah yang sedang aku hadapi saat ini." lanjutnya, lalu terdiam karena merasakan fluktuasi energi gaib yang begitu rapat di sekitaran area rumahnya.
Ustadz Anwar adalah seorang ustadz yang dikenal sebagai pemimpin jamaah di sebuah desa. Beliau dikenal sebagai sosok yang baik hati dan selalu membantu warga desa yang membutuhkan. Namun, beliau juga dikenal sebagai seseorang yang memiliki kekuatan spiritual yang luar biasa.
Tepatnya malam itu, Ustadz Anwar mendapat kiriman santet dari orang tua Endang, siapa lagi kalau bukan pak Suparno? Seseorang yang tidak suka dengan Ustadz Anwar karena telah mencampuri urusannya. Apalagi, setelah tahu kalau Kuntili dibelenggu dikediaman Ustadz Anwar.
"Ki Aji Cohyo Sukmo, aku membutuhkan bantuanmu," ujar Ustadz Anwar dengan suara yang penuh harap. "Seseorang sedang mengirimkan santet kepadaku dan aku tidak mampu mengatasinya sendirian."
Ki Aji Cohyo Sukmo, sang makhluk pendamping yang dikenal sebagai jin muslim yang memiliki kekuatan spiritual yang luar biasa, segera datang dan membantu Ustadz Anwar.
Bersama-sama, mereka berhasil mengatasi santet yang diterima Ustadz Anwar dan menyelamatkan dirinya dari ancaman yang ada.
Setelah masalah tersebut teratasi, Ustadz Anwar kembali fokus untuk membantu Kuntili agar dapat kembali menjadi makhluk biasa dan terbebas dari kondisi sebagai kuntilanak pelihara dukun. Dia berjanji untuk mencarikan jalan keluar agar Kuntili bisa kembali tenang.
"Terima kasih Ustadz Anwar, aku sangat berterimakasih atas bantuan dan perhatian Anda," ujar Kuntili dengan senyum yang penuh harap dan rasa syukur.

Ustadz Anwar tersenyum, "Itu adalah tugasku sebagai ustadz, untuk membantu sesama makhluk Allah dalam keadaan apapun."
Ustadz Anwar kemudian mulai mencari cara untuk membebaskan Kuntili dari kondisi sebagai kuntilanak. Dia berdoa dan berlatih ilmu spiritual yang dia miliki untuk menemukan jalan keluar.
Dia juga berkoordinasi dengan para alim ulama dan ustadz lain yang memiliki keahlian dalam hal ini.
Setelah beberapa waktu berlalu, Ustadz Anwar akhirnya menemukan cara untuk membebaskan Kuntili. Dia melakukan doa dan pengucapan kalimat-kalimat tertentu yang dipercayai dapat mengusir belenggu jahat yang menguasai tubuh Kuntili.
Setelah ritual selesai, Kuntili merasa tubuhnya menjadi lebih ringan dan lega. Dia merasakan energi positif yang mengalir di seluruh tubuhnya. Ia tersenyum bahagia dan merasa seperti makhluk halus tak bertuan.
"Terima kasih Ustadz Anwar, Anda telah menyelamatkanku dari kondisi yang menyedihkan ini," ujar Kuntili dengan suara penuh rasa syukur.
"Itu adalah tugas saya sebagai ustadz, untuk membantu sesama dalam keadaan apapun," jawab Ustadz Anwar dengan senyum yang gembira.
"Tapi, ingatlah, sekarang kau memiliki kesempatan untuk menjadi makhluk yang baik! Jangan sia-siakan dan jadilah sosok yang lebih baik dari sebelumnya."
Kuntili mengangguk dengan ikhlas. Dia tahu bahwa ia memiliki kesempatan kedua dan ia akan menggunakannya dengan bijak. Dia berjanji akan menjadi sosok yang lebih baik dan membuat orang-orang yang pernah ia takuti selama ini merasa aman dan nyaman.
Ustadz Anwar dan Kuntili kemudian meninggalkan dikediamannya dan pergi ke desa Kuntili, di mana dia akan dikembalikan ke asalnya.
Kuntili merasa sangat bersyukur dan berterima kasih atas bantuan Ustadz Anwar yang telah menyelamatkannya dari kondisi yang menyedihkan.
Dia berjanji akan selalu berusaha untuk menjadi sosok yang lebih baik dan membuat orang-orang yang pernah ia takuti selama ini merasa aman dan nyaman. Dia juga bertekad untuk menjaga diri dari kondisi sebagai kuntilanak yang menakutkan.
Beberapa waktu sebelum santet menyerang ustadz Anwar, sore setelah memeriksa kondisi Mega yang menurut dokter baik-baik saja, dan tubuhnya berangsur membaik, mereka pun pulang.
Namun hanya Santo, Endang dan Mega saja, karena kedua orang tua itu langsung pergi entah kemana?!
Pak Suparno dan Bu Haity benar-benar marah dan kesal ketika tahu kalau Ustadz Anwar telah menangkap Kuntili, kuntilanak peliharaan mereka.
Dia mendapatkan bisikan dari sang dukun yang tidak lain merupakan guru spiritualnya, dan menyuruh keduanya datang ke kediamannya.
Mereka merasa disakiti karena Ustadz Anwar seharusnya tidak ikut campur dalam urusan mereka.
Mereka segera mencari bantuan dari seorang dukun yang dikenal kuat dalam ilmu hitam. Siapa lagi kalau bukan guru spiritualnya?! Dukun atau sang guru tersebut, dengan senang hati menerima permintaan mereka, tapi dengan syarat yang cukup berat.
Dukun itu menyarankan untuk menggunakan santet untuk mengalahkan Ustadz Anwar, tapi dengan taruhan nyawa pak Suparno dan Bu Haity jika dukun itu gagal dalam adu kesaktian dan perang gaibnya melawan Ustadz Anwar.
"Tapi, bagaimana mungkin kami menanggung risiko sebesar itu? Apa jaminan kalau aki akan berhasil mengalahkan Ustadz Anwar?" tanya Bu Haity dengan suara bergetar, emosinya campur aduk antara takut dan marah.
"Tidak ada jaminan dalam ilmu hitam, tapi aki akan berusaha sebaik mungkin," jawab dukun itu dengan nada yang dingin.
"Aki akan memberikan kau sebuah santet khusus yang dipercayai dapat mengalahkan Ustadz Anwar dan melepaskan Kuntili dari belenggu yang menahannya. Tapi ingat, risikonya besar dan aki tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada kalian."
Pak Suparno dan Bu Haity merasa tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran dukun itu. Mereka merasa sangat marah dan ingin segera membalas dendam kepada Ustadz Anwar yang telah menyebabkan masalah ini.
Mereka menyetujui taruhan itu dan dukun itu segera memberikan santet khusus yang dipercayai dapat mengalahkan Ustadz Anwar.
Malam itu, pak Suparno dan Bu Haity menyembunyikan santet itu di depan rumah Ustadz Anwar.
Mengapa keduanya bisa tahu lokasi ustadz Anwar? -
Yang pasti sang dukunlah yang memberitahukan lokasi tersebut, dan untunglah setelah mereka pulang dan menyatroni rumah tersebut, suasana sangat lenggang, hingga mudah bagi keduanya melaksanakan apa yang sang dukun pinta.
Mereka berharap santet itu dapat bekerja dengan baik dan Ustadz Anwar akan segera kalah dalam perang gaibnya. Namun, mereka juga merasa cemas dan takut karena tidak tahu apa yang akan terjadi pada mereka jika santet itu gagal.
Sementara itu, Ustadz Anwar yang merasa sakit dan pusing setelah menerima kiriman santet dari pak Suparno, merasa curiga dengan tindakan pak Suparno dan Bu Haity.
Ya, samar-samar beliau melihat ada seseorang yang masuk halaman rumahnya, tapi tak tahu apa yang dilakukan dan langsung lari. Ustadz Anwar hanya melihat itu dari balik ruang tamu, melihat dari balik gorden transparan yang menutup kaca nako.
Ustadz Anwar menyadari bahwa ia harus berhati-hati dan siap menghadapi segala macam ancaman yang mungkin datang. Beliau berkoordinasi dengan ki Aji Cohyo Sukmo untuk mengatasi situasi ini dan menyelamatkan diri dan warga desanya dari ancaman yang mungkin datang.
Setelah pertempuran gaib yang sengit, Ustadz Anwar berhasil mengalahkan santet yang dikirimkan oleh pak Suparno dan Bu Haity. Namun, sayangnya, keberhasilan Ustadz Anwar juga mengakibatkan kematian pak Suparno dan Bu Haity yang harus menanggung risiko dari santet tersebut.
Endang, anak dari pak Suparno dan Bu Haity, sangat terpukul dengan kematian orang tuanya. Dia merasa sangat bersalah karena tidak bisa melakukan apa-apa untuk menyelamatkan orang tuanya.
Ia juga merasa sangat stress ketika mengetahui bahwa orang tuanya telah menggunakan santet yang sangat berbahaya dalam upaya untuk mengalahkan Ustadz Anwar.
Endang juga merasa sangat terpukul ketika mengetahui bahwa pernikahannya dengan Santo adalah hasil dari tindakan liciknya sendiri. Ia menggunakan pelet untuk memikat Santo -
dan menyembunyikan kebenaran tentang perbuatannya. Santo sangat marah dan kecewa ketika mengetahui kebenaran tentang pernikahan mereka dan menuntut perceraian.
Endang benar-benar merasa tidak bisa menanggung semua tekanan dan stress yang ia rasakan. Ia merasa sangat bersalah dan tidak tahu harus berbuat apa lagi. Ia merasa kehilangan orang-orang yang dicintainya dan tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk memperbaiki kesalahannya.
Endang menangis sesenggukan, "Maafkan aku, ayah. Maafkan aku, ibu. Aku tidak bisa menyelamatkan kalian. Aku tidak bisa mengubah masa lalu. Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi."
Ia merutuki diri sendiri, "Kenapa aku harus menggunakan pelet untuk memikat Santo? Kenapa aku harus menyembunyikan kebenaran tentang perbuatanku? Ini semua salahku. Semuanya karena keegoisanku dan keinginan untuk memiliki Santo."
Santo yang mendengar pernyataan Endang, menatap dengan tajam, "Aku benci kau, Endang. Aku benci kau karena kau telah menipu aku dengan cara yang licik. Aku tidak pernah akan percaya lagi padamu."
Endang merasakan dendam yang begitu dalam dari Santo, ia merasakan amarah dan kesedihan yang begitu dalam. Ia merutuki dirinya sendiri, -
"Semua ini salahku. Semua ini karena keegoisanku dan keinginan untuk memiliki Santo. Aku tidak berhak untuk dicintai oleh seseorang. Aku tidak berhak untuk hidup."
***

Beberapa bulan berlalu, Endang merasa hidupnya hancur berantakan. Harta kekayaan keluarganya habis tak bersisa, dia kehilangan orang-orang yang dicintainya -
dan tidak punya harapan lagi untuk hidup. Ia merasa tidak punya pilihan selain mencari bantuan dari dukun yang dikenal oleh keluarganya.
Endang merasa sangat enggan untuk menemui dukun itu, ia tidak ingin kembali ke jalan yang sama yang telah menyebabkan kehancuran hidupnya. Namun, kesedihan dan keputusasaan yang ia rasakan membuatnya merasa tidak punya pilihan lain.
Saat Endang sampai di rumah dukun itu, ia merasa sangat gugup. Dukun itu menyambutnya dengan senyuman sinis, "Kau datang kembali kepadaku, Endang. Apa yang kau inginkan sekarang?"
Tentu saja Endang kaget. Bagaimana bisa orang yang baru pertama kalinya berjumpa, mengatakan hal tersebut? Tapi Endang memilih tak memikirkan hal itu, ia menatap dukun itu dengan mata yang penuh dengan air mata, -
"Aku tidak punya pilihan lain. Aku kehilangan semuanya. Aku ingin kembali ke masa lalu, saat aku masih punya keluarga dan harta kekayaan."
Dukun itu mengangguk-angguk, "Kau tahu jua harus membayar harga yang sangat tinggi untuk itu. Kekayaan yang kau inginkan tidak datang dengan mudah. Kau harus kembali ke jalur yang sama dan mengikuti perintah Aki.
Dan itu berarti, kau harus mengambil alih Kuntili yang diturunkan oleh orang tuamu dan mengikat Kuntili kembali sebagai makhluk halus peliharaanmu. Apakah kau siap untuk itu, Endang?"
Endang merasa sangat tidak rela. Ia tidak ingin kembali ke jalur yang sama yang telah menyebabkan kehancuran hidupnya. Namun, kesedihan dan keputusasaan yang ia rasakan membuatnya merasa tidak punya pilihan lain. Ia mengangguk dengan ragu-ragu, "Aku siap."
Dukun itu tersenyum sinis, "Baiklah, aki akan memberikan kekayaan yang kau inginkan. Tapi ingat, kau harus membayar harga yang sangat tinggi. Dan kau harus siap untuk menanggung konsekuensi dari tindakanmu."
Endang merasa sangat tidak rela, tapi ia merasa tidak punya pilihan lain. Ia menangis sesenggukan saat ia harus mengikat kembali Kuntili sebagai makhluk halus peliharaannya.
Ia merasa sangat bersalah karena harus mengambil jiwa yang tidak berdosa lagi dan harus menakut-nakuti orang lain lagi. Ia merasa tidak punya harapan lagi untuk hidup normal.
Endang menatap Kuntili dengan air mata yang mengalir, "Maafkan aku, Kuntili. Aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi."
Kuntili hanya diam dan menatap Endang dengan mata yang penuh dengan kekecewaan. Ia merasa tersakiti, karena harus kembali terbelenggu. Padahal beberapa bulan terakhir sudah bebas dari jerat sang dukun bau tanah, ketek lumpur!
Tapi apa mau dikata? Kekuatannya tak kuat melawan dukun tersebut, dan cambuk penghinaan langsung menghantamnya secara bertubi-tubi.
Endang merasa sangat tidak rela dan merasa sangat tidak berbahagia. Ia merasa sangat bersalah karena harus mengikat Kuntili kembali dan harus menanggung konsekuensi dari tindakannya.
Ia merasa tidak punya harapan lagi untuk hidup normal dan merasa sangat sedih dan putus asa. Namun, ia harus menerima konsekuensi dari tindakannya dan harus hidup dengan rasa bersalah yang selalu menghantui dirinya.
***

Beberapa tahun berlalu, Endang kembali menjadi kaya dan hidup dalam kemewahan. Namun, Santo yang ditinggalkannya mengalami kesedihan yang mendalam.
Setelah bercerai dengan Endang, ia sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Setiap tempat yang didatanginya, ia selalu diperlakukan dengan tidak baik dan selalu ditolak.
Santo merasa sangat kesal dan bingung dengan situasinya. Ia tidak tahu mengapa ia selalu diperlakukan dengan tidak baik dan diperlakukan seolah-olah ia adalah orang jahat dan tidak jujur. Ia merasa sangat sedih dan putus asa.
"Maaf, Bapak. Aku tidak tahu mengapa aku selalu diperlakukan dengan tidak baik. Aku hanya ingin melamar pekerjaan, bukan untuk merusak perusahaan anda," ujar Santo saat ia ditolak oleh sebuah perusahaan.
"Sudah kubilang, kami tidak ingin bekerja dengan orang sepertimu. Ada sesuatu yang menakutkan tentang dirimu," jawab bos perusahaan itu.
Santo merasa sangat kecewa dan marah, "Apa yang salah denganku? Aku hanya ingin bekerja dan hidup normal. Mengapa semua orang selalu menghindariku?"
Ia tidak tahu bahwa semua ini adalah ulah dari Endang yang mengirimkan Kuntili untuk menakut-nakuti setiap orang yang melihat Santo, agar mereka merasa benci dan jijik padanya. Santo merasa sangat tidak adil dan merasa hidupnya hancur.
Ia merasa tidak punya harapan lagi untuk hidup normal dan merasa sangat kesepian dan sendirian. Dia merasa tidak punya teman, -
dan tidak punya orang yang peduli padanya. ia merasa sangat sedih dan putus asa. Namun ia tetap berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, meskipun selalu ditolak.
___

Kita kembali ke waktu sebelum Tirta berada di kediaman ustadz Anwar. Bukannya Tirta, Maya, dan Aden, para remaja itu diikuti dan dicurigai oleh Manto yang merupakan suami dari Sri, seorang ibu rumah tangga yang dulunya merupakan cewek tomboy.
Manto, yang bekerja sebagai polisi, dan temannya Somad, yang merupakan seorang polisi juga, berpikir bahwa Tirta, Maya, dan Aden adalah para preman pasar yang mereka cari.
"Kita pasti salah sasaran," kata Manto pada Somad dengan nada kesal. "Tapi tetap saja, kita harus mengikuti mereka."
Mereka mengikuti mobil Tirta, Maya, dan Aden, dan tiba-tiba mobil itu berhenti di sudut jalan. Manto dan Somad berpikir bahwa mereka akan menemukan preman pasar di sana.
Namun, ketika mereka mendekat, ternyata Tirta, Maya, dan Aden hanya mengambil barang belanjaan yang mereka beli dari toko di sana. Manto dan Somad salah sasaran dan untungnya tak langsung membekuk Tirta, Aden, dan Maya.
Disela kecewanya, mereka langsung kaget kala dari kejauhan ada kegaduhan. Dari jauh mereka melihat beberapa pria gondrong bertato, yang dikenal dengan nama "Komeng" dan "Bebek" sedang melingkari seorang perempuan cantik berambut pendek. Siapa lagi kalau bukan Sri?
"Itu Sri, aku yakin," kata Manto pada Somad dengan nada cemas. "Kita harus segera pergi ke sana."

Mereka berlari ke arah kegaduhan, dan ketika mereka sampai di sana, mereka melihat Sri sedang berkelahi dengan para preman pasar.
Sri yang sedang asyik berbelanja di pasar yang ramai oleh orang-orang, malah didatangi oleh Komeng dan Bebek yang ingin mencuri barang belanjaannya, setelah beberapa waktu sebelumnya meninggalkan tempat jualannya pak Idi dan ia pun langsung memesan beberapa barang dan perabotan.
Sedangkan barang belanjaan yang ia bawa merupakan perhiasan yang baru saja dibelinya dari toko emas.

"Jangan berani menyentuh barang-barangku!" kata Sri dengan nada marah.
Komeng dan Bebek tidak takut dengan Sri, dan mereka berusaha menyerangnya. Namun, Sri segera bergerak cepat dan menghajar para preman tersebut dengan gaya bertarung yang lucu dan percakapan yang kocak seperti, "Jangan main-main sama emak-emak cantik sepertiku! Rasakan ini!"
Manto yang hanya bisa melihat dengan mulut terbuka lebar dan terkejut, "Wah, Sri seperti emak-emak superhero!" sambil tertawa.
Somad juga terkejut dengan apa yang dilakukan Sri. Ia merasa tidak percaya bahwa sosok Sri yang selama ini dikenalnya sebagai perempuan yang cantik dan lemah, ternyata juga mampu menghajar para preman pasar dengan gaya bertarung yang lucu dan percakapan yang kocak.
"Sri, kau luar biasa! Aku tidak percaya kalau kau bisa menghajar para preman pasar dengan begitu lucu dan kocak," kata Manto dengan nada kagum.
Sri tersenyum dan menjawab, "Aku hanya melakukan apa yang bisa dilakukan, mas Manto. Kita harus selalu siap untuk melindungi diri dari ancaman, meskipun dengan cara yang lucu dan kocak."
Manto dan Somad hanya bisa tertawa setuju. Mereka sekarang tahu bahwa istrinya yang selama ini dianggap sebagai perempuan cantik dan lemah, ternyata memiliki kemampuan yang luar biasa dalam menghajar para preman pasar dengan gaya bertarung yang lucu dan percakapan yang kocak.
Sri langsung berlari ke arah Manto dan Somad yang masih terkejut melihat penampilannya.

"Apa kalian melihat itu? Aku benar-benar menghajar para preman pasar!" kata Sri dengan nada bangga.
Manto dan Somad hanya bisa tertawa, "Kau luar biasa Sri! Kami tidak percaya kalau kau bisa menghajar para preman pasar dengan begitu lucu dan hebat"
Sri kemudian menarik Manto dan Somad untuk pergi dari pasar yang ramai itu.
"Ayo kita pergi dari sini, sebelum para preman pasar yang lain datang!" kata Sri dengan nada cemas, dan alasannya mengatakan itu karena takut jika penyamaran keduanya terbongkar, yang mengakibatkan kedepannya akan susah mengendus keberadaan para preman pasar tersebut.
Manto dan Somad segera mengikuti Sri dan pergi dari pasar yang ramai itu. Namun, saat mereka sedang pergi, tiba-tiba datang sekelompok preman pasar yang lain yang dikenal dengan nama Gundul dan Kepiting yang sangat ganas dan berbadan besar.
"Hei, kalian tidak mau ikut bergabung dengan kami?" kata Gundul dengan nada mengancam.

Sri, Manto dan Somad segera berlari kencang menjauh dari para preman pasar yang ganas itu.

"Tidak usah khawatir, kita bisa mengatasinya" kata Sri dengan nada yakin.
Sri mengeluarkan sebuah benda dari saku roknya, yaitu sebuah mainan lato-lato yang ia bawa dari pasar. Ia melempar lato-lato itu ke arah para preman pasar yang ganas itu.
"Ini bakso rudal khusus untuk para preman pasar yang ganas seperti kalian!" kata Sri dengan nada lucu, sambil melemparkan lato-lato.

Lato-lato itu berhasil mengenai Gundul dan Kepiting yang sedang berlari, membuat keduanya kaget dan menghindar, -
tapi malah terduduk di atas becak yang didalamnya ada tukang becak sedang enak mimpi makan bakso rudal, malah mendapatkan telinga dari preman tersebut yang pastinya langsung ia gigit. Karena yang terlihat didalam mimpi, yang ada dibibirnya tersebut adalah bakso yang enak.
Melihat hal itu, Manto dan Somad yang awalnya hanya ingin terlihat seperti orang biasa, malah bergegas ke arah dua preman tersebut dan menghajarnya, hingga membuat kedua preman itu lari kalang kabut.
Bisa saja kedua orang ini memberitahu identitasnya, tapi melihat kejadian tersebut dan sengaja memperkeruh keadaan, agar para preman ini melukis wajah Manto dan Somad dalam benaknya, -
supaya dikemudian hari mereka akan dendam dan dengan begitu akan mudah bagi mereka untuk meringkus semua preman pasar yang ada.
Manto dan Somad terpingkal-pingkal melihat aksi lucu Sri yang mengatasi para preman pasar dengan bakso rudal bajakan, alias lato-lato.
Mereka berdua tidak percaya bahwa sosok ibu rumah tangga yang selama ini mereka kenal, ternyata memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mengatasi masalah tersebut.
"Sri, kau luar biasa! Aku tidak percaya kalau kau bisa mengatasi para preman pasar dengan bakso rudal," kata Manto dengan nada kagum.
Manto dan Somad hanya bisa tertawa setuju. Mereka sekarang tahu bahwa istrinya yang selama ini dianggap sebagai perempuan biasa, ternyata memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mengatasi masalah keamanan dengan cara yang lucu dan unik.
Mereka juga merasa bangga dan kagum dengan Sri yang selalu berpikir kreatif dan out of the box dalam mengatasi masalah.

"Sri, kau memang istri yang luar biasa. Aku sangat beruntung memiliki istri sepertimu," kata Manto dengan nada penuh cinta.
Sri tersenyum dan menjawab, "Aku hanya melakukan apa yang bisa dilakukan, mas Manto. Kita harus selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam segala hal."
Manto dan Somad sepakat dan setuju dengan pernyataan Sri. Mereka berjanji untuk selalu mendukung dan membantu Sri dalam mengatasi masalah keamanan yang ada di pasar dan komunitas mereka.
Mereka semua bersama-sama pulang ke rumah dengan perasaan senang dan bangga, sambil merencanakan aksi lucu dan unik lainnya dalam mengatasi masalah keamanan di masa depan.
Andai di situ tidak ada Somad, pastinya Sri akan bersifat dingin pada Manto. Walaupun pun Sri selalu bersifat dingin terhadap suaminya, tapi kalau diluaran, mereka terlihat akan baik-baik saja, layaknya keluarga harmonis yang penuh cinta.
Manto yang melihat Sri yang seperti itu, merindukan akan sosoknya yang dulu, yang selalu tersenyum dan bisa berbagi kebahagiaan dengannya. Tapi tak bisa dipungkiri karena Manto juga merasa bersalah, karena saat Sri sudah hamil besar, -
ia meninggalkan sang istri tercinta untuk memenuhi tugas sebagai seorang polisi yang pada saat itu ditugaskan ke luar kota. Ia terus merasa bersalah karena kejadian itu, apalagi Sri keguguran dan sampai sekarang sifatnya sangat dingin kalau di rumah.
Setibanya di rumah, Manto merasa bersalah setiap kali melihat Sri yang selalu bersifat dingin terhadapnya. Ia merindukan sosok Sri yang dulu selalu tersenyum dan bisa berbagi kebahagiaan dengannya. Namun, ia tahu bahwa semua itu adalah karena kesalahannya sendiri.
Saat Sri sedang hamil besar, ia harus meninggalkan sang istri untuk memenuhi tugas sebagai seorang polisi yang pada saat itu ditugaskan ke luar kota.
"Sri, maafkan aku. Aku tahu aku salah karena meninggalkanmu saat kau hamil. Aku sangat menyesal karena itu," kata Manto dengan nada penuh rasa bersalah.

Sri hanya diam, dengan ekspresi wajah yang dingin. Ia merasa tidak bisa percaya lagi pada Manto setelah kejadian itu.
"Sri, aku berjanji akan selalu ada untukmu sekarang. Aku akan selalu menjagamu dan mencintaimu," kata Manto dengan nada penuh harap.
Sri hanya menatap Manto dengan tatapan yang dingin, "Aku tidak tahu apakah aku bisa percaya lagi padamu, mas. Kejadian itu sangat menyakitkan bagiku," ucap Sri dengan suara yang bergetar.
Manto merasa sangat sakit hati melihat perasaan Sri yang begitu dingin terhadapnya. Ia merasa bersalah dan tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk memperbaiki hubungan mereka.
Ia berusaha untuk selalu menjaganya dan mencintainya, tetapi ia tahu bahwa perasaan Sri tidak bisa diubah dengan kata-kata saja.
"Sri, aku mengerti kalau kau merasa tidak bisa percaya lagi padaku. Aku akan berusaha untuk memperbaiki diri dan menjadi suami yang lebih baik untukmu. Aku akan selalu ada untukmu dan mencintaimu," kata Manto dengan nada penuh harap.
Sri melirik Manto dengan tatapan yang masih dingin, "Aku akan berusaha untuk memaafkanmu, mas. Tapi kita harus berusaha keras untuk memperbaiki hubungan kita."
Manto mengangguk setuju, dan berjanji akan selalu berusaha untuk menjadi suami yang lebih baik bagi Sri. Ia tahu bahwa perbaikan hubungan mereka tidak akan instan, tapi ia siap untuk berjuang dan memperbaikinya satu persatu.
Tak berapa lama, terdengar klakson mobil, membuat Manto dan Sri keluar dari dalam rumah. Manto kaget saat melihat sebuah mobil truk yang berhenti di depan rumahnya.
Beberapa orang menurunkan barang-barang elektronik seperti televisi, komputer, dan kulkas dan banyak barang lain juga dari truk tersebut.

"Wah, Sri ini barang-barang elektronik baru ya? Dari mana kau mendapatkannya?" tanya Manto dengan nada penasaran.
Sri tersenyum, "Aku membelinya dengan uang hasil usahaku. Aku baru saja membuka toko elektronik di pasar," jawab Sri dengan percaya diri.

Manto terkejut, "Toko elektronik? Kapan kau mulai menjalani usaha itu?"
Sri menjawab dengan senyum, "Sejak kau pergi ke luar kota. Aku ingin membuktikan bahwa aku juga bisa menghidupi keluarga tanpa harus bergantung padamu sebagai polisi."
Manto merasa sangat bangga pada Sri yang berusaha untuk mandiri. Ia berjanji akan selalu mendukung dan membantu Sri dalam usahanya.
Para tetangga yang melihat kejadian tersebut langsung melongo, tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Mereka yang sebelumnya mencibir dan menganggap Sri sebagai ibu rumah tangga biasa, kini terdiam melihat Sri yang telah berhasil menjalankan usahanya sendiri.
"Wah, Sri ini benar-benar membuat kami kaget. Kami tidak pernah menyangka kalau dia bisa menjalankan usaha yang begitu sukses," kata tetangga sebelah yang biasa mencibir Sri, yang kebetulan mendengarkan hal tersebut.
Sri tersenyum, "Terima kasih, tetangga-tetanggaku yang baik hati dan tidak sombong. Aku hanya berusaha untuk mandiri dan memberikan yang terbaik untuk keluargaku." Namun di dalam hati, Sri merasa bingung dan merasa tidak benar dengan apa yang baru saja dikatakannya.
Usaha kerjasama dengan pak Idi untuk membuka rumah makan bakso saja belum terealisasi, apalagi usaha yang lain. Dia merasa tidak mau mengatakan yang sebenarnya, -
bahwa dia telah melakukan pesugihan dan menjadi kuntilanak jadi-jadian yang mencari harta dengan cara menumbalkan bayi atau janin demi membuatnya menjadi kaya.
Dia takut akan dikucilkan oleh keluarga dan tetangga jika fakta itu terungkap. Jadi dia memutuskan untuk menyimpan rahasia itu dalam hati dan terus berpura-pura seolah-olah harta yang didapatkan dari usaha yang sukses.
Sri hanya bisa tersenyum bodoh saat para tetangga mengucapkan selamat atas kesuksesan usahanya. Dia merasa sangat tidak nyaman dan cemas, karena dia tahu bahwa dia sedang berbohong pada semua orang. Dia merasa sangat bodoh karena tidak bisa mengatakan yang sebenarnya.
"Sri, kau pasti sangat beruntung dalam usahamu ya. Aku juga ingin seperti itu," kata tetangga sebelah yang merasa iri pada kesuksesan Sri.
Sri hanya bisa menatap ke arah para tetangga yang sekarang memberikan senyum palsu padanya, ia merasa sangat tidak nyaman, dia merasa seolah-olah dia sedang berdiri di depan orang-orang yang tidak percayai kata-katanya.
Dia merasa seolah-olah dia sedang dipermainkan oleh para tetangga yang matrealistis dan selalu ingin pamer.

"Mereka pasti akan berusaha menjadi tetangga yang baik, hanya agar bisa mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan di kemudian hari," batin Sri yang merasa sangat kesal.
Sri tidak merasa bersalah atas tindakannya yang melakukan pesugihan. Dia tidak ingin memberitahukan hal itu pada siapapun, termasuk Manto. Dia takut akan reaksi Manto dan bagaimana ia akan diperlakukan oleh keluarga dan tetangga mereka jika mereka mengetahui tentang pesugihannya.
"Mas, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu," ucap Sri dengan nada ragu-ragu.

"Apa itu, sayang?" tanya Manto penuh perhatian.
"Tidak, tidak penting," jawab Sri dengan cepat dan berusaha untuk mengubah topik pembicaraan. Dia merasa tidak nyaman dengan pembicaraan ini dan tidak ingin mengungkapkan rahasianya pada siapapun.
Sri berusaha untuk tidak memberikan perhatian pada perasaan bersalah yang ada di dalam hatinya dan fokus pada kebahagiaan yang ia dapatkan bersama Manto yang selama ini sudah bersabar dengan dirinya yang selalu dingin.
Dia berharap bahwa tindakannya yang melakukan pesugihan tidak akan pernah diketahui oleh siapapun dan ia dapat terus hidup dengan damai.
Sementara itu, Manto yang merasa bersalah pada Sri, berusaha untuk menjadi suami yang baik dan setia. Ia tidak tahu bahwa istrinya melakukan pesugihan dan tidak ingin mengetahui hal itu.
Ia hanya ingin memberikan kebahagiaan pada Sri. Namun, dia tidak tahu bahwa Endang sebenarnya memiliki niat jahat terhadap Sri dan dirinya.
"Sri, aku benar-benar minta maaf karena pernah meninggalkanmu saat kau hamil. Aku akan selalu ada untukmu sekarang," kata Manto pada Sri sambil mencium kening istrinya.

"Aku tahu kau akan selalu ada untukku, mas. Aku mencintaimu," jawab Sri sambil tersenyum.
Endang yang melihat kebahagiaan keluarga mereka, semakin merasa iri dan dendam. Ia bertekad untuk menghancurkan kebahagiaan mereka dan mengambil alih Manto untuk dirinya sendiri.
"Aku akan menunggu waktu yang tepat untuk menghancurkan kebahagiaan mereka. Manto akan menjadi milikku," pikir Endang dengan niat jahat.
Sementara itu, Sri yang merasa bersalah atas apa yang telah dilakukannya, berusaha untuk menjalani hidup normal dengan Manto.
Ia berharap dia bisa menjalani hidup normal tanpa harus merasa bersalah lagi. Namun, dia tidak tahu bahwa Endang memiliki niat jahat terhadap keluarganya dan akan berusaha untuk menghancurkannya.
Endang merasa tidak percaya dan geram melihat Sri yang sekarang hidup dengan mewah, setelah sebelumnya ia mengantarkannya pada seorang dukun untuk melakukan pesugihan.
Ia merasa bersalah karena seharusnya dia tidak pernah membawa Sri ke dukun tersebut dan berharap Sri akan mengalami kesulitan dalam mencari tumbal.
Namun, rasa sesal itu tidak mengubah pikirannya untuk menghancurkan Sri dan membuatnya mengalami kesulitan, dia mulai merencanakan untuk menjatuhkan Sri dari kedudukannya yang sekarang.
Dia bertekad untuk mengungkapkan rahasia Sri yang sebenarnya dan melakukan segala cara untuk menghancurkan Sri dan mengambil Manto.
Disaat itu terjadi, saat itu Endang melihat dari kejauhan, melihat Sri dan Manto yang sudah masuk ke dalam rumah, lantas bermesraan dan saat itu pula pintu rumah mereka terbuka, karena orang-orang yang keluar masuk membawa dan meletakkan barang yang dibelanjakan Sri.
"Aku ingin sekali memberitahu semua orang bahwa kau adalah kuntilanak, Sri! Namun, aku tidak bisa melakukannya karena kamu adalah kartu as-ku." Geram Endang dalam hatinya, lalu menyalakan mesin mobil dan melaju pergi dari tempat tersebut.
***

Beberapa bulan kemudian, Manto dan Somad saat ini berada ditengah upacara. Upacara yang melibatkan kenaikan pangkatnya, setelah berhasil membekuk para preman pasar, -
dan berhasil menangkap beberapa perampok yang merupakan pemakai sekaligus pengedar narkoba disalah satu desa terpencil, yang pada awalnya ditugaskan hanya untuk meringkus para perampok yang telah melakukan tindakan perampokan serta memperkosa seorang janda kembang.
Buliran air mata bahagia kini membasahi wajahnya, apalagi melihat istri tercintanya, yang ikut hadir untuk melihat acara penobatan kenaikan pangkatnya, yang pastinya membuatnya terharu akan kebahagiaan yang sebelumnya tak pernah ia pikirkan sama sekali.
Entah kebetulan atau keberuntungan.
Setelah kesuksesan sang istri tercinta, ia pun mendapatkan kesuksesan pula. Sungguh tak pernah terpikirkan kalau ini terjadi, -
dan jika memang hanyalah sebuah mimpi, biarkan ia berlama-lama didalam mimpi tersebut. Tapi ini bukanlah mimpi, melainkan sebuah kenyataan yang manis, yang kini hadir di hidupnya.
Masih teringat jelas kejadian saat ia dan Somad pergi ke desa tersebut untuk menginvestigasi akan kejadian perampokan yang disertai pemerkosaan dan pembunuhan, yang sebelumnya sudah ditangani dan tidak mendapatkan titik terang, sampai akhirnya kasus itu pun ditutup.
Tapi setelah mendapatkan laporan lagi pada para warga yang ingin agar para pelaku secepatnya diadili, keduanya pun ditugaskan dan langsung melesat ke tempat tujuan.
Keduanya langsung disambut oleh beberapa orang yang sekarang berkumpul di balai desa, dengan raut wajah ketakutan, seakan menyembunyikan sesuatu.
Kedua polisi yang menyadari itu, segera melakukan investigasi dan beberapa pertanyaan pada para warga, tapi tetap tidak menemukan hasil yang baik, dan malah mendapatkan sebuah cerita yang bertolak belakang dengan tugas yang mereka emban.
Tapi keduanya tetap memasang telinga, dan tetap mendengarkan kejadian-kejadian mistis diluar nalar, yang mengakibatkan para warga meminta bantuan polisi untuk segera menuntaskan masalah tersebut.
Lalu beberapa hari kemudian, semua pelaku berhasil mereka tangkap, dan tentu saja membawa serta ahli forensik untuk mengetahui sebab dan musabab kematian janda kembang tersebut yang dikenal para warga dengan sebutan nyai Andini.
FLASHBACK KE CERITA DENDAM ARWAH JANDA KEMBANG (Nyai Andini)

***

Suasana di desa itu selalu gelap dan menyeramkan pada malam hari. Warga desa selalu merasa ditakuti oleh sesuatu yang tidak terlihat dan merasakan hawa dingin yang menyelimuti sekitar mereka.
Aroma dari bunga-bunga yang biasanya menyegarkan, kini terasa pahit dan menyengat. Beberapa anak-anak yang bermain di luar malam-malam sering kali mengeluh kedinginan dan merasa ditakuti oleh sesuatu yang tidak terlihat.
Bapak Sumarno, seorang petani berusia 45 tahun, mengaku merasa ada yang mengikuti setiap gerakannya saat pulang dari kerja malam. Dia juga merasa seolah-olah ada yang mengintai dari balik pohon-pohon.
"Aku merasa tidak aman di sini, ada sesuatu yang mengikuti setiap gerakanku saat aku pulang dari kerja malam," katanya pada Bapak Supriyanto, temannya yang juga petani.
"Aku merasa seolah-olah ada yang mengintai dari balik pohon-pohon, aku bahkan bisa merasakan ada yang mengawasi setiap langkahku," tambah Bapak Sumarno dengan nada takut.
"Itu pasti hanya imajinasimu saja, Sumarno. Jangan terlalu khawatir," jawab Bapak Supriyanto mencoba untuk menenangkan temannya. Namun, ketakutan Bapak Sumarno semakin menjadi-jadi ketika Putri (7), anak perempuannya ditemukan hilang tanpa jejak.
Warga desa yang panik mencari Putri, namun tidak menemukan siapapun selain dari jeritan tangis yang datang dari hutan. "Seseorang harus menjawab atas kehilangan Putri, aku tidak akan berdiri diam saat anakku dalam bahaya," kata Bapak Sumarno yang marah dan khawatir.
Ibu Rini, seorang ibu rumah tangga berusia 40 tahun juga merasa tidak aman. Dia merasa seperti ada yang mengintai dari balik jendela ketika tidur, dia juga merasa seperti ada yang menyentuh dan mengejar saat berjalan di malam hari.
"Aku merasa seperti ada yang mengintai dari balik jendela ketika aku tidur, aku juga merasa seperti ada yang menyentuh dan mengejar saat berjalan di malam hari," kata Ibu Rini pada suaminya dengan suara bergetar.
Ketakutan warga desa semakin meningkat saat Nyai Andini, janda yang dikenal baik hati, ramah dan sangat menyayangi anak-anak di desa, -
ditemukan diperkosa dan dibunuh oleh sekelompok perampok yang tidak dikenal. Arwahnya yang marah dan dendam kini menghantui warga desa yang tidak berdosa.
Beberapa warga desa yang merasa tidak aman pada malam hari bahkan tidak berani tidur di rumah mereka sendiri dan lebih memilih untuk menginap di rumah saudara atau tetangga.
"Sesuatu yang mengerikan sedang terjadi di desa ini, kita harus mencari tahu dan menghentikan kejahatan ini sebelum ia menyebar lebih jauh," kata Bapak Sumarno pada warga desa lainnya.
Setelah menyadari bahwa arwah Nyai Andini yang marah dan dendam terus menghantui desa mereka, warga desa mencoba untuk mencari tahu siapa pelaku yang menyebabkan kematian Nyai Andini.
Mereka berkumpul dan berdiskusi tentang siapa yang mungkin melakukan kejahatan tersebut. Beberapa di antara mereka juga mencoba untuk menemukan barang-barang pribadi Nyai Andini yang hilang.
"Seseorang harus bertanggung jawab atas kematian Nyai Andini. Kita harus menemukan pelaku yang sebenarnya dan membuat mereka menjalani hukuman yang setimpal," kata Bapak Supriyanto pada warga desa lainnya dengan suara tegas.
Setelah beberapa hari menyelidiki, akhirnya Bapak Sumarno, Bapak Supriyanto dan beberapa warga desa lainnya berhasil menemukan kuburan Nyai Andini yang dirusak dan barang-barang pribadinya yang dicuri.
Mereka menyadari bahwa arwah Nyai Andini yang marah dan dendam terus menghantui warga desa dan hingga kini masih menakutkan warga desa.
"Kita harus menghormati arwah Nyai Andini dan meminta maaf atas kesalahan yang kita lakukan. Kita harus menyelesaikan masalah ini dengan cara yang baik dan damai," kata Bapak Sumarno pada warga desa lainnya dengan suara lembut.
Mereka sepakat untuk mengadakan upacara perdamaian di kuburan Nyai Andini dan menyemai bunga-bunga di atasnya. Beberapa di antaranya juga berjanji untuk selalu menjaga anak-anak desa dan melindungi mereka dari kejahatan seperti yang dialami Nyai Andini.
Upacara perdamaian ini ternyata berhasil meredakan arwah Nyai Andini. Suasana di desa kembali seperti sedia kala, dan aroma bunga-bunga kembali menyegarkan. Warga desa merasakan ketenangan dan kedamaian yang sebelumnya hilang.
Namun, mereka juga berjanji untuk selalu mengingat kisah Nyai Andini dan menjaga anak-anak desa agar tidak mengalami nasib yang sama dengan Nyai Andini.
Mereka juga bertekad untuk mengungkap siapa pelaku yang sebenarnya dan membuatnya menjalani hukuman yang setimpal, agar arwah Nyai Andini dapat tenang dan damai. Cerita ini mengingatkan kita akan pentingnya keadilan dan perlindungan terhadap korban kekerasan.
Jangan sampai kita melakukan kesalahan yang sama dan menyebabkan arwah yang dendam dan marah. Sebagai manusia harus selalu waspada dan menjaga orang-orang yang kita sayangi dari kejahatan. Kita harus selalu ingat, dendam arwah tidak pernah baik-baik.
Cerita ini juga mengingatkan kita bahwa setiap tindakan yang kita lakukan akan memiliki konsekuensi dan dampak yang akan kita rasakan dikemudian hari. Kita harus selalu bertanggung jawab atas tindakan kita dan memperhatikan konsekuensi yang akan terjadi.
Kita harus selalu menghormati arwah yang telah meninggal dan tidak melakukan hal-hal yang akan menyakiti atau menyebabkan arwah tersebut dendam.
Kita harus selalu berusaha untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang baik dan damai, agar kita dan orang lain dapat hidup dalam kedamaian.
Cerita ini juga mengingatkan kita akan pentingnya mendengarkan cerita dan keluhan orang lain dan tidak selalu menganggap itu sebagai hal yang tidak penting. Warga desa yang merasakan ketakutan -
dan kegelisahan seharusnya diberi perhatian dan ditangani dengan serius. Kita harus selalu berusaha untuk memahami dan membantu sesama, agar kita dapat hidup dalam keharmonisan.
Pada akhirnya, cerita ini mengingatkan kita bahwa kekerasan dan kejahatan tidak pernah menyelesaikan masalah, tapi malah akan menimbulkan masalah baru. Kita harus selalu berusaha untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang baik dan damai, agar kita dapat hidup dalam kedamaian.
___

KEMBALI KE CERITA DEDADEN

***

Setelah upacara selesai, Sri langsung berlari ke arah Manto yang kini sedang berdiri di depan gerbang. Ia memeluk sang suami dengan erat, menangis dengan haru dan bahagia.
Manto yang sedikit terkejut melihat tingkah sang istri yang begitu emosional, bertanya, "Apa yang terjadi, Sayang? Kenapa kau menangis?"
Sri yang masih menangis, menjawab "Aku sangat senang karena kau selamat, Sayang. Aku sangat khawatir saat mendengar kabar bahwa kau terluka saat menjalankan tugasmu sebagai polisi di desa terpencil."
Manto tersenyum dan membelai rambut Sri. "Aku baik-baik saja, Sayang. Jangan khawatir," ujarnya.
***

Karena pada saat itu, di suatu malam yang dingin dan gelap, Somad dan beberapa anggota polisi langsung mengepung markas para perampok yang berada di ujung desa yang tersembunyi di dalam hutan.
Mereka bergerak dengan hati-hati, karena tahu bahwa para perampok memiliki ilmu kebal yang tidak dapat ditembus oleh peluru.
Namun, ketika mereka tiba di markas perampok, perlawanan yang keras dan tidak terduga terjadi. Manto, salah satu anggota polisi, terkena luka sayatan dari sebuah golok yang dikeluarkan oleh pemimpin perampok.
Namun, seperti ada kekuatan yang masuk ke dalam dirinya, Manto hanya membalas dengan sekali pukulan menggunakan tangan kosong, pemimpin perampok langsung terkapar tidak berdaya.
Para perampok yang melihat kejadian itu, langsung merasakan ketakutan yang dalam. Mereka terkaget-kaget melihat kekuatan yang dimiliki oleh Manto, yang dapat dengan mudah mengalahkan pemimpin mereka.
Mereka menatap ngeri pada kejadian tersebut, merasakan aroma ketakutan yang menyelimuti udara. Suasana yang semula tegang dan penuh dengan ketegangan, sekarang menjadi hening dan suram.
Beberapa perampok yang tidak berani melawan, langsung menelan ludahnya dan menyerah tanpa perlawanan.
Mereka takut akan mendapatkan nasib yang sama dengan pemimpin mereka, yang terkapar tak berdaya setelah dihajar oleh Manto. Mereka takut akan kekuatan yang dimiliki oleh Manto yang sepertinya tidak dapat dikalahkan.
Hutan yang gelap dan dingin itu menjadi saksi ajaib dari kekuatan Manto, yang sepertinya tidak merasakan sakit sama sekali dan lukanya segera mengering hanya beberapa detik setelah golok pemimpin perampok itu menghujam dadanya.
Kejadian itu membuat penangkapan perampok berlangsung dengan lancar tanpa ada perlawanan lagi. Beberapa anggota polisi terkagum-kagum dengan kekuatan yang dimiliki oleh Manto dan dari sinilah dia dijuluki sebagai "The Unstoppable".
Desa yang dahulu ditakuti oleh para perampok sekarang menjadi aman dan damai setelah penangkapan para perampok tersebut. Manto menjadi legenda di desa tersebut dan dikenang sebagai pahlawan yang menyelamatkan desa dari keganasan para perampok.
Namun, ia sendiri tidak pernah menceritakan rahasia kekuatannya yang ajaib itu kepada siapapun, hingga hari ini pun masih menjadi misteri bagi semua orang.

***
Lanjut saat Manto dan Sri masih berdiri di depan gerbang. Mereka pun langsung pulang ke rumah dan Manto menceritakan kejadian saat ia ditugaskan untuk meringkus para perampok di desa terpencil.
Ia menceritakan betapa para warga di sana menceritakan cerita mistis tentang kejadian tersebut. Manto tampak tidak percaya dengan cerita tersebut, "Aku masih tidak percaya, Sayang. Bagaimana bisa ada cerita mistis tentang kejadian ini? Tapi aku bersyukur karena aku selamat."
Sri mengangguk mengerti dan menambahkan, "Aku juga sangat bersyukur kau selamat, Sayang. Dan aku akan selalu mendukungmu dalam setiap tugas yang kau jalani." Manto tersenyum dan mereka saling berpelukan sambil menikmati suasana rumah yang hangat dan damai.
Setelah mereka berdua duduk di meja makan, Sri memberanikan diri untuk menceritakan tentang rahasianya yang selama ini dia sembunyikan dari Manto. Ia menceritakan bahwa sebenarnya ia tidak punya toko elektronik, tapi sudah membuka usaha bakso dan bekerja sama dengan pak Idi.
Untuk modalnya sendiri, ia berbohong kalau kedua orang tuanya lah yang memberikan modal untuk usaha dan untuk beli beberapa barang dan perabotan.
Manto terlihat terkejut dengan cerita Sri, tapi ia tetap menunjukkan wajah yang tenang. "Kenapa kau tidak cerita dari dulu, Sayang? Apa kau merasa malu?" tanyanya.
Sri menunduk, "Aku merasa malu karena aku tidak bisa memberikan yang terbaik untukmu, Sayang. Tapi aku berjanji akan selalu berusaha untuk menjadi lebih baik."
Manto tersenyum dan memegang tangan Sri. "Aku tidak peduli dengan harta benda, Sayang. Yang penting kau selalu ada untukku dan kau selalu berusaha untuk lebih baik. -
Aku cinta kau seperti apapun kondisimu." Kata-kata Manto itu membuat Sri merasa lega dan dia pun memeluk Manto dengan erat.
Mereka pun melanjutkan makan malam mereka dengan suasana yang lebih hangat dan damai. Mereka berjanji untuk selalu jujur dan terbuka satu sama lain dalam menjalani kehidupan mereka sebagai pasangan suami istri.
Setelah makan malam selesai, mereka berdua duduk di ruang tamu dan mengobrol tentang rencana masa depan mereka. Manto mengatakan bahwa dia ingin segera menambah anggota keluarga dan membuat keluarga yang lebih besar dan lengkap.
Sri tersenyum dan mengangguk setuju. "Aku juga ingin segera memiliki anak, Sayang. Aku akan berusaha untuk lebih baik lagi agar dapat memberikan yang terbaik untuk keluarga kita."
Manto kemudian menanyakan tentang usaha bakso Sri dan bagaimana rencana ke depannya. Sri menjelaskan bahwa dia akan berusaha untuk mengembangkan usaha tersebut -
dan mencari peluang untuk menjual produknya di pasar luar kota. Manto sangat mendukung rencana tersebut dan menambahkan bahwa dia akan membantu Sri dalam mencari peluang tersebut.
Mereka berdua merasa sangat bahagia dan optimis tentang masa depan mereka. Mereka berjanji untuk selalu bekerja sama dan mendukung satu sama lain dalam mencapai tujuan mereka.
Suasana di rumah terasa hangat dan damai, seakan semua masalah yang pernah mereka hadapi sudah terlupakan. Mereka merasa bahwa dengan kejujuran dan kepercayaan satu sama lain, mereka akan dapat menjalani hidup yang lebih baik dan lebih bahagia.
Sri merasa sangat bahagia dan optimis tentang masa depan mereka, tapi dia tidak tahu bahwa dirinya sendiri telah melakukan tindakan yang sangat bodoh dengan menjadi budak setan dan terikat perjanjian dengan dukun untuk melakukan pesugihan.
Jika Manto mengetahui hal ini, dia pasti akan merasa sangat frustasi dan marah. Dia mungkin akan merasa kecewa dengan Sri yang telah melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri dan keluarga mereka.
Dia mungkin akan merasa bahwa kebahagiaan dan masa depan mereka yang dibangun dengan susah payah, telah hancur karena tindakan bodoh Sri. Namun, kita tidak tahu pasti apa yang akan dilakukan Manto karena situasi ini hanyalah sebuah teka-teki yang belum diketahui jawabannya.
•••

Sampai jumpa dibagian 3, atau bagian akhir dari cerita ini.
Buat sobat yang mau mendukung Rama bisa membagikan sedikit rejekinya ke Dana/Shoppepay : 085770314322
Terima kasih 🤗

•••

⬇️ Link cerita di bawah ⬇️
linktr.ee/RamaAtmaja_HCR
Untuk melihat bagian 3, bisa melalui link yang ada di bawah ini:

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Rama Atmaja

Rama Atmaja Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @RamaAtmaja_HCR

Dec 11, 2023
"Hati-hati, Ras, jalannya becek," teriak Bu Tati saat Laras sudah melangkah pergi.

"Iya, bu," jawab Laras singkat, meninggalkan ibunya yang duduk cemas di teras rumah.
Sambil menahan cemas, Bu Tati duduk di teras rumah, memandangi langit yang mulai memudar warnanya menuju senja. Setiap detik terasa seperti jam bagi hatinya yang gelisah.
Sementara itu, Laras berjalan dengan hati-hati di jalanan yang becek, memegangi tangannya erat-erat agar tidak tergelincir. Dia tiba di rumah Bu Ambar dan langsung mengetuk pintu dengan penuh harap.
Read 48 tweets
Nov 24, 2023
MAPAG

"Tumbal anak, tumbal diri, pesugihan merajut kisah kelam yang memakan korban."

@FaktaSejarah @bacahorror @IDN_Horor @threadhororr @P_C_HORROR @autojerit
#ceritaserem Image
Aku akan menceritakan sebuah kisah. Di malam yang berembun di tahun 90-an, seorang anak laki-laki bernama Boy pulang seorang diri setelah menonton layar tancap. Saat melewati gang sepi, keanehan mulai terkuak.
Boy melihat sebuah keranda mayat terbang membelakangi, dan seperti tak terkendali, ia mengikuti keranda itu yang melintasi gang demi gang. Hingga pada akhirnya, keranda berhenti di sebuah rumah, terungkap bahwa empat makhluk hitam pekat seperti asap yang memikulnya.
Read 118 tweets
Jun 3, 2023
GEMBUNG KUNTILANAK

- 3 hari dalam wujud Kuntilanak -

Narasumber : Dodi

@IDN_Horor @bacahorror @P_C_HORROR @threadhororr

Untuk menonton atau dengar, bisa kunjungi link yang di atas versi video audio singkat dari cerita ini.
Versi thread agak berbeda dengan menambahkan narasi agar sedikit panjang dari versi di youtubenya. Tapi dari inti ceritanya sama dan cerita ini terinspirasi dari kejadian nyata. Image
Di sebuah Desa yang terletak di kawasan Pantura, malam menyelimuti segala sesuatu dengan kegelapan yang pekat. Angin berhembus dengan ganas, seakan membawa cerita-cerita mengerikan dari masa lalu, menggerakkan daun-daun kering pohon-pohon tua yang berderit menakutkan.
Read 21 tweets
Mar 14, 2023
Image
Nurmi, nama gadis kelas 2 SMU yang kini terduduk lesu dibalik pintu. Bagaimana tidak? Sepulang sekolah ia mendapati rumahnya telah ramai orang, dan saat ditanya tak ada jawaban dari mereka, hingga ia masuk dan mendapati orang tercintanya terbujur kaku di atas ranjang.
Mak Selasih, atau yang lebih dikenal dengan mak Slambit (Peniti), karena ia selalu saja menempelkan peniti pada pakaian yang dikenakan, entah untuk apa itu, karena pakainya juga tidaklah rusak ataupun berlubang.
Read 14 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(